Share

Uang Jatah

Penulis: Naffa Aisha
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-17 19:58:46

Bab 14 : Uang Jatah

Opa Jhon mendengkus kesal dan aku hanya tertawa puas saja. Ah peduli amat! Lagian aku juga tadi itu terpaksa.

Aku segera menyendok nasi dan lauk pauknya. Lalu menikmati makan malam dengan suami tuaku.

Saat di tengah-tengah sedang asyik menikmati makan, Opa Jhon berdeham.

“Bagaimana pendaftaran ulang kamu tadi?” tanya Opa Jhon seketika.

“Semuanya berjalan lancar dan baik-baik saja, Mas,” sahutku.

“Lalu kapan mulai masuk kuliahnya?” tanyanya lagi. Kini suasana sudah mulai mencair dan bicara juga sudah terasa santai.

“Besok, Mas.” Pria itu mengangguk-angguk. Makanan yang ada di piringnya telah habis sampai tandas.

“Tapi, Mas, aku boleh gak minta sesuatu?”

“Minta apa?” tanyanya yang terdengar seperti keberatan.

“Aku minta mulai besok kalau aku ke kampus jangan lagi suruh bodyguard itu mengawalku dan membatasi ruang gerakku. Aku ingin hidup normal dan sedikit bebas,” usulku. Semoga saja pria sepuh ini mau menuruti permintaanku.

“Begini Lolyta, kamu tidak bisa s
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Istri Bayaran Sang Opa Menawan   Sombong

    Bab 15 : Sombong“Aku gak butuh uang segitu dari kamu, dasar benalu!” bentaknya. “Jaga ucapan kamu, ya, Xeon!” seruku dengan tak kalah tegas, tapi tetap berusaha menahan emosi. Sebab, aku tak ingin Opa Jhon melihat sifat asliku yang sangat garang ini. Bodo amat! Aku gak peduli. Apa dia pikir dengan caranya yang arogan seperti itu aku semakin takut? Atau bahkan semakin marah? Oh tentu tidak. Aku sangat puas sekali ini. Hatiku bergemuruh dan terasa seperti bertepuk tangan di dalam sana dengan meriah. Aku menang. Setelah menghamburkan uang itu di lantai, lelaki tak berakhlak itu pergi begitu saja. Mungkin dia merajuk. Ya, itu terserah dia. Bukan urusanku. Lagi pula jika dia menolak, dia juga yang rugi sendiri. Dasar sombong!Kemudian Opa Jhon memanggilkan pengawalnya.“Cepat punguti dan satukan lagi uang itu,” titahnya pada pengawalnya. Segera laki-laki bertubuh tegap itu melaksanakan perintah Opa Jhon dan memunguti uang-uang yang berserakan di atas lantai berkeramik putih. “Ayo ki

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-18
  • Istri Bayaran Sang Opa Menawan   Minta Kasur

    Bab 16 : Minta KasurAku bangkit dari tempat duduk dan melipat selimutku lalu menatanya di atas tempat tidur milik Opa Jhon. Aku menyambar handuk dan masuk ke dalam kamar mandi. Kemudian mulai membersihkan diri. Aku mulai menyiramkan air ke seluruh tubuh lalu mulai menggosok badan perlahan. Sensasi air hangat di pagi hari yang dingin membuatku betah berlama-lama di dalam kamar mandi. Namun, aku tetap menyelesaikan mandi dengan cepat. Hari ini adalah jadwal pertamaku masuk kuliah, jangan sampai aku terlambat. Selesai menyiram tubuh, lantas aku pun menggosok gigi lalu setelah selesai aku berkumur-kumur. Usai membersihkan diri, aku pun melilitkan handuk lembut berwarna putih ke badan. Saat aku keluar dari kamar mandi pun, kulihat ternyata Opa Jhon masih anteng duduk di atas ranjang tidurnya sambil memainkan tabletnya. Aku hanya menggeleng-geleng saja. Mendadak aku mendapatkan ide untuk mengerjai si Opa jutek. Aku sengaja mondar mandir berjalan-jalan ke sana kemari berpura-pura menca

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-18
  • Istri Bayaran Sang Opa Menawan   Kampus

    Bab 17 : Kampus Kulirik Opa Jhon sedang memainkan ponselnya. Jarinya bergerak lincah di atas layar lalu menempelkan benda pipih itu ke telinga kirinya. Sedang menelepon siapa dia? Setelah beberapa saat, hapenya ditarik kembali dari depan telinganya. Kuberanikan diri untuk bertanya padanya. “Nelpon siapa sih?” “Xeon,” jawabnya dengan jutek. Oh ternyata tadi dia sedang menghubungi cucu kesayangannya itu, tapi tidak diangkat. Begitu ‘kan? “Nanti kamu akan diantar oleh dua bodyguard yang kemarin untuk pergi ke kampus,” kata Opa Jhon dengan datar. What? Diantar lagi sama dua orang yang menyebalkan itu? Arghhh! “Namanya Mark dan El. Mereka yang akan mengantar dan menjemputmu pulang nanti,” imbuhnya lagi. Aku hanya mengangguk saja sebagai jawaban. Opa Jhon menyudahi sarapannya lalu bangkit dari kursi tempat duduknya. Dan dia meninggalkanku seorang diri saat aku sedang sarapan. Setelah kurasa perut sudah suruh terisi dan terasa kenyang, aku pun menyudahi sarapanku. Kemudian

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-19
  • Istri Bayaran Sang Opa Menawan   Dosen Tampan

    Bab 18 : Dosen TampanAku pun melemparkan senyum pada mereka yang tengah memandangiku. Sengaja tebar pesona agar mereka menyukai dan mau berbaik hati padaku jika suatu saat aku membutuhkan bantuan mereka dalam urusan mata kuliah. Aku mengambil tempat duduk di tengah tengah. Di depan dan belakangku ada seorang wanita, sedangkan samping kanan dan kiriku ada laki-laki. Kebetulan yang terlihat disengajakan. Aku berharap semoga saja teman-teman yang dekat dengan mejaku ini pada baik semua. Tak lama kemudian, masuklah seorang pria muda ke dalam kelas kami. Dia adalah seorang dosen, terlihat dari seragam dan apa-apa yang dibawa di tangannya. Pria itu terlihat masih sangat muda. Kulitnya berwarna kuning langsat, hidung mancung, alis tebal dan ... bibir tipis. Ah, sangat tampan. Aku mendengar wanita di depan dan belakangku sedang bergumam tentang fisik dosen itu. “Aduh, dosennya ganteng banget. Kalau begini, 4 jam di dalam kelas ini saja tidak apa kok.” “Wah, seharian pun aku betah kala

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-19
  • Istri Bayaran Sang Opa Menawan   Menguping

    Bab 19 : Menguping“Intan, Bagas,” sapaku. “Kamu lagi ngelamun ya? Ngelamunin apa sih?” tanya Intan dengan penasaran. “Ah apaan sih kamu. Aku gak ngelamunin apa-apa kok,” dustaku sambil tersenyum getir. “Halah, jangan boong deh. Keliatan tuh dari mata kamu. Lagi ngelamunin cowok ganteng ya?” terka Intan dengan senyum menggoda. “Eh kok kamu tau? Beneran kelihatan ya?” tanyaku dengan panik. Namun, Intan dan Bagas malah terkekeh. “Udah yuk kita ke kantin aja. Ngelamunin cowok ganteng gak bikin keyang!” ajak Intan. “Yuk lah,” sahutku. Kami bertiga pun--aku Intan dan Bagas, berjalan bersama-sama menuju kantin. Ketika di koridor kampus, kami berpapasan dengan teman gengnya Xeon. Akan tetapi, aku tidak ada melihat Xeon di antara lima temannya itu. Aku baru ingat tentang tadi malam saat insiden aku membalas dendam padanya dan lalu dia pergi dari rumah. Hingga kini dia tidak memunculkan batang hidungnya juga. Bahkan dia tidak hadir ke kampus. Sebenarnya ke mana dia? Ah, tapi bodoamat.

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-19
  • Istri Bayaran Sang Opa Menawan   Isi Hati Bagas

    Bab 20 : Isi Hati BagasSaat aku telah selesai mendengarkan semua omongan teman gengnya Xeon, aku pun keluar dari toilet kantin dan bergabung di kantin lagi bersama Intan dan Bagas. “Apakah kalian sudah memesan makanan dan minuman?” Aku bertanya pada Intan. “Sudah,” jawabnya. Tak lama kemudian, pelayan kantin datang membawakan makanan dan minuman kami. Usai menata piring dan gelas, wanita itu pergi ke tempatnya kembali. Kami bertiga pun mulai makan dan menikmati makanan masing-masing. “Oh iya, tadi malam kalian jadi nonton gak?” tanyaku membuka percakapan. “Enggak. Bagas gak mau,” sahut Intan sambil mengunyah makanannya. “Loh kenapa gak mau?” tanyaku pada Bagas yang sedang minum. “Katanya dia mau pergi kalau kamu diajak juga,” potong Intan cepat mendahului Bagas. Mendengar hal itu aku terkekeh. “Kan aku udah bilang sama kamu kalau aku gak bisa ikut karena ada hal penting.” “Lagian kenapa mesti ajak aku? Kalian berdua saja lah yang nonton. Kan udah pas itu. Luculah kalau bert

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-20
  • Istri Bayaran Sang Opa Menawan   Mark dan El

    Bab 21 : Mark dan ElAku menghela napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. Aku menatap Bagas dengan tatapan yang ... entah. Aku bingung di posisi sekarang ini. “Bagas, bangunlah.” Aku berkata sambil melihat ke sekeliling, takut ada yang melihat posisi kami saat ini. Intan hanya diam menonton kami. “Bagas, kamu gak bisa kek gini. Aku gak bisa terima perasaan kamu. Kita gak bisa jalin hubungan.” Aku mencoba menolaknya dengan halus. “Enggak. Aku mau kamu terima perasaan aku lalu kita pacaran,” ucapnya. “Bagas. Aku gak bisa terima perasaan kamu. Aku nganggap kamu itu gak lebih dari seorang sahabat.” Aku mencoba melepaskan tangan Bagas. “Kamu jangan egois, Bagas! Kamu inget, ya, gak akan pernah ada cinta di antara kita!” Aku memperingatkannya dengan tegas. Karena aku tak ingin dia terus-terusan seperti ini. “Gak apa-apa kalau kamu gak mau pacaran sama aku, tapi aku minta kamu jaga perasaan aku, Lolyta,” kata Bagas dengan wajah sendu. “Aku gak bisa, Bagas.” “Meski pun kamu gak

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-20
  • Istri Bayaran Sang Opa Menawan   Ngidam Boci di Hotel

    Bab 22 : Ngidam Boci di HotelSesampainya di rumah bertingkat dengan desain yang super mewah milik Opa Jhon, aku keluar dari mobil dan langsung masuk ke dalam rumah."Silakan masuk, Nyonya Loly." Maria menyambutku di depan pintu.Aku hanya berdeham dan tatapanku kini langsung tertuju kepada Si Opa yang sedang berada di ruang tamu. Dia terlihat sedang sibuk bersama asistennya. Di kepalaku tiba-tiba saja terbersit sebuah ide briliant. Segera aku menghampirinya. “Hai, Sayang, lagi apa sih?” tanyaku dengan nada manja dan pasang senyum genit, dalam hati malah geli melihat tingkah ganjenku ini.Opa Jhon tidak menyahut karena ternyata dia sedang sibuk dengan laptopnya dan ditemani oleh asisten pribadinya yang sedang berhadapan dengan laptop juga. Ya elah, aku dikacangin. Masa iya ini kacang harus diobral dan free-ong? Duuhh ... serasa mau belanja online jadinya.Aku mengambil posisi untuk duduk di samping Opa Jhon dan mengapit lengannya.“Mas Sayang, apakah Xeon--cucu sambungku itu udah ad

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-20

Bab terbaru

  • Istri Bayaran Sang Opa Menawan   Selamat

    Bab 63 : Selamat“Lolyta, ayo. Kita gak punya waktu banyak.” Xeon masih terus memaksaku. Bukannya aku tidak mau beranjak dari tempat ini. Namun, aku takut di pertengahan jalan nanti dia malah pingsan atau malah bisa kenapa-kenapa. Sungguh, pasti aku akan semakin panik kalau sampai itu terjadi. “Tapi keadaanmu sekarang lagi demam, Xeon.” “Sudahlah, aku sudah tidak apa-apa. Kamu lihat kan, aku baik-baik saja sekarang. Ayo!” imbuh Xeon dengan sedikit memaksa. Aku tahu itu. Tanpa aba-aba, Xeon pun langsung menggandeng tanganku. Mungkin saja dia tidak sabar menunggu jawaban setuju dariku lagi. Akan tetapi ... tunggu dulu, apa ini? Xeon menggandeng tanganku? Apa-apaan dia ini? Kenapa tanganku mesti harus digandeng segala sih sama dia? Ingin sekali rasanya kutepis tangan Xeon. Sebab ini seperti mencari kesempatan dalam kesempitan. Akan tetapi, akal sehatku menyuruh untuk selalu berpikiran yang positif saja. Karena dia masih dalam kondisi sedang demam. Jadi anggap saja bahwa Xeon itu ta

  • Istri Bayaran Sang Opa Menawan   Dia Demam

    Bab 62 : Dia DemamDengan terpaksa aku membuka mata karena merasa silau dengan sinar matahari, yang menyelusup dari celah-celah pohon mengenai tepat ke arah mataku. Untuk beberapa saat, nyawaku separuh masih melayang belum terkumpul semua. Kulihat Xeon sudah meringkuk di atas pangkuanku. Kurang ajar sekali dia, berani-beraninya, lancang sekali dia tidur di pangkuan. Dia gunain kesempatan ini rupanya, ya! Lihat saja kamu, ya. Hati ini amat dongkol melihat tingkahnya.Aku hendak membangunkannya, tetapi saat menyentuh tubuhnya, terasa amat panas. Aku memeriksa dahinya, ternyata rasanya sama. Panas, seperti saat seseorang sedang tidak enak badan. “Apa jangan-jangan dia demam, ya?” gumamku dengan memutar bola mata ke atas. Waduh, aku harus bagaimana ini kalau sampai Xeon demam? Kami harus keluar dan pergi dari hutan ini. Kami harus secepatnya mencari dan mendapatkan bantuan. Namun, jika keadaan Xeon sedang sakit begini, aku tidak bisa mengajaknya untuk berlari lagi. Aku melihat Xeon mu

  • Istri Bayaran Sang Opa Menawan   Masih di sini

    Bab 61 : Masih di siniXeon gantian berkomat kamit tanda dia sedang mengatakan sesuatu. Aku yang tidak mengerti dia berbicara apa hanya ha he ho saja. Bahkan saat dia memberikan sebuah isyarat pun aku masih tidak mengerti juga. Aku terus saja menggelengkan kepala sebagai tanda tak mengerti apa maksudnya. Xeon terlihat gelisah dan frustasi. Tampak sekali dia sedang menahan amarahnya, tapi mau bagaimana lagi, aku benar-benar tidak tahu apa katanya. Akhirnya Xeon geram dan dengan mengesot mendekatiku. Lalu dia membisikkan lagi sebuah rencananya. Lagi-lagi aku menurut. Kami saling membuka ikatan di tangan lagi. Lalu kami sama-sama membuka tali yang mengikat kaki kami. Rasanya sakit, tapi aku harus bisa menahannya. Kini ikatan tali di tubuh kami benar-benar sudah terlepas lagi. Kami pun mulai berjalan ke arah dapur untuk kabur lewat pintu dapur lagi. Kali ini lebih mudah karena pintu sudah terbuka dan bodohnya mereka, mereka lupa menutupnya kembali. “Ayo Lolyta,” ucap Xeon memberi aba-

  • Istri Bayaran Sang Opa Menawan   Disekap

    Bab 60 : DisekapSetelah ikatan di tangan kami terlepas, kami saling membuka kain penutup mata. Dan betapa terkejutnya aku dengan pria yang membantuku membuka ikatan tali. Kami sama-sama melongo beberapa saat. “Xeon!” seruku. “Lolyta!” Dia pun tak kalah berseru juga. Kami sama terkejutnya. Mengapa pula musuh bebuyutanku ada di sini bersamaku? Bisa tidak sih kalau teman sesama korban penculikan di sini itu orang lain selain dia? Pria yang berparas tampan, tapi juga menyebalkan itu memasang wajah aneh. Dari rautnya tersimpan banyak tanya di dalam kepalanya. Mungkin saja dia terpesona dengan kecantikanku kali ini kan? Bisa saja itu terjadi. Ya, aku pasti tidak salah lagi, sebab dia memandangku tidak berkedip sama sekali. Mungkin dia telah terpana dengan kecantikan pari purna di hadapannya ini. “Ngapain kamu mandangin aku kayak gitu? Kamu mau bilang kalau aku ini cantik kan?” tanyaku dan membuatnya langsung tersadar dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. Xeon mendengus pelan. “

  • Istri Bayaran Sang Opa Menawan   Disekap

    Bab 59 : DisekapBibirku gemetar, tubuhku lemas, dan hatiku panik. Rasa kaget, cemas dan takut menjadi satu. Aku takut kalau Opa Jhon meninggalkan aku, sedangkan kami belum melakukan ritual malam pertama. Ya, Tuhan, aku mohon selamatkan Opa Jhon. Jangan ambil Opa Jhon dulu sebelum aku memiliki anak darinya. Aku berdoa dalam hati. Aku harus menyusul dan melihat keadaan Opa Jhon di sana. Namun, bagaimana caranya sedangkan aku tidak membawa uang. Sepertinya jalan satu-satunya adalah meminjam pada Intan. “Intan, kamu ada bawa uang lebih gak? Aku boleh pinjem dulu? Soalnya ini keadaannya darurat banget.” “Apanya yang darurat? Emang siapa yang ngehubungi kamu barusan?” tanya Intan. “Saudara aku, Tan. Dia kecelakaan,” sahutku dengan ragu-ragu menyebutkan Opa Jhon adalah seorang saudara. Wajah Intan dan Bagas tampak terkejut. “Boleh ya, Intan, aku pinjem duit kamu dulu buat ongkos taksi. Aku harus pergi sekarang juga,” sambungku lagi. Intan membuka tas dan mengambil dompetnya meski wa

  • Istri Bayaran Sang Opa Menawan   Telepon Misterius

    Bab 58 : Telepon Misterius Cucu angkatnya Opa Jhon itu terlihat cuek saja saat melihat aku menyembunyikan dua botol jamu ke belakang punggung. Dia pun berlalu begitu saja seolah tak terjadi apa-apa. Tapi aku yakin, dia pasti sangat mendengar obrolanku dengan Oma Jenny tadi. Aku pun menaiki anak tangga menuju lantai atas. Aku masuk ke dalam kamar untuk menyimpan botol jamu ini lalu kembali keluar kamar dan turun ke bawah. “Bik Maria,” panggilku pada asisten pribadiku itu. Wanita itu mendekat. “Ada apa, Nyonya?” “Kenapa Opa Jhon belum pulang ya, Bik? Ke mana beliau?” tanyaku. “Tuan Jhon sedang pergi bersama asistennya sejak siang tadi, Nyonya,” jawabnya. Aku pun mengangguk-angguk tanda mengerti. Aku lantas menyuruh wanita paruh baya itu untuk kembali melanjutkan tugas atau aktivitasnya tadi yang sempat terhenti karena aku panggil. Ke mana ya perginya Opa Jhon? Tumben sekali. Ponselku tiba-tiba berdering, ada yang menelepon. Ternyata Intan yang menghubungi. “Hallo, Ntan

  • Istri Bayaran Sang Opa Menawan   Ancaman Oma

    Bab 57 : Ancaman OmaAku menunjukkan sikap memancing kepada Opa Jhon, tapi pria tua ini sepertinya tidak tertarik denganku. Dia hanya berdecak pelan saja lalu beralih pada tabletnya. Dia benar-benar hanya cuek saja dan tidak menggubris sama sekali. “Dasar kakek-kakek jutek. Sok jual mahal banget sih,” gerutuku dalam hati. Meski dia terlihat jual mahal, tapi aku akan tetap memintanya menyentuhku hingga aku benar-benar hamil. *** Beberapa bulan telah berlalu, aku duduk di dalam kamar berdua di atas ranjang bersama Opa Jhon. Aku tidak bisa lagi menahannya. Perhatian dan pancinganku selama ini sepertinya tidak berhasil untuk menggoda Opa Jhon. Jadi sebaiknya kuutarakan saja niat aku ini. “Mas, aku mau ngomong sesuatu.” “Ngomong soal apa?” tanyanya. “Aku ingin punya anak dari kamu, Mas, dan mengabulkan keinginan Oma Jenny,” jawabku sambil menatap wajah keriput di depanku ini dengan serius. “Apa kamu serius dengan keinginanmu itu?” Aku mengangguk. “Iya serius, Mas.” “Apa alasannya

  • Istri Bayaran Sang Opa Menawan   Kesambet

    Bab 56 : KesambetAku memutuskan untuk izin kuliah selama seminggu. Aku sudah menelepon Pak Juan dan mengatakan sedang menjaga keluarga yang sedang sakit, dan meminta tolong dia menguruskan izinku kepada ketua jurusan. Alhamdulillah, Pak Juan menyanggupi dan semoga saja pertolongannya ini tulus dan tak mengharapkan imbalan. Aku tidak ingin meninggalkan Opa Jhon dan aku menjaganya dengan baik selama 3 hari dirawat di rumah sakit ini. Oma Jenny dan Xeon juga melakukan hal yang sama. Mereka juga menjaga dan merawat Opa Jhon dengan baik. Kami bertiga bekerja sama dalam menunggui Opa Jhon. Dalam beberapa hari ini aku melihat ada perubahan dalam diri Xeon. Lelaki berambut hitam pekat itu berubah menjadi sosok yang peduli. Sangat berbeda dengan Xeon yang biasa aku lihat sehari-hari. Selama 3 hari ini tidak ada Xeon yang arogant, yang ada hanyalah Xeon baik hati dan perhatian. Dia juga terlihat sedikit ramah padaku. Akan tetapi, meski Xeon sudah bersikap baik dan peduli, aku tetap waspada

  • Istri Bayaran Sang Opa Menawan   Mendoakan Suami

    Bab 55 : Mendoakan SuamiAku tidak tahan lagi di sini. Rasanya ada yang ingin meledak di dalam sini. Bayangan Opa Jhon sedang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit membuat hatiku pilu. Aku harus melakukan sesuatu. Suara azan magrib sudah berkumandang dari arah Musala terdekat sini. "Oma, saya izin ke Musala dulu ya mau salat magrib," ucapku lirih di dekat telinga Oma Jenny yang sedang menangis. Dia memandangku dan mengangguk seraya menyeka air matanya dengan ujung jarinya. Aku pun menepuk pelan pundaknya dan beranjak dari tempat duduk. Aku melangkah gontai menyusuri koridor rumah sakit menuju Musala yang ada di lingkungan sekitar rumah sakit ini. Sesampainya di Musala, aku langsung menuju ke belakang untuk mengambil air wudu. Usai mengambil wudu, aku masuk ke dalam dan mencari tempat mukena, ternyata ada. Aku mengucapkan syukur dalam hati. Sebab tak jarang di musala-musala itu tak memiliki persediaan mukena. Musala ini tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil. Mung

DMCA.com Protection Status