"Apa Bapak bilang tadi? Saya harus tidur di sofa? Yang benar saja, Pak!" "Ya, benar. Ini kan hotel yang disewakan oleh ibuku, jadi aku yang berhak untuk tidur di kasur." "Tapi saya ini juga kan menantunya ibunya Bapak, harusnya Bapak itu mengalah kepada perempuan. Apa tidak pernah mendengar istilah ladies first?!" Mendengar itu Darren langsung berdiri. Dia melipat tangan di depan dada sembari berjalan mendekat ke arah gadis yang memakai slayer. Aluna pun agak kesulitan mundur, takut jika menginjak gaun yang dipakainya. Lalu, saat Darren sudah berada di hadapan Aluna, dia pun memberikan tatapan smirk, seperti seorang pemburu yang siap melihat mangsanya."Oke, kamu yakin ingin satu kasur denganku? Aku tidak akan bisa menjamin, tidak terjadi apa-apa nanti, ya," ucap Darren, membuat Aluna langsung menggelengkan kepala dan mundur beberapa langkah. Untung saja tidak sampai jatuh. "Bukan seperti itu, Pak. mMaksud saya Bapak yang di sofa, saya yang di kasur," ujar Aluna membuat Darren b
Aluna berjalan peran mendekati suaminya yang sedang tertidur lelap. Dengkuran Darren sampai terdengar keras. Dia meneliti wajah Darren dengan begitu seksama. Dari dekat Darren seperti seseorang yang begitu baik dan juga polos, berbeda sekali saat pria itu terbangun dengan kata-kata yang pedas. Seperti langit dan bumi atau lebih tepatnya seperti dua kepribadian yang berbeda. "Aku seperti melihat orang lain saat dia tertidur," gumam Aluna dengan pelan. Dia memandangi pahatan indah milik Darren. Tuhan memang benar-benar Maha Adil. Walaupun Darren begitu sempurna dengan ketampanan dan kekayaan yang melimpah, tapi sifat pria itu tidak bisa dibandingkan dengan pria-pria di luar sana yang mungkin lebih baik sifatnya dibandingkan Darren. Gadis itu langsung mundur lagi, karena menurutnya tidak pantas saja kalau Aluna memperhatikan orang yang sedang tidur. Meskipun itu adalah suaminya, tetap saja Aluna merasa tidak pantas. Sebab mereka hanya melakukan pernikahan ini dengan perjanjian. Namu
Keesokannya, pagi-pagi sekali Aluna membangunkan Darren. Pria itu sempat kesal dan dia tidak menghiraukan panggilan Aluna, malah mengubah posisi tidur. Aluna lama-lama kesel juga dan memilih untuk menarik selimut Darren. Pria itu bangun sembari menggerutu."Pak, kenapa Bapak malah tidur terus? Saya butuh baju ganti. Kalau Bapak begini terus, bagaimana saya bisa keluar dari tempat ini?!" seru Aluna kesal.Darren yang mulai terganggu pun akhirnya terduduk dengan mata yang masih mengantuk. Padahal biasanya dia bangun subuh-subuh untuk mempersiapkan segala pekerjaannya, tetapi karena kemarin benar-benar melelahkan, membuat pria itu akhirnya tertidur pulas sampai pagi. "Kenapa sih kamu menggangguku? Bukankah aku sudah menyuruh Amarudin untuk memberikan baju? Kenapa dia belum datang juga?" Pertanyaan itu membuat tubuh Aluna menegang. Dia juga gugup, tidak mungkin gadis itu mengatakan kalau Amarudin mengantarkan sebuah lingerie, bisa-bisa Darren berpikiran liar dan mungkin juga akan terja
Aluna hanya diam saja setelah mengakhiri panggilan dengan ibunya. Dia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Setiap kata yang diucapkan ibunya adalah doa. Aluna takut, semua itu menjadi kenyataan. Tetapi pada akhirnya malah kekecewaan yang didapat, sebab Darren pasti masih mencintai mantan kekasih itu. Buktinya sampai saat ini, dia itu sama sekali tidak pernah berhubungan dengan wanita manapun. Entah karena luka yang masih menganga atau Darren belum bisa move on dari wanita bernama Monica. Gadis itu memejamkan mata dan berusaha menghela napas panjang. Dia harus tenang dan menjalani kehidupan ini sesuai dengan semestinya. Walaupun dirinya dicap sebagai janda bermata duitan nantinya, tetapi Aluna memilih seperti itu dibandingkan dia harus menikah dengan rentenir jahat. Gadis itu pun memilih untuk pergi dan kembali melanjutkan jalan-jalannya. Pokoknya hari ini dia akan puas-puaskan untuk refreshing, walaupun hanya jalan-jalan di mall. Dia juga tidak berniat untuk membeli apa pun ke
Rasa penasaran yang mencuat membuat wanita paruh baya itu pun bergegas mengikuti Siska. Dia yakin, wanita itu punya masalah besar sampai dia berani datang dalam keadaan babak belur. Danita juga memang kehilangan jejak Siska saat di pesta. Bahkan Amar yang sebelumnya ingin dilabrak oleh Danita pun hilang tanpa jejak. Ini membuat wanita itu menjadi curiga. Kalau misalkan dia memilih minta bantuan Pak Aman, takutnya orang-orang yang ada di sini pun curiga sehingga identitasnya sebagai seorang OG akan terungkap dengan cepat. Jadi, dia harus benar-benar bisa mencari celah, menemukan apa yang sebenarnya terjadi dengan Siska. Sebagai seorang Ibu, dia merasakan akan ada bencana di perusahaan ini jika orang-orang yang menjadi penjilat terus berkeliaran di sini. Kerja keras almarhum suaminya tidak boleh begitu saja tergadaikan karena kurang ketelitian. Dia juga tidak bisa menyalahkan Darren, karena pasti kerjaannya banyak. Hanya saja orang-orang dari sekitar Darren yang harus dibersihkan. De
Dalam keadaan panik Darren dan masih memakai tuxedo pengantinnya memanggil Amaradium. Dia harus mencari tahu di mana keberadaan pengantin perempuannya. Bukan masalah karena dia mencintai. Tetapi kalau terjadi sesuatu kepada Aluna, maka habislah dia di depan Danita. Bisa-bisa wanita paruh baya itu akan mengamuk dan bahkan mungkin mengusirnya dari rumah. Lebih parahnya lagi jabatannya sebagai CEO bisa dicopot oleh Danita. Sebab sampai detik ini, kekuasaan tertinggi itu ada pada Danita. Untungnya Amarudin cepat menerima panggilan. Tanpa menjawab pertanyaan Amarudin, Darren pun malah balik bertanya dengan nada tinggi. "Amarudin, kamu tahu di mana istriku?!" tanya Darren membuat Amarudin terkesiap. Dia jadi bingung sendiri, apa yang sebenarnya terjadi sampai tiba-tiba saja Tuan mudanya bertanya ke mana sang istri. Padahal dia yakin semalaman mereka ada di kamar. "Bukannya Nyonya Aluna itu bersama dengan Tuan? Saya tidak tahu dan tidak melihat Nyonya Aluna pergi ke kantor. Maaf, Tuan. S
Darren tiba-tiba saja berlari dan menarik tubuh Aluna yang sedang terduduk, membuat gadis itu terkesiap. Amarudin yang ada di sana pun ikutan berdiri, takut jika terjadi pertengkaran hebat antara keduanya. Aluna benar-benar ketakutan melihat reaksi Darren yang tampak marah. Wajahnya memerah, alisnya saling bertautan dengan otot rahang yang begitu mengetat, menandakan sang pria yang ada di depannya ini benar-benar murka. "Apa yang kamu lakukan di sini, hah?! Kamu tahu? Seberapa khawatirnya aku mencarimu. Kenapa kamu pergi tanpa bilang-bilang?!" tanya Darren menyerocos dengan nada tinggi, membuat Aluna tertegun. Entah kenapa rasanya sakit sekali mendengar pertanyaan itu. Walaupun memang Darren khawatir, tapi bisakah pria itu bertanya baik-baik tanpa harus menyentaknya? Tanpa diduga mata Aluna langsung berkaca-kaca. Melihat itu Darren pun terkesiap. Dia melepaskan genggaman tangannya di bahu Aluna. Gadis itu meringis sakit karena Darren terlalu kuat memegang bahunya. Sang pria menggu
"Bapak benar-benar serius mengkhawatirkan saya?" tanya Aluna, tiba-tiba saja membuat Darren melotot sembari menoleh kepada gadis itu.Hampir saja tersentak kaget mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Aluna. Padahal dia serius mengatakan itu semua, tetapi kenapa Aluna malah meragukannya?"Kamu tidak percaya dengan semua perkataanku tadi?" tanya Darren, wajahnya terlihat mengekang. Bahkan kedua alisnya saling bertautan, menandakan bahwa Darren itu menunggu jawaban pasti dari Aluna. Sang gadis meneguk saliva dengan susah payah. Kalau dia salah ucap kemungkinan hal buruk akan terjadi. "Ya, bukannya tidak percaya, Pak. Tapi biasanya kan Bapak itu suka sekali membuat saya marah dan malah bersyukur kalau saya menderita. Iya, kan?" jawab Aluna, akhirnya melontarkan perkataan itu karena memang setiap harinya seperti begitu. Aluna bahkan tidak berpikir kalau Darren itu akan mengkhawatirkannya seperti ini. Darren terperangah, mengerjapkan mata berkali-kali sembari menggelengkan kepala.
Karyawan itu sudah keluar untuk tanda tangan, tetapi Aluna masih enggan untuk masuk ke ruangan Darren. Gadis itu merutuki diri. Kenapa juga harus satu lingkup ruangan dan hanya disekat tembok kecil yang terbuat dari kayu itu? Sama saja bohong!Dia benar-benar harus bisa bertemu dengan Darren. Sementara saat ini tangan dan tubuhnya terasa dingin. Jantung juga berdetak dengan sangat kencang, karena benaknya tiba-tiba saja teringat dengan kejadian tadi. Gadis itu sampai memukul-mukul kepalanya sendiri."Apa sih yang sudah aku lakukan tadi?! Ngapain juga aku ciuman sama Pak Darren?" gumamnya dengan perasaan yang sangat malu. Sungguh, ini pertama baginya. Walaupun memang Darren adalah suami Aluna, tetapi mereka sudah berjanji untuk tidak saling menyentuh. Ini benar-benar membuat dirinya kikuk sekali.Untungnya saat dia merasa kacau, tiba-tiba saja bel istirahat berbunyi. Dengan cepat Aluna pergi ke kantin. Dia sama sekali tidak masuk ke dalam untuk membereskan beberapa berkas. Sekarang ya
Sepeninggalnya Danita, Darren hanya bisa terduduk lemah di kursi kebesarannya. Ada raut kekesalan sebab ternyata Danita sudah mengetahui semua yang terjadi kepada Aluna.Kalau masalah Aluna itu sih hal yang wajar. Tetapi bagaimana dia bisa mengaudit semua divisi dalam waktu 1 minggu? Sementara Darren tidak tahu siapa saja yang berkhianat kepadanya. Melihat itu Aluna pun mendekat. Saat ini dia harus berperan sebagai seorang istri yang baik, membimbing dan menemani Darren melewati semua ini. Walaupun agak canggung. Aluna menepuk pundak Darren, membuat pria itu menoleh dengan tatapan bingung. "Kalau misalkan Bapak butuh bantuan saya, saya akan lakukan itu," ungkap Aluna membuat Darren menautkan kedua alisnya."Maksud kamu apa?" "Iya, masalah audit itu. Kalau misalkan Bapak butuh bantuan, nanti saya dengan Alika akan mencoba mencari tahu siapa saja yang bermasalah di kantor ini," terang Aluna membuat Darren membulatkan mata tak percaya. "Ini beneran kamu, Aluna?" "Maksud Bapak?"Dar
"Nggak usah, Bu. Nggak usah lakukan apa-apa. Lagian Siska udah keluar dari perusahaan ini Pak, eh Mas Darren sudah memecatnya," ujar Aluna membuat Darren menoleh.Pria itu merasa tersentak saat Aluna tiba-tiba saja panggilan dengan kata Mas. Gadis itu sama sekali tidak canggung jika di depan Danita, tetapi kenapa di belakang semua orang Aluna selalu memanggilnya Pak? Alasannya tua. Ini benar-benar membuat Darren kesal. Namun, dia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Kalau sampai menyakiti Aluna, bisa-bisa Danita juga melakukan hal yang sama kepadanya. Mungkin membuat Darren sengsara. Itu yang dipikirkan sang pria. "Tapi, itu tidak cukup, Sayang. Siska itu sudah keterlaluan, sampai menjambak kamu. Kalau misalkan dia menjambak harusnya kamu juga menjambaknya." Danita membuat Aluna terperangah sembari mengerjapkan mata. Dia tidak menyangka kalau wanita elegan seperti ini menyuruhnya balas dendam yang sama.Hanya saja Aluna tidak berpikir demikian."Tidak usah lah, Bu. Lagian menurutku ini
"Ibu!" seru Darren dan Aluna saat mengetahui kalau Danita datang.Wanita paruh baya itu memakai baju branded, penampilan bak seorang konglomerat. Benar-benar elegan. Dia sengaja tidak menyamar dan ingin memastikan terlebih dahulu apakah benar kalau Siska sudah keluar dari perusahaan ini. Sebab dia mendapat kabar dari Amarudin kalau Siska langsung dikeluarkan setelah menyakiti Aluna."Ibu, ngapain di sini?" tanya Darren. Dia berdiri menghampiri Danita, begitupun dengan Aluna.Gadis itu langsung menyalami sang wanita paruh baya, membuat Danita tersenyum. Benar-benar perilaku yang menyejukkan hati. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Danita tiba-tiba saja kepada Aluna, membuat gadis itu menautkan kedua alis. Darren terdiam keheranan. Dia melihat pada kedua wanita berbeda usia tersebut. "Memang kenapa dengan Aluna?" Pertanyaan Darren yang salah membuat Danita langsung mendelik dengan tatapan marah. "Kenapa kamu bilang? Kamu tidak melaporkan apa yang sudah terjadi kepada menantu Ibu di sini, k
Raka semakin menggila. Dia bertanya kepada orang-orang yang tiba-tiba saja berkumpul mengelilingi pria itu. Dia seperti seseorang yang kemalingan sesuatu, sampai rasanya begitu menyakitkan. Tak tahu kalau ternyata anak yang begitu dicintainya menghilang tanpa jejak. Di saat keadaan kacau seperti ini, mata Raka menangkap sosok Bu Murni. Ya, tentu saja hanya wanita paruh baya itu yang sangat dekat kepada mantan istrinya. Tanpa diduga Raka langsung menghampiri Bu Murni. Membuat semua orang langsung mengalihkan pandangan mereka kepada dua orang itu. "Bu, Ibu tahu tidak ke mana Lusi dan Alia? Kenapa rumah ini tiba-tiba saja jadi kontrakan dan dikunci? Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Raka tampak frustrasi.Melihat itu, Bu Murni begitu kasihan. Tampak sekali kalau Raka putus asa dan sangat sedih. Tetapi, dia sudah janji kepada Lusi tidak akan memberitahukan ke mana wanita itu pergi. Karena kalau tidak, maka bahaya mungkin saja menyertai Lusi dan Alia. Apalagi Bu Murni tahu kejadian sa
Siska mengepalkan kedua tangan dengan sangat erat. Dia benci dengan perkataan yang dilontarkan oleh Andri. mMeskipun memang dia tidak perawan saat melakukan hubungan itu dengan sang pria, harusnya Andri sadar diri kalau selama mereka berhubungan hanya dengan Andri lah Siska tidur. Tetapi ternyata pria itu sama sekali tidak memedulikannya dan malah mengejek wanita itu. "Iya, Mas. Memang aku akui, aku tidak perawan saat tidur denganmu. Tapi saat aku menjadi pacarmu, aku hanya melakukannya denganmu, Mas. Jadi, memang kamu yang harus bertanggung jawab!"Dari seberang sana terdengar tawa Andri yang begitu keras, membuat Siska bingung sendiri. "Itu mimpimu saja, Siska. Aku tidak akan pernah bertanggung jawab atas apa pun yang aku lakukan! Bukankah kita sama-sama saling suka? Kecuali aku merudapaksa kamu, itu baru aku akan bertanggung jawab." Mendengarnya Siska marah besar. Dia ingin sekali menampar pria itu. Sayangnya, tidak bisa karena mereka berjauhan."Kurang ajar kamu, Mas! Kamu ben
Saat ini Siska berjalan gontai memasuki kontrakan. Dia benar-benar tidak menyangka kalau akhirnya seperti ini. Padahal sudah dibayar besar oleh pihak perusahaan rival dari perusahaannya Darren, tetapi pada akhirnya semua harus hancur gara-gara perseteruannya dengan Aluna. Di sini Aluna yang salah, kenapa dia yang dipecat? Mentang-mentang istri bosnya. Seharusnya Darren yang bersikap adil dan bijaksana, begitu pikir Siska. Sang wanita pun merebahkan diri di kasur sembari melihat langit-langit. Dia tidak tahu harus berbuat apa, pasti sebentar lagi dirinya akan dicari oleh perusahaan yang mempekerjakan wanita itu. Entah akan dipecat atau diberikan hukuman, yang pasti Siska harus segera mengakhiri semua ini dengan cara pergi dari sini secepatnya. Di saat seperti itu, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Di sana ada nama Andri. Dengan cepat sang wanita menerima panggilan dari kekasihnya. "Halo, Mas. Kamu di mana? Aku tadi cari-cari kamu di kantor. Tapi, tidak ada.""Diam!" seru Andri den
Aluna terdiam sejenak. Dia berusaha memilih kata-kata yang tepat untuk memberikan alasan, kenapa tidak mau memanggilnya Pak. "Sebenarnya, banyak alasannya, sih. Tapi sepertinya Bapak tidak usah tahu." "Kenapa? Kalau memang ada alasan, katakan saja." "Ya, saya takut Bapak marah dan malah menghukum saya lebih parah lagi." "Justru kalau kamu tidak mengatakannya, aku akan memberikan hukuman tiga kali lipat lebih dari sekedar mengganti panggilan." Mendengarnya Aluna terkesiap. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kalau seperti ini, tidak ada pilihan lain kecuali mengatakan apa yang dipikirkannya. "Begini, Pak. Pertama, usia Bapak itu lebih matang dari saya, jadi rasanya tidak pantas saja kalau misalkan saya memanggil Bapak dengan sebutan Mas." "Apa?!" Darren langsung berdiri, membuat Aluna terkesiap. "Jadi, menurutmu secara tidak langsung aku ini tua?"Dengan susah payah Aluna berusaha tenang. Dalam hati merutuk, tentu saja pria ini tua. 'Apa dia tidak sadar diri dengan usia
"Aluna, masuk!"Suara bariton dari dalam membuat Aluna terkesiap. Dia meneguk saliva dengan susah payah. Padahal dari tadi dirinya berusaha untuk menghindari Darren dan di luar saja. Walaupun memang banyak pekerjaan, dia tidak peduli. kKarena dirinya benar-benar takut jika sang suami marah besar kepadanya. "Aluna, aku bilang masuk! Kalau kamu tidak masuk, hari ini juga Alika aku pecat!" Mendengar itu, sang gadis terkesiap dan langsung masuk. Jantungnya berdetak dengan sangat kencang kala melihat Darren tengah duduk membelakanginya. Bahkan gadis itu gemetar sekali.Dia sangat takut jika terjadi sesuatu kepadanya, karena Darren sudah membuat Aluna begitu ngeri dengan sikap dan suara itu.Tak lama kemudian Darren memutar kursi kebesarannya dan terlihat jika wajah sang pria tampak kesal. Tatapannya begitu tajam. Biasanya ini terjadi jika Darren sedang amarah. Saat masih jadi asistennya dan belum menikah, Aluna hafal betul jika bosnya ini kalau sudah memasang ekspresi seperti itu artin