"Monica," ucap Darren di sela-sela lumatan itu, membuat Aluna yang sebelumnya terbuai dengan sentuhan pria itu pun langsung mendorong Darren hingga terpojokkan ke pintu mobil.Pria itu pun sama-sama kagetnya hingga melotot. "Apa yang kamu lakukan, Aluna?!" seru Darren dengan spontan, karena dia pun kaget dengan pergerakan Aluna. Gadis itu langsung menutup bibirnya sembari menggosok-gosokkan dengan cepat. Dia baru menyadari apa yang sudah terjadi barusan, lebih mengagetkan lagi kala Darren mengucapkan nama Monica. Aluna menatap nyalang kepada Darren. Ada genangan air mata yang siap tumpah, membuat pria itu terdiam sejenak, seperti sedang menganalisis apa yang sebenarnya terjadi saat itu."Maaf, Pak. Saya bukan Monica," ucap Aluna tiba-tiba membuat Darren membulatkan mata. Pria itu langsung kelabakan. Dia hendak menyentuh lengan Aluna, tetapi gadis itu menepisnya. Aluna tampak sekali ketakutan dan berjaga-jaga kalau saja Darren melakukan hal yang seperti tadi. "Aku minta maaf. Bukan
"Bapak tahu? Itu adalah ciuman pertama saya!" seru Aluna akhirnya menoleh juga, membuat Darren terdiam.Pria itu bahkan sampai memberhentikan mobil di pinggir jalan, kaget dengan semua yang diucapkan oleh Aluna. "Ciuman pertama? Kamu sama sekali belum pernah pacaran?" tanya Darren, spontan membuat hati Aluna yang sebelumnya kesal bertambah kesal. Menurutnya, memang apa yang salah kalau misalkan seorang gadis belum pernah berpacaran? Lagi pula, dia harus belajar dengan baik agar bisa membanggakan orang tua, saat dia sudah lulus kuliah tiba-tiba saja orang tuanya ditimpa masalah. Sang Ayah meninggal, mewariskan banyak utang. Tentu saja Aluna tidak punya pemikiran untuk berpacaran, karena bagiannya semua itu butuh waktu dan kesiapan hati juga mental.Jika dia berpacaran, maka Aluna pasti akan mengabaikan tentang utang dan tanggung jawabnya sebagai seorang anak. Ibunya tidak punya lagi anak lain, hanya satu-satunya harapan Amalia. Akhirnya Aluna memilih untuk sendiri sampai semua tujuan
Keesokan paginya, pagi-pagi sekali Darren dan Aluna pun sarapan di restoran yang ada di hotel itu. Mereka sama-sama tidak membicarakan hal lain. Keduanya saling diam, seolah tidak mau membahas tentang masalah kemarin.Aluna juga malas jika harus bertanya perihal pekerjaan hari ini. Biar saja, Darren akan memerintah baru dia juga akan menjawab. Setelah itu mereka pun langsung bertemu dengan kolega yang ada di Malaysia. Pertemuan itu sangat lancar. uUntungnya tidak ada halangan sama sekali. Aluna maupun Darren tidak memperlihatkan kalau mereka itu tidak akur. Aluna berusaha bersikap profesional, sembari memperlihatkan senyuman. Di saat itu, Darren baru tahu ternyata Aluna bisa tersenyum sebaik itu dan semanis itu. Tetapi sayangnya jika di depan Devan, Aluna itu benar-benar menjelma seperti seorang gadis yang garang dan penuh dengan emosi. Di akhir pertemuan, Darren pun langsung memperkenalkan Aluna sebagai calon istrinya. Kontan gadis itu kaget, karena dia pikir Darren tidak akan mem
Aluna diam sesaat. Sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu. Itu adalah pertanyaan jebakan untuknya. Kalau salah ucap pasti Darren akan mengomeli, tetapi daripada harus menyerahkan diri kepada seseorang yang tidak pernah dia cintai ataupun tidak pernah mencintai, sebaiknya Aluna memilih untuk mengikhlaskan Darren bersama wanita lain. Karena baginya pernikahan ini hanyalah sebuah perjanjian di atas kertas, tidak lebih. "Karena aku tidak mencintai Bapak dan Bapak juga tidak mencintai saya, jadi lebih baik Bapak mendapatkan anak dari wanita lain saja," ucap Aluna wajahnya terlihat santai sekali, tidak tampak keseriusan ataupun rasa sesal dari setiap ucapan yang dilontarkan oleh wanita itu. Darren terperangah. Dia menatap Aluna dengan tak percaya, lalu pria itu menggeleng-gelengkan kepala. Sungguh di luar dugaan. "Oke, Aluna. Dengar, aku tahu kamu tidak mencintaiku dan aku juga tidak mencintaimu, tapi apakah kamu tidak merasa takut kalau misalkan pernikahan ini didasari dengan perselin
Hari sudah menjelang sore. Saat ini Amar sudah ada di depan rumah Aluna. Pria itu benar-benar nekat untuk mendatangi gadis impiannya. Ini karena dia tidak sabar mendengar bagaimana kabar Aluna setelah bekerja ke luar negeri dengan Darren. Apalagi hari ini Aluna tidak masuk kerja setelah pulang dari Malaysia.Alika juga sebenarnya sangat menyesal karena memberikan alamat rumah Aluna. Dia melakukan ini karena terpaksa, tidak mau sampai Amar melukainya. Setelah nanti bertemu dengan Aluna, Alika akan meminta maaf sebesar-besarnya karena sudah melakukan hal seperti itu. Tetapi dia benar-benar takut juga sebab diancam oleh Amar. Sementara itu, Aluna sedang ada di rumah sendirian. Amalia sedang menghadiri acara pernikahan di tetangga yang jaraknya beberapa meter dari rumahnya. Sehingga Aluna benar-benar sendiri. Gadis itu juga merasa ini adalah waktu yang tepat untuk beristirahat, jadi dia tidak berpikiran buruk sama sekali dan juga tidak mengunci pintu depan. Sebab, bisa saja ibunya pulang
"Dia ini masuk ke rumah Ibu dan menemui Aluna," ucap Darren begitu frontal membuat Amar terkesiap dan juga Aluna hanya bisa memejamkan mata, pasrah. Kalau berurusan dengan Darren memang seperti ini, harus siap mengambil segala risiko karena Darren itu tidak akan pernah main-main dengan ucapannya jika berkaitan dengan hal serius. Amalia yang mendengar itu pun langsung terperangah. Dia menarik Aluna dan melihat dari ujung kaki sampai ujung kepala. "Kamu tidak apa-apa, kan?" tanya Amalia dengan khawatir.Aluna langsung menggelengkan kepala, memberi isyarat kalau dia baik-baik saja. Tetapi wajahnya itu tampak sekali ketakutan dan Amalia hafal jika ekspresi anaknya seperti ini, berarti Aluna sedang tidak baik-baik saja. Ternyata wanita paruh baya itu pun langsung menoleh kepada Darren dan bertanya apa yang sebenarnya terjadi. Mungkin saat ini Aluna masih syok sampai tidak bisa mengatakan apa-apa. "Maaf, Nak Darren kalau misalkan Ibu lancang, tapi apakah Nak Darren bisa ceritakan apa yan
"Hah, lusa?! Yang benar saja, Pak. Memangnya kita menikah karena kecelakaan? Saya tidak mau, Pak," ucap Aluna tiba-tiba aja berubah drastis dan wajahnya kembali seperti biasanya, begitu cuek dan jutek kepada Darren. "Loh, iya. Benar, itu yang paling baik, kan? Aku juga bingung kalau memecatnya, kamu berpikir kalau aku ini tidak punya hati nurani. Kalau misalkan tidak memecatnya, kamu akan terus-terusan diganggunya. Agar kamu tetap aman, ya segera menikah denganku. Aku yakin, Amar tidak akan mau berdekatan denganmu. Setidaknya kalau dia punya rasa malu, pasti dia akan menjauh darimu. Apalagi kamu nanti akan menjadi istriku. Iya, kan?" papar Darren memberikan ide. Sebenarnya dia juga tidak mau bergerak seperti ini, apalagi belum menikah secara resmi dengan Aluna. Tetapi melihat kondisi Aluna yang terus diganggu oleh karyawannya, jadi pria itu pun memilih mempercepat pernikahan. Mungkin saja dia akan berbicara langsung kepada Danita dan akan memperkenalkan secara resmi di hari pernika
Keesokan paginya, seperti yang sudah diduga, Aluna benar-benar disibukkan dengan persiapan untuk pernikahannya besok. Gadis itu bahkan tidak masuk kantor karena dilarang oleh Darren.Sebenarnya dia tidak mau jika harus berduaan dengan Darren sepanjang hari, mengingat kalau dia masih marah kepada Darren sebab tiba-tiba saja memajukan pernikahan tanpa persetujuannya. Tetapi, setelah dipikir-pikir karena ibunya setuju dan mungkin ini yang terbaik, akhirnya Aluna pun mengalah. Hanya saja yang menjadi pikirannya adalah bagaimana nanti kalau misalkan Ibu mertuanya tidak suka dengan keberadaan Aluna? Mengingat kalau dia itu bersikap tidak baik kepada Darren selama ini. Sepanjang perjalanan juga Aluna sama sekali tidak mau mengobrol dengan Darren. Dia memilih untuk melihat pemandangan di luar. Benaknya benar-benar rancu, memikirkan antara bagaimana nasibnya setelah menikah? Bagaimana bersikap dengan mertuanya dan juga seperti apa kehidupannya dengan teman-temannya nanti? Apa mungkin dia mas
"Lo tahu ngga? Tadi itu Bu Aluna keluar dari ruangan Pak Darren dengan wajah marah. Terus tak lama kemudian Pak Darren juga keluar, dia malah kebingungan." Tak sengaja Alika mendengar pembicaraan salah satu rekan kerjanya yang tempat duduknya bersebelahan dengan dia. Sontak Alika pun menoleh dengan alis saling bertautan. "Tunggu, tunggu, tunggu! Kalian berdua lagi ngomongin apa?" tanya Alika membuat kedua wanita itu langsung menoleh. "Ini temen lo tuh, Aluna. Katanya udah keluar dari kantor Pak Darren dengan wajah marah. Apa mereka bertengkar, ya?" tanya salah satu di antara mereka kepada Alika, membuat sang gadis kaget. "Salah lihat kali," ucap Alika, karena nggak mau sampai salah bicara atau diam saja. Takut jika rekan-rekan kerjanya berpikiran macam-macam terhadap dua orang itu. "Mana mungkin salah lihat! Orang gue lihat sendiri, kok," timpal salah satunya yang sedang berdiri. "Bu Aluna kan teman lo, apa nggak sebaiknya lo cari tahu? Jangan-jangan mereka sedang bertengkar ata
Darren dan Aluna saling pandang. Pria itu tampaknya benar-benar baru sadar apa yang sudah dikatakannya barusan. Apalagi melihat Aluna yang marah dengan wajah memerah, dia itu juga melihat kalau sang gadis mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Ini bahaya. Jika seorang Aluna bisa marah seperti ini, artinya dia sudah keterlaluan mengatakan hal tadi. "Aluna, dengarkan aku dulu. Tadi itu--" "Nggak, Pak. Cukup! Saya sudah mengerti. Bapak menilai saya serendah itu. Padahal Bapak sendiri yang membuat aturan, tapi Bapak yang melanggarnya. Harusnya Bapak sadar, kalau bukan karena saya mungkin saat ini Bapak masih dikejar-kejar untuk mencari jodoh." "Iya, aku tadi salah. Aku benar-benar minta maaf dan tidak sengaja mengatakan itu." "Tidak sengaja, Pak? Bapak spontan mengatakan itu sambil tertawa. Itu membuat harga diri saya diinjak-injak." "Loh, aku tidak menginjak harga dirimu. Aku benar-benar menghormatimu, bahkan aku khawatir terjadi sesuatu kepadamu. Sampai mencari ke mana-mana."Al
Darren langsung memundurkan tubuhnya, tapi dia masih menatap gadis itu dengan tajam. Entah kenapa reaksi yang diberikan oleh Darren membuat Aluna ketakutan sendiri. Mungkinkah pria itu tahu kalau dirinya tidak ada di pantry saat itu. "Jangan bohong! Aku tadi ke pantry dan tidak ada siapa-siapa." Seketika Aluna hanya bisa terdiam, suaranya tidak keluar sama sekali menandakan kalau dirinya benar-benar sudah terpojok. Gadis itu merutuki diri, tapi juga tidak tahu harus berbuat apa-apa. Sebab dirinya malu jika berhadapan dengan Darren. Saat ini saja kalau Darren tidak memberikan ekspresi marah, mungkin kelebatan saat mereka melakukan adegan ciuman itu akan kembali terulang. "Katakan, Aluna. Kenapa kamu menghindariku? Apa gara-gara aku menciummu?"Tubuh Aluna menegang. Wajahnya saat ini benar-benar memerah. Haruskah Darren mengatakan hal seperti itu di depan gadis yang belum pernah tersentuh oleh pria manapun? Ini memalukan untuk Aluna. Gadis itu sampai menunduk karena malu. Melihat r
Aluna memejamkan mata. Benar kata Alika. Dia tidak mungkin menghindari Darren, sebab satu ruangan dan juga satu rumah. Akhirnya Aluna menghela napas panjang sembari memejamkan mata. Berusaha untuk tenang. Ini menyangkut temannya, tidak mungkin kalau misalkan dia terus-terusan menghindar dari Darren, yang akan kena tetap saja Alika. "Oke, kalau gitu gue harus kembali ke tempat gue." "Nah, bagus seperti itu! Ya, sudahlah. Lagian kalau misalkan lo malu sama suami lo sendiri, diam saja. Lo tinggal berusaha untuk ngelupain kejadian itu.""Ya, nggak bisa kayak gitu dong, Alika.""Ya, terus gue harus gimana? Lo kan nggak bisa tiap hari menghindar. Sudah, pokoknya lo hadapin kenyataan itu. Lagian kan baru satu kali, mungkin ada yang kedua, yang ketiga." "Apa?!" Aluna melotot, kembali terperangah. Membuat Alika tertawa. Setelah itu sang gadis pun memilih untuk pergi dari hadapan temannya. Dia harus menyelesaikan tugas. Kalau misalkan tugasnya diselesaikan oleh orang lain, bisa-bisa akan me
Entah sudah berapa lama Darren mondar-mandir di depan Alika. Sebenarnya ingin mengajukan protes dan keluar dari ruangan ini, tentu saja karena pekerjaannya sudah banyak. Bahkan makan siangnya tadi tidak selesai sebab Darren tiba-tiba saja menyuruhnya ke kantor. Sekarang malah melihat bosnya mondar-mandir tak jelas dengan wajah bingung serta kusut.Darren mengusap kasar rambutnya dan mengerang keras. Alika sampai terduduk tega karena kaget mendengar itu. Sang pria menoleh kepada Alika, lalu berkacak pinggang. Membuat gadis itu meneguk saliva dengan susah payah, karena takut jika terjadi sesuatu yang tak diinginkan. "Begini saja, kamu pastikan Aluna pergi ke mana." "Apa?! Jadi, maksudnya saya harus mencari Aluna?""Betul!" "Tapi, Pak. Bagaimana dengan kerjaan saya?" "Gampang, aku akan menyuruh orang untuk mengerjakan sisa kerjaanmu." "Tapi, Pak--" "Diam, Alika! Jangan protes apa-apa lagi. Kamu dengar kan perkataanku tempo hari? Kamu harus melakukan apa saja agar memberikan informa
Tak lama kemudian akhirnya Alika pun datang ke kantor Darren. Dia melihat ke sekitar, tak mendapati Aluna. Gadis itu langsung meneguk saliva dengan susah payah, ini pasti gara-gara Aluna yang tiba-tiba saja pergi saat dihampiri oleh bosnya. Dia benar-benar merutuki, kenapa harus dirinya yang terlibat dalam masalah ini? Namun, mau bagaimana lagi? Menolak pun rasanya tak mungkin. Bisa-bisa pria itu akan memecatnya dan mem-blacklist Alika dari semua perusahaan yang ada di kota ini. "Duduk!" seru Darren, membuat Alika dengan rasa takut. Wajahnya tampak ketakutan dengan tubuh yang bergetar."Kamu tahu kenapa dipanggil ke sini?" Alika pura-pura menggelengkan kepala. Walaupun dia tahu, Alika tidak mau sampai salah bicara atau temannya akan dalam masalah lagi. "Baiklah, langsung saja to the point. Ke mana Aluna pergi?" "Toilet," jawab Alika langsung, membuat Darren mengerjapkan mata berkali-kali. Tak percaya. "Toilet?" tanya Darren lagi, yang langsung diangguki oleh gadis itu."Tapi, a
Aluna tiba-tiba saja menegang, keringat dingin bermunculan di telapak tangan dan juga sulit sekali untuk meneguk saliva. Langkah Darren semakin pasti mendekati Aluna. Dia jadi bingung harus melakukan apa, sampai tiba-tiba satu ide terlintas. "Gue mau ke toilet." Aluna tiba-tiba saja berdiri dan pergi dari hadapan Alika, membuat gadis itu syok. Begitu juga dengan Darren yang tiba-tiba saja melihat Aluna pergi dari sana. "Loh, lo mau ke mana?!" seru Alika melihat Aluna begitu cepat berjalan menjauh darinya. Sementara itu Darren juga dengan cepat berjalan mendekat kepada Alika. "Istriku mau ke mana?" tanya Darren yang tiba-tiba saja membuat Alika kaget sembari duduk dengan wajah ketakutan. "Dia mau ke mana?" tanya Darren lagi memastikan, membuat Alika tiba-tiba saja terserang syok. "Kamu kenapa diam saja?! Aku bertanya kepadamu!" seru Darren yang berhasil membuat Alika terkesiap. "Anu ... dia ke toilet," ucap Alika dengan cepat, membuat Darren mengalami syok, lalu tanpa mengataka
"Lo jangan diem aja kayak gini, dong! Gue kan jadi bingung harus ngapain. Sebenarnya apa yang terjadi, sih? Kalau misal lo diam aja, ya udah deh gue pergi," ujar Alika, akhirnya kesel sendiri karena dari tadi Aluna hanya diam saja.Saat gadis itu hendak berdiri, Aluna langsung menarik tangan temannya untuk duduk."Oke, oke. Gue akan cerita," ucap Aluna membuat Alika akhirnya bisa bernapas lega. Aluna memberikan isyarat agar Alika mendekat kepadanya, lalu dengan perasaan campur aduk Aluna membisikkan sesuatu kepada gadis itu.Bola mata Alika membulat dengan mulut terperangah. "Lo beneran habis--""Sssttt!" Aluna langsung berdesis sembari menempelkan jari telunjuk ke bibir."Jangan keras-keras!" seru Aluna berusaha untuk melihat ke sekitar. Untunglah orang-orang yang sedang sibuk mengambil makan siangnya, jadi hanya sebagian yang menoleh lalu kembali ke aktivitas semula. Alika masih tampak syok, tapi dia tetap tenang dan mengikuti semua yang diminta oleh temannya. "Sudah jangan dis
Karyawan itu sudah keluar untuk tanda tangan, tetapi Aluna masih enggan untuk masuk ke ruangan Darren. Gadis itu merutuki diri. Kenapa juga harus satu lingkup ruangan dan hanya disekat tembok kecil yang terbuat dari kayu itu? Sama saja bohong!Dia benar-benar harus bisa bertemu dengan Darren. Sementara saat ini tangan dan tubuhnya terasa dingin. Jantung juga berdetak dengan sangat kencang, karena benaknya tiba-tiba saja teringat dengan kejadian tadi. Gadis itu sampai memukul-mukul kepalanya sendiri."Apa sih yang sudah aku lakukan tadi?! Ngapain juga aku ciuman sama Pak Darren?" gumamnya dengan perasaan yang sangat malu. Sungguh, ini pertama baginya. Walaupun memang Darren adalah suami Aluna, tetapi mereka sudah berjanji untuk tidak saling menyentuh. Ini benar-benar membuat dirinya kikuk sekali.Untungnya saat dia merasa kacau, tiba-tiba saja bel istirahat berbunyi. Dengan cepat Aluna pergi ke kantin. Dia sama sekali tidak masuk ke dalam untuk membereskan beberapa berkas. Sekarang ya