"Alika?" tanya Aluna saat melihat ponselnya berdering.Dia sampai lupa untuk bercerita perihal Darren kepada temannya itu. Tanpa berpikir dua kali, akhirnya Aluna pun menerima panggilan dari Alika."Halo, Alika?" "Gawat, Aluna!" seru Alika langsung menyela perkataan dari temannya itu."Gawat? Gawat apa?" tanya Aluna penasaran dan juga kebingungan.Alika pun langsung menceritakan perihal Amar yang tiba-tiba saja datang ke ruang kerja Alika, bahkan pria itu sampai mengancam Alika kalau tidak mau membantunya berhubungan dengan Aluna. Mendengarnya Aluna sangat kaget. Dia sampai menggeleng-gelengkan kepala, tidak menyangka dengan semua itu.Ternyata memang Amar itu terobsesi kepadanya, bukan hanya karena alasan suka atau mencintai. Dia sudah benar-benar gila. "Sudah, jangan ikuti kemauannya." "Tapi masalahnya elo tidak boleh bermain-main dengan orang seperti Amar. Walaupun dia pendiam, biasanya orang seperti itu justru membahayakan. Yang gue takutkan, dia itu akan mencelakai elo," teran
"Gue tuh udah coba tanya dia maunya apa. Gue juga udah berusaha deketin ibunya, bersikap sewajarnya saja. Bahkan gue udah nawarin untuk bayarin utang-utang mereka, tapi Aluna marah-marah sama gue." "Ya jelaslah, dia marah karena yang diharapkan itu bukan cuma uangnya saja." "Loh, perjanjian pernikahan gue juga dengan Aluna atas dasar utang-utangnya itu," ucap Darren masih berusaha mempertahankan pendapatnya sendiri. Ya, yang tahu tentang perjanjian pernikahan dan Aluna adalah sebagai istri bayaran hanyalah Amarudin. Dia juga meminta sahabatnya itu untuk bungkam. Ini demi kebahagiaan Danita, karena Amarudin tahu sendiri seperti apa kisah cinta Darren yang begitu pelit. Bahkan pria itu kalau saja tidak disuruh menikah, dia tidak akan pernah mau menjalin hubungan rumah tangga sampai kapan pun. Hanya saja, karena ada Danita, barulah Darren melakukan ini semua. "Iya, seperti yang lo bilang sebelumnya, kan? Aluna itu tetap bersikukuh menolakku walaupun memberinya satu miliar. Tapi kar
"Buat lo pernah jatuh cinta? Lo berikan perhatian-perhatian yang begitu tulus kepada Monica. Itu adalah salah satu cara untuk mendapatkan simpati seorang gadis seperti Aluna." Mendengar nama Monica yang disebutkan, wajah Darren langsung berubah dingin. Ada kebencian yang terkilat di matanya. Walaupun hatinya masih mencintai Monica, tetapi luka yang diberikan oleh wanita itu juga cukup dalam. Hingga sampai bertahun-tahun lamanya sang pria belum juga membuka hati, malah membuat benteng pertahanan yang sangat tinggi agar tidak ada satu pun perasaan yang bisa masuk menyentuh hatinya. "Tolong jangan bicarakan dia lagi. Gue nggak mau. Kalau gue memberikan perhatian seperti Monica dulu, itu sama halnya gue membuat Aluna jatuh cinta sama gue.""Bukankah itu lebih bagus dibandingkan lo malah pura-pura menikah dan menyewanya menjadi istri bayaran? Itu akan menyakitinya, lo akan membuat Aluna janda dengan status perawan. Itu akan lebih menyakitkan terutama buat Aluna. Lo tahu kan, rumah tang
"Aluna, apa kamu baik-baik saja atau kamu sakit?" tanya Darren akhirnya mengajukan pertanyaan. Dia tidak suka melihat Aluna yang diam seperti ini. Rasanya aneh saja. Biasanya gadis itu selalu mengomel dan marah-marah kepada Adrian, tetapi sekarang Aluna seperti seseorang yang pendiam. Sama sekali tidak mengucapkan sepatah kata pun sedari mereka berangkat dengan tatapan yang tak bisa diartikan oleh sang pria. Darren benar-benar penasaran apa yang sebenarnya dipikirkan oleh gadis itu. Dia juga bertanya-tanya, apa mungkin Aluna sedang menghadapi masalah besar, tetapi tidak mau bercerita kepadanya. Memikirkannya saja membuat Darren merasa pusing sendiri. Dia tidak tahan jika terus-terusan memendam pertanyaan tanpa ada jawaban yang pasti. "Tidak, Pak. Saya baik-baik saja," jawab gadis itu, langsung menoleh kembali ke jendela, menatap jalanan. Entah apa yang menarik di sana, tetapi menurut Darren tidak ada sesuatu yang sama sekali bisa menjadi pusat perhatian untuk Darren. "Kalau kamu
Aluna menggeram kesal. Dia mengepalkan kedua tangannya dengan kuat. Entah kenapa baru saja dia berusaha untuk bersikap baik kepada Darren, tetapi pria ini selalu saja membuat masalah dan membuat gadis itu emosi.Bagaimana tidak? Sebelumnya Darren tidak pernah mengatakan kalau dia dibawa sebagai calon istri, pantas saja tiba-tiba sang pria mengajaknya berbelanja dan memberikan banyak barang, jika tak ada tujuannya yang harus dilakukan oleh Aluna. Gadis itu pun kesal bukan main. Dia tidak kuat lagi jika hanya diam dan menerima semua perlakuan Darren. "Kenapa Bapak tidak bilang, sih, kalau ada rencana seperti ini?!" tanya Aluna dengan nada tinggi. Darren tampak mengernyit dengan alis yang bertautan. Wajahnya juga terlihat marah melihat reaksi Aluna yang berubah drastis seperti itu. Darren jadi kebingungan sendiri. Padahal baru saja beberapa menit yang lalu gadis itu tampak baik dan lemah lembut, tetapi sekarang sudah kembali ke sifat aslinya. "Kenapa sih kamu tiba-tiba marah lagi? Mem
"Jawaban macam apa itu? Kenapa kamu tidak pernah serius ketika aku bertanya serius?" tanya Darren, dia benar-benar tidak suka dengan reaksi gadis di depannya ini. Aluna yang sebelumnya sedang menikmati hidangan langsung terhenti. Dia menatap bosnya dengan sinis. 'Apalagi yang diinginkan pria tua ini?!'Dia benar-benar tidak habis pikir. Ada saja masalah yang ditimbulkan Darren, sampai mereka harus terus-terusan bertengkar hanya masalah sepele. Lagian jawaban Aluna menurutnya demokratis. Kalau memang Darren ingin tahu, cari tahu sendiri. Lagi pula Aluna tidak berniat memberitahu apa saja informasi pribadinya. "Loh, memangnya apa yang salah, Pak? Saya kan sudah menjawab, kalau memang Bapak ingin tahu, cari tahu saja sendiri." Daren menghela napas kasar. Dia menyandarkan punggungnya sembari menatap gadis itu dengan tajam. Entah bagaimana mengatur gadis ini. Dia benar-benar hampir kewalahan, tidak mengerti lagi cara berpikir Aluna yang berbeda dengan gadis-gadis lainnya. "Apa susahny
Selama perjalanan, Darren benar-benar sama sekali tidak memedulikan Aluna. Pria itu memilih untuk membaca majalah, menonton televisi atau makan. Tetapi berbeda sekali dengan Aluna. Dia sangat bosan, tidak tahu harus melakukan apa. Mau menggunakan ponsel pun takut malah ditegur, jadi akhirnya gadis itu memilih untuk berdiam diri. Lalu, karena terlalu lama berdiam akhirnya tanpa sadar Aluna tertidur, karena posisinya yang tidak dekat jendela gadis itu tak sengaja menyandarkan kepalanya di bahu Darren. Sang pria terkesiap, lalu menoleh dan menyadari jika Aluna itu sedang menyandar ke bahunya. Beberapa kali dia berusaha untuk menyingkirkan kepala Aluna, tetapi sayangnya karena Aluna terlalu nyenyak, gadis itu kembali bersandar di bahu Darren. Akhirnya pria itu mau tidak mau menyerah dan membiarkan sang gadis tidur di bahunya. "Dasar gadis aneh! Dia bisa tidur di saat seperti ini? Apalagi sampai berani menyandar di bahu pria yang belum menjadi suaminya. Bagaimana kalau itu bukan aku? Bi
Darren tidak menjelaskan apa tujuannya menemui Aluna. Pria itu memilih untuk menarik lengan sang gadis, membuat Aluna terkesiap."Kenapa tangan saya ditarik? Lepaskan dulu! Bapak mau ngapain saya?!" seru Aluna karena saat ini dia takut kalau Darren melakukan sesuatu yang tidak baik kepadanya. Aluna berusaha melepaskan diri dari genggaman Darren, tetapi pria itu semakin kuat mencengkeram lengannya. Entah apalagi yang akan dilakukan pria ini, dia pun langsung turun ke basement untuk menuju parkiran. Setelah masuk kendaraan, Aluna menciut. Pria itu pun masuk ke mobil. Selama perjalanan dari kamarnya ke parkiran, banyak sekali yang melihat. Tetapi tidak ada yang berani menghentikan Darren karena melihat ekspresi pria itu yang terlihat tegas dan garang. Darren langsung menjalankan mobilnya, 10 menit dari hotel itu sang pria pun akhirnya membuka suara. "Sorry, kalau aku mencekal lengan kamu. Tapi ini kulakukan karena kamu itu selalu saja mengajukan protes. Lebih baik seperti ini, kan? D