Selama perjalanan, Aluna sudah tidak tenang. Dia beberapa kali duduk, tidak bisa diam. Sempat menoleh ke arah Darren yang terlihat bersenandung. Wajahnya juga tampak semringah, tetapi berbeda jauh dengan Aluna. Ini sebuah bencana untuknya. Bagaimana kalau misalkan ibunya bertanya macam-macam kepada Darren atau meminta uang kepada pria itu? Ini benar-benar sangat memalukan. Namun, dia dan pria itu sudah berada di perjalanan, mana mungkin Aluna tiba-tiba saja meminta turun dan mengusir sang pria. Bisa-bisa semua yang sudah direncanakan gagal total, lalu dia harus mencari uang 100 juta ke mana lagi? Gadis itu mengaduh dalam hati, apa yang harus dia lakukan? Pertanyaan itu terus saja menggelantung tanpa ada jawabannya. Hingga beberapa menit kemudian, mereka pun sampai di pelataran rumah Aluna. Amalia yang mendengar suara mobil terparkir di depan rumahnya pun menautkan kedua alis. Dari tadi dia menunggu kedatangan Aluna. Biasanya anaknya akan pulang sebelum Magrib, jadi dia pun berpikir
Aluna terdiam dengan mulut yang menganga, melihat reaksi antara ibunya dan Darren. Mereka berdua seperti ibu-ibu tetangga yang suka bergosip. Dia juga tidak menyangka bisa melihat sisi lain seorang Darren. Yang benar saja, di depan matanya sendiri Darren sedang bergosip dengan Amalia, tentang kehidupan di sini dan juga beberapa tetangga. Anehnya, pria itu memberikan reaksi yang luar biasa, menanggapi dan seolah menanyakan apa saja sekiranya yang membuat pria itu penasaran. Sementara itu, Aluna hanya duduk sembari terdiam menonton aksi mereka. Padahal di meja makan, sudah tersaji banyak sekali menu-menu yang enak. Padahal sebelumnya dia yakin ibunya pasti hanya memasak dua teman nasi, tetapi kenapa sekarang tiba-tiba saja meja makan ini penuh dengan banyak menu makanan? Ini sudah dipastikan karena kehadiran Darren. Sungguh, Aluna tidak tahu harus mengatakan apa. Ini benar-benar sangat mengejutkan bagi gadis itu. "Wah, ternyata kamu itu enak diajak bicara, ya, Nak Darren. Bukan hanya
Darren menyodorkan cek 100 juta itu kepada Amalia. Sementara sang wanita paruh baya masih terperangah kaget dan tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh sang pria. Ini benar-benar di luar dugaan. Padahal, dia sama sekali tidak membahas masalah utang keluarganya, tetapi Darren tiba-tiba saja menyodorkan cek itu, tentu membuat Amalia dan Aluna kaget bukan main. "Ini untuk apa, Nak?" tanya Amalia. Dia tahu kalau dirinya juga butuh uang itu, tetapi tidak serta merta harus menerima semuanya sebelum pernikahan mereka dilaksanakan. "Aluna sudah membicarakan semua masalah Ibu, jadi terima saja. Anggaplah ini pemberian dari calon menantu," ucap Darren dengan senyuman yang begitu menenangkan, tetapi sayangnya Aluna melihat itu sebagai ejekan. Sebelum Amalia mengambil cek itu, sang gadis pun langsung menarik lengan Darren untuk menjauh dari ibunya. "Apa yang kamu lakukan?" tanya Darren dengan kebingungan sendiri. "Harusnya saya yang bertanya, apa yang Bapak lakukan? Kenapa Bapak melaku
Entar sudah berapa kali Danita mondar-mandir di depan ruang tamu. Dia melihat jam di tangan, sudah hampir Isya. Tetapi Darren belum ada kabar. Danita sudah menelepon Amarudin, katanya Darren sudah tidak ada di kantor. Perasaan khawatir pun tiba-tiba saja menyeruak. Bagaimana kalau misalkan mereka berbuat salah atau di luar batas? Karena ingin segera menikah atau lebih buruknya ada sesuatu yang terjadi antara Darren beserta Aluna. Sang paruh baya itu jadi insecure sendiri, karena semua atas dasar penglihatannya kala di mall. Namun orang yang diutus untuk mengikuti mereka mengatakan keduanya berbelanja mengelilingi mall. Itu artinya Darren maupun Aluna baik-baik saja. Lantas, kenapa anaknya tidak juga pulang? Danita sudah mengirimkan pesan bahkan menelepon anaknya, tetapi tidak ada jawaban sama sekali. Ini semakin memperburuk suasana hati dan pikiran Danita. Dia tidak bisa berdiam diri lagi dan segera menelepon Amarudin untuk mencari tahu di mana keberadaan anaknya. Tetapi baru juga
"Alika?" tanya Aluna saat melihat ponselnya berdering.Dia sampai lupa untuk bercerita perihal Darren kepada temannya itu. Tanpa berpikir dua kali, akhirnya Aluna pun menerima panggilan dari Alika."Halo, Alika?" "Gawat, Aluna!" seru Alika langsung menyela perkataan dari temannya itu."Gawat? Gawat apa?" tanya Aluna penasaran dan juga kebingungan.Alika pun langsung menceritakan perihal Amar yang tiba-tiba saja datang ke ruang kerja Alika, bahkan pria itu sampai mengancam Alika kalau tidak mau membantunya berhubungan dengan Aluna. Mendengarnya Aluna sangat kaget. Dia sampai menggeleng-gelengkan kepala, tidak menyangka dengan semua itu.Ternyata memang Amar itu terobsesi kepadanya, bukan hanya karena alasan suka atau mencintai. Dia sudah benar-benar gila. "Sudah, jangan ikuti kemauannya." "Tapi masalahnya elo tidak boleh bermain-main dengan orang seperti Amar. Walaupun dia pendiam, biasanya orang seperti itu justru membahayakan. Yang gue takutkan, dia itu akan mencelakai elo," teran
"Gue tuh udah coba tanya dia maunya apa. Gue juga udah berusaha deketin ibunya, bersikap sewajarnya saja. Bahkan gue udah nawarin untuk bayarin utang-utang mereka, tapi Aluna marah-marah sama gue." "Ya jelaslah, dia marah karena yang diharapkan itu bukan cuma uangnya saja." "Loh, perjanjian pernikahan gue juga dengan Aluna atas dasar utang-utangnya itu," ucap Darren masih berusaha mempertahankan pendapatnya sendiri. Ya, yang tahu tentang perjanjian pernikahan dan Aluna adalah sebagai istri bayaran hanyalah Amarudin. Dia juga meminta sahabatnya itu untuk bungkam. Ini demi kebahagiaan Danita, karena Amarudin tahu sendiri seperti apa kisah cinta Darren yang begitu pelit. Bahkan pria itu kalau saja tidak disuruh menikah, dia tidak akan pernah mau menjalin hubungan rumah tangga sampai kapan pun. Hanya saja, karena ada Danita, barulah Darren melakukan ini semua. "Iya, seperti yang lo bilang sebelumnya, kan? Aluna itu tetap bersikukuh menolakku walaupun memberinya satu miliar. Tapi kar
"Buat lo pernah jatuh cinta? Lo berikan perhatian-perhatian yang begitu tulus kepada Monica. Itu adalah salah satu cara untuk mendapatkan simpati seorang gadis seperti Aluna." Mendengar nama Monica yang disebutkan, wajah Darren langsung berubah dingin. Ada kebencian yang terkilat di matanya. Walaupun hatinya masih mencintai Monica, tetapi luka yang diberikan oleh wanita itu juga cukup dalam. Hingga sampai bertahun-tahun lamanya sang pria belum juga membuka hati, malah membuat benteng pertahanan yang sangat tinggi agar tidak ada satu pun perasaan yang bisa masuk menyentuh hatinya. "Tolong jangan bicarakan dia lagi. Gue nggak mau. Kalau gue memberikan perhatian seperti Monica dulu, itu sama halnya gue membuat Aluna jatuh cinta sama gue.""Bukankah itu lebih bagus dibandingkan lo malah pura-pura menikah dan menyewanya menjadi istri bayaran? Itu akan menyakitinya, lo akan membuat Aluna janda dengan status perawan. Itu akan lebih menyakitkan terutama buat Aluna. Lo tahu kan, rumah tang
"Aluna, apa kamu baik-baik saja atau kamu sakit?" tanya Darren akhirnya mengajukan pertanyaan. Dia tidak suka melihat Aluna yang diam seperti ini. Rasanya aneh saja. Biasanya gadis itu selalu mengomel dan marah-marah kepada Adrian, tetapi sekarang Aluna seperti seseorang yang pendiam. Sama sekali tidak mengucapkan sepatah kata pun sedari mereka berangkat dengan tatapan yang tak bisa diartikan oleh sang pria. Darren benar-benar penasaran apa yang sebenarnya dipikirkan oleh gadis itu. Dia juga bertanya-tanya, apa mungkin Aluna sedang menghadapi masalah besar, tetapi tidak mau bercerita kepadanya. Memikirkannya saja membuat Darren merasa pusing sendiri. Dia tidak tahan jika terus-terusan memendam pertanyaan tanpa ada jawaban yang pasti. "Tidak, Pak. Saya baik-baik saja," jawab gadis itu, langsung menoleh kembali ke jendela, menatap jalanan. Entah apa yang menarik di sana, tetapi menurut Darren tidak ada sesuatu yang sama sekali bisa menjadi pusat perhatian untuk Darren. "Kalau kamu
Karyawan itu sudah keluar untuk tanda tangan, tetapi Aluna masih enggan untuk masuk ke ruangan Darren. Gadis itu merutuki diri. Kenapa juga harus satu lingkup ruangan dan hanya disekat tembok kecil yang terbuat dari kayu itu? Sama saja bohong!Dia benar-benar harus bisa bertemu dengan Darren. Sementara saat ini tangan dan tubuhnya terasa dingin. Jantung juga berdetak dengan sangat kencang, karena benaknya tiba-tiba saja teringat dengan kejadian tadi. Gadis itu sampai memukul-mukul kepalanya sendiri."Apa sih yang sudah aku lakukan tadi?! Ngapain juga aku ciuman sama Pak Darren?" gumamnya dengan perasaan yang sangat malu. Sungguh, ini pertama baginya. Walaupun memang Darren adalah suami Aluna, tetapi mereka sudah berjanji untuk tidak saling menyentuh. Ini benar-benar membuat dirinya kikuk sekali.Untungnya saat dia merasa kacau, tiba-tiba saja bel istirahat berbunyi. Dengan cepat Aluna pergi ke kantin. Dia sama sekali tidak masuk ke dalam untuk membereskan beberapa berkas. Sekarang ya
Sepeninggalnya Danita, Darren hanya bisa terduduk lemah di kursi kebesarannya. Ada raut kekesalan sebab ternyata Danita sudah mengetahui semua yang terjadi kepada Aluna.Kalau masalah Aluna itu sih hal yang wajar. Tetapi bagaimana dia bisa mengaudit semua divisi dalam waktu 1 minggu? Sementara Darren tidak tahu siapa saja yang berkhianat kepadanya. Melihat itu Aluna pun mendekat. Saat ini dia harus berperan sebagai seorang istri yang baik, membimbing dan menemani Darren melewati semua ini. Walaupun agak canggung. Aluna menepuk pundak Darren, membuat pria itu menoleh dengan tatapan bingung. "Kalau misalkan Bapak butuh bantuan saya, saya akan lakukan itu," ungkap Aluna membuat Darren menautkan kedua alisnya."Maksud kamu apa?" "Iya, masalah audit itu. Kalau misalkan Bapak butuh bantuan, nanti saya dengan Alika akan mencoba mencari tahu siapa saja yang bermasalah di kantor ini," terang Aluna membuat Darren membulatkan mata tak percaya. "Ini beneran kamu, Aluna?" "Maksud Bapak?"Dar
"Nggak usah, Bu. Nggak usah lakukan apa-apa. Lagian Siska udah keluar dari perusahaan ini Pak, eh Mas Darren sudah memecatnya," ujar Aluna membuat Darren menoleh.Pria itu merasa tersentak saat Aluna tiba-tiba saja panggilan dengan kata Mas. Gadis itu sama sekali tidak canggung jika di depan Danita, tetapi kenapa di belakang semua orang Aluna selalu memanggilnya Pak? Alasannya tua. Ini benar-benar membuat Darren kesal. Namun, dia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Kalau sampai menyakiti Aluna, bisa-bisa Danita juga melakukan hal yang sama kepadanya. Mungkin membuat Darren sengsara. Itu yang dipikirkan sang pria. "Tapi, itu tidak cukup, Sayang. Siska itu sudah keterlaluan, sampai menjambak kamu. Kalau misalkan dia menjambak harusnya kamu juga menjambaknya." Danita membuat Aluna terperangah sembari mengerjapkan mata. Dia tidak menyangka kalau wanita elegan seperti ini menyuruhnya balas dendam yang sama.Hanya saja Aluna tidak berpikir demikian."Tidak usah lah, Bu. Lagian menurutku ini
"Ibu!" seru Darren dan Aluna saat mengetahui kalau Danita datang.Wanita paruh baya itu memakai baju branded, penampilan bak seorang konglomerat. Benar-benar elegan. Dia sengaja tidak menyamar dan ingin memastikan terlebih dahulu apakah benar kalau Siska sudah keluar dari perusahaan ini. Sebab dia mendapat kabar dari Amarudin kalau Siska langsung dikeluarkan setelah menyakiti Aluna."Ibu, ngapain di sini?" tanya Darren. Dia berdiri menghampiri Danita, begitupun dengan Aluna.Gadis itu langsung menyalami sang wanita paruh baya, membuat Danita tersenyum. Benar-benar perilaku yang menyejukkan hati. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Danita tiba-tiba saja kepada Aluna, membuat gadis itu menautkan kedua alis. Darren terdiam keheranan. Dia melihat pada kedua wanita berbeda usia tersebut. "Memang kenapa dengan Aluna?" Pertanyaan Darren yang salah membuat Danita langsung mendelik dengan tatapan marah. "Kenapa kamu bilang? Kamu tidak melaporkan apa yang sudah terjadi kepada menantu Ibu di sini, k
Raka semakin menggila. Dia bertanya kepada orang-orang yang tiba-tiba saja berkumpul mengelilingi pria itu. Dia seperti seseorang yang kemalingan sesuatu, sampai rasanya begitu menyakitkan. Tak tahu kalau ternyata anak yang begitu dicintainya menghilang tanpa jejak. Di saat keadaan kacau seperti ini, mata Raka menangkap sosok Bu Murni. Ya, tentu saja hanya wanita paruh baya itu yang sangat dekat kepada mantan istrinya. Tanpa diduga Raka langsung menghampiri Bu Murni. Membuat semua orang langsung mengalihkan pandangan mereka kepada dua orang itu. "Bu, Ibu tahu tidak ke mana Lusi dan Alia? Kenapa rumah ini tiba-tiba saja jadi kontrakan dan dikunci? Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Raka tampak frustrasi.Melihat itu, Bu Murni begitu kasihan. Tampak sekali kalau Raka putus asa dan sangat sedih. Tetapi, dia sudah janji kepada Lusi tidak akan memberitahukan ke mana wanita itu pergi. Karena kalau tidak, maka bahaya mungkin saja menyertai Lusi dan Alia. Apalagi Bu Murni tahu kejadian sa
Siska mengepalkan kedua tangan dengan sangat erat. Dia benci dengan perkataan yang dilontarkan oleh Andri. mMeskipun memang dia tidak perawan saat melakukan hubungan itu dengan sang pria, harusnya Andri sadar diri kalau selama mereka berhubungan hanya dengan Andri lah Siska tidur. Tetapi ternyata pria itu sama sekali tidak memedulikannya dan malah mengejek wanita itu. "Iya, Mas. Memang aku akui, aku tidak perawan saat tidur denganmu. Tapi saat aku menjadi pacarmu, aku hanya melakukannya denganmu, Mas. Jadi, memang kamu yang harus bertanggung jawab!"Dari seberang sana terdengar tawa Andri yang begitu keras, membuat Siska bingung sendiri. "Itu mimpimu saja, Siska. Aku tidak akan pernah bertanggung jawab atas apa pun yang aku lakukan! Bukankah kita sama-sama saling suka? Kecuali aku merudapaksa kamu, itu baru aku akan bertanggung jawab." Mendengarnya Siska marah besar. Dia ingin sekali menampar pria itu. Sayangnya, tidak bisa karena mereka berjauhan."Kurang ajar kamu, Mas! Kamu ben
Saat ini Siska berjalan gontai memasuki kontrakan. Dia benar-benar tidak menyangka kalau akhirnya seperti ini. Padahal sudah dibayar besar oleh pihak perusahaan rival dari perusahaannya Darren, tetapi pada akhirnya semua harus hancur gara-gara perseteruannya dengan Aluna. Di sini Aluna yang salah, kenapa dia yang dipecat? Mentang-mentang istri bosnya. Seharusnya Darren yang bersikap adil dan bijaksana, begitu pikir Siska. Sang wanita pun merebahkan diri di kasur sembari melihat langit-langit. Dia tidak tahu harus berbuat apa, pasti sebentar lagi dirinya akan dicari oleh perusahaan yang mempekerjakan wanita itu. Entah akan dipecat atau diberikan hukuman, yang pasti Siska harus segera mengakhiri semua ini dengan cara pergi dari sini secepatnya. Di saat seperti itu, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Di sana ada nama Andri. Dengan cepat sang wanita menerima panggilan dari kekasihnya. "Halo, Mas. Kamu di mana? Aku tadi cari-cari kamu di kantor. Tapi, tidak ada.""Diam!" seru Andri den
Aluna terdiam sejenak. Dia berusaha memilih kata-kata yang tepat untuk memberikan alasan, kenapa tidak mau memanggilnya Pak. "Sebenarnya, banyak alasannya, sih. Tapi sepertinya Bapak tidak usah tahu." "Kenapa? Kalau memang ada alasan, katakan saja." "Ya, saya takut Bapak marah dan malah menghukum saya lebih parah lagi." "Justru kalau kamu tidak mengatakannya, aku akan memberikan hukuman tiga kali lipat lebih dari sekedar mengganti panggilan." Mendengarnya Aluna terkesiap. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kalau seperti ini, tidak ada pilihan lain kecuali mengatakan apa yang dipikirkannya. "Begini, Pak. Pertama, usia Bapak itu lebih matang dari saya, jadi rasanya tidak pantas saja kalau misalkan saya memanggil Bapak dengan sebutan Mas." "Apa?!" Darren langsung berdiri, membuat Aluna terkesiap. "Jadi, menurutmu secara tidak langsung aku ini tua?"Dengan susah payah Aluna berusaha tenang. Dalam hati merutuk, tentu saja pria ini tua. 'Apa dia tidak sadar diri dengan usia
"Aluna, masuk!"Suara bariton dari dalam membuat Aluna terkesiap. Dia meneguk saliva dengan susah payah. Padahal dari tadi dirinya berusaha untuk menghindari Darren dan di luar saja. Walaupun memang banyak pekerjaan, dia tidak peduli. kKarena dirinya benar-benar takut jika sang suami marah besar kepadanya. "Aluna, aku bilang masuk! Kalau kamu tidak masuk, hari ini juga Alika aku pecat!" Mendengar itu, sang gadis terkesiap dan langsung masuk. Jantungnya berdetak dengan sangat kencang kala melihat Darren tengah duduk membelakanginya. Bahkan gadis itu gemetar sekali.Dia sangat takut jika terjadi sesuatu kepadanya, karena Darren sudah membuat Aluna begitu ngeri dengan sikap dan suara itu.Tak lama kemudian Darren memutar kursi kebesarannya dan terlihat jika wajah sang pria tampak kesal. Tatapannya begitu tajam. Biasanya ini terjadi jika Darren sedang amarah. Saat masih jadi asistennya dan belum menikah, Aluna hafal betul jika bosnya ini kalau sudah memasang ekspresi seperti itu artin