"Yaa, namanya surprise gak bisa bilang di muka dong," jawab Fariz. "Uhmmm, ya udah tidur lagi," ungkap Salma. *** "Naisa!" Salma menghampiri Hunaisa di ruang tunggu hotel. "Ummah!" seru Hunaisa dengan terus tersenyum dalam hangatnya pelukan Salma. "Aaaauuuh, Ummah kangen banget, Sayang. Aman naik pesawatnya?" tanya Salma. "Huuh, Nais suka," jawab Hunaisa. Mereka datang ke Singapura saat usia kandungan Salma sudah satu setengah bulan. Itu sengaja mereka datang dibikin tersebut, supaya diambil lumayan tengahnya saja dengan pulangnya mereka ke Indonesia. Bukan hanya mertuanya dan Hunaisa yang datang, orang tua Salma juga ikut. "Ya Allah, malu gak bisa hentiin air mata, Sayang. Muaaah, cucu Oma, baik-baik ya, kita semua menunggu kamu datang." Tak henti-hentinya Reva memeluk dan mencium perut Salma. "Mari kita istirahat di ruang yang Fariz pesankan! Pasti pada capek," ajak Fariz. "Laper, makan di luar, no no di sini," ungkap Hunaisa. Hunaisa itu suka berjelajah. Dia paling senang
"Eh, Cap! Suud!" Salma tidak mau kedengaran keluarganya.Fariz tersenyum, dia paham dengan istrinya. Disuruh diam, ya dia ikuti saja. Supaya para keluarganya juga tidak bertanya yang macam-macam.***"Uhhh, hari ini kok lelah banget, Terima kasih surprise Capa waktu itu bikin mood Cama selalu muncul," ucap Salma.Fariz memberikan surprise kepada istrinya yang telah ia janjikan.Ia memberikan perhiasan dan juga lagu untuknya. Tidak hanya Freya yang mendapatkan hadiah lagu.Bukan hanya istri musisi terkenal yang mendapatkan hadiah lagu. Namun, istri CEO terkenal pun juga mendapatkan hadiah tersebut. Salma sangat suka mendengarkan lagunya."Hmm, apa lagu itu bisa sedikit merespon lelah kamu?" tanya Fariz."Iyalah, bisa. Suamiku bisa juga jadi musisi aku," ucap Salma sembari memutar lagu dari suaminya.
"Hehe, aku," jawab Fariz. "Terus? Kenapa masih ngeles?" "Ya kan, cuma satu persen dari seratus, Sayang," jawab Fariz. *** "Perut kamu," ucap Fariz sembari mencium perut istrinya. "Kenapa? Udah kelihatan banget, ya? Jadi gak suka dengan Cama?" "Kalau gak suka, ngapain Capa peluk cium manja begini? Uuuuh gemes banget malahan." Fariz malah mencium tangan Salma. "Hehe, dia udah mulai anteng nih akrab di dalam perut Cama. Kerasa kan?" Salma mengeratkan kepala Fariz ke perutnya untuk mendengarkan detak jantungnya. "Masyaallah Tabarokallah, Sayang, Capa nggak tahu harus bicara apa. Capa sangat bahagia," ungkap Fariz. Kebahagiaan yang sangat utuh. Mereka bersiap untuk kembali ke Indonesia. Jalan berdua menyusuri tempat menuju pesawat, mereka tampak sekali sebagai pasangan yang romantis. Tangan Fariz tidak lepas dari genggaman istrinya. Salma merasa sangat pegal, Fariz tidak lelah-lelahnya mengusap pinggang Salma. Mereka semakin tahu, akan bagaimana perjuangan orang tua. "Sabar ya, S
"Nggak," jawab Gus Bafre. Fariz tertawa lebar mendengar jawaban Bafre. Freya yang baru datang dan sempat mendengar juga tetapi. Entah kenapa putranya usa bicara begitu, padahal aslinya dia kangen banget. "Nggak salah, hihihi." "Hahaha, anak kamu ini, Frey! Masyaallah, kamu mewarisi sikap konyol Ummah ya, Nak," ungkap Salma yang disertai senyum dan tawa dari semuanya. "Ummah!" teriak Hunaisa. Hunaisa itu lagi posesif banget. Tidak ingin Gus Bafre dipangku oleh Salma. Inginnya hanya dia untuk sekarang ini. Mungkin karena saking rindunya anak tersebut. "No! Adek Bafre nggak boleh dipangku Ummah, Hunaisa mau dipangku," rengek Hunaisa. "Lapar," ucap Gus, Bafre tiba-tiba. Dia sok cuek saja dengan rengekan Hunaisa. Anak itu malah bicara kalau dirinya sedang lapar. Mereka ingin ketawa lagi, tapi Hunaisa malah menangis. "Nak Bafre sama Ummah dulu, kita cari makan," ucap Freya. "Nais juga mau makan, Ummah," manja Hunaisa dengan memeluk Salma. Salma tidak marah dengan sikap putrinya. I
"Kamu ngomong apa, nggak boleh!" sahut Fariz."Ya, siapa yang bisa melawan takdir, Cap?""Siapa juga yang bisa menebak takdir?""Huum, maksud Cama tuh, kan hanya misal. Orang melahirkan itu taruhannya nyawa, bukannya begitu?""Sayang, kamu pasti kuat untuk terus bersama Capa dan juga Cimes, apa kamu tidak berangan-angan ingin melihat lucunya baby kita? Kenapa yang kamu ingat malah kematian?""Ya kita harus ingat dengan kematian, dengan begitu akan lebih semangat lagi dalam melakukan hal baik. Aku tuh cuma mau nanya, misal Cama meninggal dulu, apa Capa mau menikah lagi?" tanya Salma.
"Ikut Mami aja ke ruang tamu, nanti kalian juga pasti tahu," jawab Reva. Betapa senangnya mereka, ternyata ada dua bayi datang bersamaan. Satunya cantik, satunya tampan. Anak Royya dan kakaknya Salma itu laki-laki. Sedangkan anak William dengan adiknya itu perempuan. "Masyaallah, kalian nggak bilang-bilang mau ke sini?" ungkap Salma sembari menggendong Eshal, putrinya Reca. "Hehe, kita tadi mendadak," jawab William. "Mmm, gantengnya Kak Rifki punya, tapi kok mirip Mamanya banget, Kak Rifki gak kebagian," ungkap Fariz. "Bagian tahi lalatnya tuh, Mas Rifki," jawab Royya. Anak dari kakaknya Salma itu memang mirip banget dengan mamanya. Sangat putih, tampan, dan juga menggemaskan tentunya. Ternyata, ada yang terlihat jelas juga kesamaan Rifki dengan Eshal, yaitu tahi lalat di pelipisnya. "Oh iya, kebagian sedikit ya, Kak," jawab Salma yang diangguki kakaknya. "Ada Abang Belen sama Dedek Eshal, Sebentar lagi ada anak kalian, siapa namanya?" tanya Reva. "Insyaallah, namanya Shafa. B
"Apa?" Salma tidak merasa ada apa-apa. Dia itu lagi asyik saling mengingatkan tentang takwa. Entah kenapa suaminya ini tiba-tiba seperti melihat hal yang aneh. "Ini di wajah kamu," ucap Fariz sembari mengusap pelan pipi istrinya, seakan ada hal yang perlu dibersihkan. "Apa? Perasaan gak ada apa-apa," ucap Salma. "Ada wajah cantik kamu." Fariz tersenyum, menunjukkan senyum kasih sayang yang mungkin setiap istri menginginkan senyuman itu. "Dasar modus!" "Emang modus begini kan, yang menambah kehangatan rumah tangga?" Lemparan senyum pun mereka uraikan. Di tengah obrolan mereka, perutnya lumayan terasa tidak enak. Fariz itu wajahnya tenang, tapi hatinya tentu panik kalau melihat istrinya itu merintih kesakitan. Bukan sok-sokan, tapi itu tentu Fariz punya target, supaya istrinya juga tetap bisa tenang. "Aduh, perut Cama," "Loh, kenapa? Apa sakit sekali?" "Sakit, Cap!" rintih Salma tanpa hal lain, karena memang saat itu perutnya sangat sakit. Salma yang suka bercanda pun diam. Di
Bab 1. CAPA, CAMA, CIMES MIKA "Cimes waktunya ke posyandu, Cap," ungkap Salma. "Iya, Capa pasti temenin. Cepet ya, dia sudah satu setengah tahun. Udah banyak ngoceh kayak kamu," jawab Fariz. "Kayak Capa juga," sahut Salma. "Iya, tentu dong! Berapa kali hati kita mengucap, berapa kali tuturan indah menyapa. Semua kita lakukan untuk meminta kehadirannya. Tidak sedetik doang, semua berjalan dengan hari-hari yang beragam. Sampai titik lemahmu terlihat jelas, serpihan rasa perihmu terungkap, jeritan sakitmu terlepas, kamu wanita hebat! Hembusan nafasmu yang terasa halus ini adalah kekuatan terbesarku untuk mewujudkan harapan indah kita kepada Cimes, putri cantik kita. Sini, peluk dulu!" ungkap Fariz. Sekarang sudah ada Laila Shafa Milky Mikamikny. Awalnya, panggilannya adalah Cimes Shafa. Akan tetapi, akhirnya menjadi Cimes Mika yang diambil dari nama keluarga Mikamilny. Itu sebagai bentuk kebahagiaan terdalam mereka, karena Mika adalah bayi yang kehadirannya sudah ditunggu sejak lama.