"Nggak," jawab Gus Bafre. Fariz tertawa lebar mendengar jawaban Bafre. Freya yang baru datang dan sempat mendengar juga tetapi. Entah kenapa putranya usa bicara begitu, padahal aslinya dia kangen banget. "Nggak salah, hihihi." "Hahaha, anak kamu ini, Frey! Masyaallah, kamu mewarisi sikap konyol Ummah ya, Nak," ungkap Salma yang disertai senyum dan tawa dari semuanya. "Ummah!" teriak Hunaisa. Hunaisa itu lagi posesif banget. Tidak ingin Gus Bafre dipangku oleh Salma. Inginnya hanya dia untuk sekarang ini. Mungkin karena saking rindunya anak tersebut. "No! Adek Bafre nggak boleh dipangku Ummah, Hunaisa mau dipangku," rengek Hunaisa. "Lapar," ucap Gus, Bafre tiba-tiba. Dia sok cuek saja dengan rengekan Hunaisa. Anak itu malah bicara kalau dirinya sedang lapar. Mereka ingin ketawa lagi, tapi Hunaisa malah menangis. "Nak Bafre sama Ummah dulu, kita cari makan," ucap Freya. "Nais juga mau makan, Ummah," manja Hunaisa dengan memeluk Salma. Salma tidak marah dengan sikap putrinya. I
"Kamu ngomong apa, nggak boleh!" sahut Fariz."Ya, siapa yang bisa melawan takdir, Cap?""Siapa juga yang bisa menebak takdir?""Huum, maksud Cama tuh, kan hanya misal. Orang melahirkan itu taruhannya nyawa, bukannya begitu?""Sayang, kamu pasti kuat untuk terus bersama Capa dan juga Cimes, apa kamu tidak berangan-angan ingin melihat lucunya baby kita? Kenapa yang kamu ingat malah kematian?""Ya kita harus ingat dengan kematian, dengan begitu akan lebih semangat lagi dalam melakukan hal baik. Aku tuh cuma mau nanya, misal Cama meninggal dulu, apa Capa mau menikah lagi?" tanya Salma.
"Ikut Mami aja ke ruang tamu, nanti kalian juga pasti tahu," jawab Reva. Betapa senangnya mereka, ternyata ada dua bayi datang bersamaan. Satunya cantik, satunya tampan. Anak Royya dan kakaknya Salma itu laki-laki. Sedangkan anak William dengan adiknya itu perempuan. "Masyaallah, kalian nggak bilang-bilang mau ke sini?" ungkap Salma sembari menggendong Eshal, putrinya Reca. "Hehe, kita tadi mendadak," jawab William. "Mmm, gantengnya Kak Rifki punya, tapi kok mirip Mamanya banget, Kak Rifki gak kebagian," ungkap Fariz. "Bagian tahi lalatnya tuh, Mas Rifki," jawab Royya. Anak dari kakaknya Salma itu memang mirip banget dengan mamanya. Sangat putih, tampan, dan juga menggemaskan tentunya. Ternyata, ada yang terlihat jelas juga kesamaan Rifki dengan Eshal, yaitu tahi lalat di pelipisnya. "Oh iya, kebagian sedikit ya, Kak," jawab Salma yang diangguki kakaknya. "Ada Abang Belen sama Dedek Eshal, Sebentar lagi ada anak kalian, siapa namanya?" tanya Reva. "Insyaallah, namanya Shafa. B
"Apa?" Salma tidak merasa ada apa-apa. Dia itu lagi asyik saling mengingatkan tentang takwa. Entah kenapa suaminya ini tiba-tiba seperti melihat hal yang aneh. "Ini di wajah kamu," ucap Fariz sembari mengusap pelan pipi istrinya, seakan ada hal yang perlu dibersihkan. "Apa? Perasaan gak ada apa-apa," ucap Salma. "Ada wajah cantik kamu." Fariz tersenyum, menunjukkan senyum kasih sayang yang mungkin setiap istri menginginkan senyuman itu. "Dasar modus!" "Emang modus begini kan, yang menambah kehangatan rumah tangga?" Lemparan senyum pun mereka uraikan. Di tengah obrolan mereka, perutnya lumayan terasa tidak enak. Fariz itu wajahnya tenang, tapi hatinya tentu panik kalau melihat istrinya itu merintih kesakitan. Bukan sok-sokan, tapi itu tentu Fariz punya target, supaya istrinya juga tetap bisa tenang. "Aduh, perut Cama," "Loh, kenapa? Apa sakit sekali?" "Sakit, Cap!" rintih Salma tanpa hal lain, karena memang saat itu perutnya sangat sakit. Salma yang suka bercanda pun diam. Di
Bab 1. CAPA, CAMA, CIMES MIKA "Cimes waktunya ke posyandu, Cap," ungkap Salma. "Iya, Capa pasti temenin. Cepet ya, dia sudah satu setengah tahun. Udah banyak ngoceh kayak kamu," jawab Fariz. "Kayak Capa juga," sahut Salma. "Iya, tentu dong! Berapa kali hati kita mengucap, berapa kali tuturan indah menyapa. Semua kita lakukan untuk meminta kehadirannya. Tidak sedetik doang, semua berjalan dengan hari-hari yang beragam. Sampai titik lemahmu terlihat jelas, serpihan rasa perihmu terungkap, jeritan sakitmu terlepas, kamu wanita hebat! Hembusan nafasmu yang terasa halus ini adalah kekuatan terbesarku untuk mewujudkan harapan indah kita kepada Cimes, putri cantik kita. Sini, peluk dulu!" ungkap Fariz. Sekarang sudah ada Laila Shafa Milky Mikamikny. Awalnya, panggilannya adalah Cimes Shafa. Akan tetapi, akhirnya menjadi Cimes Mika yang diambil dari nama keluarga Mikamilny. Itu sebagai bentuk kebahagiaan terdalam mereka, karena Mika adalah bayi yang kehadirannya sudah ditunggu sejak lama.
"Mmm, tahun depan aja, gimana?" tanya Fariz. "Boleh," jawab Salma. "Aku kasihan sama kamu kalau sekarang, biar jaraknya lebih lama, kasihan Cimes juga." Fariz membelai rambut panjang istrinya. "Iya … Cama mengerti, tapi Cama tuh rindu hamil!" Salma menggigit bibirnya. Fariz melepas ikatan rambut istrinya. Dengan telatennya, Fariz menyisir rambut halus tersebut. Rindu hamil, pernyataan istrinya sangat membuat Fariz kagum. Bukan hanya Salma, Fariz pun sebenarnya juga kangen bisa meraba dari luar calon buah hati yang ada dalam perut istrinya. "Capa juga rindu," ungkap Fariz. "Kalau begitu, dipercepat saja!" pinta Salma. "Aku tidak hanya memperhatikan kesenanganmu, tapi aku juga peduli dengan kesehatanmu, serta kebaikan yang menyertai." Fariz berusaha memberi pengertian. "Sebenarnya sudah jauh jaraknya, satu setengah tahun, loh. Itu nanti jarak dengan lahir udah dua tahun lebih." Salma masih tetap mencoba menawar. Sama seperti dulu. Salma itu orangnya tetap saja ingin menang, tida
"Apanya, Sayang? Boneka … ya, tolong bilang ke ummah dulu dong!" pinta Fariz. "Apa?" tanya Mika. "Bilang ke ummah, Daddy rindu," ucap Fariz. Dengan rambutnya yang diikat dua itu, Mika tampak lebih cakep dan imut berjalan. Meskipun sedang risau bonekanya hilang, mendengar permintaan tolong dari Fariz, ia langsung bergegas dan semangat bilang ke Salma. Senyum manis Salma mendengarkan apa yang disampaikan Mika, membuat Mika juga mengikuti senyum tersebut, tapi langsung murung kembali. "Ummah, daddy … daddy … ndu," ucapnya. "Haaa? Daddy rindu?" Salma terbengong, kemudian tersenyum ke arah Mika. "Tapi kenapa Mika langsung sedih? Apa daddy marah? Kamu dibentak kah, Nak?" tanya Salma sembari memeluk putrinya. "Boneka, Cimes … ilang … huaaaaaaa!" Mika menangis dengan suara keras. Salma bergegas menggendong putrinya itu dan menghampiri Fariz ke kamar. Ia sudah menduga, pasti ini kejailan suaminya. Pagi-pagi sudah buat anaknya menangis, perasaan Salma jadi geram. "Capa! Mana boneka Cime
"Itu tadi kayaknya belum dikasih gula, deh," ucap Fariz."Jangan ngada-ngada, Cap!""Kalian ini, beginilah kalau Fariz terlalu nggak tahan. Cepat diurus, kasihan para tamu," ucap Reva dengan tertawa kecil."Siap, Mi. Hehe, padahal yang gak," jawab Fariz tersendat, karena dipotong istrinya."Mami, maaf ya, lama," ucap Salma.Salma tersenyum dengan bangga melihat suaminya gagal bilang kalau istrinya yang menggoda. Mereka segera membenahi teh tersebut dan membawanya ke depan. Dari tatapan ibunya Baim, Fariz merasa ada kejanggalan."Nuura, mari diminum tehnya!""Iya, Sal, terima kasih," ujar Nuura.Karena kamar di panti yang masih kosong belum dibersihkan, hari itu Nuura dan Syifa disuruh ke kamar tamu oleh Risa. Fariz menunjukkan kamar tersebut serta membantu membaw