"Apa?" Salma tidak merasa ada apa-apa. Dia itu lagi asyik saling mengingatkan tentang takwa. Entah kenapa suaminya ini tiba-tiba seperti melihat hal yang aneh. "Ini di wajah kamu," ucap Fariz sembari mengusap pelan pipi istrinya, seakan ada hal yang perlu dibersihkan. "Apa? Perasaan gak ada apa-apa," ucap Salma. "Ada wajah cantik kamu." Fariz tersenyum, menunjukkan senyum kasih sayang yang mungkin setiap istri menginginkan senyuman itu. "Dasar modus!" "Emang modus begini kan, yang menambah kehangatan rumah tangga?" Lemparan senyum pun mereka uraikan. Di tengah obrolan mereka, perutnya lumayan terasa tidak enak. Fariz itu wajahnya tenang, tapi hatinya tentu panik kalau melihat istrinya itu merintih kesakitan. Bukan sok-sokan, tapi itu tentu Fariz punya target, supaya istrinya juga tetap bisa tenang. "Aduh, perut Cama," "Loh, kenapa? Apa sakit sekali?" "Sakit, Cap!" rintih Salma tanpa hal lain, karena memang saat itu perutnya sangat sakit. Salma yang suka bercanda pun diam. Di
Bab 1. CAPA, CAMA, CIMES MIKA "Cimes waktunya ke posyandu, Cap," ungkap Salma. "Iya, Capa pasti temenin. Cepet ya, dia sudah satu setengah tahun. Udah banyak ngoceh kayak kamu," jawab Fariz. "Kayak Capa juga," sahut Salma. "Iya, tentu dong! Berapa kali hati kita mengucap, berapa kali tuturan indah menyapa. Semua kita lakukan untuk meminta kehadirannya. Tidak sedetik doang, semua berjalan dengan hari-hari yang beragam. Sampai titik lemahmu terlihat jelas, serpihan rasa perihmu terungkap, jeritan sakitmu terlepas, kamu wanita hebat! Hembusan nafasmu yang terasa halus ini adalah kekuatan terbesarku untuk mewujudkan harapan indah kita kepada Cimes, putri cantik kita. Sini, peluk dulu!" ungkap Fariz. Sekarang sudah ada Laila Shafa Milky Mikamikny. Awalnya, panggilannya adalah Cimes Shafa. Akan tetapi, akhirnya menjadi Cimes Mika yang diambil dari nama keluarga Mikamilny. Itu sebagai bentuk kebahagiaan terdalam mereka, karena Mika adalah bayi yang kehadirannya sudah ditunggu sejak lama.
"Mmm, tahun depan aja, gimana?" tanya Fariz. "Boleh," jawab Salma. "Aku kasihan sama kamu kalau sekarang, biar jaraknya lebih lama, kasihan Cimes juga." Fariz membelai rambut panjang istrinya. "Iya … Cama mengerti, tapi Cama tuh rindu hamil!" Salma menggigit bibirnya. Fariz melepas ikatan rambut istrinya. Dengan telatennya, Fariz menyisir rambut halus tersebut. Rindu hamil, pernyataan istrinya sangat membuat Fariz kagum. Bukan hanya Salma, Fariz pun sebenarnya juga kangen bisa meraba dari luar calon buah hati yang ada dalam perut istrinya. "Capa juga rindu," ungkap Fariz. "Kalau begitu, dipercepat saja!" pinta Salma. "Aku tidak hanya memperhatikan kesenanganmu, tapi aku juga peduli dengan kesehatanmu, serta kebaikan yang menyertai." Fariz berusaha memberi pengertian. "Sebenarnya sudah jauh jaraknya, satu setengah tahun, loh. Itu nanti jarak dengan lahir udah dua tahun lebih." Salma masih tetap mencoba menawar. Sama seperti dulu. Salma itu orangnya tetap saja ingin menang, tida
"Apanya, Sayang? Boneka … ya, tolong bilang ke ummah dulu dong!" pinta Fariz. "Apa?" tanya Mika. "Bilang ke ummah, Daddy rindu," ucap Fariz. Dengan rambutnya yang diikat dua itu, Mika tampak lebih cakep dan imut berjalan. Meskipun sedang risau bonekanya hilang, mendengar permintaan tolong dari Fariz, ia langsung bergegas dan semangat bilang ke Salma. Senyum manis Salma mendengarkan apa yang disampaikan Mika, membuat Mika juga mengikuti senyum tersebut, tapi langsung murung kembali. "Ummah, daddy … daddy … ndu," ucapnya. "Haaa? Daddy rindu?" Salma terbengong, kemudian tersenyum ke arah Mika. "Tapi kenapa Mika langsung sedih? Apa daddy marah? Kamu dibentak kah, Nak?" tanya Salma sembari memeluk putrinya. "Boneka, Cimes … ilang … huaaaaaaa!" Mika menangis dengan suara keras. Salma bergegas menggendong putrinya itu dan menghampiri Fariz ke kamar. Ia sudah menduga, pasti ini kejailan suaminya. Pagi-pagi sudah buat anaknya menangis, perasaan Salma jadi geram. "Capa! Mana boneka Cime
"Itu tadi kayaknya belum dikasih gula, deh," ucap Fariz."Jangan ngada-ngada, Cap!""Kalian ini, beginilah kalau Fariz terlalu nggak tahan. Cepat diurus, kasihan para tamu," ucap Reva dengan tertawa kecil."Siap, Mi. Hehe, padahal yang gak," jawab Fariz tersendat, karena dipotong istrinya."Mami, maaf ya, lama," ucap Salma.Salma tersenyum dengan bangga melihat suaminya gagal bilang kalau istrinya yang menggoda. Mereka segera membenahi teh tersebut dan membawanya ke depan. Dari tatapan ibunya Baim, Fariz merasa ada kejanggalan."Nuura, mari diminum tehnya!""Iya, Sal, terima kasih," ujar Nuura.Karena kamar di panti yang masih kosong belum dibersihkan, hari itu Nuura dan Syifa disuruh ke kamar tamu oleh Risa. Fariz menunjukkan kamar tersebut serta membantu membaw
"Itu suara Nuura, buruan!" Salma menyeru Fariz untuk segera melihat.Berbeda dengan Fariz yang sudah mencurigai gerak-gerik dari Nuura. Salma sangat tenang, baginya Nuura memang seorang korban yang harus ditolong. Dia juga ikut berdiri untuk melihat kejadian."Ummah, ikut!" rengek Cimes Mika."Ikut? Tak gendong ya, Nak!" Salma berharap putrinya mau."Huuh," jawabnya.Beruntungnya Mika mau digendong. Dia paham juga dengan keadaan. Di tempat kejadian, Fariz masih mematung, melihat baju wanita di depannya robek-robek tidak beraturan dan histeris. Syifa juga bengong dan takut dengan jeritan ibunya.
"Haaah! Nggak waras! Kamu pikir, aku lelaki apaan?" Tidak segan-segan Fariz membentak wanita tersebut.Nuura menemani Fariz di tengah jalan. Dia sengaja menghadangkan sepeda motornya di depan mobil Fariz. Parahnya lagi, dia masuk mobil Fariz. Fariz sengaja juga untuk tidak turun, mau melihat permainan apa yang akan dimainkan."Aku wanita yang mencintai kamu. Anak aku butuh ayah," ucap Nuura."Kalau kamu paham perasaan anak kecil, bukan ini yang kamu lakukan! Anak aku juga masih kecil, lebih kecil dari anak kamu!" gertak Fariz dengan membanting aqua di samping setirnya."Mohon tenang! Ingat yaa … pokoknya nikahin! Aku harus sah jadi istri kamu! Kalau untuk memuaskan ranjang sebelum menikah, itu permintaan kecil aku sebenarnya, salah ngomong aku tadi. Kalau kamu tidak mau nikahin, istri sama anakmu akan celaka!" ancam Nuura.Tidak tahu manusia i
"Mika kenapa?" tanya Fariz. Mereka berdua langsung mendekati putrinya. Badan Mika begitu panas, tapi Salma heran, kenapa saat menemani tidur Fariz tidak tahu? Soalnya, tadi Salma masih keluar dengan mertuanya. "Nak, badan kamu panas sekali. Capa kok nggak bilang?" tanya Salma. "Tadi belum, Cam. Badannya masih adem-adem aja," jawab Fariz. "Masih adem, atau Capa memang tidak menyentuh Cimes?" Salma lumayan emosi, karena awal masuk kamar tadi sikapnya dingin, takutnya juga terlampiaskan untuk Cimes Mika. "Daddy, no!" Mika bilang sembari mempraktikan tangannya mengusap pelan hidung antara kedua matanya. Seperti kebiasaan tidur pada banyak anak, Cimes Mika juga begitu suka dan kebiasaan, ditidurkan dengan usapan halus bagian hidung ia di antara kedua matanya. Salma kecewa benar dengan suaminya, sampai ke anak juga ikut terseret. Apalagi sekarang Mika itu sedang sakit. Ia segera menyuruh suaminya itu untuk mengambilkan obat. "Capa … Capa! Parah nih sampai ke anak. Berarti fix, ada yan