"Haaah! Nggak waras! Kamu pikir, aku lelaki apaan?" Tidak segan-segan Fariz membentak wanita tersebut.
Nuura menemani Fariz di tengah jalan. Dia sengaja menghadangkan sepeda motornya di depan mobil Fariz. Parahnya lagi, dia masuk mobil Fariz. Fariz sengaja juga untuk tidak turun, mau melihat permainan apa yang akan dimainkan.
"Aku wanita yang mencintai kamu. Anak aku butuh ayah," ucap Nuura.
"Kalau kamu paham perasaan anak kecil, bukan ini yang kamu lakukan! Anak aku juga masih kecil, lebih kecil dari anak kamu!" gertak Fariz dengan membanting aqua di samping setirnya.
"Mohon tenang! Ingat yaa … pokoknya nikahin! Aku harus sah jadi istri kamu! Kalau untuk memuaskan ranjang sebelum menikah, itu permintaan kecil aku sebenarnya, salah ngomong aku tadi. Kalau kamu tidak mau nikahin, istri sama anakmu akan celaka!" ancam Nuura.
Tidak tahu manusia i
"Mika kenapa?" tanya Fariz. Mereka berdua langsung mendekati putrinya. Badan Mika begitu panas, tapi Salma heran, kenapa saat menemani tidur Fariz tidak tahu? Soalnya, tadi Salma masih keluar dengan mertuanya. "Nak, badan kamu panas sekali. Capa kok nggak bilang?" tanya Salma. "Tadi belum, Cam. Badannya masih adem-adem aja," jawab Fariz. "Masih adem, atau Capa memang tidak menyentuh Cimes?" Salma lumayan emosi, karena awal masuk kamar tadi sikapnya dingin, takutnya juga terlampiaskan untuk Cimes Mika. "Daddy, no!" Mika bilang sembari mempraktikan tangannya mengusap pelan hidung antara kedua matanya. Seperti kebiasaan tidur pada banyak anak, Cimes Mika juga begitu suka dan kebiasaan, ditidurkan dengan usapan halus bagian hidung ia di antara kedua matanya. Salma kecewa benar dengan suaminya, sampai ke anak juga ikut terseret. Apalagi sekarang Mika itu sedang sakit. Ia segera menyuruh suaminya itu untuk mengambilkan obat. "Capa … Capa! Parah nih sampai ke anak. Berarti fix, ada yan
"Mmm, tapi Daddy jadi badut lagi," pinta Cimes Mika."Upss! Hahaha … gimana?" tawa Salma."Hmmm, tidak masalah. Ummah segera tidur!" jawab Fariz.Ribet sebenarnya, Fariz harus mencolek-colek wajahnya sendiri dengan adonan banyak warna. Namun, ia tetap melakukannya untuk kebahagiaan putri kecilnya, dan juga kesehatan istrinya. Semua menjadi prioritasnya Fariz."Cimes, mau!" rengek Mika.Ia ingin dicolek-colek juga wajahnya. Fariz tidak mengizinkan hal tersebut. Karena tangannya masih diinfus, dan keadaannya belum benar-benar pulih. Hampir saja mau menangis, tapi untungnya tidak jadi. Tatapan Fariz beserta pelukannya, membawa Ci
"Waktu di rumah sakit, yang kamu tidur di sofa, Capa jadi badut. Capa nanya ke Cimes Mika, pengen punya Adik? Dia sangat senang, Cam, malah mengira udah ada," ucap Fariz."Hehe, Alhamdulillah. Capa jawabnya?""Tak suruh doain semoga aja dengan doa putri kecil kita, bisa lebih dilancarkan lagi," ujar Fariz."Aaaaaaa, Capa! Sayang banget." Salma mulai manja dengan suaminya.Do'a anak kecil, mereka berharap, dengan Cimes Mika yang berdoa, Allah lebih memudahkan apa yang menjadi hajatnya. Tidak ada sebuah rasa lalu hanya sekedar untuk meminta doa dari anak kecil. Mata mereka yang baru saja terpejam, en jadi terbuka lagi karena ada suara mertuanya Salma sedang marah dan mencari Salma."Salma! Salma, keluar! Apa maksudnya kamu seperti ini!" teriak Reva dari balik pintu kamar mereka."Mami, ada apa ini?" Fariz terkejut selama ini mami n
"Cama tidak tahu, Cap. Tapi Capa percaya kan, gak mungkin aku kasih papi obat yang begitu," jawab Salma."Sangat percaya. Sabar, yaa … tangan Capa tidak mungkin berhenti mengusik kasus ini. Capa akan terus mencari siapa pelakunya!" Fariz sangat tidak tega, di sini istrinya itu sebagai korban juga.Fariz pasti tidak akan tinggal diam. Bukan hanya papinya yang tersungkur akibzt obat itu, tapi mami dan istrinya. Bahkan, ke anaknya juga. Namun, untuk saat ini Fariz masih belum bisa bergerak sendiri, karena masih harus di tulah sakit."Thanks, Cap" Salma bersyukur, meskipun mertuanya sedang tidak baik-baik saja dengannya, masih ada suami yang selalu mendukung dan memberinya semangat."Iya, jangan pernah takut! Kamu salah pun, Capa tidak akan pernah membencimu. Cama tetap cintanya Capa, apalagi kalau sikapmu memang baik seperti ini? Cinta aku terlalu kuat untuk dirimu, Sayang
"Lima? Mau bola, boneka, masak donat, pop it," jawab Cimes Mika. "Itu masih empat, Sayang. Apa satu lagi?" Fariz bahagia melihat putrinya mau tersenyum. "Aslinya, mau … mobil balap yang mainnya sama Daddy," jawab Cimes Mika. Anak kecil pun, tentu lebih bahagia, kalau orang tuanya tinggal bersama. Tega tidak tega, sementara mereka pisah rumah. Fariz bisa juga ikut istrinya, tapi ia selalu diingatkan oleh Salma, supaya tetap di rumah menjaga orang tuanya, yang kini sedang tidak baik-baik saja. "Ya, kan bisa main sama Ummah, Nak!" "Ummah bisa?" tanya Cimes Mika, karena selama ini, kalau masalah mobil, dia selalu minta sama Fariz. "Bisa," jawab Salma dengan memasang senyumannya. "Yeee!" sorak Cimes Mika. Mereka tidak menunggu lagi. Berhubung juga dengan mood anak kecil yang suka berubah-ubah. Mumpung putrinya bersemangat, mereka berdua juga harus mendukung perasaan tersebut. "Kemarin itu sama Kakak Asma belinya," celoteh Cimes Mika. "Kapan, Sayang?" tanya Fariz. Fariz tidak tahu
"Sebenarnya ada," jawab Baim. Baim rasa, saat itu sudah tepat untuk membicarakan tentang siapa ayah kandungnya. Bukan itu saja, tapi mengenai kejadian yang sebenarnya juga tentang kehadiran Syifa. Harapan Baim tidak lepas untuk mengharap kewarasan sebagai seorang manusia itu kembali. "Apa? Katakan, Nak! Biar kita bisa cari langkah," desak Fariz. "Iya, Baim akan katakan yang sesungguhnya. Sebenarnya, ayahnya Baim itu hilang. Semenjak itu, ibu sering merenung, sangat kehilangan ayah." Baim menunduk, dua mengingat momen kebersamaan dengan ayahnya. Ayah Baim hilang ketika akan bekerja di luar negeri, tapi masih menaiki kapal untuk menuju bandara pemberangkatan. Namun, ada kecelakaan dalam kendaraan tersebut, dan memakan banyak korban jiwa. Sayangnya, ayah Baim belum ditemukan sampai saat ini. Karena perekonomian yang juga kurang, dengan keadaan terpuruk pun, Nuura tetap berangkat ke luar negeri untuk bekerja menggantikan suaminya. "Baim, Daddy juga ayah kamu. Jangan sedih!" Fariz mena
"Capa udah tidur belum ya, Capa kasih hadiah nggak ya. Semoga aja aku mimpi Capa." Cimes tertawa dalam berkata. "Hahahaha …." Keduanya tertawa lepas, mereka terlihat lupa dengan masalah yang sedang dihadapi. Fariz izin dengan baik ke orang tuanya. Sebenarnya, Reva dan Vero itu kangen dengan Salma maupun Cimes Mika. Namun, hatinya masih bergejolak kalau ingat masalah obat. Reca tahu masalah tersebut, dia tidak mendukung sana mendukung sini, tapi berusaha ikut kakaknya memberi pengertian kalau itu bukan ulah Salma. "Lepas banget ketawanya. Oh iya, oma dan opa rindu kalian," ucap Fariz. "Cimes pasti dirindukanlah," sahut Salma. "Kamu juga, Sayang," jawab Fariz. "Cimes kangen pulang …." Keinginan untuk pulang pun teringat kembali, ia mengigit jarinya. Fariz mengalihkan untuk unboxing mainan yang baru saja ia bawakan. Bersamaan dengan unboxing banyak pakaiannya juga. Malam itu, ia menginap dan memuaskan diri untuk tinggal bersama keluarga kecilnya. Bukannya tidak suka tinggal bersama
"Eh, hehe ... ngomongin gelangnya Cimes. Banyak kan ya?" ucap Salma. "Banyak! Daddy gak beliin lagi, kalau beli dimarah." Cimes Mika menunjukkan pernyataan yang pernah dikatakan daddynya. Gelangnya sudah sangat banyak. Cimes Mika memang pecinta gelang. Bukan hobi dipakai, tapi dikumpulkan dan dibuat gelangnya para boneka. Sampai-sampai Fariz bilang ke anaknya itu untuk stop dulu beli gelangnya, kalau masih beli akan kena marahnya. "Daddy cuma tidak mau gelangnya tidak berguna, Sayang!" Salma mencubit pelan pipi chubby anaknya. "Kan tetap guna, buat jualan boneka," sahut Cimes Mika. "Yang buat jualan juga sudah ada, udah banyak," jawab Fariz. "Daddy tahu toko mainan?" Entah apa yang akan diucapkan. Namun, wajah-wajah dan model ucapan putrinya sangat menggemaskan. Dia berlagak seperti orang dewasa yang akan menang dalam sebuah perdebatan. "Tahu, kenapa?" tanya Fariz. "Tentang ... mainan. Di toko banyak kan yang dijual? Penuh terus itu tempatnya. Tokonya Cimes Mika juga laris, S