Dara kembali ke kosannya sore ini. Ia membaringkan diri mengistirahatkan badannya sebentar lalu mengeluarkan ponsel dari tasnya yang tergeletak di sampingnya.
Dara membaca pesan dari Reno yang masuk sejak ia berada di rumah Ardi. Pesan dengan isi, Reno memintanya untuk bertemu malam ini. Dara memang harus bertemu Reno, ia harus menyelesaikan ketegangan yang terjadi di antara mereka.Setelah selesai menutup pintu, dengan cepat Dara menaiki dan memutar kunci motornya melaju meninggalkan kosannya. Setelah sampai ke tempat yang sudah di tentukan Reno untuk bertemu, tiba tiba Dara mendapat panggilan dari Ardi. Lagi. Ardi tidak bisa menghentikan tangis Nadira.Tanpa kata kata lagi, Dara langsung memutar motornya. Ia tidak sanggup membiarkan Nadira terus menangis. Ia harus segera berada di sana, mendekap sang bayi mungil itu.Dara langsung berlari ke dalam rumah, lalu meraih Nadira dari Ardi. Dengan wajah panik Dara menghentikan tangis Nadira.Nanap. Ardi menatap aneh. Ada apa sebenarnya. Mengapa Nadira kembali tenang ketika berada pangkuan Dara, padahal Ardi adalah ayahnya dan Dara bukanlah ibunya walaupun mereka punya hubungan darah.Setelah Nadira kembali tenang, Dara mengambil tasnya yang ia buang sembarang ke sofa. Dia harus bertemu Reno sekarang. Pria itu pasti sudah menunggunya sekarang.Namun melihat hal itu, Ardi langsung membuka suaranya dan menahan Dara untuk tidak pergi."Bisakah kamu tetap disini malam ini. Saya khawatir mungkin Nadira akan menangis lagi. Aku tidak tau apa yang terjadi, tapi sepertinya ia nyaman berada di dekatmu. Saya mohon. Saya tidak tau harus berbuat apa lagi." Dengan tatapan kecemasan dalam raut wajahnya, Ardi menatap Dara dengan harap harap gadis di depannya ini bersedia.Dara melirik jam tangannya, Reno pasti masih menunggunya. Tapi jika ia pergi dari sana, bagaimana dengan Nadira. Ardi benar, Nadira akan berhenti menangis saat sudah berada dalam dekapannya. Dara kemudian menengok Nadira di dalam ranjang ayunnya. Ia menjatuhkan tangannya, hingga Tasnya juga ikut terjatuh dari lengannya. Matanya tetap terpaku pada wajah Nadira. Bagaimana bisa ia tega meninggalkan bayi kecil ini."Aku akan menemani Nadira." Ucapan Dara memunculkan ketenangan di hati Ardi. Pria itu menghela napas lega.Ardi kini baru menyadari penampilan Dara yang terlihat rapi dengan dandanan lebih dari biasanya, "apa saya sudah mengganggu kencanmu?""Tidak. Sahabatku meminta bertemu di cafe untuk membahas Skripsinya, dia agak kesulitan. Sekalian kami mau refresh." Dara sengaja berbohong tidak ingin membuat Ardi merasa bersalah karena sudah mengganggu rencana kencannya dengan Reno, apalagi dia melakukan ini karena Nadira."Baiklah. Kalau begitu saya akan membawakan kamu beberapa pakaian santai milik Mira.""Iya kak.""Apa kamu sudah makan?"Karena sudah terlanjur berbohong, Dara harus kembali berbohong lagi. Jika ia mengatakan sudah, maka Ardi akan mengetahui bahwa ia berbohong tentang dia dan sahabatnya pergi ke kafe dan mencari tempat untuk makan."Sudah kak.""Okay. Tunggu sebentar."Setelah Ardi menghilang dari pandangan Dara, panggilan telfon muncul di ponsel Dara, sang pemilik ponsel tidak perlu lagi menebak siapa orang itu. Karena ia tahu bahwa Reno pasti akan menghubunginya karena ketidak munculan dirinya.Dara tidak bisa mengangkat panggilan itu, ia tidak mungkin mengatakan bahwa ia sedang berada di rumah Ardi malam malam dan membatalkan rencana pertemuan mereka.Alasan apa yang ia akan pakai untuk mengatakan ketidak datangannya. Jika ia beralasan sedang sakit dalam kosan, maka Reno akan datang. Bila ia mengatakan ada di rumah Winda, maka dia akan muncul juga. Dan jika ia beralasan pulang ke kampung halaman, maka Reno tidak akan percaya juga bahwa dirinya berangkat malam secara mendadak tanpa alasan yang pasti. Jika ia membiarkan begitu saja, Reno akan marah lagi. Tapi lebih baik begini daripada ia berbohong lagi.Saat sedang terus larut dalam pikirannya, Dara tidak menyadari bahwa Ardi sudah berdiri tidak jauh darinya, memperhatikan dia yang hanya diam."Saya sudah menyimpan pakaian gantimu di atas. Kamu berganti lah.""Baik kak, aku akan berganti lebih dulu."Dara mengambil barang barangnya dan keluar menuju kamar lantai atas. Sesampainya di sana, Dara melirik lagi ponselnya. Melihat lagi daftar nama yang masuk 'panggilan tidak terjawab'. Walaupun dia tidak bisa mengangkat panggilan itu, Dara lebih baik memberitahunya atas ketidak datangnya. Atau ia akan merasa sangat jahat sekarang, dengan membiarkan kekasihnya menunggu dirinya yang hilang tanpa kabar malam ini.Deretan kata terketik dalam ponsel itu. Setelah terkirim buru buru Dara mematikan ponselnya.Usai bergantian, Dara turun kebawah menghampiri keberadaan Ardi dan Nadira. Ayah dan anak itu sekarang berada di ruang keluarga. Nadira sepertinya sudah bagun, tapi bedanya kali ini bayi itu tidak menangis.Terlihat raut wajah Ardi terus mengukir senyum ketika sekali kali sudut bibir Nadira terangkat. Dara terus memperhatikan, sepertinya pria yang baru di tinggal istri untuk selamanya itu sedang bahagia sekarang."Kak Ardi!" Panggil Dara sambil menghampiri Ardi.Masih dengan senyum antusias di wajahnya, Ardi menoleh kepada Dara, "Lihatlah Nadira sudah bisa tersenyum sekarang."Dara menengok keponakannya itu, terlihat Nadira mulai menunjukan senyumnya dalam gendongan Ardi. Senyum itu membuat Dara dan Ardi terlihat bahagia sekarang."Kamu gendong Nadira ya, saya mau buat makan malam dulu."Mendengar Ardi akan membuat makan malamnya, Dara mengajukan tawaran. Lebih baik Ardi bersama Nadira sekarang, ia tidak mau mengganggu senyum bahagia itu."Biar aku aja. Kak Ardi sama Nadira saja."Setelah mendapat anggukan pelan dari Ardi, Dara langsung melejit berjalan ke dapur. Setibanya di sana tanpa pikir lagi ia mengambil bahan bahan yang akan di masaknya malam ini.Masakan Dara siap, dengan gerakan gesit segera menyajikan masakan nya di atas meja untuk satu orang.Ardi dengan Nadira di gendongannya juga berada di sana, memperhatikan setiap gerak Dara sejak tadi. Ia terpaku seperti melihat sosok Mira pada Dara. Gerakannya, fokusnya, langkah, dan hampir semua sisi Dara mirip sekali dengan mendiang istrinya.Apakah saudara kandung harus semirip ini. Ardi jadi merasa aneh, seperti melihat Mira ada di hadapannya. Karena hal ini muncul keganjilan dalam hatinya. Ia ingin memeluk sosok itu. Ardi memejamkan mata, menyadarkan dirinya. Seharusnya ia tidak membiarkan Dara memakai pakaian Mira.Dara yang memang menyadari kehadiran Ardi tidak jauh darinya, segera menghampirinya, "Makanan sudah siap, kak Arya silahkan nikmati.""Iya terimakasih.""Sama sama kak. Ayo Nadira sama Bibi." Setelah menjawab Ardi, Dara langsung mengalihkan pandangannya ke Nadira.Dara tidak pergi dari dapur, ia memperhatikan Ardi melahap makanannya dengan harap harap masakannya itu tidak terlahap habis. Dara meneguk ludah, ingin sekali juga ia ikut makan. Memasukan makanan itu kedalam mulutnya sekarang. Dara meringis dalam hati, ia juga lapar.Amblas, tidak ada yang tersisa. Dara bertanya tanya dalam hati. Apa ia memasak terlalu sedikit, apa Ardi benar benar lapar atau porsi makan pria ini yang memang banyak.Seperti biasa malam itu, Ardi mendirikan tenda di luar dan Dara di dalam rumah bersama Nadira. Namun kali ini Dara tidak bisa tidur rasa lapar melanda nya sejak tadi. Ia menunggu beberapa saat, memastikan Ardi dan Nadira sudah terlelap.Dengan langkah mengendap endap, Dara melangkahkan kakinya ke dapur. Karena aksinya diam diam ia tidak menyalakan lampu dan memilih mengunakan cahaya ponselnya. Kemudian Dara mulai mengeledah, mencari sesuatu yang bisa di makan.Ardi terbangun, ia merasakan haus dan bahkan lupa membawa air minum ke dalam tenda. Ia kemudian keluar dan masuk ke dalam rumah langsung menuju ke arah dapur. Alangkah kagetnya Ardi, menemukan dan menyaksikan seseorang dalam gelap sedang mengacak acak mencari sesuatu di lemari penyimpanan atas. Ia kemudian mengatur posisi waspada, bersiap menangkap orang yang dianggapnya pencuri itu.Karena ukuran sasaran yang lebih kecil darinya, Ardi dengan cepat mendekap dan menahan tangan orang itu dari belakang. Ia lalu menjatuhkan ke bawa
Dara kembali ke dalam kamar dan mengambil ponselnya. Dan kunci motornya ada di lantai atas, bagaimana ia melewati mereka dalam situasi seperti ini. Dara memberanikan langkah kakinya, ia lebih baik pulang sekarang, dia tidak mungkin mengatakan kepada Ibu Fani bahwa ia masih ingin tetap berada di rumah ini. Ia tidak punya hak untuk hal itu, dirinya bukanlah apa apa selain menyandang gelar bibi dari anak Ardi."Kak Ardi. Tante."Mendengar suara Dara, Ardi spontan menoleh ke arah suara. Ia bisa melihat raut pucat lesu gadis itu, sepertinya sakit perutnya belum hilang. Tapi ada yang membuat Ardi lebih gelisah, Dara pasti mendengar pembicaraannya dengan ibunya. Ia takut, Dara mungkin akan sedih dan berpikiran tidak bertemu Nadira lagi. Dara mendekati keduanya dengan langkah tertatih Ratih, ia kemudian melirik Ardi yang menatap dengan raut wajah khawatir."Aku nggak apa apa kak." Ucap Ratih bohong, tidak ingin pria itu merasa cemas padanya."Aku akan pulang." Ucap Dara menambahkan. Ardi m
"Kok gitu? Bukannya kamu yang ingin terus kesana. Lalu bagaimana dengan keponakan kamu?"Dara diam, titik pandangnya jatuh ke bawah. Bingung akan berkata apa. Di samping ia harus menjauh dari Ardi dan Nadira, di sisi lain ia merasa sulit meninggalkan bayi itu. Ia merasa tidak terima dengan situasi ini. Bagaimana keadaan Nadira nanti jika tanpa dirinya. Apakah ia akan tahan merindukan bayi yang sudah sangat di sayangnya itu.Namun terlepas dari hal itu, Dara harus menentukan arah keputusannya. Mau tidak mau, dia harus meninggalkan mereka. Meninggalkan Nadira."Kamu nggak apa apa?" Mendapati Dara hanya diam atas pertanyaan yang sudah ia lontarkan, ada resah di hati Winda memikirkan Dara yang mungkin sedang dilanda masalah.Dara tersadar dari lamunannya. Ia lalu mengangkat wajahnya melihat Winda yang terus menyorotkan pandangan kepadanya. "Kalau kamu nggak mau cerita nggak apa apa."Sambil mengusap rambutnya ke belakang, Dara menghela napas berat dan mengalihkan pandangannya keluar jende
Tanpa mempedulikan rasa penasaran alasan mengapa Dara bisa sampai di rumah sakit dan kaki pincang nya. Ardi segera berdiri membantu membawa Dara untuk duduk."Untung ada Ibu disini. Saya harus menyampaikan ini kepada Bapak Ibu berdua, agar mengetahui tindakan apa yang harus Bapak Ibu lakukan untuk si bayi." Ujar Dokter. "Ketika tangisan bayi berlangsung lama dan berlebihan, terdapat fakta bahwa tubuh dan otak mereka dibanjiri oleh hormon stres adrenalin dan kortisol yang tentu hal itu dapat merusak otak bayi.""Sebaiknya bapak memang banyak belajar untuk memahami perasaan anak bapak dan menggunakan insting serta lakukan apa yang menjadi ke inginkan nya.""Dan menangis itu adalah cara bayi berkomunikasi untuk mengutarakan keinginan mereka. Alasannya bermacam-macam mulai dari bayi merasa lapar, badannya ada yang sakit atau karena faktor kesepian dan kerinduan." Penjelasan Dokter tertangkap baik oleh indra pendengar Ardi."Dan setelah di periksa saya tidak menemukan bahwa bayi bapak bada
Esoknya saat jam istirahat kerja, Ardi datang ke kosan Dara. Mendiang istrinya pernah mengatakan tempat dimana Dara ngekos tapi ia sendiri tidak tau ada dimana tepat nya kosan Dara.Ardi pun mulai bertanya kepada penghuni penghuni area yang ngekos dekat kampus itu dan berhasil mendapatkan kosan Dara setelah mendapat petunjuk salah satu mahasiswa di sana."Terima kasih." Ucap Ardi lalu mengikuti arahan yang di maksud mahasiswa tadi. Ardi mendekati salah satu kosan di sana yang ia yakini adalah tempat Dara karena motor matic yang terparkir di depannya. Namun sepertinya Dara sedang tidak sendiri. Dari pintu yang terbuka itu ia bisa melihat ada seseorang laki laki di sana. Ia mendekat dan samar samar ia bisa mendengar apa yang di bicarakan dua orang dalam kosan itu."Apa aku bilang, gini kan jadinya? Mulai sekarang kamu nggak boleh lagi kesana. Aku nggak suka. Kamu tau aku melarang mu bukan karena menemui keponakan mu." Ujar Reno setelah melihat kondisi Dara."Aku akan pergi. Aku akan ber
Ardi mencari Ibu Tia yang ternyata berasa di dapur sedang memasak. "Bu?" Sapa Ardi"Eh iya." Ibu Tia yang sedang menumis sayur nya mendongak ke belakang. Dilihat nya Ardi sedang menuju ke arah nya. "Hehe ibu lagi masak. Soalnya udah siang. Ibu sudah lapar, pasti kalian juga. Tapi seadanya saja. Bahan bahan di kulkas sudah habis." Kekeuh Ibu Tia ketika Ardi sudah berada di samping. "Saya pesan saja." Ucap Ardi. Ibu Tia kembali melanjutkan mengaduk aduk sayur nya, "Secepat nya kamu harus menikah. Bukan hanya untuk anak kamu tapi kamu juga. Biar ada yang masakin kalau udah pulang kerja. Biar ada yang urus. Kasihan kalau kamu kerepotan sendiri."Iya Bu, terima kasih sarannya. Akhirnya Dara mau menikah dengan saya." Sahut Ardi."Baguslah kalau begitu. Alhamdulillah." Ibu Tia mematikan kompornya ketika di rasa sayur nya telah matang. Lalu ia menoleh kepada Ardi yang menjadi majikannya itu."Tapi Ibu jangan pergi dulu ya." Pinta Ardi memohon. "Loh Kenapa? Kan sudah ada Dara." Ibu Tia me
Melihat Dara mengangguk Ardi pun mulai mengulurkan tangan dan menyentuh punggung gadis itu. Saat itu juga perasaan Dara campur aduk. Malu, berdebar, dan canggung pun beradu menjadikan dia hanya bisa menutup mata rapat rapat.Ardi mengambil aba aba dan mengangkat Dara lalu cepat menerobos hujan. Di bawah deras nya hujan itu tidak mungkin lah mereka tidak basah. Ardi memasukan Dara ke dalam mobil dengan cepat. Lalu memutari mobil ke pintu sebelah.Ardi segera keluar dari area kosan dan mengendara hati hati di bawah serangan hujan yang tidak kunjung reda. Dara melirik Arya yang sudah basah kuyup akibat bolak balik mengangkat barang dan diri nya.Hingga sampailah Dara dan Ardi di depan rumah. Ardi membukakan pintu mobil untuk Dara tapi tidak berani menyentuh nya lagi."Nanti barang barang mu aku keluarkan selesai gantian. Dan kita harus melihat Nadira dulu.""Iya kak." Jawab Dara.Ardi dan Dara menghampiri Ibu Tia yang sedang mengendong Nadira. Dia pun menoleh ketika melihat mereka. Sedan
Malam itu pasangan suami istri ini tidak banyak berinteraksi. Dara bahkan menjauhkan diri dari Ardi. Rasanya ia belum siap harus berada dalam satu ruang bersama pria itu.Dara membuka pintu kamar bayi pelan, membuat Ibu Tia yang sudah hampir tertidur di sana langsung membuka mata ketika mendengar decitan pintu."Ada apa? Kok Nak Dara kesini?" tanya Ibu Tia heran. Dara melangkah masuk dan duduk di tepi tempat tidur, "Saya tidur di sini ya Bu. Aku jaga Nadira.""Loh. Kamu kan pengantin baru. Masa baru nikah udah pisah ranjang." tanya Ibu Tia lagi sambil menatap Dara. Dara menggigit bibir nya sebelum menyahut ucapan Ibu Tia "Ibu kan tau alasan aku sama kak Ardi nikah." Ibu Tia tidak ingin ikut campur dengan urusan hubungan Ardi dan Dara sekarang, apalagi pernikahan mereka yang tidak di dasari karena ingin memiliki satu sama lain, ia tidak bisa memberi nasehat selain membiarkan mereka menjalani sendiri.Sebelum beranjak Ibu Tia mengusap lengan atas Dara, "Ya sudah, kalau begitu Ibu ke k
Dara membeku di tempat, mata nya melebar menatap meja. ia bahkan tidak mampu menjawab Reno atau sekedar mengangguk saja.Gadis itu tercekat. Dari ujung mata nya, Dara bisa tahu bahwa Ardi saat ini sedang menatap pada nya. Reaksi apa yang harus ia lakukan sekarang.Dengan susah payah, Dara menelan ludah. Sebenarnya, ia harus nya senang dengan hal ini. Dengan begitu, ia tidak perlu repot repot meyakinkan Ardi bahwa ke depannya di antara mereka tidak akan ada yang terjadi. Namun perasaan nya malah terasa ganjil.Dara asumsikan lagi bahwa ini karena dia adalah seorang istri dari Ardi. Rasa bersalah untuk status mereka saat ini, dan juga karena Ardi yang berinisiatif untuk memperbaiki pernikahan ini. Mungkin karena itu. "Aku akan ke kamar." ujar Ardi.Akhir nya Ardi bersuara dan beranjak dari duduk nya. Di saat itulah baru Dara berani bergerak dan menoleh kepada Ardi yang sudah pergi meninggalkannya di ruang tamu."Iya kak." sahut Dara lirih, namun tidak di dengar oleh Ardi karena pria it
"Tanganku lemah" Ardi bersuara dan melanjutkan lagi menutup mata nya.Tubuh Ardi saat ini memang begitu panas, rasanya ia malas untuk bangkit dari posisi tidurannya.Karena masih ada Nadira dalam dekapannya, Dara kemudian menarik kursi dengan tangan lainnya lalu meletakan mangkuk bubur di sana.Dara duduk di tepi ranjang dan mulai mengambil bubur sesendok lalu mendinginkan nya. "Kak Ardi." panggil Dara lagi, Ardi pun kembali membuka mata nya.Selesai menyuapi Ardi dan memberi obat kepada nya, Dara tetap berada di dalam kamar untuk menjaga pria yang sedang sakit itu sampai dirinya oun jatuh tertidur. Hingga ia tidak sadar jam sudah mulai menunjukan jam sebelas lewat. Pantas saja perut nya mulai bergemuruh.Dara bangkit dari duduk nya, sejak tadi ia bahkan tidak memindahkan Nadira dari pangkuan nya ke ranjang kecilnya. Hingga ia rasakan lengan nya menjadi begitu kaki dan kaki yang keram.Mata Dara tidak sengaja menangkap Ardi di tempat tidur yang sedang menatap nya."Aku sudah memesan
"Aku nggak bisa. Aku juga masih cinta sama Reno, dia bahkan rela menunggu aku." urai Dara.Winda diam, kenyataan tentang Reno masih terus mencintai Dara membuat nya bungkam. Ia tidak bisa menyela hal itu. Tapi tetap saja, ia tidak ingin Dara berpisah dengan Ardi. Entah apa yang terjadi, Winda lebih memilih Dara bersama Ardi daripada Reno. Terlebih lagi keduanya sudah menikah."Sudahlah. Jangan di bahas lagi. Kita bahas tentang kamu saja."Sore itu terlewat dengan Dara dan Winda yang terus bercanda, keduanya terus menerus tertawa sampai tidak sadar akan keberadaan Ardi di dalam rumah.Usai mengantar Winda keluar, Dara masuk ke dalam kamar nya dan Ardi. Mata gadis itu tiba tiba melotot saat melihat Ardi yang sedang bertelanjang dada.Aura maskulin Ardi terpancar, rambut hitam basah yang berserakan di dahi begitu menonjol. Pundak yang lebar dan lengan yang berotot terlihat seperti hasil pahatan. Mulut yang sedikit terbuka dan mata sorot mata yang tegas jatuh kepada Dara.Dara yang menyaks
Dara melirik keluar jendela, sudah malam hari akan tetapi Ardi belum pulang juga ke rumah. Gadis itu cepat menggeleng dan pergi, ia berusaha untuk tidak peduli dengan apa yang di lakukan pria itu di luar sana.Baru saja mengayunkan kaki lima langkah, suara mobil Ardi terdengar memasuki halaman rumah. Dara bersikap tidak peduli dan tetap melanjutkan langkah kaki nya ke kamar Nadira.Saat membuka pintu, Dara melihat ponsel nya berdering. Gadis itu segera meraih ponsel nya dan melihat nama Winda tertera di sana.Buru buru Dara mengusap layar ponsel nya ke atas dan menempelkan benda pipih itu ke telinga kanannya. "Halo Win, ada apa?" Sapa Dara begitu sambungan telepon terhubung. "Kamu sibuk nggak besok sore. Aku kangen kamu. Aku datang ke rumah kamu ya. Tadi aku juga udah bilang sama kak Ardi." sahut Winda."Kamu ketemu dia?" tanya Dara saat Winda menyebut nama Ardi. "Iya, tadi sore aku nggak sengaja lihat dia di restoran. Aku kira dia lagi sama kamu." suara Winda terdengar di telepon
Tidak ada gunanya berdebat sekarang, apalagi Nadira yang sedang menangis di pangkuan Dara. Ardi mengeluarkan kunci dari saku celana nya dan berjalan menghampiri pintu kamar.Ketika pintu terbuka dengan gerakan cepat Dara langsung keluar dari sana. Ia butuh waktu sendiri dan tidak ingin melihat Ardi dulu.Tangan Ardi terangkat dan spontan memijat pelipis nya yang tidak sakit itu. Ia hanya merasa pusing dengan situasi pernikahannya sekarang.Dara menenangkan Nadira yang masih menangis. Dalam beberapa saat tangis bayi itu berhenti bersamaan dengan Ardi yang juga muncul di sana."Ini. Aku bawa susu Nadira."Ardi meletakan botol susu Nadira yang sudah di buat nya di atas meja dan diam di sana beberapa saat. Dara yang menyadari Ardi belum keluar juga, mengintip dari sudut matanya. Terlihat pria itu bukannya keluar dari kamar dan malah mendekatinya dengan Nadira."Aku ingin mengucapkan selamat tidur pada nya." ujar Ardi sambil mendekatkan tubuh nya untuk mencium dahi Nadira.Melihat tubuh A
"Kamu datang." ujar Reno saat melihat Dara sudah berada di hadapannya. Lelaki itu tersenyum puas saat Dara terlihat di sana."Aku nggak bisa lama lama." cicit Dara sambil duduk. "Aku akan memesan." Reno mengedarkan pandangan mencari waitress lalu mengangkat tangannya."Aku sudah makan." sahut Dara jujur. "Kalau gitu, kita jalan. Aku juga belum merasa lapar." Reno berdiri dari duduk nya seraya meraih tangan Dara. "Ayo."Dara mendongak dan mengikut saja. Biarkan saja malam ini ia mengikuti kemauan Reno. Buru buru gadis itu mengeluarkan masker nya dan memakainya. Ia masih teringat dengan perkataan Ardi tentang seseorang yang di kenal nya bisa saja melihat nya dimana saja. Dia ingin menghindari hal itu. Ia tidak mau Ardi tahu bahwa dirinya dan Reno hanya berduaan saja."Kenapa pakai masker?" tanya Reno sambil mengernyit kan kening nya. "Bisa saja udara malam membuat ku flu." ucap Dara bohong. "Sejak kapan?""Jaga jaga saja. Aku tidak mau sakit, apalagi aku harus menjaga seorang bayi.
Pagi itu setelah berangkat nya Ardi ke kantornya, Reno muncul di depan rumah untuk menemui Dara. "Apa yang kamu lakukan disini?" tanya Dara setelah membuka pintu tu dan menemukan Reno sudah berada di depan. "Aku ingin dia tahu, bahwa dia salah. Aku yang harus nya berhak atas kamu. Dia yang merusak hubungan kita, Dara." Reno masih teringat dengan kekesalannya kemarin."Ren, kamu jangan kayak gini." tampak raut khawatir di wajah Dara. Ia takut mungkin saja Ardi tiba tiba kembali atau bisa saja orang lain melihat nya sedang bersama orang lain di rumah suami nya sendiri. Ia tidak ingin kedua nya bertemu kembali. "Nggak, Dara. Biarkan aku bertemu dengan mu seperti ini. Aku melakukan hal ini, karna aku ingin juga mengerti dengan keponakan mu." ucap Reno. "Aku tahu, tapi kamu pergi ya." pinta Dara. "Nggak. Kenapa aku harus melakukannya. Biarkan saja dia melihat. Kenapa kamu membuatku merasa bahwa aku harus bersembunyi?""Maksudku bukan itu Reno."Reno tidak mengindahkan perkataan Dara d
"Sial." umpat Reno. Dara memperhatikan Reno yang menatap tajam pada Ardi. Tampak juga otot otot rahangnya menegang, "Hei. Apa anda tidak sadar, andalah yang merebut Dara dari saya. Seharusnya anda malu." hardik nya. "Bagaimanapun awalnya, nyatanya dia adalah istri saya. Apakah saya perlu membuat pengumuman di sini." sahut Ardi berusaha santai.Dara menatap wajah Ardi, "Kak."Emosi Reno perlahan memuncak. Ia mengepalkan tangannya dan mengangkat nya. Ia ingin segera memukul wajah Ardi. Melampiaskan kekesalan dan kemarahannya pada pria yang telah merebut wanita nya ini. Sudah lama ia menahan. Rasanya ia ingin menghancurkan nya sekarang."Reno jangan!""Saya sedang mengendong bayi. Disini banyak orang, anda hanya akan mempermalukan diri anda sendiri jika mencoba memukul ku. Jika anda ingin melampiaskan kekesalan anda. Silakan hubungi saya. Saya akan meladeni anda dengan baik." Ardi bersuara lagi.Terlihat Reno memperhatikan sekitar. tampak beberapa orang menyadari situasi mereka. Ia tida
Ardi langsung berjalan menuju kamar. Ia meletakan tas kerjanya serta menarik dasi kasar hingga terlepas dari kerah kemeja nya. Entahlah rasanya ia ingin marah menyaksikan istrinya sendiri sedang dikunjungi oleh kekasih nya di rumah nya sendiri dan bahkan di cium. Namun lagi lagi Ardi hanya bisa menahan nya.Setelah selesai membersihkan diri, Ardi ke arah dapur untuk mengambil air minum. Ia menemukan Nadira tertidur di ranjang dorong nya dan Dara sedang memasukan pakaian kotor ke dalam mesin. "Kak..." sapa Dara, namun tidak di gubris oleh Ardi. Pria itu hanya berlalu saja lalu membuka kulkas untuk mengambil air minum. Ardi kemudian meninggalkan dapur begitu saja, sehingga tingkahnya itu memantik tanda tanya di benak Dara.Kak Ardi terus menghindar bahkan tidak menggubris saat ku sapa. Batin Dara.Dara melanjutkan kembali aktifitasnya, walaupun dirinya juga tidak nyaman dengan situasi ini. Ia tidak bisa apa apa. Meskipun sebelumnya memang kaku, entah mengapa sekarang setelah pulang k