"Kok gitu? Bukannya kamu yang ingin terus kesana. Lalu bagaimana dengan keponakan kamu?"
Dara diam, titik pandangnya jatuh ke bawah. Bingung akan berkata apa. Di samping ia harus menjauh dari Ardi dan Nadira, di sisi lain ia merasa sulit meninggalkan bayi itu. Ia merasa tidak terima dengan situasi ini. Bagaimana keadaan Nadira nanti jika tanpa dirinya. Apakah ia akan tahan merindukan bayi yang sudah sangat di sayangnya itu.Namun terlepas dari hal itu, Dara harus menentukan arah keputusannya. Mau tidak mau, dia harus meninggalkan mereka. Meninggalkan Nadira."Kamu nggak apa apa?" Mendapati Dara hanya diam atas pertanyaan yang sudah ia lontarkan, ada resah di hati Winda memikirkan Dara yang mungkin sedang dilanda masalah.Dara tersadar dari lamunannya. Ia lalu mengangkat wajahnya melihat Winda yang terus menyorotkan pandangan kepadanya."Kalau kamu nggak mau cerita nggak apa apa."Sambil mengusap rambutnya ke belakang, Dara menghela napas berat dan mengalihkan pandangannya keluar jendela."Kami diminta untuk menikah Win. Jika aku masih berada di rumah itu.""Hah!! Maksudmu dengan kakak ipar kamu?" Mulut Winda membulat sempurna dikala mendengar tutur kata yang keluar dari mulut Dara. Ia berdecak ketika mata Dara teralih menatap kepada nya dan dengan sorotan seolah mengiyakan tebakannya.Kalian nggak lakuin hal hal yang... , " Winda menggantung kalimatnya, tidak mampu melontarkan isi pikiran yang tanpa ampun tiba tiba menyerang kepalanya, yang bisa menjadi kemungkinan alasan atas perkataan Dara."Nggak Winda." Dara langsung menyala pikiran kotor Winda terhadapnya."Lalu?" Tanya Winda tidak sabar mendengar penjelasan dari Dara."Aku sudah beberapa kali bermalam di sana.""Astaga Dara." Winda tidak habis habis nya tercengang setiap lisan yang keluar dari mulut Dara. Ia berpikir bahwa sahabatnya ini benar benar sudah kehilangan akal. Mengapa ia tidak memikirkan hal tabu yang sudah jelas."Untuk itu, aku tidak akan kesana lagi. Rasanya aku akan menjadi orang paling jahat jika hal itu terjadi.""Apa Reno sudah tau hal ini?"Dara menggeleng saat teringat akan Reno. Ia tidak bisa membayangkan reaksi Reno saat tau dirinya akan dinikahkan dengan pria lain."Tolong jangan beritahu dia." pinta Dara membuat Winda langsung menganggukkan kepalanya.Winda melihat keluar jendela rumah sakit, hari sudah gelap ia merasakan perutnya sudah mulai bernyanyi nyanyi. Lantas ia melirik jam tangannya, "Aku cari makan dulu Dar, kamu mau makan apa?""Seperti biasa.""Kalau gitu aku keluar dulu." Winda langsung berdiri dari tempat duduknya dan melangkah keluar. Setelah Winda menghilang dari balik pintu, Dara melirik ponselnya di atas meja. Ponsel itu sudah ia matikan setelah menghubungi Winda siang tadi. Walaupun ia tidak yakin Ardi akan menghubunginya, tapi lebih ia benar benar menghindar sekarang.Namun, lagi dan lagi. Dara teringat pada Nadira. Sejumlah pertanyaan pertanyaan menghujam pikirannya. Apakah Nadira sedang menangis sekarang. Bagaimana jika Ardi tidak bisa menenangkan lagi bayi itu. Ataukah Nadira sedang tidur di pangkuan Ardi.Mata Dara terasa panas, perlahan matanya menjadi berkilau. Tampak air mata itu menumpuk di pelupuk mata. Ia mengangkat wajah ke atas menahan air matanya untuk tidak keluar. Ia menjadi bertanya tanya, mengapa ia sangat menyayangi dan mencintai bayi itu. Apakah benar alasannya karena dia anak Mira, Apakah karena Nadira kehilangan ibunya saat lahir, atau apakah karena dia kasihan pada bayi itu.Dara tidak sanggup. Kini air matanya perlahan mengalir di pipinya. Apapun alasannya, intinya dia sangat menyayangi Nadira. Tapi ia sadar dia tidak punya banyak hak pada bayi itu, dan sekarang ia tidak bisa lagi bertemu dengannya. Walaupun ia mau, Dara tidak bisa melakukannya lagi.Pintu terbuka, buru buru Dara menghapus air matanya. Tidak ingin Winda terus melihat dalam pedih pilu hatinya. Tapi ia terlambat, Winda justru sudah menyadari dirinya sedang menangis. Sahabatnya itu kini menatap sendu kepadanya.Winda sigap memeluk Dara, ia merasakan bahu sahabat ini tambah bergetar ketika berada dalam rengkuhan pelukannya. Bahkan air mata itu dengan hangat merembes ke bajunya. Winda ikut berlinang ketika sedih Dara merambat ke hatinya."Aku sangat menyayangi Nadira."Mengapa gadis ini terus di landa kesedihan. Dara belum lama ini kehilangan kakak tersayangnya dan kini ia tidak punya banyak kemampuan hanya untuk bertemu Nadira, anak kakaknya sendiri.Tiba tiba Winda merasakan ponselnya bergetar, Winda pelan melepas tangannya dari Dara dan meraih ponsel dari dalam sakunya. Ia melihat nama yang tertera dalam layar ponsel itu. Dari Reno. Winda melirik Dara yang masih sesenggukan dalam peluknya. Ia kemudian menolak panggilan itu dan mematikan ponselnya.***Setelah hari itu, Ardi kini kembali kewalahan mengurus anak nya seorang diri. Sudah dua hari sejak hari terakhir Dara di rumahnya kini gadis itu benar benar tidak datang lagi.Ia bahkan sudah menghubungi Dara berkali kali, namun tetap saja nomor gadis itu selalu berada di luar jangkauan. Sepertinya Dara mendengarkan ketika Ardi melarang nya datang kecuali untuk merawat dan mengasuh Nadira kembali. Untuk saat ini, itulah yang di pikirkan Ardi.Setelah Nadira menangis kencang kini bayi mungil kecil itu tertidur akibat kelelahan, Namun ada hal lain lagi yang membuat Ardi tidak berhenti cemas. Di rasakan juga Nadira mulai sedikit panas setelah tertidur. Hal itu langsung membuat Ardi kalang kabut hingga spontan ia menyambar kunci mobilnya dan berlari keluar rumah.Sambil memutar memegang setir mobilnya Ardi berkali kali menghubungi Dara, tapi tetap saja panggilan tidak terhubung dari ponsel gadis itu. Ia melirik Nadira yang masih menangis tidur. Ardi menjadi was was takut terjadi apa apa dengan Nadira.Hari ini juga Dara keluar dari rumah sakit, dengan bantuan tongkat ia turun dari ranjang pasien. Dengan gerakan hati hati Dara menyempurnakan tegak kakinya dan berjalan dengan Winda membantunya dari samping, Menahannya agar tidak terjatuh. Keduanya melangkah pelan dan lambat keluar dari bangsal rumah sakit.Dengan gerakan cepat dengan pikiran yang di penuhi Nadira, Ardi bergegas cepat berlari ke dalam rumah sakit.Dara yang melihat orang di kenalnya dengan wajah penuh ketegangan di wajahnya hampir tidak sadar menjatuhkan tongkatnya. Ia ingin berlari mengejar mereka.Melihat reaksi Dara yang tiba tiba, Winda mengikut arah pandangnya. Terlihat Ardi sedang berlari dengan bayi di gendongannya mencari dokter spesialis anak."Winda, tolong aku ingin melihat Nadira. Aku takut dia kenapa napa." Dara yang sudah panik, mencoba berlari tapi ia tidak bisa."Kita pelan pelan Dara, kaki kamu lagi sakit." Ujar Winda masih memegang sisi kiri Dara.Ardi sudah berada di ruangan salah satu dokter di rumah sakit itu. Kini tangis Nadira sudah berhasil di hentikan. Dokter perempuan itu kini dengan teliti memeriksa keadaan Nadira."Saya melihat bapak datang kesini sendiri, apa ibunya sedang pergi?"Dokter itu memperhatikan karena sejak tadi Ardi masih sendiri tanpa ada yang menyusul."Setelah mengatakan itu, pintu ruangan dokter terbuka pelan menampilkan Dara yang sudah berdiri di ambang pintu.Ardi mengikuti arah sorot mata Dokter ke belakangnya, betapa kagetnya ia menemukan Dara melangkahkan kakinya pincang berusaha meraih kursi kosong samping dirinya.Tanpa mempedulikan rasa penasaran alasan mengapa Dara bisa sampai di rumah sakit dan kaki pincang nya. Ardi segera berdiri membantu membawa Dara untuk duduk."Untung ada Ibu disini. Saya harus menyampaikan ini kepada Bapak Ibu berdua, agar mengetahui tindakan apa yang harus Bapak Ibu lakukan untuk si bayi." Ujar Dokter. "Ketika tangisan bayi berlangsung lama dan berlebihan, terdapat fakta bahwa tubuh dan otak mereka dibanjiri oleh hormon stres adrenalin dan kortisol yang tentu hal itu dapat merusak otak bayi.""Sebaiknya bapak memang banyak belajar untuk memahami perasaan anak bapak dan menggunakan insting serta lakukan apa yang menjadi ke inginkan nya.""Dan menangis itu adalah cara bayi berkomunikasi untuk mengutarakan keinginan mereka. Alasannya bermacam-macam mulai dari bayi merasa lapar, badannya ada yang sakit atau karena faktor kesepian dan kerinduan." Penjelasan Dokter tertangkap baik oleh indra pendengar Ardi."Dan setelah di periksa saya tidak menemukan bahwa bayi bapak bada
Esoknya saat jam istirahat kerja, Ardi datang ke kosan Dara. Mendiang istrinya pernah mengatakan tempat dimana Dara ngekos tapi ia sendiri tidak tau ada dimana tepat nya kosan Dara.Ardi pun mulai bertanya kepada penghuni penghuni area yang ngekos dekat kampus itu dan berhasil mendapatkan kosan Dara setelah mendapat petunjuk salah satu mahasiswa di sana."Terima kasih." Ucap Ardi lalu mengikuti arahan yang di maksud mahasiswa tadi. Ardi mendekati salah satu kosan di sana yang ia yakini adalah tempat Dara karena motor matic yang terparkir di depannya. Namun sepertinya Dara sedang tidak sendiri. Dari pintu yang terbuka itu ia bisa melihat ada seseorang laki laki di sana. Ia mendekat dan samar samar ia bisa mendengar apa yang di bicarakan dua orang dalam kosan itu."Apa aku bilang, gini kan jadinya? Mulai sekarang kamu nggak boleh lagi kesana. Aku nggak suka. Kamu tau aku melarang mu bukan karena menemui keponakan mu." Ujar Reno setelah melihat kondisi Dara."Aku akan pergi. Aku akan ber
Ardi mencari Ibu Tia yang ternyata berasa di dapur sedang memasak. "Bu?" Sapa Ardi"Eh iya." Ibu Tia yang sedang menumis sayur nya mendongak ke belakang. Dilihat nya Ardi sedang menuju ke arah nya. "Hehe ibu lagi masak. Soalnya udah siang. Ibu sudah lapar, pasti kalian juga. Tapi seadanya saja. Bahan bahan di kulkas sudah habis." Kekeuh Ibu Tia ketika Ardi sudah berada di samping. "Saya pesan saja." Ucap Ardi. Ibu Tia kembali melanjutkan mengaduk aduk sayur nya, "Secepat nya kamu harus menikah. Bukan hanya untuk anak kamu tapi kamu juga. Biar ada yang masakin kalau udah pulang kerja. Biar ada yang urus. Kasihan kalau kamu kerepotan sendiri."Iya Bu, terima kasih sarannya. Akhirnya Dara mau menikah dengan saya." Sahut Ardi."Baguslah kalau begitu. Alhamdulillah." Ibu Tia mematikan kompornya ketika di rasa sayur nya telah matang. Lalu ia menoleh kepada Ardi yang menjadi majikannya itu."Tapi Ibu jangan pergi dulu ya." Pinta Ardi memohon. "Loh Kenapa? Kan sudah ada Dara." Ibu Tia me
Melihat Dara mengangguk Ardi pun mulai mengulurkan tangan dan menyentuh punggung gadis itu. Saat itu juga perasaan Dara campur aduk. Malu, berdebar, dan canggung pun beradu menjadikan dia hanya bisa menutup mata rapat rapat.Ardi mengambil aba aba dan mengangkat Dara lalu cepat menerobos hujan. Di bawah deras nya hujan itu tidak mungkin lah mereka tidak basah. Ardi memasukan Dara ke dalam mobil dengan cepat. Lalu memutari mobil ke pintu sebelah.Ardi segera keluar dari area kosan dan mengendara hati hati di bawah serangan hujan yang tidak kunjung reda. Dara melirik Arya yang sudah basah kuyup akibat bolak balik mengangkat barang dan diri nya.Hingga sampailah Dara dan Ardi di depan rumah. Ardi membukakan pintu mobil untuk Dara tapi tidak berani menyentuh nya lagi."Nanti barang barang mu aku keluarkan selesai gantian. Dan kita harus melihat Nadira dulu.""Iya kak." Jawab Dara.Ardi dan Dara menghampiri Ibu Tia yang sedang mengendong Nadira. Dia pun menoleh ketika melihat mereka. Sedan
Malam itu pasangan suami istri ini tidak banyak berinteraksi. Dara bahkan menjauhkan diri dari Ardi. Rasanya ia belum siap harus berada dalam satu ruang bersama pria itu.Dara membuka pintu kamar bayi pelan, membuat Ibu Tia yang sudah hampir tertidur di sana langsung membuka mata ketika mendengar decitan pintu."Ada apa? Kok Nak Dara kesini?" tanya Ibu Tia heran. Dara melangkah masuk dan duduk di tepi tempat tidur, "Saya tidur di sini ya Bu. Aku jaga Nadira.""Loh. Kamu kan pengantin baru. Masa baru nikah udah pisah ranjang." tanya Ibu Tia lagi sambil menatap Dara. Dara menggigit bibir nya sebelum menyahut ucapan Ibu Tia "Ibu kan tau alasan aku sama kak Ardi nikah." Ibu Tia tidak ingin ikut campur dengan urusan hubungan Ardi dan Dara sekarang, apalagi pernikahan mereka yang tidak di dasari karena ingin memiliki satu sama lain, ia tidak bisa memberi nasehat selain membiarkan mereka menjalani sendiri.Sebelum beranjak Ibu Tia mengusap lengan atas Dara, "Ya sudah, kalau begitu Ibu ke k
Dara memilih untuk tidak mengangkat telepon dari Reno, ia akan menemui dan menjelaskan secara langsung pada pria itu. Lagi pula sebentar lagi ia akan mulai di sibukkan dengan Yudisium dan Wisuda. Reno dan dirinya tetap masih akan bertemu di kampus.Dara terdiam sebentar, mengingat kenangan kenangan manis dan indah dirinya dengan Reno. Setelah mengabaikan perasaannya sendiri pada Reno kini ia merasa telah menjadi perempuan jahat karena mencampakkan Reno tanpa sepengetahuan nya."Dari siapa?" tanya Ardi menghampiri Dara. "Dari Winda kak. Dia menginfokan aku tentang kampus, takut aku kelupaan katanya. Sebentar lagi kan akan Yudisium. Jadi aku mungkin akan mulai sibuk." Dara menggenggam ponsel nya. Ia takut, tapi ia juga tidak bisa menyimpan masalah ini berlarut larut dari Reno.Ardi menyadari raut wajah Dara yang berbeda. Tanpa Ardi bertanya, ia tahu sekali apa yang sedang di pikirkan Dara saat ini. "Kapan kamu akan ke kampus. Saya akan mengantar mu. Nanti saya minta Ibu Tia untuk masih
Hari ini Dara sudah siap siap dengan penampilan seperti biasa ia pergi ke kampus. Ia mengambil skripsi yang sudah di rampungnya dan memasukannya ke dalam tas.Setelah pamit pada Ibu Tia dan melihat Nadira, Dara keluar dari rumah. Sedangkan Ardi sudah pergi sejak tadi pagi. Gadis itu pun mengendarai sepeda motornya menuju kampus.Dara mengedarkan pandangan sambil sekali kali menggigit bibir nya. Tangan nya pun di mainkannya dengan gelisah. Sosok Reno yang di carinya pagi ini belum muncul juga.Ia pun mengeluarkan ponsel. Namun lagi lagi ia bingung. Apakah harus menghubungi pria itu atau tidak. Ia pikir dirinya lebih baik datang ke kosan Reno sendiri.Baru saja akan melangkah, Ia bisa melihat Reno dari kejauhan sedang berjalan mengarah kepadanya. Dari raut wajah nya, Dara bisa tahu bahwa Reno sedang menahan amarah."Ak... " ucapan Dara terpotong ketika Reno menarik lengan dan membawa nya menjauh dari keramaian. Reno berhenti menggigit bibir bawahnya. Dari wajahnya pria itu benar benar s
Ancaman Winda berhasil. Dara langsung menjauhkan bantal dari wajahnya dan berhenti menangis."Nah gitu dong. Nih makan." celetuk Winda sambil menyodorkan makanan kepada Dara.Winda kemudian duduk kembali, "Kamu masih mau di sini? Ingat loh, kamu itu sudah punya tanggung jawab.""Windaaaaa!!""Kan kamu yang bilang sendiri, kalau kamu sangat sayang sama Nadira." Winda menatap Dara yang hanya diam. "Untuk hal ini itu tergantung pada pilihan kamu. Apakah kamu ingin masih mempertahankan hubungan kalian dan membuatnya menunggu atau memutuskan hubungan dengannya dan tetap melanjutkan pernikahan kamu hingga nanti." terang Winda lagi. "Aku butuh waktu. Untuk saat ini Nadira tetap prioritas utama aku." lirih Dara sambil menjatuhkan pandangannya. Winda memperhatikan raut wajah Dara, "Aku harap kamu tidak memilih hal yang salah."Dara kemudian mengangkat wajahnya dan menunjukannya nya pada Winda, "Mataku bengkak nggak?"Iya. Banget malah. Mending kamu cuci muka dulu. Nggak enak banget lihatnya.
Dara membeku di tempat, mata nya melebar menatap meja. ia bahkan tidak mampu menjawab Reno atau sekedar mengangguk saja.Gadis itu tercekat. Dari ujung mata nya, Dara bisa tahu bahwa Ardi saat ini sedang menatap pada nya. Reaksi apa yang harus ia lakukan sekarang.Dengan susah payah, Dara menelan ludah. Sebenarnya, ia harus nya senang dengan hal ini. Dengan begitu, ia tidak perlu repot repot meyakinkan Ardi bahwa ke depannya di antara mereka tidak akan ada yang terjadi. Namun perasaan nya malah terasa ganjil.Dara asumsikan lagi bahwa ini karena dia adalah seorang istri dari Ardi. Rasa bersalah untuk status mereka saat ini, dan juga karena Ardi yang berinisiatif untuk memperbaiki pernikahan ini. Mungkin karena itu. "Aku akan ke kamar." ujar Ardi.Akhir nya Ardi bersuara dan beranjak dari duduk nya. Di saat itulah baru Dara berani bergerak dan menoleh kepada Ardi yang sudah pergi meninggalkannya di ruang tamu."Iya kak." sahut Dara lirih, namun tidak di dengar oleh Ardi karena pria it
"Tanganku lemah" Ardi bersuara dan melanjutkan lagi menutup mata nya.Tubuh Ardi saat ini memang begitu panas, rasanya ia malas untuk bangkit dari posisi tidurannya.Karena masih ada Nadira dalam dekapannya, Dara kemudian menarik kursi dengan tangan lainnya lalu meletakan mangkuk bubur di sana.Dara duduk di tepi ranjang dan mulai mengambil bubur sesendok lalu mendinginkan nya. "Kak Ardi." panggil Dara lagi, Ardi pun kembali membuka mata nya.Selesai menyuapi Ardi dan memberi obat kepada nya, Dara tetap berada di dalam kamar untuk menjaga pria yang sedang sakit itu sampai dirinya oun jatuh tertidur. Hingga ia tidak sadar jam sudah mulai menunjukan jam sebelas lewat. Pantas saja perut nya mulai bergemuruh.Dara bangkit dari duduk nya, sejak tadi ia bahkan tidak memindahkan Nadira dari pangkuan nya ke ranjang kecilnya. Hingga ia rasakan lengan nya menjadi begitu kaki dan kaki yang keram.Mata Dara tidak sengaja menangkap Ardi di tempat tidur yang sedang menatap nya."Aku sudah memesan
"Aku nggak bisa. Aku juga masih cinta sama Reno, dia bahkan rela menunggu aku." urai Dara.Winda diam, kenyataan tentang Reno masih terus mencintai Dara membuat nya bungkam. Ia tidak bisa menyela hal itu. Tapi tetap saja, ia tidak ingin Dara berpisah dengan Ardi. Entah apa yang terjadi, Winda lebih memilih Dara bersama Ardi daripada Reno. Terlebih lagi keduanya sudah menikah."Sudahlah. Jangan di bahas lagi. Kita bahas tentang kamu saja."Sore itu terlewat dengan Dara dan Winda yang terus bercanda, keduanya terus menerus tertawa sampai tidak sadar akan keberadaan Ardi di dalam rumah.Usai mengantar Winda keluar, Dara masuk ke dalam kamar nya dan Ardi. Mata gadis itu tiba tiba melotot saat melihat Ardi yang sedang bertelanjang dada.Aura maskulin Ardi terpancar, rambut hitam basah yang berserakan di dahi begitu menonjol. Pundak yang lebar dan lengan yang berotot terlihat seperti hasil pahatan. Mulut yang sedikit terbuka dan mata sorot mata yang tegas jatuh kepada Dara.Dara yang menyaks
Dara melirik keluar jendela, sudah malam hari akan tetapi Ardi belum pulang juga ke rumah. Gadis itu cepat menggeleng dan pergi, ia berusaha untuk tidak peduli dengan apa yang di lakukan pria itu di luar sana.Baru saja mengayunkan kaki lima langkah, suara mobil Ardi terdengar memasuki halaman rumah. Dara bersikap tidak peduli dan tetap melanjutkan langkah kaki nya ke kamar Nadira.Saat membuka pintu, Dara melihat ponsel nya berdering. Gadis itu segera meraih ponsel nya dan melihat nama Winda tertera di sana.Buru buru Dara mengusap layar ponsel nya ke atas dan menempelkan benda pipih itu ke telinga kanannya. "Halo Win, ada apa?" Sapa Dara begitu sambungan telepon terhubung. "Kamu sibuk nggak besok sore. Aku kangen kamu. Aku datang ke rumah kamu ya. Tadi aku juga udah bilang sama kak Ardi." sahut Winda."Kamu ketemu dia?" tanya Dara saat Winda menyebut nama Ardi. "Iya, tadi sore aku nggak sengaja lihat dia di restoran. Aku kira dia lagi sama kamu." suara Winda terdengar di telepon
Tidak ada gunanya berdebat sekarang, apalagi Nadira yang sedang menangis di pangkuan Dara. Ardi mengeluarkan kunci dari saku celana nya dan berjalan menghampiri pintu kamar.Ketika pintu terbuka dengan gerakan cepat Dara langsung keluar dari sana. Ia butuh waktu sendiri dan tidak ingin melihat Ardi dulu.Tangan Ardi terangkat dan spontan memijat pelipis nya yang tidak sakit itu. Ia hanya merasa pusing dengan situasi pernikahannya sekarang.Dara menenangkan Nadira yang masih menangis. Dalam beberapa saat tangis bayi itu berhenti bersamaan dengan Ardi yang juga muncul di sana."Ini. Aku bawa susu Nadira."Ardi meletakan botol susu Nadira yang sudah di buat nya di atas meja dan diam di sana beberapa saat. Dara yang menyadari Ardi belum keluar juga, mengintip dari sudut matanya. Terlihat pria itu bukannya keluar dari kamar dan malah mendekatinya dengan Nadira."Aku ingin mengucapkan selamat tidur pada nya." ujar Ardi sambil mendekatkan tubuh nya untuk mencium dahi Nadira.Melihat tubuh A
"Kamu datang." ujar Reno saat melihat Dara sudah berada di hadapannya. Lelaki itu tersenyum puas saat Dara terlihat di sana."Aku nggak bisa lama lama." cicit Dara sambil duduk. "Aku akan memesan." Reno mengedarkan pandangan mencari waitress lalu mengangkat tangannya."Aku sudah makan." sahut Dara jujur. "Kalau gitu, kita jalan. Aku juga belum merasa lapar." Reno berdiri dari duduk nya seraya meraih tangan Dara. "Ayo."Dara mendongak dan mengikut saja. Biarkan saja malam ini ia mengikuti kemauan Reno. Buru buru gadis itu mengeluarkan masker nya dan memakainya. Ia masih teringat dengan perkataan Ardi tentang seseorang yang di kenal nya bisa saja melihat nya dimana saja. Dia ingin menghindari hal itu. Ia tidak mau Ardi tahu bahwa dirinya dan Reno hanya berduaan saja."Kenapa pakai masker?" tanya Reno sambil mengernyit kan kening nya. "Bisa saja udara malam membuat ku flu." ucap Dara bohong. "Sejak kapan?""Jaga jaga saja. Aku tidak mau sakit, apalagi aku harus menjaga seorang bayi.
Pagi itu setelah berangkat nya Ardi ke kantornya, Reno muncul di depan rumah untuk menemui Dara. "Apa yang kamu lakukan disini?" tanya Dara setelah membuka pintu tu dan menemukan Reno sudah berada di depan. "Aku ingin dia tahu, bahwa dia salah. Aku yang harus nya berhak atas kamu. Dia yang merusak hubungan kita, Dara." Reno masih teringat dengan kekesalannya kemarin."Ren, kamu jangan kayak gini." tampak raut khawatir di wajah Dara. Ia takut mungkin saja Ardi tiba tiba kembali atau bisa saja orang lain melihat nya sedang bersama orang lain di rumah suami nya sendiri. Ia tidak ingin kedua nya bertemu kembali. "Nggak, Dara. Biarkan aku bertemu dengan mu seperti ini. Aku melakukan hal ini, karna aku ingin juga mengerti dengan keponakan mu." ucap Reno. "Aku tahu, tapi kamu pergi ya." pinta Dara. "Nggak. Kenapa aku harus melakukannya. Biarkan saja dia melihat. Kenapa kamu membuatku merasa bahwa aku harus bersembunyi?""Maksudku bukan itu Reno."Reno tidak mengindahkan perkataan Dara d
"Sial." umpat Reno. Dara memperhatikan Reno yang menatap tajam pada Ardi. Tampak juga otot otot rahangnya menegang, "Hei. Apa anda tidak sadar, andalah yang merebut Dara dari saya. Seharusnya anda malu." hardik nya. "Bagaimanapun awalnya, nyatanya dia adalah istri saya. Apakah saya perlu membuat pengumuman di sini." sahut Ardi berusaha santai.Dara menatap wajah Ardi, "Kak."Emosi Reno perlahan memuncak. Ia mengepalkan tangannya dan mengangkat nya. Ia ingin segera memukul wajah Ardi. Melampiaskan kekesalan dan kemarahannya pada pria yang telah merebut wanita nya ini. Sudah lama ia menahan. Rasanya ia ingin menghancurkan nya sekarang."Reno jangan!""Saya sedang mengendong bayi. Disini banyak orang, anda hanya akan mempermalukan diri anda sendiri jika mencoba memukul ku. Jika anda ingin melampiaskan kekesalan anda. Silakan hubungi saya. Saya akan meladeni anda dengan baik." Ardi bersuara lagi.Terlihat Reno memperhatikan sekitar. tampak beberapa orang menyadari situasi mereka. Ia tida
Ardi langsung berjalan menuju kamar. Ia meletakan tas kerjanya serta menarik dasi kasar hingga terlepas dari kerah kemeja nya. Entahlah rasanya ia ingin marah menyaksikan istrinya sendiri sedang dikunjungi oleh kekasih nya di rumah nya sendiri dan bahkan di cium. Namun lagi lagi Ardi hanya bisa menahan nya.Setelah selesai membersihkan diri, Ardi ke arah dapur untuk mengambil air minum. Ia menemukan Nadira tertidur di ranjang dorong nya dan Dara sedang memasukan pakaian kotor ke dalam mesin. "Kak..." sapa Dara, namun tidak di gubris oleh Ardi. Pria itu hanya berlalu saja lalu membuka kulkas untuk mengambil air minum. Ardi kemudian meninggalkan dapur begitu saja, sehingga tingkahnya itu memantik tanda tanya di benak Dara.Kak Ardi terus menghindar bahkan tidak menggubris saat ku sapa. Batin Dara.Dara melanjutkan kembali aktifitasnya, walaupun dirinya juga tidak nyaman dengan situasi ini. Ia tidak bisa apa apa. Meskipun sebelumnya memang kaku, entah mengapa sekarang setelah pulang k