Grombyang!!!! kali ini beberapa peralatan dapur berhamburan dari tempatnya. Dua karyawan segera keluar dari ruangan tersebut. Tinggal Laras, berdiri terpaku melihat Kakak Iparnya, dalam keadaan marah yang amat sangat.
bukannya menjauh, Laras justru mendekat pada Ardi."Mas ... Mas Ardi lagi marah?"Diam. Hanya suaranya yang memburu."Kalau marah jangan dibawa ke tempat kerja, Mas. kasihan yang lain pada takut kalau Mas Ardi marah." sambung Laras polos. Maksud hati ingin menenangkan emosi kakak iparnya.Saat, Ardi berbalik, Laras kaget, wajah sembab dari Ardi."Mas, habis nangis ya?"Ardi mengusap wajahnya kasar. Ardi tahu, adik istrinya ini begitu lugu. Rasanya tak mungkin melampiaskannya dalam marah di hadapannya.tiba-tiba, Ardi langsung menarik tangan Laras, berjalan ke depan, semua mata karyawan memandang mereka hingga deru motor besar pun meraung.Laras, memeluk pinggang Ardi kencang-kencang, karena lelaki yang sedang rapuh itu, melajukan motornya sangat kencang.Hingga, mata Laras hanya terpejam saja, berlindung di balik punggung Ardi.Akhirnya Ardi melambatkan lajunya motornya, dan berhenti disebuah jalanan yang cukup sepi."Turun!" Ardi mengolengkan sedikit motornya. Bentakan Ardi membuat Laras kaget. Laras segera turun, namun, kakinya yang ketakutan masih lemas, tak kuat menopang bobot tubuhnya, Laras jatuh terduduk di tanah. Sambil memegangi kepalanya yang pusing.""Aduh ... kepalaku, pusing!"Ardi terdiam, dirinya masih di atas motornya. Niatnya ingin meninggalkan adik iparnya ini, pelampiasan kemarahannya pada kakaknya."Kau! merepotkan saja!"Pelan-pelan Laras tersadar dari sesuatu.Saat hendak berdiri, lagi-lagi kakinya masih bergetar."Ih, kenapa juga kakiku." Pukul Laras pada kakinya sendiri.Ardi turun dari motornya dan membantu Laras berdiri.Namun, di akukannya dengan kasar."Dulu! kakakmu pun bersikap sama kaya kamu, sok polos! lugu! tapi nyatanya, aku tertipu dengan sifatnya, yang ternyata hanya kedok!'"Mas Ardi kalau marah pada kakakku, jangan lampiaskan padaku! jangan samakan aku seperti dia!" Akhirnya Laras mampu juga untuk membela dirinya sendiri."Mas Ardi sendiri yang memilih menjadi istri kan? jangan salahkan aku!" sambung Laras, tak terima rasanya, sifat dan sikapnya di samakan dengan kakaknya itu."Kau!""Apa! kaget! Mas pikir aku nggak bisa bicara ketus! atau nggak bisa marah! "Laras melepaskan cekalan tangan Ardi pada lengannya dengan kasar.Laras segera membalikkan tubuhnya, hendak pergi secepatnya dari hadapan Ardi. Namun, tangan lelaki itu langsung menariknya kembali, dan mendekatkan Laras dekat dengan tubuhnya, secepat kilat, Ardi langsung mencium bibir Laras dengan brutal. Laras kaget dan berontak, tapi apalah artinya tenaganya kalah dengan emosi Ardi. Laras pasrah saja, gerakan bibir Ardi membuat Laras terpukau, dan mulai menikmati alurnya. Ardi semakin kuat merengkuh tubuh adik iparnya itu. Napasnya memburu. Jalanan yang memang sepi itu, membuat lelaki tampan itu semakin bebas. Ardi memegang kedua pipi Laras dengan tangannya, melepasnya sesaat, memandang wajah Laras yang sudah memerah semu. Mereka saling pandang. Laras merasakan pandangan yang berbeda dalam mata lelaki itu. Pelan Ardi mendaratkan bibirnya kembali, kali ini lebih lembut , Laras tak kuasa untuk menolaknya. Lalu, Ardi melepaskan pautan bibirnya. Melihat Laras memejamkan matanya, nampak sangat menikmati ciuman yang baru saja pertama kali dalam hidupnya.Keduanya saling tersadar.Ardi terdiam. Memandang wajah Laras."Kau ..." bisik Laras menyembunyikan malunya, atas respon bibirnya saat Ardi menciumnya."Ayo, pulang," ajak Ardi kemudian.Laras terdiam, "aku tak mau ngebut, a–ku ..." kata-kata Laras mengambang."Naiklah ..."Laras naik ke bocengan motor besar milik Ardi. Pelan Ardi melajukan motornya, kali ini tidak sekencang yang tadi, dan Laras tak berani, memeluk pinggang Ardi, seperti yang Laras lakukan tadi. Tiba-tiba, tangan lelaki itu menarik salah satu tangan Laras, untuk berpegangan pada pinggangnya. Laras hanya menurut saja apa yang Ardi minta.Sesampainya di cafe, nampak sudah ramai dengan para pelanggan. Ardi masih cuek dengan sekitar. Sikap dan semuanya datar, biasa saja. Laras mengimbangi hal tersebut.Tugas koki pun segera lakukan, tapi kini sudah tidak dalam keadaan marah lagi.Lukman menyenggol Laras, "Hai, kakakmu sudah nggak marah lagi?"Laras menggeleng pelan.***"Kau, sekarang jadi selingkuhan ku," ucap Ardi pada Laras, yang masih terbengong saat dirinya melihat Ardi hanya bertelanjang dada.Laras hanya gigit bibirnya pelan, saat Ardi mulai mendekati dirinya.Laras mundur hingga kini tubuhnya mepet pada tembok kamar ganti. Ardi terus melangkah pelan hingga tubuhnya sangat dekat dengan tubuh Laras.Mata Laras hanya terpejam, teringat kejadian kemarin, saat dirinya berciuman dengan kakak iparnya ini, dan Laras menikmatinya.Tangan Ardi mengebrak tembok di atas kepala Laras."Buka matamu. Kau dengar tidak!'"Laras kaget, dan langsung membuka matanya, dan beradu pandang dengan Ardi. Hatinya berdegup kencang. Walaupun ada rasa bahagia, tapi kini berganti khawatir yang amat sangat, saat perilaku Ardi yang biasanya lembut kini terkesan kasar dan penuh emosi."Kau dengar tadi kata-kataku?""Yang mana?" tanya Laras terbata dan sangat pelan, aroma dari mulut Ardi terasa sekali dalam hidungnya.Brak! Lagi-lagi Ardi mengebrak tembok itu lagi, jantung Laras semakin kacau."KAU! SEKARANG JADI SELINGKUHANKU, INGAT! HARUS NURUT APA KATAKU, PAHAM!"Arti berkata dalam penuh tekanan. Amarahnya pada Puspa seakan dilimpahkan pada Laras.Laras hanya diam dan terus memandang Ardi."Apa maumu? Bila kau menyuruhku jadi selingkuhanmu?" Laras akhirnya berani juga bertanya tanpa embel-embel sebagai adik ipar.Sekali lagi Ardi mengernyitkan dahinya, wajahnya semakin dekat pada wajah Laras yang kalah tinggi dengan Ardi.Tangan Ardi mendongakan dagu Laras, pelan bibir Ardi mendarat di bibir Laras dengan kasar.Laras hendak berontak, namun wajahnya dengan kuat dipegang Ardi. Hingga Laras tak bisa bernapas. Cepat-cepat Ardi melepas pangutan bibirnya."Dengar, aku bisa berlaku lebih, bila kau ...""Bila aku apa!!! Aku tak mau kau pak ..." Belum juga Laras selesai berkata. Kembali Ardi merengkuh tubuh Laras dalam pelukannya, dan melumat lagi bibir Laras, kali ini terasa lebih.Laras merespon semua perilaku Ardi, hingga terdengar decakan bibir saling beradu panas."Mphhh ..." Laras merasakan bibirnya begitu nikmat. Ardi begitu pintar melakukan kiss French. Hingga Laras, langsung pandai mengimbangi ciuman Ardi.Ardi melepas ciuman itu, wajahnya masih sangat dekat dengan Laras.Wajah Laras memerah karena menahan napas. Ardi merasa terpuaskan.Sementara itu, dalam kamar, terjadi pertengkaran antara ibu dan anak."Aku sudah cukup sabar, Mah! apa lagi saat ini, hobi Mama yang membunuh Papa!"Plak! Sebuah tamparan mendarat ke pipi Puspa."Jangan salahkan kematian Papa, karena Mama, kau tidak tahu bagaimana hidup dengan suami pengangguran dan harus menghidupi dua anak kecil yang butuh banyak biaya!"Puspa meraba pipinya yang sudah memerah, bukannya Puspa diam. justru dia semakin menjadi."Aku akan menebus rumah ini, yang hampir disita Bank, jadi jika Mama tak mengubah kebiasaan mama, lebih baik , mama angkat kaki dari rumah ini!""Kau!!!""Puspa cape, Mah! bagaimana rasanya, tiap malam cari uang hanya untuk penuhi kebutuhan Laras dan mama!"Mama terdiam melihat Puspa , anak sulungnya. Rasanya ada rasa tak percaya pada kenyataan yang ada. Dia mendidik anaknya dalam didikan yang keras, agar tak seperti dirinya, yang menikah dengan lelaki malas dan pengangguran. Lalu, menerima begitu saja, lamaran dari Ardi. Mamanya pikir bisa merubah kehidupan anaknya. Tapi nyatanya? Puspa tak bisa dikendalikan.Mamanya tahu, perbuatan Puspa yang selingkuh di kantornya, tapi seorang ibu, mencoba untuk menutupinya agar anaknya tak tercoreng mukanya di depan suaminya.Namun, justru ini kenyataannya. Puspa malah tak terima, atas nasehat ibunya. hingga mengungkit luka lama keluarga.Mamanya diam, kini, Anaknya berani mengusir mamanya sendiri dari rumah.Diipandangnya wajah Laras sesaat. Ruangan ganti cafe yang memang sepi, karena jam pulang sudah berakhir dari tadi.Tangan Ardi bergerak pelan menuju dua gundukan kenyal yang masih terbalut kemeja rapi. Ardi meremas keduanya dengan kedua tangan tangannya, pelan. Laras kaget dan hendak menyingkirkan tangan itu. Tapi apa daya, tangan Ardi begitu kokoh menyerang dua aset miliknya. Gerakan meremas, memutar dari bawah gundukan itu membuat Laras yang baru pertama kali merasakan hal itu, merasa nyaman dan enak. Mata Laras terpejam merasakan pijatan tangan Ardi, satu kepalan pas dalam genggaman tangan itu."Ishh ..." Laras mendesis nikmati hal tersebut, antara sakit dan enak. Ardi tak berusaha membuka kemeja milik Laras. Dia hanya meremas-remas gundukan itu, menemukan dua ujungnya yang sudah berdiri. Jari Ardi semakin lihay, memainkannya, penutup bra-nya, sedikit terangkat ke atas. Masih berbalut kain kemeja, Ardi terus menikmati benda kenyal dalam tangannya tersebut. Seakan sudah lama Ardi tak
"Mas Ardi ..." Laras kaget, dan mengelus dadanya sendiri."Iya? di usir Mak Lampir?"Laras diam, dirinya paham maksud kakak iparnya ini. Laras mengangguk pelan."Dimana?" Laras menatap wajah lelaki di depannya, dan menyebutkan sebuah alamat."Ayo ....""Ah ... maksudnya?"Ardi tak pedulikan lagi, masih pakai pakaian seragam kokinya, Ardi mengantarkan Laras menuju alamat yang disebutkan tadi.Sesampainya di sana, sudah ada Mama yang sedang membereskan beberapa baju yang di bawanya, agaknya Mama pun tak membawa baju banyak."Assalamuallaikum ...""Wallaikumsalam.""Ardi?!" kata Mama kaget, menantunya malah mengantar Laras ke tempat tinggal barunya."Puspa berulah lagi, Mah?" tanya Ardi."Ah, paling cuma gertakan saja, Ardi. Mama juga nggak ambil pusing. ini mungkin untuk semetara saja. Mama hanya kasihan sama Laras, tiap hari berantem terus sama kakaknya. makanya dia aku ajak.." jelas Mama masih menutupi kekurangan Puspa depan suaminya.Ardi melihat keadaan rumah tersebut. "Apa tidak t
Perkelahian malam itu menjadi heboh, Ardi tak melepas orang yang mencoba merendahkan, emosi yang tak terkendali kembali melandanya. Kalau saja tidak ada yang melerai mereka, pasti Ardi akan bermasalah dengan polisi."SUDAH!! CUKUP!" Lalu, bunyi senapan terdengar tiga kali.Ardi tanpa pendamping, dirinya hanya beberapa orang saja yang kenal. Sedang orang yang dipukulnya nampak melihatnya dengan api kemarahan."Tunggu! pembalasan gue!!" ancamnya dan pergi meninggalkan tempat tersebut.Ardi pun menyambar helmnya, dan segera naik ke motornya, hendak pergi pula."Tunggu! kau belum ambil uangmu, aku tunggu satu jam di sini, bila kau tak datang uang taruhan hangus!" teriak seseorang pada Ardi.Ardi pun memutar motornya dan mendekati lelaki yang memang sudah memegang uang taruhan."Ini, malam ini kau punya nyali juga!" timpalnya pada Ardi dan menyerahkan uang berjumlah cukup banyak.Tanpa banyak bicara Ardi langsung melesat pergi meninggalkan lokasi. Ada rasa berdenyut dalam hati dan isi kepa
Ardi duduk di sebuah rumah usang, ini adalah rumah milik ibu tirinya. Sudah dua tahun yang lalu ibunya sudah kembali menikah dengan seseorang, dan kini sudah tidak ada di luar kota, mengikuti suaminya. Anak-anak mereka pun ikut. Ardi hanya lah anak sambung, dan sudah berkeluarga, jadi punya urusan sendiri, dan kehidupannya tak menarik di mata ibu tirinya.Di rumah yang masih di tempati adik dari ibunya yang agak sedikit terganggu jiwanya. Tapi, Ardi selalu memberi sedikit uang untuknya.Ardi mengeluarkan, uang dari dalam jaketnya, tumpukan uang itu cukup tebal juga, pikir Ardi. Pelan dirinya menghitung uang hasil trek malam itu. Hem, hampir tujuh juta lebih.Di ambilnya sebuah rokok dan mengisapnya. Pikiran seorang Ardi mulai berkelana.Bila dirinya, tak kembali. bagaimana bisa dapat uang berjuta-juta dalam semalam. Tangan Ardi meraba luka yang kini sudah tertutup sebuah plester."Laras ... " bisiknya sambil geleng-geleng kepala.Niatnya hanya mengertak gadis imut itu. Entah semua tin
Puspa, memandang suaminya, kilat matanya membuatnya semakin marah atas kata-kata Ardi barusan."Aku tahu, aku nggak ada artinya di matamu Mas! apa pantas untuk dipertahankan?""Aku mengharapkan kau bisa berubah, untuk saat ini pun aku berharap kau mau merubah seluruh sifat dan sikapmu.""Kau tahu Mas! aku sudah merasa terhina saat malam pertama. Kau bilang akan menerima aku sepenuhnya , tapi nyatanya?""Bila kau bilang siapa ayah anak itu, akan akan lebih menghormatimu, tapi kau malah menutupi, bahkan di belakangku kau mengugurkan kandungan itu tanpa ijin mama atau pun aku, suamimu. Di sini aku sudah tahu sifatmu, Aku bukan lelaki bodoh, aku tahu, kau sudah hamil di saat malam pertama kita!"Puspa terdiam, benar saja, suaminya sudah tahu hal tersebut. Makanya dirinya amat sangat benci pada dirinya. Ini yang membuatnya semakin terhina, juga sikap dan perilaku Ardi kala itu."Sudahlah, kau mau menceraikan aku kan?"Ardi menggeleng pelan."Aku beri kesempatan padamu, lagi. dan aku selalu
Ardi memandang Tommy, Dialah partnernya dulu. Dua lelaki yang sangat mencolok penampilannya. Ardi yang berbadan besar bak bodyguard, wajah sangar berbeda jauh dengan Tommy yang good looking, tampan, sekilas mirip artis Korea, berkulit putih bersih. Dua magnet yang saling klop."Aku mohon satu kali ini saja. setelah ini aku tak akan memakai jasamu lagi." ucap Baskoro bersungguh-sungguh.Ardi terdiam, dialah leadernya."Apa yang harus aku bawa?""H" Baskoro hanya menyebutkan inisial barang itu."Kau tahu bukan aku pemasok barang itu. kali ini aku tak bisa melindungimu.""Apa! kalau begitu aku tolak!""Pure, upah milikmu semua. ini karena pembawa paket tak berani lewati batas itu. Hanya kau yang bisa!"Tommy memandang Ardi, lelaki lajang pasti akan tergiur dengan jumlah tersebut."Aku pikirkan lagi. Maaf ... aku memburu waktu." Ardi pun berjalan melewati Baskoro, tapi tangan Baskoro, menepuk dadanya tiba-tiba, di tangannya, terlihat segepok uang berwarna merah."Aku minta, ini hanya perm
Ardi menarik tangan Laras, dan kini masuk dalam pelukannya, mencium bibir gadis manis itu. Laras mengikuti alurnya saja, tangannya menahan dada Ardi, tubuhnya yang besar terasa menghimpit tubuh mungil Laras, hingga Laras kehabisan napas karenanya. Ardi pun melepaskan ciumannya, dan memandang Laras dalam tatapan sendunya.Laras, yang memang sudah jatuh cinta pada kakak iparnya ini, tak pedulikan lagi dengan apa tindakannya yang salah itu. Tangan Laras pelan mengeser ke arah belakang leher Ardi, dengan berjingkat, Laras kembali mendapatkan bibir Ardi. lelaki itu tersenyum, dan mengangkat pinggang Laras dan mendekapnya erat. Baru kali ini, Ardi mendapatkan sensasi ciuman yang dahsyat dari Laras. Tubuhnya semakin menegang, tangan lelaki kekar itu sudah bergerilya seputar dada Laras. Napasnya semakin memburu, rasa kangen yang tertahan tertumpah kan malam itu.Namun, Ardi tak mau merusak pagar ayu milik Laras, ditutupnya lagi dada yang sudah terbuka itu, Laras bingung.Mereka saling mena
Deny nampak melihat ponselnya, ada sambungan telepon, nomor yang tak ada namanya, tapi dirinya gagal dengan nomor tersebut."Bagaimana? target sudah siap?""Belum. ada kendala sedikit. sabar.""Hah!! lakukan dengan benar.""Baik."kemudian sambungan itupun terhenti .Deny memandang laptop yang ada di mejanya. Berapa kurva pemasukan dalam setahun sedang dibuatnya untuk laporan."Huh, edan! dasar tua bangka!" Deny memaki geram, lalu berdiri, mendekati jendela kaca, terlihat dari jauh hotel di mana Baskoro menginap."Brengsek!" Makinya lagi.Kemudian Deny mengambil ponselnya dari sakunya, dan menghubungi seseorang."Datanglah ke ruang kerjaku."Tak lama, pintu terketuk, masuklah seseorang laki-laki."Buatkan aku laporan keuangan dalam dua tahun terakhir ini, tapi buat laporan tak ada anggaran sama sekali. semua habis di properti. nanti kau aku bayar mahal.""Tapi , Pak.""Kerjakan atau kau aku pecat?""Baik, Pak."***motor melaju kencang menuju suatu tempat, satu yang dituju sebuah cafe
Kali ini, cecunguk dari preman pasar itu membuat rencana yang sungguh buruk."Kita harus balas perbuatan ini, Sialan! aku dihinanya tanpa ampun!!""Benar , bos. mengapa kita nggak balas saja. lama-lama bikin enek tuh orang!"Bardi memukul meja di depannya. "Bawa perlengkapan, malam ini kita harus dapat apa yang kita mau! sepertinya banyak harta yang dia sembunyikan!""Siap bos!"Di malam itu, beberapa orang suruhan. Bardi termasuk dirinya masuk menyelinap ke dalam rumah Baskoro. Rumah yang tanpa penjaga itu, begitu gampang disantroni oleh kelompok Bardi yang kali ini membawa anak buahnya yang cukup banyak."Kau jaga bagian Utara, aku mau masuk dan mencari seseorang," bisik Bardi pelan pada anak buahnya. Mereka mengangguk pelan.Bardi mendekati kamar yang paling luas, di sana ada Kartika yang sedang tertidur pulas, tak menyadari kalau rumah besarnya sudah dalam kepungan kawanan perampok. Pelan Bardi masuk dan dengan insting malingnya sudah bisa menggasak beberapa uang dalam lemari.Sa
Deni menatap seorang wanita yang sedang berjalan menuju sebuah tempat, dia kenal betul dengan wanita itu, walaupun kini hanya berpakaian seadanya, tanpa ada riasan mikap yang tebal, pelan, Deni mengikuti wanita itu.Terus hingga pada ujung sebuah gang, wanita itu masuk ke dalamnya, rumah yang sangat sederhana, bahkan jauh dari kata sederhana tersebut.Saat wanita itu hendak membuka pintu reotnya, Deni memanggilnya."Mah .... mamah?!"Lastri mendengar suara itu, dan langsung berbalik badan, dilihatnya Deni dengan mata terbelalak. Penampilan Deni yang hampir saja ibunya tak mengenalinya."Siapa kamu?!' Lastri waspada."Mah, aku Deni mah." "Deni?! kau ..." Lastri terbengong melihat penampilan anaknya sekarang.Deni segera mendekati ibunya, dan memeluknya erat.Lastri sungguh shock menghadapi hal ini, mengapa disaat seperti ini dipertemukan lagi dengan anaknya, karena ulah Deni lah yang membuat dirinya dan suami harus kocar-kacir. "Kau ... bagaimana aku harus bersikap, aku membencimu ju
Deni mengikuti mobil yang membawa Puspa. Dirinya pun kaget dengan perubahan pada diri Puspa kekasihnya. Wajah dan tubuhnya sudah tak secantik dan seseksi dulu. Tapi Pri masih penasaran siapa yang membawa Puspa tersebut. Selama mengenal Puspa, hanya mendengar cerita dari Puspa saja tentang Mamanya yang dulu selalu meminta uang, sama sekali tak pernah bertemu dan mengenal mama dari kekasihnya ini.Pri mengendarai sebuah sepeda motor butut, dirinya berkali-kali kewalahan dalam mengejar laju mobil yang membawa Puspa. Sudah tiga kali Deni alias Pri harus berhenti untuk mengisi bensin, begitu juga motor yang selalu ngadat. Tapi lelaki itu tak menyerah, terus saja menguntit mobil tersebut. Bukan Deni bila hal lacak melacak saja tak bisa, walaupun kini dengan fasilitas seadanya, dia masih bisa mengejar mobil tersebut, walau terseok-seok. Roman-roman rute yang dilaluinya membuat dahinya berkerenyit? apakah ini menuju villa milik bos Baskoro? dugaan Pri tak salah lagi.Motor Pri mulai dat det d
Laras dan Ardi menceritakan keinginannya pada Heri, ajudan pribadi Baskoro yang sangat terpercaya. Dengan dibantiu Hamdan, mereka mempersiapkan semua keperluan pernikahan dari pendaftaran ke KUA, dan segala urusan.Baskoro dan Kartika mengurus rumah ngaji dengan sungguh-sungguh. Kini ijin dari sarana pendidikan ini pun sudah turun, dari RT dan kecamatan setempat, bahkan banyak warga yang tak mampu, menitipkan anaknya untuk menimba ilmu keagamaan di rumah ngaji. Baskoro pun merekrut beberapa guru agama dan beberapa guru dengan ilmu bidang pengetahuan yang lainnya.Kartika semakin memperhatikan keadaan Baskoro, rahasia kesehatan lelaki gaek itu kini menjadi tanggung jawabnya.Sejak kecelakaan yang mengakibatkan dirinya sakit berbulan-bulan, Baskoro di prediksikan oleh dokternya hanya punya kesempatan hidup beberapa bulan saja, klep jantung yang terpasang mulai bermasalah, napasnya gampang sesak, tubuhnya semakin melemah. Namun, keajaiban Tuhan memberikan pada Baskoro hingga dirinya masi
Kinasih mampu merekrut banyak pelanggannya lewat pijet plus-plusnya yang tak disengajanya. Dia kini bisa menghimpun banyak komunitas , banyak kenalan di tempat yang baru, identitasnya yang baru tak dikenal banyak orang. Dirinya kini dikenal dengan nama Lastri, janda tanpa anak yang masih menyiratkan kecantikannya walau dalam usia yang tak muda lagi."Saya ingin tahu, bang, memang villa itu milik siapa? tanya Lastri pura-pura tak tahu menahu tentang kepemilikan dari vila milk Baskoro tersebut."Itu dulu punya orang besar, yang katanya sekarang sudah insaf dan menjadikan villa itu jadi tempat ngaji.""Orang besar? pejabat kang? atau apa?""Kau banyak tanya sih!! yang aku tahu dulu dia punya banyak centeng yang bisa membungkam seluruh warga dengan uangnya paham!""Bungkam? untuk apa?" "Ya, untuk tidak membocorkan adanya vila tersebut. ah sudahlah , ayo pijat punggungku ini, jangan lupa pijat punya ku juga ya." jawil lelaki yang sudah bertelanjang dada itu pada dagu Lastri dengan manja.
Tangan Baskoro pelan mengusap rambut anaknya, Andai waktu bisa diputar pasti Baskoro akan mengambil Laras dari Kartika. Tapi semua sudah menjadi takdir yang kuasa. Juga Laras yang mencintai Ardi, dirinya sudah tak asing dengan lelaki macho itu, bahkan sudah pernah duel, jadi tahu kemampuan mading-masing. Kini Baskoro ingin menata hidupnya sebaik mungkin. Menjalin hubungan antara manusia sebaik mungkin, juga seimbang hubungan dengan sang maha pencipta."Ayah, apa sudah ayah pikirkan menikah dengan mama?"Baskoro mengangguk, "Aku butuh seseorang yang akan menjadi sahabat dan tumpuan anak perempuanku.""Jadi karena aku, bukan karena cinta?"Baskoro, mengangguk lagi," Aku sudah tua, tak butuh cinta di atas ranjang. begitu juga mama kamu, tak memikirkan hal berbau birahi."Laras memandang Ayahnya dengan tatapan syahdu."Mengapa kau tanyakan itu?'"Aku baru pertama mengenal ayah, yang aku tahu ayah adalah ....'"Preman? atau orang yang kejam? aku menyadari segalanya, saat nyawaku tinggal se
Laras langsung memeluk ibunya, derai air mata kesedihan juga kebahagian menjadi satu. Laras menceritakan semua tentang Puspa pada mamanya. Mamanya kaget, tak bisa dipungkiri dirinya tetaplah ibu kandung Puspa. Tak bisa dibendung lagi air matanya pun luruh."Antarkan Mama ke Puspa. Nak Ardi bisa kan?""Tapi Bu, aku-""Mungkin saat ini tak ada yang boleh menengok Bu," sela Hamdan."Memang kenapa?! aku ibunya! aku ingin melihat Puspa."Laras memegang erat tangan Mamanya. Laras tahu, dulu Mamanya paling sayang sekali dengan Puspa. hingga dirinya merasa tersisih dari Puspa .Laras berpindah memandang sang Ayah. lalu mendekat dan menyalaminya, ada rasa canggung pada dirinya karena tak pernah saling berkirim kabar ataupun bersama dalam keadaan seperti ini.Baskoro sebenarnya sangat merindukan anaknya ini, tanpa segan lagi Baskoro berkata, "bolehkah kau memelukmu, Nak?"Laras tersenyum dan langsung menghambur ke dalam pelukan ayah kandungnya tersebut."Ayahmu berubah hanya untuk kamu Laras. d
Kinasih menarik kopernya dan berjalan di belakang Kartika."Kau aku beri kesempatan hanya satu hari, besok kau pergilah dari vila ini." tutur Kartika dengan pelan. Tak bisa dibayangkan bagaimana tadi wajah Baskoro yang penuh amarah karena Kartika mengijinkan wanita ini untuk menginap satu hari saja.Bagaimana kabar Laras?Kali ini Laras terlihat sedang duduk di depan komputer."Lihat kau bisa tekan ini, dan lihat rute yang muncul. bila titik merah ini berjalan artinya kami sedang mendekati target, pantau terus, bisa?""Bisa," jawab Laras sambil mengangguk."Kau akan ditemani Angel di sini."Tommy dan yang lainnya mulai bersiap penggrebekan atas seseorang gembong narkotika.Sementara itu, seorang wanita terbaring dalam keadaan berdarah, siapa lagi kalau bukan Puspa. Dia menjadi korban dari perkelahian antar geng dalam sel wanita.Apakah Puspa sudah meninggal? tangannya terlihat terikat rantai borgol yang tersematkan pada sandaran ranjang tersebut.Puspa amatlah licik. entah disengaja a
Dalam perjalanan menuju kampungnya, Kinasih masih dalam kepiluan. Rasa malunya ini tak tahu bagaimana cara mengatasinya.Tiba-tiba, dirinya langsung minta berhenti pada sang sopir."Aku minta berhenti di sini saja. aku akan ke tempat kenalanku." "Apa benar di sini? ""Iya benar. menepikan. aku akan berjalan saja. nanti juga sampai di villanya."Mobil tersebutpun berhenti di pinggir jalan. Kinasih turun dan sambil menenteng koper dan tasnya, dirinya dengan percaya diri berjalan beberapa meter lagi akan sampai pada sebuah villa milik Baskoro! ada hubungan apa? istri sahabatnya malah mendatangi Baskoro!Kartika masih berada di boncengan motor Baskoro, dirinya diajaknya keliling kampung, padahal setahu Kartika jalanan sekitar villa tampak lengang dan sepi tak terlihat banyak rumah penduduk, tapi ternyata setelah hutan ada sebuah kampung bahkan kini Kartika sudah berhenti di sebuah pasar."Turunlah, kau mau beli apa?""Maksudmu?"Baskoro mengeluarkan beberapa lembar uangnya dan diberikan