Ardi menarik tangan Laras, dan kini masuk dalam pelukannya, mencium bibir gadis manis itu. Laras mengikuti alurnya saja, tangannya menahan dada Ardi, tubuhnya yang besar terasa menghimpit tubuh mungil Laras, hingga Laras kehabisan napas karenanya. Ardi pun melepaskan ciumannya, dan memandang Laras dalam tatapan sendunya.Laras, yang memang sudah jatuh cinta pada kakak iparnya ini, tak pedulikan lagi dengan apa tindakannya yang salah itu. Tangan Laras pelan mengeser ke arah belakang leher Ardi, dengan berjingkat, Laras kembali mendapatkan bibir Ardi. lelaki itu tersenyum, dan mengangkat pinggang Laras dan mendekapnya erat. Baru kali ini, Ardi mendapatkan sensasi ciuman yang dahsyat dari Laras. Tubuhnya semakin menegang, tangan lelaki kekar itu sudah bergerilya seputar dada Laras. Napasnya semakin memburu, rasa kangen yang tertahan tertumpah kan malam itu.Namun, Ardi tak mau merusak pagar ayu milik Laras, ditutupnya lagi dada yang sudah terbuka itu, Laras bingung.Mereka saling mena
Deny nampak melihat ponselnya, ada sambungan telepon, nomor yang tak ada namanya, tapi dirinya gagal dengan nomor tersebut."Bagaimana? target sudah siap?""Belum. ada kendala sedikit. sabar.""Hah!! lakukan dengan benar.""Baik."kemudian sambungan itupun terhenti .Deny memandang laptop yang ada di mejanya. Berapa kurva pemasukan dalam setahun sedang dibuatnya untuk laporan."Huh, edan! dasar tua bangka!" Deny memaki geram, lalu berdiri, mendekati jendela kaca, terlihat dari jauh hotel di mana Baskoro menginap."Brengsek!" Makinya lagi.Kemudian Deny mengambil ponselnya dari sakunya, dan menghubungi seseorang."Datanglah ke ruang kerjaku."Tak lama, pintu terketuk, masuklah seseorang laki-laki."Buatkan aku laporan keuangan dalam dua tahun terakhir ini, tapi buat laporan tak ada anggaran sama sekali. semua habis di properti. nanti kau aku bayar mahal.""Tapi , Pak.""Kerjakan atau kau aku pecat?""Baik, Pak."***motor melaju kencang menuju suatu tempat, satu yang dituju sebuah cafe
Ardi diam saja atas keras kepala Laras. "Dengar , kau masih muda, perjalananmu masih panjang. nggak harus sampai di sini saja, Laras." Mama sudah senewen pada Laras.Pertengkaran ini, akhirnya Ardi mengajak anak dan ibu mertuanya ke sebuah tempat, agar cafenya terhindar dari pertengkaran Laras dan mamanya."Mah, Laras sudah besar, sudah boleh kan mengambil keputusan sendiri. aku merasa bego aja kalau berada di rumah itu. serba-serba ngga di anggap!" berang Laras sambil bersedekap."Siapa yang tak anggap kamu, Laras? semua mama buat seadil-adilnya, makan sama, mama tak membedakan kalian." Kartika semakin memanas.Ardi sebenarnya tahu kegundahan hati ibu mertuanya ini, sepertinya ibu Kartika tahu sepak terjang segalanya. Kartika terlihat tak peduli dengan anaknya. tapi sebenarnya dia mengamati dan mulai mengendus kesalahan yang sudah terjadi.Ardi merasa malu sendiri, akhirnya."Nanti, aku bicara lagi dengan istriku,mah. "Mendengar Ardi bicara tentang 'istrinya' ada terbersit cemburu
Mendapat perlakuan seperti itu, membuat Laras langsung mendelik pada wanita yang mendorongnya. Rupanya, wanita berambut pendek itupun tak terima dengan tatapan yang Laras berikan."Apa! tak terima kamu!"Bukannya minta maaf, gadis itu mendorong Laras hingga Laras terjatuh karena tak siap akan serangan mendadak dari gadis itu. Papan yang di bawa Laras terjatuh keras. entah rusak atau tidak. Laras segera bangkit dari tanah yang sedikit berkerikil itu dan mendekati gadis yang masih saja dengan senyuman menghinanya, walaupun tanpa lampu yang teras, Laras melihat senyum menghinanya.Laras balas mendorong kedua pundak gadis itu dengan keras.Spontanitas Laras menimbulkan tenaga yang luar biasa, gadis itu terjungkal."Aku yang dari dari berdiri di sini, kau yang berulah, bila kau! dorong aku lagi, aku tak segan menamparmu!" Laras berkata dalam intonasi marah, gertakannya membuat ciut nyali gadis itu, pasalnya kedua pundaknya terasa sakit sekali walau hanya di dorong sedikit oleh Laras. Lar
"Dia Paman tiriku." jelas Ardi setelah siuman."Aku tidak tahu ....""Sudahlah, aku antar kau pulang.""Tunggu, apa lukamu?""Nggak masalah. Ayo. mama pasti khawatir.""Mas Ardi ..." Ardi tak pedulikan lagi lukanya, juga kakinya yang agak terkilir."Ayo! Apa perlu aku bentak kamu, hah!"teriak Ardi pada Laras yang tak mau pulang.Laras langsung naik ke bocengan.Ardi langsung mengantar adik iparnya pulang, "Untuk hari ini, kau sebaiknya libur kerja, istirahatlah, jangan cari aku, " ucap Ardi langsung pergi saja .Laras terdiam, sebenarnya tubuhnya pun masih teramat lelah, semalaman tak tidur.Hai, dalam kantong kresek itu apa ya? apa uang? pikir Laras. Laras hanya melihat punggung Ardi hingga hilang di gelap fajar yang hampir menyingsing.Laras masuk ke rumah tak dinyana, mamanya sedang duduk di ruang tengah."Hentikan semuanya Laras! Ardi bukan lelaki yang pantas kau cintai!""Mama! Tapi A-ku ...""Dia kakak iparmu, bagaimanapun, Ardi suami Puspa, Dan sebentar lagi mereka akan ber
Perasaan Ardi semakin mabuk kepayang, desahan dari mulut Laras membuat candu dirinya semakin ingin berbuat lebih.Ardi berbisik lirih, "Mengapa aku selalu bergairah denganmu, Laras.""Kau bilang aku adalah selingkuhanmu, hanya karena kau, mau balas dendam atas perbuatan kakakku saja 'kan? Aroma tubuhmu membuatku jatuh cinta," bisik Laras semakin mempererat pelukannya, Ardi menikmati bibir Laras. Perlakuan halus Ardi membuat Laras semakin melayang, kini leher Laras menjadi sasaran bibir Ardi, membuat tanda di sana, saking gemasnya, tak terasa handuk yang melilit tubuh Laras, hampir terlepas, terlihat dua gundukan kenyal tersembul setengah. Ardi menelan salivanya, kepalanya langsung berdenyut memandang dada Laras. Ardi menatap wajah gadis di hadapannya, keduanya masih saling berdiri tegak.Pelan tangan dengan jari-jari kuat itu membelai pelan dada yang tersembul itu, tercium aroma sabun mandi, dalam keraguan, Ardi kembali menatap mata Laras."Aku tak tega padamu. Kau terlalu putih untu
"Kau di mana Laras?""Di cafe , Mah. Ada apa? Mama udah makan?""Udah, Ras. Apa kakakmu datang ke kontrakan?""Nggak , Mah. Semalam nggak ada yang datang." jawab Laras, berbohong , apakah benar Puspa datang ke rumah? Kapan? Sepertinya tak ada yang datang selain Ardi? Pikir Laras.Obrolan lewat ponsel pun terhenti, karena Laras harus bekerja lagi."Hari ini, biar aku yang kunci cafe, Ras, pulanglah lebih awal. Karyawan wanita yang lain juga, aku pulangkan lebih awal.""Baiklah, Lukman. Tapi malam tetap buka kan? "Lukman mengangguk, karena itu juga perintah dari Ardi untuk ke empat karyawan wanita pulang pukul 17.00 pas.Laras membereskan meja,b sisa piring dan gelas dari pelanggan.Laras tak berpikir terlalu jauh pada Puspa. Saat dirinya tiba-tiba datang ke cafe. Semua pun tahu , itu adalah istri Ardi. Terutama Lukman menyambutnya dengan sopan. "Ardi ke mana?"Lukman pun menjawab seadanya. Ada rasa kecewa pada wajah Puspa. Diliriknya adiknya.Laras hanya diam saja, hubungannya saat
Pagi kembali hadir menyapa dunia. Laras sudah terbangun, mamanya yang sengaja menginap di rumah kontrakan sedang menata dua piring sarapan untuknya dan untuk Laras."Mama!!! ini apa?" teriak Laras mendapati pergelangan kirinya ada sebuah gelang mute berwarna merah terang. Laras berusaha melepasnya tapi tak bisa, akhirnya dirinya hendak mencari gunting."Eit!!!!" tunggu jangan kau gunting!" Mama menarik tangan Laras, dan mengambil gunting tersebut."Ini apa mah?""Itu, gelang akan melindungi mu dari marabahaya.""Kata siapa?""Kata Kong Samkong." Mama menjawab datar saja, sedangkan mata Laras susah membulat."Berarti mama kemarin sore itu ke tabib ini, lagi kenapa mama percaya kaya ginian sih." Mata Laras tak percaya pada tindakannya mamanya itu, dan berganti pandangan ke gelang yang saat ini dikenakannya."Cantik kan? gelangnya bagus tahu. menurut deh kata mama, dengar ya, Laras.saat ini ...." Lalu Mama menceritakan semuanya tentang Puspa dan Ardi. Bahwa mereka akan bersatu lagi, dan