"Aku mau minta kamu tanggung jawab," ucap Kinna.
Langkah Nata terhenti. Kakinya memutar dan menghadapkan tubuhnya di depan Kinna dengan tegap. Netranya menatap lurus ke manik pekat kesukaannya. Kepala Nata mendekat tiba-tiba membuat jarak keduanya terkikis dan hanya tinggal beberapa senti lagi sampai hidung mereka bersentuhan.
"Kamu hamil?" tanya Nata.
Nata kembali berpikir apakah keduanya memang sudah melakukan sejauh itu? Seingat Nata keduanya memang sering berciuman bahkan saling menyentuh namun hanya sebatas itu, Nata masih tahu batasan.
Namun tiba-tiba pipi Nata di cubit kuat oleh Kinna membuatnya berteriak mengaduh kesakitan. Bukannya menghentikan aksinya, Kinna justru semakin liar mempermainkan pipi Nata.
"Ampunnn sayang! Sakit!" seru Nata.
"Lepasin dulu!" pekik Nata sembari menarik tangan Kinna untuk melepaskan pipinya.
Setelah puas akhirnya Kinna melepaskan tangannya dan itu membuat Nata m
Malam ini aula Keraton Solo sedang mengadakan pesta jamuan untuk pertunangan Pangeran ke-3 mereka. Trah Ararya merupakan trah Jawa murni dengan status kasta tertinggi yang masih ada di jaman yang sudah serba modern ini. Trah ini jugalah yang sekarang meneruskan tahta Raja Solo. Berkembangnya kehidupan di luar kerajaan yang pesat lantas tak membuat budaya mereka terlihat kuno. Kerajaan kini dapat dengan baik beradaptasi meskipun masih menerapkan nilai-nilai budaya Jawa yang masih kental.Adinata Lingga Ararya atau yang biasa di panggil Nata itu tengah menenggak jus jeruk di hadapannya dengan tidak sabaran. Ia menatap kedua pasangan yang sedang ada di hadapan para sesepuh dan juga keluarga besar dengan tenang, semua orang setuju jika kakak sepupunya itu sangat serasi dengan tunangannya.Ketenangan Pangeran ke-4 trah Ararya itu justru mengundang banyak sekali tatapan keheranan dari pangeran-pangeran yang lain. Contohnya sekarang Byan si Pangeran ke-1 sedang memperhatikan
Nata terbangun saat hari masih subuh. Ia semalam baru tidur jam satu pagi karena asik bermain game online dengan sahabat-sahabatnya. Namun karena ini di Keraton membuatnya mempunyai kebiasaan akan bangun sebelum fajar meskipun jam tidurnya berkurang. Sudah jadi kebiasaannya sejak kecil, entah karena semua orang memang dididik untuk bangun jam segini atau memang Nata tak begitu nyaman tidur di Keraton. Nata menatap ponselnya dan tak menemukan satupun pesan dari kekasihnya. Kamarnya pagi itu terasa lebih dingin sebab Nata lupa menutup jendelanya semalam. Setelah memastikan jendela kamar tertutup, Nata pun menuju kamar mandi dan mencuci muka. Jika sudah begini Nata bingung ingin melakukan apa. Tak ada yang bisa dilakukan jam lima pagi, meskipun semua orang sudah bangun namun kebanyakan memilih untuk berdiam diri di kamar sedangkan Nata tidak bisa terus-terus an diam, aura nya tidak cocok untuk berdiam diri saja. Akhirnya Nata memutuskan untuk mencuci mukanya dan kembali terbeng
Ibu Nata sedari tadi menahan anak semata wayangnya untuk menghentikan kalimatnya. Perkataan Nata berhasil membuat semua orang gaduh di tempatnya. Nata menatap Eyangnya dengan berani, entah dari mana Ia mendapat keberanian sebesar ini. Ia ingin semua orang tahu kalau Nata tak ingin ada perjodohan dalam hidupnya. Mungkin semua orang bisa menerima takdir mereka, namun Nata ingin sekali saja merubah takdirnya. “Nata gak mau di jodohin apalagi tunangan,” tegas Nata kembali. “Tidak bisa, tradisi tetap tradisi!” sentak Eyang Kakung. “Nata duduk,” ujar Ayah Nata memperingatkan anaknya. “Maaf Eyang, Pakdhe, Budhe, Mas, Mbak, Paklek dan Bulek, Nata tidak bisa meneruskan tradisi ini,” putus Nata. “Saya Adinata Lingga Ararya menolak adanya perjodohan ini secara lahir dan batin,” imbuh Nata. Setelah berujar demikian Nata pamit kembali ke kamarnya lebih dulu. Ia segera membereskan semua barang bawaannya. Jika Nata berdiam diri lebih lama di sini mak
Dengan sandwich yang masih ada di mulutnya, Nata sibuk menghubungi sahabatnya yang tadi berkata akan menjemput di bandara. Satu jam yang lalu Nata sampai di sini namun sahabatnya itu belum muncul juga. Nata bahkan telah menelfon berkali-kali entah berapa banyak panggilan tak terjawab yang akan sahabatnya itu dapatkan. Nata menunggu dengan beberapa kali umpatan keluar dari mulutnya. “Lo dimana sih nyet?” umpat Nata. Jika sudah di Jakarta maka Nata bisa kembali kepada dirinya sendiri. Ia tak harus pusing menjaga lisan karena tak akan ada yang tahu. Ia bebas mengumpat bahkan juga tertawa sekeras mungkin, tak akan ada Abdi Dalem yang menegur. Ini wilayah kebebasan Nata dan lebih baik karena jauh dari Eyang Kakung. Nata mendapatkan kembali dirinya sekarang. Lima menit kemudian sosok laki-laki tinggi berwajah blesteran bule datang menghampiri Nata yang masih sibuk menghabiskan makanannya.Laki-laki itu berjalan dengan santainya dengan tangan di saku. Tentu
Nata menatap jalanan Ibukota yang tak pernah ada sepinya. Bahkan sedari tadi mobilnya belum juga bergerak maju. Salahkan dirinya yang nekat pergi ke rumah Kinna pada jam-jam sibuk seperti ini. Langit yang semula terang kini sudah kehilangan semburat jingganya. Hampir dua jam Nata berdiam diri di mobil. Ia bahkan sudah menyelesaikan satu album penuh lagi Sheila On 7. Saat Ia melihat ke arah maps, ternyata bukan hanya karena jam sibuk namun juga terjadi kecelakaan di depan pintu tol. Hal itu yang membuat arus kendaraan sama sekali tidak bisa bergerak.“Gue suka Jakarta dari pada Solo, tapi enggak buat macetannya,” ujar Nata.Satu jam kemudian mobil Nata baru bisa bergerak sedikit demi sedikit dan setengah jam berikutnya Ia baru bisa sampai di depan rumah Sang Kekasih. Nata menekan bel rumah minimalis tersebut, rumah Kinna mungkin tak sebesar miliknya namun Nata selalu merasa rumah kekasihnya itu lebih terlihat hangat dibanding rumahnya. Sejak kecil Nata selal
Nata berkali-kali tak bisa menahan rasa bahagiannya dapat ikut berkumpul dengan keluarga Kinna. Meskipun hanya di isi oleh Ibu Kinna, Riyu dan juga Kinna tapi rumah ini selalu ramai dan itu yang tak bisa Nata dapatkan di rumahnya. Sejak kecil Nata selalu bergaul dengan para Abdi Dalem, Ia tak punya saudara yang dapat diajak bermain bersama. Sejak kecil pula Nata hanya bergaul dengan sepupu-sepupunya di Sekolah Kerajaan. Nata tak punya banyak teman kala itu karena tingkahnya yang sangat nakal di antara anak-anak bangsawan.Ia baru punya teman banyak setelah masuk SMP di Jakarta dan bertemu sahabat-sahabatnya yang sekarang. Itulah mengapa sebelum ini kehidupannya sangat hampa. Ia tak kekurangan kasih sayang orang tuanya, hanya saja Nata selalu kesepian karena tak punya teman di rumah sebesar itu. Dan bertemu keluarga Kinna adalah sebuah kebahagiaan kecil Nata, Ia mau ini semua akan bertahan selama bertahun-tahun ke depan.“Nat, kemarin Kak Riyu habis nyoba acar tim
Nata terbangun dari tidurnya karena ponselnya yang sedari tadi berdering padahal hari masih gelap. Dirinya baru bisa tidur jam satu malam setelah menyelesaikan semua barang-barangnya, ternyata pindahan memang sangat melelahkan. Ia bergeming sebentar saat melihat nama Byan tertera di sana. Ia bingung mengapa sepupunya itu pagi-pagi buta menelfon bahkan meninggalkan misscall sebanyak ini. Ia membuka ruang obrolan berisi para pangeran dan benar saja keberadaannya sejak semalam sudah dicari-cari. Nata menghembuskan nafasnya berat, lagi-lagi tak ada hari tenang di hidupnya. Sepagi ini sebuah surat dari Bomo telah datang yang menandakan bahwa Eyang Ararya sudah tahu tentang kepindahan Nata. Bomo mengatakan bahwa Nata harus ke Solo untuk mempertanggung jawabkan semua pelanggarannya. Lagi-lagi Nata kembali ke Solo untuk diadili. Sepertinya hanya Nata yang hidupnya berwarna-warni seperti ini sebagai seorang pangeran. “Ya Allah, mau punya istri a
"Aku mau minta kamu tanggung jawab," ucap Kinna. Langkah Nata terhenti. Kakinya memutar dan menghadapkan tubuhnya di depan Kinna dengan tegap. Netranya menatap lurus ke manik pekat kesukaannya. Kepala Nata mendekat tiba-tiba membuat jarak keduanya terkikis dan hanya tinggal beberapa senti lagi sampai hidung mereka bersentuhan. "Kamu hamil?" tanya Nata. Nata kembali berpikir apakah keduanya memang sudah melakukan sejauh itu? Seingat Nata keduanya memang sering berciuman bahkan saling menyentuh namun hanya sebatas itu, Nata masih tahu batasan. Namun tiba-tiba pipi Nata di cubit kuat oleh Kinna membuatnya berteriak mengaduh kesakitan. Bukannya menghentikan aksinya, Kinna justru semakin liar mempermainkan pipi Nata. "Ampunnn sayang! Sakit!" seru Nata. "Lepasin dulu!" pekik Nata sembari menarik tangan Kinna untuk melepaskan pipinya. Setelah puas akhirnya Kinna melepaskan tangannya dan itu membuat Nata m
Nata terbangun dari tidurnya karena ponselnya yang sedari tadi berdering padahal hari masih gelap. Dirinya baru bisa tidur jam satu malam setelah menyelesaikan semua barang-barangnya, ternyata pindahan memang sangat melelahkan. Ia bergeming sebentar saat melihat nama Byan tertera di sana. Ia bingung mengapa sepupunya itu pagi-pagi buta menelfon bahkan meninggalkan misscall sebanyak ini. Ia membuka ruang obrolan berisi para pangeran dan benar saja keberadaannya sejak semalam sudah dicari-cari. Nata menghembuskan nafasnya berat, lagi-lagi tak ada hari tenang di hidupnya. Sepagi ini sebuah surat dari Bomo telah datang yang menandakan bahwa Eyang Ararya sudah tahu tentang kepindahan Nata. Bomo mengatakan bahwa Nata harus ke Solo untuk mempertanggung jawabkan semua pelanggarannya. Lagi-lagi Nata kembali ke Solo untuk diadili. Sepertinya hanya Nata yang hidupnya berwarna-warni seperti ini sebagai seorang pangeran. “Ya Allah, mau punya istri a
Nata berkali-kali tak bisa menahan rasa bahagiannya dapat ikut berkumpul dengan keluarga Kinna. Meskipun hanya di isi oleh Ibu Kinna, Riyu dan juga Kinna tapi rumah ini selalu ramai dan itu yang tak bisa Nata dapatkan di rumahnya. Sejak kecil Nata selalu bergaul dengan para Abdi Dalem, Ia tak punya saudara yang dapat diajak bermain bersama. Sejak kecil pula Nata hanya bergaul dengan sepupu-sepupunya di Sekolah Kerajaan. Nata tak punya banyak teman kala itu karena tingkahnya yang sangat nakal di antara anak-anak bangsawan.Ia baru punya teman banyak setelah masuk SMP di Jakarta dan bertemu sahabat-sahabatnya yang sekarang. Itulah mengapa sebelum ini kehidupannya sangat hampa. Ia tak kekurangan kasih sayang orang tuanya, hanya saja Nata selalu kesepian karena tak punya teman di rumah sebesar itu. Dan bertemu keluarga Kinna adalah sebuah kebahagiaan kecil Nata, Ia mau ini semua akan bertahan selama bertahun-tahun ke depan.“Nat, kemarin Kak Riyu habis nyoba acar tim
Nata menatap jalanan Ibukota yang tak pernah ada sepinya. Bahkan sedari tadi mobilnya belum juga bergerak maju. Salahkan dirinya yang nekat pergi ke rumah Kinna pada jam-jam sibuk seperti ini. Langit yang semula terang kini sudah kehilangan semburat jingganya. Hampir dua jam Nata berdiam diri di mobil. Ia bahkan sudah menyelesaikan satu album penuh lagi Sheila On 7. Saat Ia melihat ke arah maps, ternyata bukan hanya karena jam sibuk namun juga terjadi kecelakaan di depan pintu tol. Hal itu yang membuat arus kendaraan sama sekali tidak bisa bergerak.“Gue suka Jakarta dari pada Solo, tapi enggak buat macetannya,” ujar Nata.Satu jam kemudian mobil Nata baru bisa bergerak sedikit demi sedikit dan setengah jam berikutnya Ia baru bisa sampai di depan rumah Sang Kekasih. Nata menekan bel rumah minimalis tersebut, rumah Kinna mungkin tak sebesar miliknya namun Nata selalu merasa rumah kekasihnya itu lebih terlihat hangat dibanding rumahnya. Sejak kecil Nata selal
Dengan sandwich yang masih ada di mulutnya, Nata sibuk menghubungi sahabatnya yang tadi berkata akan menjemput di bandara. Satu jam yang lalu Nata sampai di sini namun sahabatnya itu belum muncul juga. Nata bahkan telah menelfon berkali-kali entah berapa banyak panggilan tak terjawab yang akan sahabatnya itu dapatkan. Nata menunggu dengan beberapa kali umpatan keluar dari mulutnya. “Lo dimana sih nyet?” umpat Nata. Jika sudah di Jakarta maka Nata bisa kembali kepada dirinya sendiri. Ia tak harus pusing menjaga lisan karena tak akan ada yang tahu. Ia bebas mengumpat bahkan juga tertawa sekeras mungkin, tak akan ada Abdi Dalem yang menegur. Ini wilayah kebebasan Nata dan lebih baik karena jauh dari Eyang Kakung. Nata mendapatkan kembali dirinya sekarang. Lima menit kemudian sosok laki-laki tinggi berwajah blesteran bule datang menghampiri Nata yang masih sibuk menghabiskan makanannya.Laki-laki itu berjalan dengan santainya dengan tangan di saku. Tentu
Ibu Nata sedari tadi menahan anak semata wayangnya untuk menghentikan kalimatnya. Perkataan Nata berhasil membuat semua orang gaduh di tempatnya. Nata menatap Eyangnya dengan berani, entah dari mana Ia mendapat keberanian sebesar ini. Ia ingin semua orang tahu kalau Nata tak ingin ada perjodohan dalam hidupnya. Mungkin semua orang bisa menerima takdir mereka, namun Nata ingin sekali saja merubah takdirnya. “Nata gak mau di jodohin apalagi tunangan,” tegas Nata kembali. “Tidak bisa, tradisi tetap tradisi!” sentak Eyang Kakung. “Nata duduk,” ujar Ayah Nata memperingatkan anaknya. “Maaf Eyang, Pakdhe, Budhe, Mas, Mbak, Paklek dan Bulek, Nata tidak bisa meneruskan tradisi ini,” putus Nata. “Saya Adinata Lingga Ararya menolak adanya perjodohan ini secara lahir dan batin,” imbuh Nata. Setelah berujar demikian Nata pamit kembali ke kamarnya lebih dulu. Ia segera membereskan semua barang bawaannya. Jika Nata berdiam diri lebih lama di sini mak
Nata terbangun saat hari masih subuh. Ia semalam baru tidur jam satu pagi karena asik bermain game online dengan sahabat-sahabatnya. Namun karena ini di Keraton membuatnya mempunyai kebiasaan akan bangun sebelum fajar meskipun jam tidurnya berkurang. Sudah jadi kebiasaannya sejak kecil, entah karena semua orang memang dididik untuk bangun jam segini atau memang Nata tak begitu nyaman tidur di Keraton. Nata menatap ponselnya dan tak menemukan satupun pesan dari kekasihnya. Kamarnya pagi itu terasa lebih dingin sebab Nata lupa menutup jendelanya semalam. Setelah memastikan jendela kamar tertutup, Nata pun menuju kamar mandi dan mencuci muka. Jika sudah begini Nata bingung ingin melakukan apa. Tak ada yang bisa dilakukan jam lima pagi, meskipun semua orang sudah bangun namun kebanyakan memilih untuk berdiam diri di kamar sedangkan Nata tidak bisa terus-terus an diam, aura nya tidak cocok untuk berdiam diri saja. Akhirnya Nata memutuskan untuk mencuci mukanya dan kembali terbeng
Malam ini aula Keraton Solo sedang mengadakan pesta jamuan untuk pertunangan Pangeran ke-3 mereka. Trah Ararya merupakan trah Jawa murni dengan status kasta tertinggi yang masih ada di jaman yang sudah serba modern ini. Trah ini jugalah yang sekarang meneruskan tahta Raja Solo. Berkembangnya kehidupan di luar kerajaan yang pesat lantas tak membuat budaya mereka terlihat kuno. Kerajaan kini dapat dengan baik beradaptasi meskipun masih menerapkan nilai-nilai budaya Jawa yang masih kental.Adinata Lingga Ararya atau yang biasa di panggil Nata itu tengah menenggak jus jeruk di hadapannya dengan tidak sabaran. Ia menatap kedua pasangan yang sedang ada di hadapan para sesepuh dan juga keluarga besar dengan tenang, semua orang setuju jika kakak sepupunya itu sangat serasi dengan tunangannya.Ketenangan Pangeran ke-4 trah Ararya itu justru mengundang banyak sekali tatapan keheranan dari pangeran-pangeran yang lain. Contohnya sekarang Byan si Pangeran ke-1 sedang memperhatikan