Malam ini aula Keraton Solo sedang mengadakan pesta jamuan untuk pertunangan Pangeran ke-3 mereka. Trah Ararya merupakan trah Jawa murni dengan status kasta tertinggi yang masih ada di jaman yang sudah serba modern ini. Trah ini jugalah yang sekarang meneruskan tahta Raja Solo. Berkembangnya kehidupan di luar kerajaan yang pesat lantas tak membuat budaya mereka terlihat kuno. Kerajaan kini dapat dengan baik beradaptasi meskipun masih menerapkan nilai-nilai budaya Jawa yang masih kental.
Adinata Lingga Ararya atau yang biasa di panggil Nata itu tengah menenggak jus jeruk di hadapannya dengan tidak sabaran. Ia menatap kedua pasangan yang sedang ada di hadapan para sesepuh dan juga keluarga besar dengan tenang, semua orang setuju jika kakak sepupunya itu sangat serasi dengan tunangannya.
Ketenangan Pangeran ke-4 trah Ararya itu justru mengundang banyak sekali tatapan keheranan dari pangeran-pangeran yang lain. Contohnya sekarang Byan si Pangeran ke-1 sedang memperhatikan Nata dari atas sampai bawah karena adik sepupunya itu sejak awal acara hanya diam dan berbicara secukupnya.
“Kamu gak papa?” tanya Byan.
“Gak, Mas,” jawab Nata singkat.
“Aneh banget, dari tadi diam terus. Mas kira kamu kesambet,” ujar Byan.
“Aku cuma males ngomong,” balas Nata singkat.
Para pangeran ini memang di tuntut untuk selalu berbicara dengan bahasa yang sopan dan baku, namun hal itu hanya berlaku di hadapan para orang tua. Jika mereka sedang bersama seperti ini semua pangeran berbicara dengan bahasa yang sedikit santai. Bahkan Nata dan si bungsu yang tinggal di Ibukota justru saling menggunakan bahasa gaul Ibukota dalam percakapan keduanya. Semua pangeran adalah anak milenial yang bertumbuh bersama jaman, meskipun begitu mereka selalu dididik untuk tidak lupa budaya, tentu saja karena mereka pangeran.
Tiba-tiba ada sepasang manusia lain yang datang dari arah belakang membuat Nata kembali menghembuskan nafasnya malas. Selain untuk memeriahkan malam pertunangan Pangeran ke-3, malam ini juga menjadi ajang sepupu-sepupunya untuk mengejek Nata. Nata menatap sepupu-sepupunya satu persatu dengan datar. Rambut hitamnya yang tadinya rapih sekarang terlihat berantakan. Mata yang selalu bersinar itu kini terlihat sedikit kelelahan.
“Mas kok gak peka sih. Dia pasti mikirin soal nasibnya, tahun depan giliran dia yang tunangan,” sahut Dhanu yang merupakan Pangeran ke-2.
“Mas Dhanu diem deh,” omel Nata.
“Kok bingung Nat, kan memang udah jadi kewajibanmu sebagai pangeran. Terima aja, toh nanti juga kebiasaan,” ujar Byan.
“Bukan itu yang bikin dia pusing Mas. Iya kalau Mas Nata itu jomblo, masalahnya adiknya Mas Byan yang paling nakal ini udah punya pacar di Jakarta, udah jalan lima tahun,” jelas Gala yang sedari tadi sibuk memainkan ponselnya.
Keempat pangeran yang jarang bertemu itu kembali di satukan dalam acara pertunangan sepupu mereka. Seperti tradisi yang telah di turunkan dari jaman kerajaan mereka didirikan, setiap pangeran akan di jodohkan dengan seorang putri dari trah lain yang sesuai dengan syarat-syarat pendamping pangeran. Dengan kata lain mereka harus menerima kodratnya untuk ditunangkan setelah menyelesaikan gelar pendidikan. Semua pangeran wajib hukumnya menerima perjodohan karena ini sudah tertulis dalam Kitab Keraton dan tak bisa di ganggu gugat.
Pertunangan pertama generasi ini di mulai dari Byantara Elang Cakra Ararya yang merupakan pangeran pertama dua tahun lalu. Byan ditunangkan dengan Anggun Ayunindya Naraya dari trah Naraya dan tahun depan keduanya akan menikah. Pertunangan kedua adalah pangeran Andhanu Setya Putra Ararya yang merupakan pangeran kedua. Dua bulan yang lalu acara pertunangan resmi di gelar, dan tunangannya bernama Andayani Chalya Gardapati dari trah Gardapati.
Pertunangan ketiga adalah hari ini. Fusena Dewa Ararya resmi bertunangan dengan Diajeng Kila Nareswara dari trah Nareswara. Keduanya terlihat serasi di hadapan para petinggi keraton. Jika sesuai urutan maka kemungkinan besar tahun depan adalah giliran Nata. Karena tak mungkin Gala akan di jodohkan karena adik sepupu Nata itu masih berumur delapan belas tahun.
Nata kembali menghembuskan nafasnya berat. Memikirkan semua itu membuat kepalanya pusing. Meja yang berisi pangeran dan pendampingnya itu kini di penuhi sorakan seru karena Sena dan Kila datang menghampiri mereka. Kakak sepupu Nata itu terlihat gagah dengan setelan jas hitam formal begitu pula Chalya yang cantik menggunakan dress batik panjang berwarna biru. Keduanya memang sudah tak canggung lagi karena jauh sebelum keduanya dijodohkan, Sena dan Chalya sudah terlebih dulu saling mengenal sebagai seorang sahabat.
“Loh Nat, kok di sini?” tanya Sena.
“Lha terus aku harus kemana Mas? Pluto?” jawab Nata.
“Bulek sama Paklek barusan lagi ngobrol sama calon tunanganmu, kamu gak ke sana?” ujar Sena.
“Sinten?” sahut Nata yang sekarang menegakkan badannya.
“Sera,” jawab Kila.
“Sera? Anasera dari Guinandra?” sahut Dhanu.
Sena dan Kila mengangguk. Semua pangeran bahkan Ayu dan Chalya yang ada di sana jelas tahu siapa sosok Anasera Guinandra dari trah Guinandra. Perempuan itu menjadi salah satu putri yang cukup terkenal dengan segudang prestasi apalagi dia merupakan lulusan terbaik sekolah kerajaan pada masanya. Tak heran banyak pangeran dari trah lain yang antri ingin menjadikannya sebagai pasangan. Jika memang Nata dijodohkan dengan seorang Sera, maka sudah pasti semua pangeran jawa dari trah lain beserta para bangsawan akan iri. Masalahnya sekarang seorang Nata yang bagai mendapat berkah dari Tuhan justru tak banyak bereaksi.
Nata melonggarkan dasi yang dipakainya. Benar-benar pengap. Bagi Nata malam ini bukan lagi seperti pesta, melainkan sebuah peringatan akan bencana yang segera datang dalam hidupnya. Ia tak mau menerima perjodohan ini. Bukannya Ia tak suka dengan Sera, siapa yang tak suka dengan perempuan itu. Namun hatinya sudah mantap memilih pacar kesayangannya, yang mungkin akan merasa sedih jika mendengar kabar tentang pertunangan Nata.
“Gue gak mau di jodohin!” seru Nata dalam hati.
Nata memeluk lengan Gala yang sedang bermain game di ponselnya. Ia menatap sedih gelas kosong di hadapannya, Nata merasa hidupnya benar-benar akan penuh drama setelah ini. Tak ada yang salah dengan sebuah perjodohan. Yang salah adalah status Nata yang tidak sendirian dan juga isi hatinya. Hatinya tak mau menerima siapapun lagi selain Aeri Kinnas Naeswari. Kinna si cinta pertamanya sekaligus pacarnya saat ini. Belum ada niat sedikitpun untuk hatinya beralih dari sosok Kinna mungkin tak akan, Nata sudah kepalang cinta mati dengan gadis itu.
“Kalo lo jadi gue, milih Sera atau Kinna, Ga?” bisik Nata pada Gala.
Sejauh ini hanya Gala yang tahu tingkah lakunya di Jakarta karena mereka berada di kota yang sama sedangkan yang lain ada di Jawa Tengah. Keduanya juga pangeran dengan pemecah rekor terbanyak di keraton ini. Mulai dari pangeran yang paling sering membuat kekacauan, pangeran yang sering di hukum Eyang sampai pangeran yang paling sering pulang pergi Jakarta-Solo hanya untuk di ceramahi panjang lebar. Keduanya kompak membuat Keraton selalu dipenuhi suasana tegang. Bahkan Pakdhe dan Budhe mereka sudah menyerah dengan tingkah laku keponakannya.
Meskipun keduanya jauh di Ibukota namun pengawasan Eyang Kakung Ararya pada cucunya itu sangat ketat. Setiap gerak-gerik keduanya akan terlaporkan saat itu juga pada Eyang. Tak memungkiri jika sepandai apapun mereka menyembunyikan kenakalan mereka di Jakarta, pasti akan ketahuan oleh Eyang. Seperti terakhir kali saat Nata berhasil mengelabuhi orang suruhan Eyang Ararya guna menutupi aksi Gala yang asik adu balap motor liar di tempat lain. Keduanya kompak dan berhasil, namun sayangnya tadi pagi keduanya dikejutkan dengan Asisten Eyang yang mengatakan bahwa kartu kredit keduanya akan dibekukan sebagai hukuman, keduanya tetap saja ketahuan.
Setidaknya itu cukup lebih baik dibanding hidup di kota yang sama dengan aturan yang semakin ketat. Saat di Jakarta baik Nata ataupun Gala hidup dengan peraturan yang di buat orang tua mereka. Peraturan yang cenderung dianggap terlalu bebas oleh Eyang dan Pakdhe nya padahal hal itu sangat wajar di lakukan oleh kebanyakan keluarga masa kini. Pikiran dua keluarga bungsu Ararya ini lebih terbuka dibandingkan yang lain, sehingga ini semua bisa terjadi.
“Kalau cantiknya sih Mbak Sera tapi-”
“Ah lo mah gak ada di pihak gue!” potong Nata.
“Bentar dulu, gue belom selesai ngomong Mas,” omel Gala.
“Oke lanjut,” balas Nata.
“Tapi kalo masalah asik enggaknya sih gue tetep pilih Mbak Kinna. Secara dia baik banget sama gue,” ujar Gala.
“Baiknya gimana Ga?” tanya Nata penasaran.
“Pas ketemu gue selalu di traktir. Dia juga selalu beliin gue coki-coki-”
“Itu sih karena lo ada maunya doang,” seru Nata.
Gala nyengir seakan jawabannya memang benar adanya seperti yang dikatakan Nata. Tiba-tiba paha Nata di pukul keras oleh Dhanu yang ada di sebelahnya. Baru hendak melayangkan protes, Dhanu lebih dulu membuat kode untuk Nata segera menghadap ke depan. Di depan sana sudah ada asisten pribadi Eyang Kakung sekaligus guru pelajaran sopan santun para pengeran yang sedari tadi memperhatikan Nata dengan seksama. Kacamata Asisten Eyang sudah seperti teropong yang menemukan mangsanya membuat Nata kaku di tempat. Bahkan Gala segera memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku.
“Kalau mau ngobrol pakek bahasa gaul itu jangan keras-keras,” bisik Byan.
Nata hanya bisa menundukkan kepalanya. Ia takut dengan asisten Eyang yang satu itu. Bisa-bisa kalau Nata membandel Ia pulang dengan kaki yang kaku akibat di hukum untuk duduk sembari di bacakan ‘Kitab Sopan Santun’ yang tebalnya udah setara buku ensiklopedia. Percayalah jika Nata bahkan semua pangeran yang terkena hukuman akan duduk berlutut selama kurang lebih tiga jam sampai halaman terakhir dibacakan. Sangat menyiksa dan Nata sudah merasakan hal itu berkali-kali. Meskipun begitu sepertinya Nata tak ada jera.
“Nat, Nat, itu calonmu,” ucap Sena.
Nata yang sedang kembali merecoki Gala pun akhirnya menghentikan aksinya dan menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Sena. Ia melihat sosok Sera dengan dress batik mega mendung kuning di bawah lutut berjalan ke arah meja orang tuanya. Nata terdiam. Ternyata Sera yang Ia kenal dulu sudah jauh berbeda. Kini Sera terlihat sama seperti yang saudara-saudaranya katakan. Lebih cantik dan bahkan sosoknya terlihat dewasa dan anggun berwibawa. Pantas saja Nata pangling, ini sudah sepuluh tahun semenjak keduanya lulus dari sekolah kerajaan.
“Mas, dia yang bakal di jodohin sama aku?” tanya Nata pada Sena.
“Iyo, gimana? Cantikan mana sama pacarmu?” jawab Nata.
“Yo jelas… , Pacarku!” seru Nata.
Terdengar ejekan keras dari para sepupunya itu, namun bukan Nata namanya jika Ia merasa malu hanya dengan di ejek. Justru semakin di ejek maka semakin percaya dirinya meningkat. Bagi Nata tak ada yang lebih cantik selain Ibunya dan Kinna. Karena terlalu cinta mati, bahkan sahabat-sahabat Nata sudah melabelinya sebagai budak cinta. Meskipun Nata tahu kalau teman-temannya juga lebih bucin dari pada dirinya. Bilang saja Nata dibutakan cinta, pada naytanya memang karena selama lima tahun terakhir ini Ia tak bisa melirik satu wanitapun selain Kinna.
Nata tiba-tiba berdiri dan itu membuat semua orang yang duduk di meja yang sama dengan Nata menoleh kompak ke arahnya. Pesta belum selesai namun Nata memilih untuk pergi dari sana sebelum Ia benar-benar mengacaukan suasana pesta ini. Sebelum itu Nata melihat kembali ke arah Sera yang sedang diam memperhatikan orang tuanya mengobrol. Akankah Eyang Ararya membiarkannya untuk menolak gadis nyaris sempurna seperti Sera?
“Mau kemana kamu?” tanya Dhanu.
“Telfon pacar,” ujar Nata cuek.
Laki-laki itu pamit dan pergi meninggalkan tempat acara. Gala sudah sempat mengingatkan sepupunya itu untuk tidak macam-macam karena asisten pribadi Eyang masih melihat jelas ke arah mereka. Namun namanya juga Nata, tidak akan peduli jika dirinya memang ingin pergi. Setakut-takutnya Nata pada asisten Eyang, Ia lebih takut jika Kinna marah karena tidak ada kabar seharian. Nata Si Pangeran pengacau selalu hidup dengan bebas seperti ajaran Ayahnya. Bebas dalam artian dapat melakukan apapun yang Ia mau dan masih dalam tahap wajar. Namun hal itu selalu bertolak belakang dengan ajaran murni Keraton. Itu lah sebabnya Nata sama sekali tidak betah berada di sini.
Nata ingin segera pulang dan bertemu sahabat serta pacarnya. Keraton memang bukan gayanya, tapi Ia harus bisa hidup sebagai seorang pangeran karena ini takdirnya. Jadi, apakah Nata benar-benar bisa melakukan tugas sebagai pangeran dengan benar? Termasuk apakah Ia akan menerima perjodohan itu?
Seorang Nata?
Nata terbangun saat hari masih subuh. Ia semalam baru tidur jam satu pagi karena asik bermain game online dengan sahabat-sahabatnya. Namun karena ini di Keraton membuatnya mempunyai kebiasaan akan bangun sebelum fajar meskipun jam tidurnya berkurang. Sudah jadi kebiasaannya sejak kecil, entah karena semua orang memang dididik untuk bangun jam segini atau memang Nata tak begitu nyaman tidur di Keraton. Nata menatap ponselnya dan tak menemukan satupun pesan dari kekasihnya. Kamarnya pagi itu terasa lebih dingin sebab Nata lupa menutup jendelanya semalam. Setelah memastikan jendela kamar tertutup, Nata pun menuju kamar mandi dan mencuci muka. Jika sudah begini Nata bingung ingin melakukan apa. Tak ada yang bisa dilakukan jam lima pagi, meskipun semua orang sudah bangun namun kebanyakan memilih untuk berdiam diri di kamar sedangkan Nata tidak bisa terus-terus an diam, aura nya tidak cocok untuk berdiam diri saja. Akhirnya Nata memutuskan untuk mencuci mukanya dan kembali terbeng
Ibu Nata sedari tadi menahan anak semata wayangnya untuk menghentikan kalimatnya. Perkataan Nata berhasil membuat semua orang gaduh di tempatnya. Nata menatap Eyangnya dengan berani, entah dari mana Ia mendapat keberanian sebesar ini. Ia ingin semua orang tahu kalau Nata tak ingin ada perjodohan dalam hidupnya. Mungkin semua orang bisa menerima takdir mereka, namun Nata ingin sekali saja merubah takdirnya. “Nata gak mau di jodohin apalagi tunangan,” tegas Nata kembali. “Tidak bisa, tradisi tetap tradisi!” sentak Eyang Kakung. “Nata duduk,” ujar Ayah Nata memperingatkan anaknya. “Maaf Eyang, Pakdhe, Budhe, Mas, Mbak, Paklek dan Bulek, Nata tidak bisa meneruskan tradisi ini,” putus Nata. “Saya Adinata Lingga Ararya menolak adanya perjodohan ini secara lahir dan batin,” imbuh Nata. Setelah berujar demikian Nata pamit kembali ke kamarnya lebih dulu. Ia segera membereskan semua barang bawaannya. Jika Nata berdiam diri lebih lama di sini mak
Dengan sandwich yang masih ada di mulutnya, Nata sibuk menghubungi sahabatnya yang tadi berkata akan menjemput di bandara. Satu jam yang lalu Nata sampai di sini namun sahabatnya itu belum muncul juga. Nata bahkan telah menelfon berkali-kali entah berapa banyak panggilan tak terjawab yang akan sahabatnya itu dapatkan. Nata menunggu dengan beberapa kali umpatan keluar dari mulutnya. “Lo dimana sih nyet?” umpat Nata. Jika sudah di Jakarta maka Nata bisa kembali kepada dirinya sendiri. Ia tak harus pusing menjaga lisan karena tak akan ada yang tahu. Ia bebas mengumpat bahkan juga tertawa sekeras mungkin, tak akan ada Abdi Dalem yang menegur. Ini wilayah kebebasan Nata dan lebih baik karena jauh dari Eyang Kakung. Nata mendapatkan kembali dirinya sekarang. Lima menit kemudian sosok laki-laki tinggi berwajah blesteran bule datang menghampiri Nata yang masih sibuk menghabiskan makanannya.Laki-laki itu berjalan dengan santainya dengan tangan di saku. Tentu
Nata menatap jalanan Ibukota yang tak pernah ada sepinya. Bahkan sedari tadi mobilnya belum juga bergerak maju. Salahkan dirinya yang nekat pergi ke rumah Kinna pada jam-jam sibuk seperti ini. Langit yang semula terang kini sudah kehilangan semburat jingganya. Hampir dua jam Nata berdiam diri di mobil. Ia bahkan sudah menyelesaikan satu album penuh lagi Sheila On 7. Saat Ia melihat ke arah maps, ternyata bukan hanya karena jam sibuk namun juga terjadi kecelakaan di depan pintu tol. Hal itu yang membuat arus kendaraan sama sekali tidak bisa bergerak.“Gue suka Jakarta dari pada Solo, tapi enggak buat macetannya,” ujar Nata.Satu jam kemudian mobil Nata baru bisa bergerak sedikit demi sedikit dan setengah jam berikutnya Ia baru bisa sampai di depan rumah Sang Kekasih. Nata menekan bel rumah minimalis tersebut, rumah Kinna mungkin tak sebesar miliknya namun Nata selalu merasa rumah kekasihnya itu lebih terlihat hangat dibanding rumahnya. Sejak kecil Nata selal
Nata berkali-kali tak bisa menahan rasa bahagiannya dapat ikut berkumpul dengan keluarga Kinna. Meskipun hanya di isi oleh Ibu Kinna, Riyu dan juga Kinna tapi rumah ini selalu ramai dan itu yang tak bisa Nata dapatkan di rumahnya. Sejak kecil Nata selalu bergaul dengan para Abdi Dalem, Ia tak punya saudara yang dapat diajak bermain bersama. Sejak kecil pula Nata hanya bergaul dengan sepupu-sepupunya di Sekolah Kerajaan. Nata tak punya banyak teman kala itu karena tingkahnya yang sangat nakal di antara anak-anak bangsawan.Ia baru punya teman banyak setelah masuk SMP di Jakarta dan bertemu sahabat-sahabatnya yang sekarang. Itulah mengapa sebelum ini kehidupannya sangat hampa. Ia tak kekurangan kasih sayang orang tuanya, hanya saja Nata selalu kesepian karena tak punya teman di rumah sebesar itu. Dan bertemu keluarga Kinna adalah sebuah kebahagiaan kecil Nata, Ia mau ini semua akan bertahan selama bertahun-tahun ke depan.“Nat, kemarin Kak Riyu habis nyoba acar tim
Nata terbangun dari tidurnya karena ponselnya yang sedari tadi berdering padahal hari masih gelap. Dirinya baru bisa tidur jam satu malam setelah menyelesaikan semua barang-barangnya, ternyata pindahan memang sangat melelahkan. Ia bergeming sebentar saat melihat nama Byan tertera di sana. Ia bingung mengapa sepupunya itu pagi-pagi buta menelfon bahkan meninggalkan misscall sebanyak ini. Ia membuka ruang obrolan berisi para pangeran dan benar saja keberadaannya sejak semalam sudah dicari-cari. Nata menghembuskan nafasnya berat, lagi-lagi tak ada hari tenang di hidupnya. Sepagi ini sebuah surat dari Bomo telah datang yang menandakan bahwa Eyang Ararya sudah tahu tentang kepindahan Nata. Bomo mengatakan bahwa Nata harus ke Solo untuk mempertanggung jawabkan semua pelanggarannya. Lagi-lagi Nata kembali ke Solo untuk diadili. Sepertinya hanya Nata yang hidupnya berwarna-warni seperti ini sebagai seorang pangeran. “Ya Allah, mau punya istri a
"Aku mau minta kamu tanggung jawab," ucap Kinna. Langkah Nata terhenti. Kakinya memutar dan menghadapkan tubuhnya di depan Kinna dengan tegap. Netranya menatap lurus ke manik pekat kesukaannya. Kepala Nata mendekat tiba-tiba membuat jarak keduanya terkikis dan hanya tinggal beberapa senti lagi sampai hidung mereka bersentuhan. "Kamu hamil?" tanya Nata. Nata kembali berpikir apakah keduanya memang sudah melakukan sejauh itu? Seingat Nata keduanya memang sering berciuman bahkan saling menyentuh namun hanya sebatas itu, Nata masih tahu batasan. Namun tiba-tiba pipi Nata di cubit kuat oleh Kinna membuatnya berteriak mengaduh kesakitan. Bukannya menghentikan aksinya, Kinna justru semakin liar mempermainkan pipi Nata. "Ampunnn sayang! Sakit!" seru Nata. "Lepasin dulu!" pekik Nata sembari menarik tangan Kinna untuk melepaskan pipinya. Setelah puas akhirnya Kinna melepaskan tangannya dan itu membuat Nata m
"Aku mau minta kamu tanggung jawab," ucap Kinna. Langkah Nata terhenti. Kakinya memutar dan menghadapkan tubuhnya di depan Kinna dengan tegap. Netranya menatap lurus ke manik pekat kesukaannya. Kepala Nata mendekat tiba-tiba membuat jarak keduanya terkikis dan hanya tinggal beberapa senti lagi sampai hidung mereka bersentuhan. "Kamu hamil?" tanya Nata. Nata kembali berpikir apakah keduanya memang sudah melakukan sejauh itu? Seingat Nata keduanya memang sering berciuman bahkan saling menyentuh namun hanya sebatas itu, Nata masih tahu batasan. Namun tiba-tiba pipi Nata di cubit kuat oleh Kinna membuatnya berteriak mengaduh kesakitan. Bukannya menghentikan aksinya, Kinna justru semakin liar mempermainkan pipi Nata. "Ampunnn sayang! Sakit!" seru Nata. "Lepasin dulu!" pekik Nata sembari menarik tangan Kinna untuk melepaskan pipinya. Setelah puas akhirnya Kinna melepaskan tangannya dan itu membuat Nata m
Nata terbangun dari tidurnya karena ponselnya yang sedari tadi berdering padahal hari masih gelap. Dirinya baru bisa tidur jam satu malam setelah menyelesaikan semua barang-barangnya, ternyata pindahan memang sangat melelahkan. Ia bergeming sebentar saat melihat nama Byan tertera di sana. Ia bingung mengapa sepupunya itu pagi-pagi buta menelfon bahkan meninggalkan misscall sebanyak ini. Ia membuka ruang obrolan berisi para pangeran dan benar saja keberadaannya sejak semalam sudah dicari-cari. Nata menghembuskan nafasnya berat, lagi-lagi tak ada hari tenang di hidupnya. Sepagi ini sebuah surat dari Bomo telah datang yang menandakan bahwa Eyang Ararya sudah tahu tentang kepindahan Nata. Bomo mengatakan bahwa Nata harus ke Solo untuk mempertanggung jawabkan semua pelanggarannya. Lagi-lagi Nata kembali ke Solo untuk diadili. Sepertinya hanya Nata yang hidupnya berwarna-warni seperti ini sebagai seorang pangeran. “Ya Allah, mau punya istri a
Nata berkali-kali tak bisa menahan rasa bahagiannya dapat ikut berkumpul dengan keluarga Kinna. Meskipun hanya di isi oleh Ibu Kinna, Riyu dan juga Kinna tapi rumah ini selalu ramai dan itu yang tak bisa Nata dapatkan di rumahnya. Sejak kecil Nata selalu bergaul dengan para Abdi Dalem, Ia tak punya saudara yang dapat diajak bermain bersama. Sejak kecil pula Nata hanya bergaul dengan sepupu-sepupunya di Sekolah Kerajaan. Nata tak punya banyak teman kala itu karena tingkahnya yang sangat nakal di antara anak-anak bangsawan.Ia baru punya teman banyak setelah masuk SMP di Jakarta dan bertemu sahabat-sahabatnya yang sekarang. Itulah mengapa sebelum ini kehidupannya sangat hampa. Ia tak kekurangan kasih sayang orang tuanya, hanya saja Nata selalu kesepian karena tak punya teman di rumah sebesar itu. Dan bertemu keluarga Kinna adalah sebuah kebahagiaan kecil Nata, Ia mau ini semua akan bertahan selama bertahun-tahun ke depan.“Nat, kemarin Kak Riyu habis nyoba acar tim
Nata menatap jalanan Ibukota yang tak pernah ada sepinya. Bahkan sedari tadi mobilnya belum juga bergerak maju. Salahkan dirinya yang nekat pergi ke rumah Kinna pada jam-jam sibuk seperti ini. Langit yang semula terang kini sudah kehilangan semburat jingganya. Hampir dua jam Nata berdiam diri di mobil. Ia bahkan sudah menyelesaikan satu album penuh lagi Sheila On 7. Saat Ia melihat ke arah maps, ternyata bukan hanya karena jam sibuk namun juga terjadi kecelakaan di depan pintu tol. Hal itu yang membuat arus kendaraan sama sekali tidak bisa bergerak.“Gue suka Jakarta dari pada Solo, tapi enggak buat macetannya,” ujar Nata.Satu jam kemudian mobil Nata baru bisa bergerak sedikit demi sedikit dan setengah jam berikutnya Ia baru bisa sampai di depan rumah Sang Kekasih. Nata menekan bel rumah minimalis tersebut, rumah Kinna mungkin tak sebesar miliknya namun Nata selalu merasa rumah kekasihnya itu lebih terlihat hangat dibanding rumahnya. Sejak kecil Nata selal
Dengan sandwich yang masih ada di mulutnya, Nata sibuk menghubungi sahabatnya yang tadi berkata akan menjemput di bandara. Satu jam yang lalu Nata sampai di sini namun sahabatnya itu belum muncul juga. Nata bahkan telah menelfon berkali-kali entah berapa banyak panggilan tak terjawab yang akan sahabatnya itu dapatkan. Nata menunggu dengan beberapa kali umpatan keluar dari mulutnya. “Lo dimana sih nyet?” umpat Nata. Jika sudah di Jakarta maka Nata bisa kembali kepada dirinya sendiri. Ia tak harus pusing menjaga lisan karena tak akan ada yang tahu. Ia bebas mengumpat bahkan juga tertawa sekeras mungkin, tak akan ada Abdi Dalem yang menegur. Ini wilayah kebebasan Nata dan lebih baik karena jauh dari Eyang Kakung. Nata mendapatkan kembali dirinya sekarang. Lima menit kemudian sosok laki-laki tinggi berwajah blesteran bule datang menghampiri Nata yang masih sibuk menghabiskan makanannya.Laki-laki itu berjalan dengan santainya dengan tangan di saku. Tentu
Ibu Nata sedari tadi menahan anak semata wayangnya untuk menghentikan kalimatnya. Perkataan Nata berhasil membuat semua orang gaduh di tempatnya. Nata menatap Eyangnya dengan berani, entah dari mana Ia mendapat keberanian sebesar ini. Ia ingin semua orang tahu kalau Nata tak ingin ada perjodohan dalam hidupnya. Mungkin semua orang bisa menerima takdir mereka, namun Nata ingin sekali saja merubah takdirnya. “Nata gak mau di jodohin apalagi tunangan,” tegas Nata kembali. “Tidak bisa, tradisi tetap tradisi!” sentak Eyang Kakung. “Nata duduk,” ujar Ayah Nata memperingatkan anaknya. “Maaf Eyang, Pakdhe, Budhe, Mas, Mbak, Paklek dan Bulek, Nata tidak bisa meneruskan tradisi ini,” putus Nata. “Saya Adinata Lingga Ararya menolak adanya perjodohan ini secara lahir dan batin,” imbuh Nata. Setelah berujar demikian Nata pamit kembali ke kamarnya lebih dulu. Ia segera membereskan semua barang bawaannya. Jika Nata berdiam diri lebih lama di sini mak
Nata terbangun saat hari masih subuh. Ia semalam baru tidur jam satu pagi karena asik bermain game online dengan sahabat-sahabatnya. Namun karena ini di Keraton membuatnya mempunyai kebiasaan akan bangun sebelum fajar meskipun jam tidurnya berkurang. Sudah jadi kebiasaannya sejak kecil, entah karena semua orang memang dididik untuk bangun jam segini atau memang Nata tak begitu nyaman tidur di Keraton. Nata menatap ponselnya dan tak menemukan satupun pesan dari kekasihnya. Kamarnya pagi itu terasa lebih dingin sebab Nata lupa menutup jendelanya semalam. Setelah memastikan jendela kamar tertutup, Nata pun menuju kamar mandi dan mencuci muka. Jika sudah begini Nata bingung ingin melakukan apa. Tak ada yang bisa dilakukan jam lima pagi, meskipun semua orang sudah bangun namun kebanyakan memilih untuk berdiam diri di kamar sedangkan Nata tidak bisa terus-terus an diam, aura nya tidak cocok untuk berdiam diri saja. Akhirnya Nata memutuskan untuk mencuci mukanya dan kembali terbeng
Malam ini aula Keraton Solo sedang mengadakan pesta jamuan untuk pertunangan Pangeran ke-3 mereka. Trah Ararya merupakan trah Jawa murni dengan status kasta tertinggi yang masih ada di jaman yang sudah serba modern ini. Trah ini jugalah yang sekarang meneruskan tahta Raja Solo. Berkembangnya kehidupan di luar kerajaan yang pesat lantas tak membuat budaya mereka terlihat kuno. Kerajaan kini dapat dengan baik beradaptasi meskipun masih menerapkan nilai-nilai budaya Jawa yang masih kental.Adinata Lingga Ararya atau yang biasa di panggil Nata itu tengah menenggak jus jeruk di hadapannya dengan tidak sabaran. Ia menatap kedua pasangan yang sedang ada di hadapan para sesepuh dan juga keluarga besar dengan tenang, semua orang setuju jika kakak sepupunya itu sangat serasi dengan tunangannya.Ketenangan Pangeran ke-4 trah Ararya itu justru mengundang banyak sekali tatapan keheranan dari pangeran-pangeran yang lain. Contohnya sekarang Byan si Pangeran ke-1 sedang memperhatikan