Ibunya Aruna tercengang melihatku bertelanjang dada dengan tubuh memerah. Dia langsung menyuruhku merebahkan tubuh di bangku panjang. Dia kembali membawa mangkuk berisi ramuan. Ibunya Aruna mengoleskan ramuan itu ke seluruh tubuhku yang memerah, rasanya dingin dan menyejukkan."Terkena bom!" Betapa terkejutnya dia mendengar penjelasan dari anaknya.Poninya yang sama dengan Aruna bergerak-gerak tertiup angin. Dia duduk di samping Aruna menanyakan kelanjutannya."Indra masih hidup terkena bom sebesar itu." Dia melirikku yang perlahan bangun untuk duduk."Iya, Bu, aku juga tidak percaya, tiba-tiba jantung Indra berdetak lagi, matanya terbuka. Aku memang tidak melihatnya, pria itu yang mengatakannya padaku, saat dia ingin mengembalikan kalung kristalnya Indra." Aruna menjelaskan.Angin bertiup sepoi-sepoi memasuki rumah dari jendela besar di samping bangku panjang. Kami berada di ruang tengah, persis di hadapanku, jauh di pojok dind
Rai keluar rumah, dia duduk di balai. Beberapa menit lengang, tidak ada percakapan diantara kami. Aku melihat langit malam, cuaca selalu cerah, bulan bersinar terang."Aku tahu perasaanmu, Indra. Mungkin ada sebabnya Subaru melakukan itu." Rai memecah lenggang, dia mencoba mencairkan suasana."Aku tidak ingin membahasnya lagi, semua tentangnya aku tidak peduli," ucapku, mataku tetap menatap langit.Aku sangat kecewa sekarang, sebab seseorang yang aku kagumi ternyata sosok itu adalah orang yang selama ini tidak aku suka, rasanya aku tidak percaya, kenapa harus dia."Wanita itu mungkin ada kaitannya dengan masa lalu ayahmu." Rai membahas tentang wanita bernama Alena."Sudah kubilang jangan bahas hal itu lagi Rai, aku tidak peduli lagi!" Intonasi suaraku meninggi.Rai terdiam, halaman rumah lenggang.Malam hari begitu sunyi di kota ini, jarak dari rumah ke rumah tidak terlalu jauh, tetapi mereka sudah masuk rumah untuk beristirahat, hanya terdengar suara daun bergoyang.Aruna dan ibunya
Bulan perlahan tenggelam ditelan bumi, matahari keluar dari tempat persembunyiannya di balik bukit. Langit berwarna jingga, burung-burung berkelompok, berterbangan, angin sepoi-sepoi menggoyang dedaunan.Danau ini bernama bening, persisi seperti namanya, airnya sangat jernih dan tenang. Tempat ini berada di lapang rumput luas, belakang rumah penduduk, tidak jauh dari pasar.Benar yang dikatakan Aruna, danau ini sangat ramai, mereka menyaksikan keindahan matahari terbit. Cahayanya memantulkan bayangan wajahku dan pohon bungur di sekitarnya.Matahari terbit dengan gemilang, menerangi seluruh danau dan membuat airnya tampak begitu bening dan jernih. Bunyi desiran air dan angin menghiasi suasana. Di sekitar danau yang mempesona ini, bisa ditemukan berbagai jenis pohon bungur yang aggun dan elegan. Pohon-pohon ini merupakan ciri khas danau ini, menambahkan nuansa alami yang menakjubkan. Bunga-bungu bungur mekar dengan indah, menghiasi sekeliling danau
Aku tidak percaya, raja sampai mengutus Komandan Prajurit Kerajaan untuk mencari Aruna. Gadis ini sekarang menjadi buronan no 1 di negeri ini, tapi kenapa raja ikut campur, padahal ini hanya masalah keluarga, masih banyak penjahat yang lebih berbahaya daripada ini.Tiga prajurit melompat turun dari punggung Batterai, dua orang laki-laki memakai baju tangan panjang berwarna coklat, di lengannya terdapat kain warna hitam sampai bawah sikut, dengan rompi biru bergambar kepala Batterai yang sedang membuka mulut lebar, itu merupakan lambang dari Kerajaan Manggo. Mereka memakai celana panjang dengan warna serupa, sepatu boots setinggi betis berwarna hitam, pedang menyangkut di pinggangnya.Satu lagi seorang wanita, dia memakai kaos putih dengan kemeja biru yang tidak di kancing. Lambang Kerajaan Manggo terdapat di punggung kemeja itu. Celana legging panjang berwarna hitam dengan garis biru di sampingnya. Sandal ber-hak tinggi berwarna coklat. Telinga kanan sampai leher b
Anna keluar dari kepulan debu, penampilannya sangat mengesankan, kemeja birunya melekat pas di tubuhnya, rambut biru panjang kuncir kuda itu menjuntai-juntai. Raut wajahnya menatap ganas kearahku, pergelangan tangan kanannya berwarna biru. Apa dia mentato sebagian tubuhnya dengan warna biru?Aku semakin terkejut melihat satu bola matanya sebelah kanan berubah menjadi biru. Wajahnya mengerikan, benar yang dikatakan Rai, dia bukan Ras Human, dia manusia dari ras yang belum kami ketahui."Kalian tidak pantas berteman dengan tuan putri, beliau ibarat berlian sedangkan kalian besi yang berkarat." Anna terus perlahan maju menghampiri kami."Tidak ada alasan berteman dengan siapapun. Seorang buronan, tuan putri atau apapun itu, Aruna tetap teman kami." "Raja tidak akan membiarkan hidup untuk orang yang telah membawa putrinya kabur. Kalian akan dihukum mati, tubuh kalian akan menjadi santapan harimau lapar, atau ditembak mati.""Walaupun mati, itu tidak bisa memutuskan hubungan pertemanan kam
Aku kira sumur ini tak berujung. Akhirnya setelah 30 menit tubuhku meluncur ke dalam bumi, aku dapat melihat setitik cahaya. Cahaya itu perlahan melebar dan aku tidak bisa percaya dengan apa yang aku lihat sekarang.Apa ini mimpi? Apa aku sudah berada di dunia kedua setelah kematianku. Aku ingat sekali aku masuk ke dalam sumur, tubuhku jatuh ke inti bumi, tapi lihatlah ini. Aku seakan terjun dari langit.Di bawah sana terdapat hutan lebat, kanopi-kanopi pohon terlihat lancip dari atas sini. Tubuhku terus melesat jatuh.Aku melihat Rai, tubuhnya terus melesat turun, hampir mencapai pucuk pohon, kecil sekali, jarak kami sangat jauh. Tiba-tiba sebuah makhluk menangkap tubuhnya, lalu membawanya pergi.Makhluk apa itu? Dia membawanya kemana? Aku tidak bisa melihatnya dengan jelas, dia seperti titik hitam kecil di dalam selembar kertas.Tubuhku terus meluncur cepat, pucuk pohon terlihat semakin besar, aku bisa melihat semuanya dari atas sini. H
Sampai malam tiba, Aruna masih belum sadarkan diri. Aku dan Rai menjaganya malam ini, tidur di lantai ruang tenang. Warchi, Harchi dan Narchi tidur di kamar mereka masing-masing.Aku menatap langit-langit rumah, tadi Warchi menceritakan kejadian yang membuat Ras Olddes harus tinggal di bawah tanah, mereka mengasingkan diri demi melindungi Kerajaan Manggo.Ruangan yang terdapat satu tempat tidur, meja panjang, kursi-kursi, dan kotak-kotak kayu ini terasa sunyi sekarang setelah tadi bisik terdengar suara nyanyian dan burung hantu.Rasanya ada yang aneh kenapa di dalam bumi terdapat burung hantu, niatnya aku ingin bertanya dengan Rai, dia sudah tertidur duluan di sampingku.Besok pagi aku ikut ke perpustakaan bersama Rai dan Harchi. Kami harus tahu kejadian perperangan 3 saudara yang Warchi ceritakan tadi. Kenapa dia tega mengutuk seorang anak demi ambisinya menghancurkan Kerajaan Manggo.Buku itu kebetulan ada di pe
Malam kembali sunyi, suara nyanyian itu sudah berhenti, juga dengan deruan burung hantu, mereka berhasil menegur orang itu agar tidak bernyayi di malam hari.Sudah lewat tengah malam, tidak ada yang perlu dicemaskan, Anna tidak mungkin mengikuti kami sampai ke sini, dia mungkin sedang dimarahi karena misi yang dijalankannya gagal.Namun, jika raja tahu Aruna terjatuh ke dalam sumur, dia tidak perlu khawatir lagi, sebab Warchi ada di sini, raja sangat mengenalnya, mereka orang baik, tidak mungkin menghianatinya, dia akan memerintah perajurit untuk membawa Aruna pulang ke istana.Sebelum hari itu tiba, aku harus keluar dari kota ini, bagaimanapun juga mereka sudah mengecap aku dan Rai sebagai pencuri.Aku sangat lelah, aku mengantuk, kebelakang ini tubuhku sering terkena luka serius, aku akan beristirahat.Beberapa jam kemudian, cahaya terang menerpa wajahku, terasa hangat, mataku mengerjap-ngerjap."Selamat siang, Indra." Narchi menyapku, dia sudah berpakaian modis, memakai tas punggun
Pagi-pagi sekali dikalah orang-orang masih tertidur lelap. Kami pergi ke tokoh Paman Linchi membawa uang yang dia butuhkan. Sekarang peraturan Kota Tree sudah diperbarui setelah Sadam kalah, mereka sedang sibuk membangun sekolah sihir menyebar ke seluruh penjuru kota. Sekolah harus tutup sore hari, tidak boleh buka sampai malam.Meskipun Sadam sudah tidak ada, mereka tetap mematikan setengah lampu saat malam hari, tidur malam. Tidak boleh ada toko yang buka 24 jam.Setiap satu hari dalam seminggu diberlakukan hari libur. Hari ini kami bertepatan pada hari libur, jalan gantung yang biasanya ramai menyadi lenggang.Paman Linchi membuka toko di rumahnya. Saat ini rumahnya masih tertutup. Harchi menekan tombol belnya. Dalam beberapa menit tidak ada jawab dari penghuni rumah, Harchi memutuskan menekan bel itu lagi. Kami masih menunggu, lalu ada tetangga melintas."Paman Linchi tadi aku lihat dia terburu-buru pergi kearah sana. Aku tidak tahu
Aku kembali ketempat pertarungan panco, kali ini aku yang terlambat, mereka menungguku, duduk di atas balai."Aku pikir kau tidak akan datang," ucap salah satu dari kelima orang tersebut."Ini pemenang pertarungan kemarin?" tanya satu orang anak baru. Aku baru melihatnya hari ini.Mereka mengangguk."Baguslah kau datang, aku ingin sekali bertarung denganmu," ucap anak baru itu."Hei, kau saja belum tentu mengalahkan kami.""Iya. Aku hampir menang kemarin, kali ini tidak akan aku biarkan kalian semua mengalahkanku. Cepat keluarkan uang taruhannya."Aku mengeluarkan uang 100 Greal. Mereka menoleh kiri-kanan. "100 lagi taruhannya?" tanya orang yang kemarin hampir menang."Aku takut kalian kalah lagi. 100 Greal sebagai percobaan, bagaimana?""Baiklah kalau takut kalah, lagi pula ada anak baru di sini, dia pasti kaget." "Enak saja, aku pernah memenangkan 5 kali pertandingan ini sebelumnya."
Paginya kami berpisah untuk mencari uang sesuai dengan yang sudah ditentukan kemarin. Aruna, Rai, dan Harchi pergi kepasar, Warchi menjaga rumah dan aku pergi ketempat pertandingan panco.Tempat ini masih sepi, mungkin aku datang terlalu pagi, mereka belum pada sampai. Aku duduk di dahan pohon, menguncang-uncang kaki. Para warga berlalu-lalang, tidak memperdulikan ku, sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.Aku melirik pergelangan tangan, ini sudah 30 menit aku menunggu, mereka belum sampai juga ke lokasi, apa kmhati ini pertarungan panci diliburkan?"Hei, ngapain kamu di sana," ucap seorang pria, kepalanya menengadah memandangku.Aku melompat ke lantai balai. "Aku pikir kalian tidak datang. Aku ingin bertarung panco lagi dengan kalian.""Kamu bertaruh berapa?" tanya orang itu."Aku hanya ada 100 Greal." "100 doang, itu terlalu kecil." "Pertandingan pertama kita bertaruh 100 Greal dulu, kalau aku menang, uang
Paman Linchi sibuk melayani para pembeli yang recet agar pesanannya segera dibuatkan. Paman Linchi menyuruh kami menunggunya di dalam rumah. Sampai sore hari Paman Linchi baru menghampiri kami, dia mengendurkan urat-uratnya. "Hari ini ramai sekali, aku tidak bisa beristirahat dari pagi sampai sore." Paman Linchi menarik kursi, dia duduk dihadapan kami."Maafkan aku telah mengganggu waktu istirahatmu, Paman Linchi," ucap Harchi sopan."Tidak masalah, Harchi, warungku ramai ini semua karena Narchi yang telah mengalahkan Sadam. Mereka sangat senang dan merayakannya dengan meminum madu. Kamu ingin bicara apa, Harchi, sepertinya sangat penting?""Tadi pagi aku dan mereka pergi ke pohon itu, paman, aku ingin menggunakan alat itu, tetapi waktu kami sampai benda itu sudah hancur. Gubuk Paman Linchi juga roboh.""Pemerintah kota yang menghancurkannya, mereka tidak ingin siapapun yang menggunakannya."Wajah Paman Linchi berubah menjadi te
"Lelah sekali, apakah masih jauh?" tanya Aruna, dia mengatur napasnya, keringatnya tidak dapat dihindari, mengalir deras terjun bebas ke bawah.Pagi-pagi sekali kami mengikuti Harchi memanjat pohon paling tinggi di kota ini. Dia bilang jalan satu-satunya agar keluar dari kota ini adalah dengan memanjat pohon ini, dia sana ada benda terlarang yang bisa melontarkan kami."Kenapa harus pagi-pagi sekali sih, aku masih ngantuk tahu, kemarin kita pulang sangat malam." Aruna masih mengomel dibawah sana. Aku dengannya beda dua dahan. Rai di samping Aruna, mendampinginya agar dia tidak pingsan."Karena itu watu yang cocok untuk ke atas sana, sebab jika ada orang yang melihat mereka akan melapor ke pemimpin kota dan kita akan dipenjara." Harchi berteriak, dia sudah sangat tinggi di atas kami."Kenapa dipenjara? Kita hanya memanjat saja kan, lagian siapa juga orang yang ingin memanjat pohon ini, cuma kita berempat." Aruna melihat kebawa, wajahnya pucat. "Tin
Sebagian lampu-lampu mulai dipadamkan, pasir yang berada di tabung atas semakin sedikit, para warga memasuki rumah, menutup jendela dan pintu rapat-rapat.Aku menggendong Rai dipunggung, melompat dari dahan ke dahan. Harchi menggendong Aruna, dia dalam kantong bajunya terdapat sisa buku Narchi, dia sempat mengambilnya sebelum mengeluarkan teknik besar itu.Mereka tidak mengetahui bahwa Sadam sudah mati, kami belum mengumumkannya. Bagaimana kami bisa sempat memberitahu mereka jika kami saja bingung harus bagaimana memberitahu Warchi tentang Narchi. Dia sudah tua, aku takut Warchi akan terkejut dan menyusul Narchi.Sore ini kami bisa melompati dahan tanpa terburu-buru, tanpa berjaga-jaga dan khawatir Sadam akan datang. Malam ini telingaku tidak akan pernah mendengar suara jelek Sadam lagi."Kenapa Narchi, seharusnya aku saja." Warchi menghela napas ketika Harchi memberitahu dan memberikan sisa bulu Narchi kepada Warchi. "Besok pagi kita akan memakam
Kami semua terpaku. Narchi dimakan sekali lahap. Sadam melakukannya di depan kami. Aku sangat terkejut, bagaimana perasaan Harchi sekarang.Harchi memukul-mukul tanah, air matanya mengalir deras. "Maafkan aku …. Maafkan aku sebab tidak bisa melindungimu. Maafkan aku, Narchi …." Harchi menangis terisak-isak."Ini lezat sekali, tapi aku belum kencang." Sadam melirik Rai. "Selanjutnya pendekar itu." katanya.Aruna memeluk Rai, kepalanya menggeleng, matanya berkaca, bibirnya tertarik kebawah, dia memohon agar Sadam tidak mengambil Rai dari pelukannya.Aku tidak akan membiarkan Sadam memakan Rai, itu tidak boleh terjadi, bagaimanapun caranya aku harus menyelamatkan. Kalau Rai sampai dimakan, aku sangat bersalah dan hari ini merupakan hari yang sangat terburuk dalam hidupku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk menyelamatkan temanku, aku tidak berguna. Aku berusaha menarik tubuhku, aku harus menyelamatkan Rai, apapun resikonya, walaupun kulitk
Rai tidak berdaya, perutnya tertusuk. Aruna dan Narchi sedang mengobatinya. Harchi tidak bisa bertarung lagi, bulu emas Sadam membuatnya tertancap di dinding gua. Hanya aku harapan mereka, aku harus melakukannya.Sampai di tengah perjalanan, aku harap Sadam tidak menyadarinya, dia sedang menyembuhkan sayap emasnya.Senyap. Sadam tidak menyerang, dia juga kelelahan. Harchi menatapku penuh harapan, dia tidak mampu menarik tubuhnya keluar dari buku emas."Eh! Kau! Mau ngapain, anak muda!" Sadam melihatku, dia perlahan berdiri.Aruna dan Narchi terkejut, mereka yang sejak tadi tegang menyaksikanku."Kau tidak akan bisa menghancurkan gua ini!" Sadam menyerangku dengan satu bulu emasnya, sepertinya energinya mulai belum pulih.Aku menarik tubuhku, memanjat tambang dengan cepat, tetapi gerakan bulu emas Sadam lebih cepat, bulu itu menancap pahaku.Aku menyerngit, menahan sakit, pergerakan ku melambat. Namun, aku belum menyerah,
Bukkk"Au." Aruna mengaduh.Rencana kami gagal, Sadam sudah mengetahuinya. Aruna dan Narchi berdiri, mereka menyeka bajunya, perlahan mundur ketika Sadam mendekatinya."Berani-beraninya kau menipuku!" Sadam mengarahkan sayapnya ke arah Aruna dan Narchi.TengggRai menahannya.Aku berlari, kemudian menarik kakinya. Sadam terjatuh. Harchi melompat dia mengeluarkan tekniknya."Ball Magic. Hancurkan!" BummmBola sihir berwarna merah itu tidak terlalu besar, tapi ledakannya membuat bumi bergetar."Cepat lari!" Rai berteriak.Kami berhamburan, berlari keluar gua."Kalian tidak bisa lari dari sini!" Bulu besi Sadam memotong tali. Sebuah batu besar menggelinding menutup mulut gua.Sadam tertawa. "Aku bukan kalian saja yang bisa bertarung dengan licik, aku juga bisa melakukannya. Kalian akan mati disini!"Sadam melesat menyerang kami. Aruna dan Narchi bersembunyi di