Alya sang putri kecil sedang berdandan dengan bahagia di dalam kamarnya di bantu oleh sang nenek. “Alya seneng kan, punya mama baru?”tanya Erna mertua Zara yang sangat picik dan jahat dengan segala tipu muslihatnya.
“Senang dong, nek! Nanti Alya bisa punya adik kan?”dia bertanya dengan begitu polosnya. Tanpa mengetahui apa makna semua itu. Yang dia tahu hanya yang di katakan oleh sang nenek.“Benar sayang. Bunda Syifa bisa kasih kamu adik. Tidak seperti mama kamu yang enggak bisa kasih adik.”sinisnya. Namun anak malang itu sama sekali tidak menyadari hal itu.Dia hanya bisa beriang gembira. Melompat-lompat dengan sangat senang seolah itu semua adalah kebahagiaan semua orang dan dia juga tidak menyadari bahwa semua orang itu tidaklah termasuk mamanya.Erna memasangkan kerudung kecil Alya. Dengan duduk beralaskan lantai marmer Erna mengangkat tubuh kecil Alya dan mendudukannya kedalam pangkuannya.“Alya mau denger nenek, kan?”Alya menatap neneknya dan mengangguk semangat. “Mau, nek!”serunya.Erna tersenyum puas, dia berhasil menguasai Alya dan membuat anak itu yang perlahan menghancurkan Zara dengan sendirinya. Yang dia inginkan hanyalah kehancuran Zara!“Alya dengar nenek,ya? pokoknya Alya harus jaga bunda Syifa baik-baik supaya bunda cepet hamil. Nanti kalau bunda hamil, Alya harus jaga baik-baik dan sayang sama bunda biar dedek bayinya juga sayang sama Alya.”Alya mengangguk,menurut, “Begitu ya,nek? Jadi Alya gak boleh nakal sama bunda?”“Iya, sayang. Pokoknya harus sayang sama bunda. Buat supaya bunda nyaman tinggal disini. Dan buat mamamu menderita hingga dia sendiri yang akan pergi!”lanjutnya tertawa puas dalam hati.Persis seperti penyihir jahat yang memanfaatkan kepolosan seorang anak untuk menghancurkan mamanya sendiri. Sangat kejam!“Yasudah, sekarang kita turun dan kita tunggu bunda sampai di depan rumah, yuk?”“Ayuk,nek!”seru Alya girang. Erna mengendong Alya dan membawanya turun menemui para keluarga yang sedang menunggu sang mempelai wanita beserta keluarganya sampai.****Semua orang sedang sibuk bercengkrama ria dengan mempelai wanita waktu itu Zara manfaatkan untuk diam-diam dia mencuri kesempatan untuk bertemu dengan Yusuf yang masih berada di dalam kamarnya.Dengan mengendap-endap serta matanya yang mengawasi semoga para keluarga tak ada yang melihatnya. Zara berhasil menaiki tangga menuju kamar mereka. “Sungguh miris, aku ingin menemui suamiku. Tapi, aku seperti seorang wanita pencuri. Bukan aku yang mencuri suamiku.”batinya meringis perih.Saat sudah berada di depan pintu kamar. Dia tak tahu harus melakukan apa? kakinya merasa terpaku,tangganya gemetaran. Seolah dia tak bisa melihat kenyataanya jika saat dia membuka pintu itu dia akan melihat pria yang dia cintai sedang memakai jas pengantin. Maka apalagi yang bisa dia lakukan?Zara membuka pintu dan semua gelap. Ruangan itu sangat gelap, lampu yang mati serta tirai jendela yang seolah tak diizinkan untuk dimasuki cahaya surya. “Mas?”panggil Zara lirih. Dia menyalakan stop kontak lampu.Betapa terkejut dan hancurnya ia saat melihat Yusuf terduduk tak berdaya seolah raga tanpa nyawa dengan jas pengantinya. “Mas...?!”Zara berlari menghampir Yusuf yang tak berdaya. Zara memeluk setengah badan Yusuf menelusupkan kepala Yusuf keperutnya. Dia memeluk Yusuf dengan posisi berdiri.Tangisan pilu terdengar, “Maaf,...maafkan aku.”Zara tertegun. Hatinya terasa sesak mendengar tangisan pilu suami yang sangat dia cintai. “Ma-mas,jangan seperti ini. semua orang sudah menunggu.”ucap Zara bergetar menahan tangis.Tubuh Yusuf merosot turun kebawah. Kakinya berlutut di hadapan Zara membuat Zara tersentak. “Apa yang kamu lakukan,mas?!”Yusuf mendongak menatap mata Zara seketika hati Zara tercubit melihat betapa derasnya air mata Yusuf. Dia mengatupkan tangan memohon kepada Zara. “Kumohon,maafkan aku. Aku tidak ingin menikah dengan wanita lain.”“Kamu mengatakan itu sekarang, lantas dulu kamu yang mulai bermain di belakangku,mas?!”sentak Zara.Yusuf menggeleng, “Maaf, maafkan aku! Aku menyesal Zara, aku sangat menyesal!”tangisnya pilu.Zara menutup matanya, deru nafasnya terasa semakin berat. Jantungnya terasa teremas dari dalam. “Sudahlah,mas. Semua sudah terlambat!”lirihnya.Bahu Yusuf merosot lemas. Pupus sudah harapannya, tak ada lagi kesempatan baginya untuk menghentikan pernikahan ini.Zara benar,semua ini adalah salahnya. Jika saja dia menolak dan menutup hati agar tak tergoda oleh wanita lain. Nasi sudah menjadi bubur, kini hanya penyesalan saja yang tersisa pada akhirnya.Zara mengangkat kedua bahu Yusuf, dan membawanya kembali berdiri. Berhadapan, dengan mata basah yang saling menatap sangat dalam. Kedua insan manusia yang terjebak oleh permainan seseorang.Hati mereka yang sama-sama hancur, siapa yang akan bertanggung jawab?“Pergilah, pengantinmu sudah menunggu.”Yusuf diam, dia tetap menatap setiap inci wajah istrinya. Istri yang sudah dia sakiti dengan sebuah penghianatan. “Kamu tidak akan meninggalkanku, kan?”tanya Yusuf dengan suara bergetar.Zara tersenyum getir. “Tidak, jika bukan kamu yang memintaku pergi.”“Aku tak akan pernah membiarkanmu pergi. Tidak akan pernah!”ucap Yusuf tegas.Wanita itu hanya bisa mengangguk pasrah. “Semoga,mas. Tidak akan ada yang tahu apa yang terjadi di masa depan. Aku hanya takut kamu akan membuangku setelah mendapat anak dari wanita lain. Jika 8 tahun pernikahan kita saja dengan mudah kamu khianati. Tak mustahil itu terjadi di masa depan.”batinya,nelangsa.****“Saya terima nikah dan kawinnya Syifa Humairah binti Ahmad dengan mas kawin emas 10gram dan seperangkat alat sholat di bayar tunai!” suara Yusuf mengucap ijab qobul mengelegar di seluruh penjuru rumah.Sahutan para saksi pernikahan membuat seorang istri yang tadinya satu-satunya kini menjadi seorang istri pertama.Tangis Zara pecah namun segera dia bungkam mulutnya dengan kedua tangannya. Hatinya terkoyak, luka dan darah yang tak bisa terlihat namun sangat sakit dirasa.Dia meraup wajahnya dengan tangisan dalam diam yang begitu pilu.Dilihatnya suaminya mencium kening wanita lain. Istri mana yang tak akan hancur dan remuk hatinya. Dia terduduk lemas di balik tembok yang membatasi ruang tamu. Bahunya bergetar hebat hingga tersengal dia terus menangis.Putrinya juga yang tak di sangka dengan nyaman duduk di pangkuan wanita yang baru menjadi ibunya.Apa putrinya juga telah melupakannya? Permainan apa yang sedang diberikan takdir padanya.“Sudah puas menangis?”suara sinis itu membuat Zara terdiam membatu. Erna sang mertua tiba-tiba saja muncul di belakangnya. Berdiri dengan kedua tangan melipat didada. Menatap Zara penuh dengan kebencian.“Kau tahu, aku merasa sangat senang melihatmu menangis tak bedaya seperti ini!”cibirnya.Zara mengusap air matanya dengan kasar.Berusaha untuk berdiri tegak walau kakinya gemetaran, hingga akhirnya dia harus memegang dinding untuk membantunya berdiri tegak.Dia menatap mertuanya dengan pilu. “Kenapa mama begitu membenci Zara? Apa salah Zara ma?”tanya Zara lirih dan memohon.Erna berdecih, “Aku punya alasan kuat untuk membencimu. Yang kuinginkan hanyalah membuatmu menderita. Hancur, dan perlahan meninggalkan dunia ini selamanya!”“Maa! Kenapa mama begitu kejam!”sungut Zara tak terima.Erna berjalan mendekat, berdiri dengan angkuh di hadapan Zara. “Kejam! Ahahahha.. aku memang kejam! Lalu, kau mau apa, huh?”Zara diam tak berkutik, “Biar ku lakukan satu hal yang lebih kejam. Aku akan menantangmu!”desis Erna menatap Zara tajam dan kebencian yang membara dalam hatinya.“Apa maksud mama? Apa tidak cukup kekejaman ini mama berikan padaku!”Zara menggeleng tak percaya.“Tidak! Tidak akan pernah cukup!” dia mencondongkan badanya ke samping wajah Zara. Lalu berbisik tajam.“Aku menantangmu. Jika dalam waktu satu tahun ini Yusuf masih mempertahankamu. Itu artinya kamu menang, Zaara. Tapi, jika selama waktu itu Yusuf yang mengusirmu dari kehidupannya. Itu artinya wanita kejam ini yang menang!” bisiknya semakin mengoyak luka sayatan hati semakin melebar.****#Bersambung....***Cahaya bulan terilhat meredup di langit malam. Seolah dia sepakat dengan hati yang sedang terluka. Menemaninya yang meredup dengan sedikit cahaya hati sinar bahagia dan tak bahagia. Semilir angin malam menyayat kulit halusnya yang tertutup cardigan tipis.“Huhhhfftt...” hembusan nafas panjang dia keluarkan. Berusaha sedikit meringankan beban di hatinya. Malam ini adalah malam pengantin suaminya dengan sang madu. Mereka yang dibayangkan sedang memadu kasih di malam pertamanya sedang di sini dia sedang berpelukan dengan angin dingin malam yang menghantarkan udara menyesakan juga rasa kesepian pada hatinya.“Aku, hanya bisa berharap kalian berbahagia dan segera memiliki keturunan.”ucap Zara lirih, memejamkan matanya dan kembali air mata itu mengalir tanpa dia minta.Kesedihan ternyata tak hanya membuat air matanya mengering tapi tengorokannya juga ikut mengering. Dia mengambil teko air yang ada di meja rias nya, teko itu sudah kosong dan harus kembali di isi.Zara terdiam,bibirnya ki
Saat sudah berada di lantai atas dia melewati kamar dia dan Yusuf dulunya. Tanpa melihat dan menoleh. Namun sekejap dia mendengar suara pintu terbuka.Lalu dia hanya merasakan seseorang dengan gesit menarik tanganya kedalam kamar lalu seseorang itu langsung mengunci pintu.Zara tersentak, “Apa yang kamu lakukan, mas!”sentak Zara heran dengan nada tak suka. Namun berusaha dia untuk menenagkan diri. Mencoba menarik nafas dalam dan menghembuskanya perlahan.“Apa yang kamu inginkan?”tanya Zara melembutkan suaranya. Yusuf bungkam dengan kepala tertunduk namun dia masih berdiri menghalang pintu yang sudah tertutup. “Mas? Ada apa?”“Ak-aku...,”Zara mengernyit mendengar suara Yusuf yang terbata gugup. Dia memjamkan mata berusaha mengontrol hatinya.Jika dulu ketika Yusuf bersikap seperti itu padanya maka Zara akan langsung memeluk dan mengodanya. Karena dia selalu merasa gemas dengan sifat Yusuf yang terkadang gugup saat bersama dengannya.Namun, semuanya kini telah berbeda. Yang dia rasakan
YUSUF PoV Pagiku terasa kacau. Pertama kalinya dalam hidup aku merasa teramat bersalah membuat hari dan kehidupan yang dulu begitu bahagia dan ceria kini berubah menjadi terasa hampa.Zara mulai kurasakan berubah, tak bisa lagi kulihat senyumnya yang benar-benar seperti orang bahagia. Dia hanya memaksakan tersenyum untuk menutup luka di hatinya.Aku sudah menjadi suami yang egois dan jahad. Namun, bodohnya aku menyadari semua kesalahan ini setelah semua hal ini terjadi.Jika saja,waktu bisa di putar ulang kembali maka seumur hidup aku tak akan pernah melakukan hal ini. Suasana hatiku kacau,dan tak ada rasa bahagia dalam hatiku. Menjadikan Syifa seorang istri itu bukan keinginanku.Semua karena Mama. Desakannya dan segala macam tuduhannya pada Zara yang terus menerus dia katakan padaku. Membuatku lelah dan terjebak dalam permainannya. Tapi, lagi-lagi aku menyadari tak semua salah mama. Seperti halnya yang Zara katakan.Seorang suamilah yang memegang kunci dalam pernikahan. Jika suami m
***Menjelang siang, tepat pukul 12.30 Zara menelepon Yusuf suaminya, dan tak butuh waktu lama Yusuf langsung menjawab panggilan Zara.“Assalamualaikum,Sayang.”sapa Yusuf dengan manja.Ah, sayang? Ntah kenapa Zara merasa kesal dengan pangillan itu. Kenapa pria selalu punya berbagai tipu muslihat dan mulut yang berbisa dengan kata-kata manisnya. Walaupun sudah ada banyak penghianatan yang juga mulutnya ucapkan.Zara hanya menjawab seadanya saja. “Waalaikumsalam,mas. Hari ini aku saja yang menjemput Alya dan....Syifa.”terasa kelu lidahnya mengucapkan nama madunya. Yusuf terdiam membatu dengan ucapan Zara.“Ka-kamu yakin?”“Iya, tidak apa-apa. lagi pula, bukan hanya rumah kita saja yang muat untuk satu orang lagi. Mobilku juga cukup luas untuk menampung satu penumpang lagi,kan.”ucap Zara seolah sebuah sentilan yang tepat mengenai relung hati Yusuf yang terdalam. “Yasudah, terserah kamu aja. Kebetulan mas hari ini pulang lebih sore.”“Yasudah. Assalamualaikum.”“Tung...,” tut...tutt pangg
***“Kenapa kamu menangis?”Yusuf bertanya dengan nada lirih, kala air mata Zara mengenai punggung tangannya.Zara menggeleng dan menghapus jejak air matanya. “Enggak mas. Zara tidak ingin apapun untuk saat ini.”jawab Zara dengan terenyum tipis membuat Yusuf meringis.“Sudahlah, ini sudah malam. Kamu tidak ingin istirahat?”tawar Zara. Dia melenggang pergi dari hadapan Yusuf. Saat dia ingin menaiki ranjangnya Zara terhenti sejenak lalu menoleh kearah Yusuf.“Ehmm...mas, kamu tidur dimana malam ini?”tanya Zara dengan suara pelan.“Boleh aku tidur bersamamu?”Yusuf kembali bertanya. Dia mendekat kearah Zara. Lalu menggenggam tangan istrinya dan berucap. “Ntah kamu mempercayainya atau tidak. Hanya kamu satu-satunya wanita yang ingin aku sentuh dan aku peluk dalam dekapanku.”“Mas, sudahlah.”pukas Zara cepat. Menepis pelan tangan Yusuf yang kembali ingin memeluknya.Yusuf kecewa Zara masih tak mempercayai ucapannya. “Hari ini sangat melelahkan. Kamu harus tidur, mas. Besok, akan ada hari baru
***“Kamu sedang apa?” suara lembut itu membuat lamunan Zara membuyar. Sedari tadi dia terus melamun sambil menantap kosong televisi yang terus menyala. Hingga Yusuf datang dan menepuk pundaknya. “Kamu sedang apa? kenapa terus melamun?”tanyanya lagi karena Zara terus diam dan menatapnya tanpa mengatakan apapun.“Tidak ada,mas.”sahut Zara seraya menggeleng.Yusuf tersenyum tipis. Dia memutari sofa dan berjalan duduk di samping Zara.Dia menangkup pundak Zara, membuatnya untuk duduk berhadapan. “Apa yang sedang kamu pikirkan, heum?”tanya Yusuf dengan lembut.“Tidak. Aku hanya memikirkan jadwal pemeriksaan pasien untuk besok.”bohong Zara. Karena saat ini yang ada di pikirannya hanyalah Alya putrinya.Yusuf mendengus. “Kenapa kamu selalu begitu? Apa tak ada waktumu sedikitpun bersama denganku. Cukup memikirkan aku saja. Jangan ada yang lain. Kenapa kamu tidak mengerti?”ucapnya lirih.“Aku hanya ingin menghabiskan minggu ini berdua denganmu. Tapi kamu, tak bisakah memikirkan aku saja?”desa
“YUSUF.... SYIFA HAMIL! KAMU AKAN JADI SEORANG AYAH!”Bagai di sambar petir, gemuruh yang menggelegar di hatiku. Sesak! Membuat aku sulit bernafas. Tanganku terkepal di dada, sungguh berita itu membuat keadaanku semakin terpuruk.“Kamu dengar!”pekik Mas Yusuf. Dia mengguncang bahuku dengan keras. Membuat aku menatap matanya. Kulihat bibirnya bergetar. “Kamu dengar itu, Zara! Saat kamu mengatakan tidak ingin anak lagi. Wanita lain kini yang mengandung anakku!”“KAMU PUAS SEKARANG!”teriaknya kencang. Sekarang bukan hanya hatiku, tapi seluruh tubuhku terasa sakit seperti tertusuk ribuan jarum.“Ma-mas...ak...”tak sanggup aku mengucapkan kata apapun.“Sekarang terserah padamu! Aku tidak peduli! Kamu suka membuat keputusan sendiri, kan? Oke!”desisnya tajam. “Sekarang aku sudah tidak peduli! Aku juga tidak akan lagi MENYENTUHMU! KAMU PUAS SEKARANG?!”Aku terdiam membatu mendengar ucapannya. Dia berjalan keluar kamar. Namun, tidak sampai di situ. Ucapannya kembali membuat hatiku bertambah han
Ayu menginggit bibirnya kuat menahan sakit di hatinya. Betapa malang nasib adik iparnya ini.“Zara dengar, berkorban itu ada batasnya. Jika kamu sudah tidak sanggup, maka pergilah! Aku tak ingin kamu terus menderita... aku juga sedih melihatmu seperti ini karena adik, juga orang tuaku. Terlebih ada Syifa yang memang mama hadirkan untuk memisahkan kalian!”Mata Zara membulat mendengar ucapan Ayu. “Apa maksud kakak?!”“Zara, mama sengaja mengenalkan Syifa pada Yusuf dan menikahkan mereka untuk menyingkirkanmu dari keluarga ini. Dan juga malam itu...,”Ayu menghentikan ucapannya membuat Zara menatapnya dengan menuntut.“Apa yang terjadi? Malam apa?! katakan padaku kak?!”desak Zara.“Ak-aku tak sengaja melihat mama mencampurkan obat perangsang dalam minuman Yusuf saat malam pengantin mereka....”“Astagfirullah...”bahu Zara merosot lemas. “Kenapa mama begitu membenciku? Apa yang sudah aku lakukan?! Apa?!”teriak Zara Frustrasi. Tubuhnya lemas dalam dekapan Ayu.***Di ruang pemeriksaan kandun
"Kenapa?" Tanya Amar saat melihat raut kebingungan di wajah Zara. Wanita itu menoleh ke kanan dan kiri melihat ke luar jendela. "Kamu nyari apa sih, Za?" Ulang Amar heran."Nggak, tadi kayak ada yang manggil aku deh. Tapi di luar orang-orang udah pada bubar," gumam Zara."Perasaan kamu aja kali. Yang penting temen kamu yang namanya Rose itu sudah ketemukan?"Zara mengangguk singkat. "Sudah sih,""Sekarang kamu mau ke mana? Mau langsung pulang atau ke suatu tempat?" "Hmmm, enaknya kemana ya. Males banget kalau langsung pulang. Masih siang juga," "Ke supermarket? Ke Mekdi?" Saran Amar.Zara mengangguk setuju. "Boleh deh, ke mall aja. Sekalian belanja, kebetulan tadi bibi titip bahan belanjaan yang udah habis,""Oke deh!" Amar memutar kemudinya ke arah yang berbeda menuju mall yang akan mereka datangi. "Oh, iya ngomong-ngomong. Selama kamu di Indonesia, kebutuhan dan biaya mansion di sini siapa yang tanggung?" Tanya Amar."Aku, cuman pakai rekening yang berbeda. Rekening yang atas nama
Kening Amar mengeryit melihat wajah Zara yang terlihat kebingungan. "Zara, ada apa?" panggil Amar lagi sedikit menaikan suaranya membuat Zara tersadar dari lamunannya."A-Amar, A-aku...ti.."Amar berdecak kesal melihat Zara terbata, "Kau ini bicara apa? Aku tidak mengerti! Apa kau habis dapat pesan dari malaikat maut huh?"degus Amar."Aku tidak tahu harus meresepon bagaimana..."ucapan Zara membuat Amar memandangnya serius."Apakah ini masalah serius?"Zara tak menjawab perkataan Amar. Dia hanya mengulurkan ponselnya pada Amar.Amar mengambil ponsel Zara dengan rasa penasaran. Dia membuka pesan yang baru Zara baca. Membacanya begitu serius hingga...Pffttt...."BAHHAHAHAHAHAHAHHAHA...APA INI?! HAHAHHAHAHA....MAM*US" tawa Amar pecah dengan umpatan di akhirnya. Wajahnya terlihat berseri bahagia."Amar, kau ini! Kenapa kau tertawa!"pekik Zara kesal menampol tangan Amar kesal."Buahahhaha... Maaf...maaf. Ini sangat lucu Zara.""Lucu bagaimana? Bagaimana kabar duka kau anggap lucu!"ketus Zar
Tak lama setelah itu dua betina yang di tunggu akhirnya pulang dengan banyak kantung belanjaan. Yusuf hanya acuh melihat mereka masuk dan meletakan banyak paper back di atas meja makan. Pria itu yang kini sudah berganti pakaian dengan kaos rumahan. Memeriksa satu persatu bungkusan itu.“Mas, Alya kemana? Aku membelikanya banyak boneka.” Suara Syifa terdengar manja yang di buat-buat membuat Yusuf kesal hingga tak sadar mengepalkan tanganya. "Apa pedulimu? Kalian berdua hanya senang menghamburkan uang saja!" sinis Yusuf.Matanya menangkap satu bungkusan ganji di atas meja. Tangannya menggapai itu. "Apa ini?" tanya Yusuf menuntut."It-itu makanan kesukanku, mas." jawab Syifa gugup memilin ujung jilbabnya.“Bukankah kau punya riwayat alergi kacang?! Lalu kenapa kau tetap membelinya!” geram Yusuf tertahan."Cukup…Cukup! Menyebalkan harus mendengar kalian tiap hari bertengkar. " sinis Erna berlalu pergi meninggalkan dua manusia yang masih terus berseteru.Erna pergi menuju kamarnya dengan m
Kota London...."Ada apa denganmu, Zara?"Wanita yang di panggil itu terlonjak kaget akan sebuah suara dari belakangnya. Ponselnya nyaris saja jatuh karena pangilaan mendadak itu.Zara berbalik dan menatap orang itu. Dia hanya memandanya dalam diam dan tak sadar kembali melamun."Zara!"panggil orang itu kedua kalinya dengan setengah berteriak. "Apa pria brengsek itu meneleponmu lagi?""A-Amar, aku..."Zara mendadak gugup dan bingung harus berkata apa pada Amar.Amar berdecak kesal melihat Zara seperti itu. "Ckk, benar - benar laki-laki tidak tahu diri!""Kalau kamu selalu menjawab panggilan darinya, dia akan selalu menganggap kamu lemah dan mudah di takhlukan!"kesal Amar mulai mengomeli Zara. Sedang Zara seperti anak kecil yang hanya bisa menunduk menatap lantai ketika di marahi.Tunggu! Tiba-tiba Amar menghentikan omelnya. Tersadar akan di mana posisi mereka berdua. "Astaga, bagaimana aku bisa berdua saja dengan Zara di kamarnya!" rutuk Amar dalam hatinya.Sedikit berdehem, sembari
***Selama dalam perjalanan Alya terus diam dengan wajah yang di tekuk lesu. "Kenapa? Tidak senang berangkat sama papa?""Seneng kok." jawabnya singkat. Sembari fokus menyetir Yusuf terus bertanya pada Alya. Hanya saja dia ingin bertanya hal yang sangat penting pada Alya."Kalau seneng kenapa murung terus, hmmm?"Alya menggeleng, enggan menjawab. "Papa perhatikan 3 hari ini kamu banyak diam dan murung. Ada apa sayang? Cerita sama papa."bujuk Yusuf dengan satu tanganya mengelus lembut kepala Alya yang tetutup jilbab.“Hmm, Papa…”“Iya?"Alya meremas roknya gugup, "Mama, kapan pulang?"Ckiittt....Mendadak Yusuf menginjak rem sangkit terkejutnya mendengar pertanyaan Alya. Beruntung jalanan sedang sunyi, kalau tidak ntah bahaya apa yang akan terjadi.Secepat kilat dia menatap Alya, "Kamu tanya apa tadi?" tanyanya dengan menuntut.Alya menoleh ke arah Yusuf yang kini sedang menunggu kelanjutan ucapan Alya. Putri kecil itu mengerjab dengan polos, lalu berkata. "Apa mama tidak akan pulang ke
***Seorang pria kini duduk termenung di kursi kerjanya. Tangannya mengetuk-ngetukan pena ke meja. Mata pria itu terpejam dengan jejak air mata yang mengering.Kesepian dan rasa rindu menyiksa dirinya. Dia terus memikirkan, apa yang harus dia lakukan untuk membuat wanita itu kembali.Brakkk...Pintu ruang kerjanya di buka dengan kasar oleh seseorang. Mata Yusuf terbuka mendengar suara itu. Secepat kilat dia tak tahu apapun namun kini ada seseorang yang menarik kemeja.Menatap dirinnya dengan marah. “Katakan padaku! Kemana Istrimu membawa istriku?!” Dia adalah Bram suami dari Ayu. Pria itu juga sama halnya dengan Yusuf. Dia merasa frutrasi saat tak menemukan Ayu di rumah maupun di restorannya. Dia juga begitu terkejut saaf melihat ada orang lain yang mengantikan posisi istrinya di restoran. Para pegawai Ayu juga mengatakan bahwa Ayu izin untuk tidak datang untuk waktu yang tak bisa di pastikan.Bram juga sama menyesalnya dengan Yusuf. Kedua pria itu kini menyadari kebodohan diri merek
"Dari dulu kamu tahu kalau aku tidak bisa membenci siapapun. Aku bisa marah juga kesal. Tapi aku lebih memilih menjauh dari pada perlahan tumbuh rasa benci di hati. Sungguh penyakit hati seperti itu, aku tidak ingin memilikinya."Zara tersenyum masam. "Aku mengabarinya karena status kami masih terikat dengan suci. Pernikahan bukanlah sebuah permainan. Jika dia yang menghianati pernikahan ini. Itu bukan salahku, dan bukan hakku untuk membencinya.""Artinya kamu masih mencintainya?"desak Amar tak sabbar dengan jawaban dari Zara.Zara menatap Amar dengan pandangan yang sulit di tebak. Amar tergugu di pandang begitu oleh Zara."Aku rasa kamu masih mencitainya. Mungkin, ntahlah!" Amar menggaruk tengguknya. Merasa bingung sendiri."Aku rasa cintaku sudah hilang untuknya. Waktu itu masih tersisa sedikit saat dia menikahi Syifa. Tapi ketika dia membentaku pagi itu karena kesalahan yang tidak aku buat. Saat itu cintaku sudah hilang untuknya."Amar mengernyit merasa tak yakin dengan yang dia den
Author PoVJakarta ***Pagi ini menjadi kedua kalinya Yusuf harus bekerja tanpa memakai dasi kantornya. Selain Zara, dia tak bisa membiarkan siapapun memakaikan dasi padanya.Yusuf berjalan dengan lesu sambil mengancing ujung lengan bajunya. Melihat pantulan diri di cermin. Jelas terasa bahwa saat ini dia tidak selengkap dulu.Hufftt...Lagi dan lagi pria itu menghembuskan nafas kasar melihat wajahnya sendiri kini terasa menjengkelkan. Pintu kamarnya di ketuk dari luar. Kemudian terdengar suara Syifa memanggilnya. "Mas, sarapannya sudah siap."Yusuf dia tak menjawab. Bibirnya ingin menjawab namun tertahan oleh rasa ragu dalam hatinya."Mass...! Baiklah, jika sudah selesai langsung turun kebawah, ya!"ujar Syifa setengah berteriak. Kemudian terdengar langkah kaki wanita itu yang kian menjauh.Dia sudah pergi...! Yusuf sungguh sangat enggan untuk pergi bekerja. Menghadapi persoalan rumah tangganya sudah sangat memusingkan kepala. Apalagi di tambah dengan pekerjaannya di kantor. Dia han
Singgapura...Di sebuah ruangan dengan nuansa coklat, serta beberapa tumpukan berkas yang berserakan di meja. Seorang lelaki paruh baya dengan kacamata yang melekat di wajahnya. Lelaki itu duduk bersandar di kursi kerjanya. Memejamkan mata dan memikirkan segala hal yang saat ini menganggu hatinya.Suara ketukan pintu membuatnya bersuara."Masuk!" ucapnya dengan suara berat. Seseorang pria dengan jas hitam yang formal sebagai asistenya datang menghadapnya."Ada apa Jhon? Ada berita apa dari sana?"tanya lelaki tua itu."Ma-maaf tuan. Saya baru mendengar kabar kalau ada sebuah insiden kecil di rumah itu.""Insiden apa? Katakan saja dengan jelas!" lelaki tua itu menegakakan duduknya. Menatap dengan serius Jhon asistenya."Hmmm, kabarnya Nona Syifa saat ini sedang mengandung. Lalu, pagi ini juga terdengar kabar bahwa dia jatuh dari tangga. Dengan tuduhan bahwa Nyona muda Zara yang mendorongnya. Lalu..."Jhon mengantung ucapnya. Melihat reaksi tuannya yang sudah mengepalkan tangan."Lalu ap