Author PoV***Saat ini Yusuf sudah berada di rumahnya.... matanya berkeliling mencari sosok Zara, sang istrinya yang sudah menjadi lampiasan kekesalannya. Padahal dia sendiri tidak tahu alasan jelas keputusan Zara dan langsung menuding Zara yang tidak-tidak.“Zara! Sayang!"Ah, ntah kenapa panggilan ‘Sayang’ dari Yusuf itu terdengar sangat memuakan. Tentu alasannya sudah pasti karena Yusuf benar-benar suami yang brengsek! Hingga panggilan seperti itu tidak layak dia lontarkan untuk istri sebaik Zara.Dia mengelilingi seluruh penjuru rumah namun tetap tidak memukan Zara di manapun. Mendadak hatinya menjadi panik, cemas dan gelisah.Apa Zara telah meninggalkannya? Segera dia berlari manaiki tangga menuju kamarnya. Yusuf langsung membuka lemari pakaian, hingga akhirnya dia bisa bernafas sedikit lega karena pakaian Zara masih utuh tersusun rapi di sana.Tangannya mengambil ponsel dari saku celannya. Mendial nomor sang istri...tutt...tuttt... Hanya terdengar nada sambung namun tak kunjung
Aku tak mendengar sahutan kak Ayu tapi bisa ku pastikan kini mereka hanya saling pandang dan melempar senyum. Ah, benar-benar dua orang yang menyebalkan! Kini kami berada di salah satu kedai teh di dalam mall. Amar memanggil seorang pelayan yang datang membawa datar menu dan notes di tangannya.“Mau pesan apa, mas, mba?”tanyanya.Masing-masing dari kami memegang daftar menu yang sama. “Tolong, teh susu satu ya!” Amar lebih dahulu menyebutkan pesanannya. Sedang aku dan kak Ayu masih sama-sama bingung.“Kamu ingin pesan apa, Zara?”Kakak iparku bersuara.“Enggak tahu, kak. Masih bingung nih...”jawabku. Sedikit dari ekor mataku memergoki Amar yang sedari tadi memperhatikanku. Ada apa dengannya? Apakah ada yang salah dengan wajahku? Tanpa di minta Amar kembali menyebutkan pesanan. Hanya saja bukan untuk dirinya, tapi...“Teh mint hangat di tambah lemon dan juga 3 sendok madu. Buatkan itu untuknya!” Seketika aku menatap Amar. Cukup terkejut juga tertegun. “Amar. Teh mint lemon?” Aku menat
Apa maksudnya itu? Tubuhku terpaku mendengar ucapan dan suaranya yang terdengar begitu liirh. Mataku tiba-tiba saja berair, hatiku sakit mendengar ucapannya. Aku hanya mengkhawatirkannya. Aku hanya cemas kemana dia satu harian ini menghilang tanpa kabar. Kenapa dia berkata begitu padaku? Benarkah dia masih Zara, istriku?Ya Tuhan, aku hanya ingin meminta maaf dan memperbaiki semuanya malam ini. kenapa akhirnya malah seperti ini. Kenapa aku selalu melakukan kesalahan dan terus membuat Zara terluka. Maaf... Maafkan aku Zara.Dengan segera aku menyusul langkahnya yang ingin menaiki tangga. Dia berjalan dengan pandangan lurus dan bahkan kini tak lagi menghiraukan keberadaan Mama yang berucap sinis padanya, juga Syifa yang menyapanya.Aku punya firasat buruk. Ada apa dengan istriku?“Zara, tunggu sebentar! Kita harus bicara!” Aku mengapai tangannya yang ingin membuka pintu kamar kami. Dia berhenti namun tak juga membalikan badan menatapku. “Mas, sudah kebiasanmu mengingkari ucapanmu send
“Mau aku temani, mas?” tawar Syifa. Yusuf menggeleng cepat, “Tidak, tidak perlu. Kamu istirahat saja. Tidur terlalu malam tidak baik untuk kesehatanmu.”Syifa mengigit bibir bawahnya. Lagi dan lagi Yusuf menolaknya. Dengan air mata tergenang Syifa pergi meninggalkan Yusuf yang memaksakan makanan agar masuk kedalam rongga mulutnya.Syifa masuk kedalam kamarnya. Tubuhnya merosot lemas di balik pintu kamar yang sudah tertutup. Dia kembali terisak karena selalu mendapatkan penolakan dari Yusuf.“Kenapa, mas? Kamu terus saja menolakku. Bahkan saat ini aku sedang mengandung anakmu,tapi yang kamu ingat hanya mbak Zara saja!” batin Syifa memberontak merasa ketidakadilan semakin menjadi dalam hidupnya.Dia menyentuh perutnya yang masih rata. Lalu berbisik pelan, dengan air mata yang masih mengalir. “Nak, bantu mama! Kamu tahu mama sangat mencintai papamu. Mama juga ingin kamu mendapatkan kasih sayang yang utuh dari papamu!”“Aku harus melakukannya! Ya, melakukan seperti yang sudah di rencanakan
“Lepas, lepaskan aku! Atau aku akan berteriak!” Zara terus meronta berusaha melepaskan cekalan Syifa.Sayang, tetap saja dia kalah. “Dengar Syifa! Mas Yusuf masih ada di rumah ini! tidakkah kamu takut jika dia mengetahui perilaku laknatmu ini padaku?!” teriak Zara.Syifa tetap diam, berjalan menarik Zara hingga ke lantai atas. Dia menarik Zara kuat hingga Zara berdiiri tepat di lantai atas sebelum tangga. Sedang Syifa berdiri di bawahnya di tangga pertama.“Lepaskan tangganku, jalang?!” Pertama kalinya Zara melontarkan kata kasar itu pada seorang wanita. Yang dia rasa pantas mendapatkan gelar itu. “Apa yang kau rencanakan kali ini! jika mas Yusuf tahu, dia akan men_”“Tahu? Haahahaha... Kenapa jika mas Yusuf tahu?! Dia sedang keluar membeli bubur ayam untuk bayiku!" sinis Syifa tersenyum remeh. “Dari pada mengancamku dengan nama Mas Yusuf lebih baik kau pikirkan saja nasibmu selanjutnya...”“Ap-apa maskudmu?!” cecar Zara terbata oleh rasa takut. Syifa menatap pintu kamar kedua di belak
Bram berada tepat di depan Ayu. Wanita malang itu mendunduk dan tak bisa mengatakan apapun. “Apa kamu juga tahu kalau ibuku sedang sakit? Dia sangat ingin memiliki cucu dari kita. Tapi sampai sekarang kamu juga belum hamil. Lalu dimana salahku?! Aku juga lebih tertekan karena mulut ibumu yang brengsek itu!”sambung Bram menahan marah.Dia mengangkat kedua bahu Ayu. Lalu menguncang tubuhnya kuat, Ayu meringis merasakan sakit pada kedua bahunya akibat cengkraman Bram. Air matanya mengalir begitu deras, namun dia tidak bisa mengatakan apapun. Karena dia sadar, kesalahan mutlak berasal dari keluarganya.“Dengar aku Ayu! Apa aku salah jika aku menikah lagi?! Apa itu salahku karena aku sudah muak dengan permainan ibumu?! APA ITU SALAHKU, HUH?!”teriak Bram di hadapan Ayu.“CUKUP!”Ayu mendorng Bram keras hingga dia terjatuh lagi kelantai dan kali ini kepalanya terhantuk pinggiran sofa.Ayu sudah tak peduli... dengan air mata yang mengalir deras dia berlair menaiki tangga. Memasuki kamar, Ayu m
***“Dokter... Dok, to-tolong istri saya!” Dengan berat kalimat itu Yusuf lontarkan dalam keadaan panik. Melihat Syifa yang tak sadarkan diri. Langkahnya yang terburu-buru di susul oleh Erna yang berlari sambil mengandeng Alya yang menangis sesegukan.Perawat datang membawa brankar dan meminta Yusuf membaringkan Syifa di sana. Seorang dokter pria dengan jas putihnya itu sekilas melirik Erna. Kemudian dia membawa Syifa kedalam ruang pemeriksaan.“Anda tunggu sebentar...”“Lakukan apapun untuk menyelamatkan dia dan bayinya!” lirih Yusuf. Kali ini sedikit rasa sesal menyeruak ke dalam hatinya. Merasa sangat bersalah karena melupakan bahwa Syifa dan bayi di kandungannya adalah tanggung jawabnya.Dokter mengangguk dan berlalu masuk kedalam ruangan itu setelah beberapa suster terlebih dahulu. Setelahnya Yusuf merasa lemas, hingga dia harus bersandar di tembok. Hatinya jujur merasa sangat gelisah. Ntah karena Syifa ataupun hal lainnya. Yang jelas, dia merasa sangat sakit dan nyeri pada hatiny
Saat ini bukan hanya satu orang pria saja yang telah kehilangan milik mereka yang berharga. Bukan hanya satu pria yang meratapi nasib karena kehilangan wanita yang sangat istimewa. Bukan hanya Yusuf, tapi juga Bram telah melakukan kesalahan hingga membuat Ayu juga memilih pergi dari sisinya.Betapa kaget saat dia terbagun di lantai, dengan beberapa orang pelayan yang memang hanya bekerja di pagi hari. Mereka yang menemukan tuannya terrgeletak tentu langsung membangunkannya.Denyutan di kepala jelas dia rasa. Rasa nyeri itu menghantam kepalanya. “Kenapa aku di sini?” pikirnya bingung.“Tuan, apa Anda mabuk lagi?” tanya seorang bibi.Aku? Mabuk?Bram memegang kepalanya yang masih terasa pusing. “Dimana nyonya kalian?”Bram berusaha berdiri. Walau sedikit sempoyongan, dia berusaha berdiri sambil perpegangan pada pinggiran sofa.“Dimana Nyonya kalian?” tanya Bram sekali lagi karena tak kunjung mendapat jawaban. Beberapa pelayan hanya saling menatap dan menunduk takut. “Tidak tahu, Tuan. Se
"Kenapa?" Tanya Amar saat melihat raut kebingungan di wajah Zara. Wanita itu menoleh ke kanan dan kiri melihat ke luar jendela. "Kamu nyari apa sih, Za?" Ulang Amar heran."Nggak, tadi kayak ada yang manggil aku deh. Tapi di luar orang-orang udah pada bubar," gumam Zara."Perasaan kamu aja kali. Yang penting temen kamu yang namanya Rose itu sudah ketemukan?"Zara mengangguk singkat. "Sudah sih,""Sekarang kamu mau ke mana? Mau langsung pulang atau ke suatu tempat?" "Hmmm, enaknya kemana ya. Males banget kalau langsung pulang. Masih siang juga," "Ke supermarket? Ke Mekdi?" Saran Amar.Zara mengangguk setuju. "Boleh deh, ke mall aja. Sekalian belanja, kebetulan tadi bibi titip bahan belanjaan yang udah habis,""Oke deh!" Amar memutar kemudinya ke arah yang berbeda menuju mall yang akan mereka datangi. "Oh, iya ngomong-ngomong. Selama kamu di Indonesia, kebutuhan dan biaya mansion di sini siapa yang tanggung?" Tanya Amar."Aku, cuman pakai rekening yang berbeda. Rekening yang atas nama
Kening Amar mengeryit melihat wajah Zara yang terlihat kebingungan. "Zara, ada apa?" panggil Amar lagi sedikit menaikan suaranya membuat Zara tersadar dari lamunannya."A-Amar, A-aku...ti.."Amar berdecak kesal melihat Zara terbata, "Kau ini bicara apa? Aku tidak mengerti! Apa kau habis dapat pesan dari malaikat maut huh?"degus Amar."Aku tidak tahu harus meresepon bagaimana..."ucapan Zara membuat Amar memandangnya serius."Apakah ini masalah serius?"Zara tak menjawab perkataan Amar. Dia hanya mengulurkan ponselnya pada Amar.Amar mengambil ponsel Zara dengan rasa penasaran. Dia membuka pesan yang baru Zara baca. Membacanya begitu serius hingga...Pffttt...."BAHHAHAHAHAHAHAHHAHA...APA INI?! HAHAHHAHAHA....MAM*US" tawa Amar pecah dengan umpatan di akhirnya. Wajahnya terlihat berseri bahagia."Amar, kau ini! Kenapa kau tertawa!"pekik Zara kesal menampol tangan Amar kesal."Buahahhaha... Maaf...maaf. Ini sangat lucu Zara.""Lucu bagaimana? Bagaimana kabar duka kau anggap lucu!"ketus Zar
Tak lama setelah itu dua betina yang di tunggu akhirnya pulang dengan banyak kantung belanjaan. Yusuf hanya acuh melihat mereka masuk dan meletakan banyak paper back di atas meja makan. Pria itu yang kini sudah berganti pakaian dengan kaos rumahan. Memeriksa satu persatu bungkusan itu.“Mas, Alya kemana? Aku membelikanya banyak boneka.” Suara Syifa terdengar manja yang di buat-buat membuat Yusuf kesal hingga tak sadar mengepalkan tanganya. "Apa pedulimu? Kalian berdua hanya senang menghamburkan uang saja!" sinis Yusuf.Matanya menangkap satu bungkusan ganji di atas meja. Tangannya menggapai itu. "Apa ini?" tanya Yusuf menuntut."It-itu makanan kesukanku, mas." jawab Syifa gugup memilin ujung jilbabnya.“Bukankah kau punya riwayat alergi kacang?! Lalu kenapa kau tetap membelinya!” geram Yusuf tertahan."Cukup…Cukup! Menyebalkan harus mendengar kalian tiap hari bertengkar. " sinis Erna berlalu pergi meninggalkan dua manusia yang masih terus berseteru.Erna pergi menuju kamarnya dengan m
Kota London...."Ada apa denganmu, Zara?"Wanita yang di panggil itu terlonjak kaget akan sebuah suara dari belakangnya. Ponselnya nyaris saja jatuh karena pangilaan mendadak itu.Zara berbalik dan menatap orang itu. Dia hanya memandanya dalam diam dan tak sadar kembali melamun."Zara!"panggil orang itu kedua kalinya dengan setengah berteriak. "Apa pria brengsek itu meneleponmu lagi?""A-Amar, aku..."Zara mendadak gugup dan bingung harus berkata apa pada Amar.Amar berdecak kesal melihat Zara seperti itu. "Ckk, benar - benar laki-laki tidak tahu diri!""Kalau kamu selalu menjawab panggilan darinya, dia akan selalu menganggap kamu lemah dan mudah di takhlukan!"kesal Amar mulai mengomeli Zara. Sedang Zara seperti anak kecil yang hanya bisa menunduk menatap lantai ketika di marahi.Tunggu! Tiba-tiba Amar menghentikan omelnya. Tersadar akan di mana posisi mereka berdua. "Astaga, bagaimana aku bisa berdua saja dengan Zara di kamarnya!" rutuk Amar dalam hatinya.Sedikit berdehem, sembari
***Selama dalam perjalanan Alya terus diam dengan wajah yang di tekuk lesu. "Kenapa? Tidak senang berangkat sama papa?""Seneng kok." jawabnya singkat. Sembari fokus menyetir Yusuf terus bertanya pada Alya. Hanya saja dia ingin bertanya hal yang sangat penting pada Alya."Kalau seneng kenapa murung terus, hmmm?"Alya menggeleng, enggan menjawab. "Papa perhatikan 3 hari ini kamu banyak diam dan murung. Ada apa sayang? Cerita sama papa."bujuk Yusuf dengan satu tanganya mengelus lembut kepala Alya yang tetutup jilbab.“Hmm, Papa…”“Iya?"Alya meremas roknya gugup, "Mama, kapan pulang?"Ckiittt....Mendadak Yusuf menginjak rem sangkit terkejutnya mendengar pertanyaan Alya. Beruntung jalanan sedang sunyi, kalau tidak ntah bahaya apa yang akan terjadi.Secepat kilat dia menatap Alya, "Kamu tanya apa tadi?" tanyanya dengan menuntut.Alya menoleh ke arah Yusuf yang kini sedang menunggu kelanjutan ucapan Alya. Putri kecil itu mengerjab dengan polos, lalu berkata. "Apa mama tidak akan pulang ke
***Seorang pria kini duduk termenung di kursi kerjanya. Tangannya mengetuk-ngetukan pena ke meja. Mata pria itu terpejam dengan jejak air mata yang mengering.Kesepian dan rasa rindu menyiksa dirinya. Dia terus memikirkan, apa yang harus dia lakukan untuk membuat wanita itu kembali.Brakkk...Pintu ruang kerjanya di buka dengan kasar oleh seseorang. Mata Yusuf terbuka mendengar suara itu. Secepat kilat dia tak tahu apapun namun kini ada seseorang yang menarik kemeja.Menatap dirinnya dengan marah. “Katakan padaku! Kemana Istrimu membawa istriku?!” Dia adalah Bram suami dari Ayu. Pria itu juga sama halnya dengan Yusuf. Dia merasa frutrasi saat tak menemukan Ayu di rumah maupun di restorannya. Dia juga begitu terkejut saaf melihat ada orang lain yang mengantikan posisi istrinya di restoran. Para pegawai Ayu juga mengatakan bahwa Ayu izin untuk tidak datang untuk waktu yang tak bisa di pastikan.Bram juga sama menyesalnya dengan Yusuf. Kedua pria itu kini menyadari kebodohan diri merek
"Dari dulu kamu tahu kalau aku tidak bisa membenci siapapun. Aku bisa marah juga kesal. Tapi aku lebih memilih menjauh dari pada perlahan tumbuh rasa benci di hati. Sungguh penyakit hati seperti itu, aku tidak ingin memilikinya."Zara tersenyum masam. "Aku mengabarinya karena status kami masih terikat dengan suci. Pernikahan bukanlah sebuah permainan. Jika dia yang menghianati pernikahan ini. Itu bukan salahku, dan bukan hakku untuk membencinya.""Artinya kamu masih mencintainya?"desak Amar tak sabbar dengan jawaban dari Zara.Zara menatap Amar dengan pandangan yang sulit di tebak. Amar tergugu di pandang begitu oleh Zara."Aku rasa kamu masih mencitainya. Mungkin, ntahlah!" Amar menggaruk tengguknya. Merasa bingung sendiri."Aku rasa cintaku sudah hilang untuknya. Waktu itu masih tersisa sedikit saat dia menikahi Syifa. Tapi ketika dia membentaku pagi itu karena kesalahan yang tidak aku buat. Saat itu cintaku sudah hilang untuknya."Amar mengernyit merasa tak yakin dengan yang dia den
Author PoVJakarta ***Pagi ini menjadi kedua kalinya Yusuf harus bekerja tanpa memakai dasi kantornya. Selain Zara, dia tak bisa membiarkan siapapun memakaikan dasi padanya.Yusuf berjalan dengan lesu sambil mengancing ujung lengan bajunya. Melihat pantulan diri di cermin. Jelas terasa bahwa saat ini dia tidak selengkap dulu.Hufftt...Lagi dan lagi pria itu menghembuskan nafas kasar melihat wajahnya sendiri kini terasa menjengkelkan. Pintu kamarnya di ketuk dari luar. Kemudian terdengar suara Syifa memanggilnya. "Mas, sarapannya sudah siap."Yusuf dia tak menjawab. Bibirnya ingin menjawab namun tertahan oleh rasa ragu dalam hatinya."Mass...! Baiklah, jika sudah selesai langsung turun kebawah, ya!"ujar Syifa setengah berteriak. Kemudian terdengar langkah kaki wanita itu yang kian menjauh.Dia sudah pergi...! Yusuf sungguh sangat enggan untuk pergi bekerja. Menghadapi persoalan rumah tangganya sudah sangat memusingkan kepala. Apalagi di tambah dengan pekerjaannya di kantor. Dia han
Singgapura...Di sebuah ruangan dengan nuansa coklat, serta beberapa tumpukan berkas yang berserakan di meja. Seorang lelaki paruh baya dengan kacamata yang melekat di wajahnya. Lelaki itu duduk bersandar di kursi kerjanya. Memejamkan mata dan memikirkan segala hal yang saat ini menganggu hatinya.Suara ketukan pintu membuatnya bersuara."Masuk!" ucapnya dengan suara berat. Seseorang pria dengan jas hitam yang formal sebagai asistenya datang menghadapnya."Ada apa Jhon? Ada berita apa dari sana?"tanya lelaki tua itu."Ma-maaf tuan. Saya baru mendengar kabar kalau ada sebuah insiden kecil di rumah itu.""Insiden apa? Katakan saja dengan jelas!" lelaki tua itu menegakakan duduknya. Menatap dengan serius Jhon asistenya."Hmmm, kabarnya Nona Syifa saat ini sedang mengandung. Lalu, pagi ini juga terdengar kabar bahwa dia jatuh dari tangga. Dengan tuduhan bahwa Nyona muda Zara yang mendorongnya. Lalu..."Jhon mengantung ucapnya. Melihat reaksi tuannya yang sudah mengepalkan tangan."Lalu ap