“Mas?” dua orang yang sedang bercengkrama ria terlonjak mendengar panggilanku. Mataku terasa perih melihat pemandangan yang sangat menyatat hati.
“Zara?”panggilnya dengan wajah terkejut dan telihat ketegangan dari nya. Yang bisa aku lakukan hanyalah tersenyum. Walau senyuman itu hanya senyum palsu karena Alya masih ada di sampingku.Mataku kini tertuju pada wanita berkerudung biru yang berdiri di samping mas Yusuf. Aku yakin wanita itu tahu jika mas Yusuf sudah menikah dan Alya adalah putrinya. Tapi, kenapa wanita itu begitu dekat dengan suamiku?“Papa,Alya bawa mama ketemu bunda!”jleb. Nak, tak bisakah kamu membuat mamamu bernafas sebentar. Kenapa kamu malah menambah luka menjadi lebih dalam.“Alya!”Mas Yusuf berseru keras pada Alya membuat putri kecilku ingin menangis.Apa dia sedang berusaha menutupi perselingkuhannya yang jelas-jelas sudah aku ketahui. Dia menjadikan Alya pelampiasan agar aku tak mencurigainya. Tapi semua sudah terlalu terlambat.“Mas?!”tegurku berusaha mengontrol emosiku. Aku menatapnya datar sedang dia termanggu melihat tatapanku. Ku lirik Alya yang mengenggam gamisku takut.Aku berlutut dan mengusap kepalanya lembut. “Alya main dulu, ya? Mama mau bicara sama papa dulu, oke?”bujukku.Dia mengangguk dan pergi meninggalkan kami berduah. Ah, tidak maksudku bertiga dengan wanita asing.Aku kembali menatap mereka berdua yang telihat salah tingkah dengan keberadaanku. Kakiku melangkah santai dan duduk di kursi panjang tempat mereka tadi duduk. “Kenapa kalian berdiri saja? Tidak ingin duduk?”tanyaku santai.Mereka tersentak kaget. Aku baru tahu ternyata seperti ini rasanya melihat orang yang gugup saat kepergok selingkuh. Pemandangan yang menggelikan.“Sayang, mas bisa jelasin!”tiba-tiba mas Yusuf berlutut di sampingku sambil mengenggam tanganku.Apa ini? apa dia sedang melakukan sandiwara lainnya?Aku mengernyit melihatnya. “Apa yang kamu lakukan,mas? Duduklah disini,bersamaku.”ucapku berusaha selembut mungkin. Dia mengangguk dan aku bergeser memberi dia tempat di sampingku sedang wanita itu duduk di kursi yang ada di hadapaku dengan meja yang membatasi kami.“Kamu gurunya Alya?”Wanita itu tersentak dan mendongak mentapku. Kulihat dia melirik mas Yusuf takut-takut. “I-iya, mbak.”jawabnya gugup.Aku mendengus pelan, hampir tak terdengar sama sekali. “Oh.”ucapku singkat. “Ehmm... sudah berapa lama kalian berdua saling kenal?“Sayang, ini tidak seperti yang kamu pikirkan!”tiba-tiba mas Yusuf menyela. Aku menatapnya kesal, “Memangnya apa yang aku pikirkan, mas?”tanyaku menelisik. Dia kembali gugup.“Oh, sebentar. Apa namamu Syifa?”tanyaku membuat kedua orang itu terkejut. Kenapa? Apa mereka pikir aku sebodoh itu.Dia mengangguk kaku. “I-iya. Syifa Maharani.”“Hmmm.... nama yang bagus. Baiklah, sekarang boleh aku bawa suami dan anakku pulang? Itupun jika kau tidak keberatan?”dia gelagapan.Dan menggeleng cepat. “Tidak, mbak. Saya tidak bermaksud apapun. Kami hanya membicarakan pelajaran Alya saja.”ucapnya kikuk.Dan mas Yusuf, aku tahu pria itu duduk dengan wajah dan mata yang terus menatap ke arahku.Apa yang ingin dia lihat? Apa dia ingin lihat apa aku menangis atau tidak? Ah.. yang benar saja.“Baiklah. Kalau begitu kami pulang dulu, Assalamualaiku.”ucapku berusaha sopan dan beranjak pergi lebih dahulu.“Waalaikumsalam.”jawabnya.Mas Yusuf langsung menyusul langkahku dengan setengah berlari. Dia menahan tanganku dan memutarnya untuk menghadapku. “Sayang, kamu tidak ingin mengatakan sesuatu padaku?”Aku menggeleng dengan menatap matanya dalam dan tersenyum tipis. “Tidak ada yang ingin kutanyakan. Memang sudah seharusnya seperti ini.”Ekspresi berubah marah dan terlihat tak suka dengan ucapanku. “Apa maksudmu? Apa yang sudah seharusnya?”desisnya tajam. Menatapku marah.Aku memalingkan wajah dan meneriak Alya yang bermain dengan temannya. “Alya pulang bersamaku. Kamu lanjut ke kantor saja.”ucapku singkat dan berlalu meninggalkannya yang terpaku dengan sikapku.Dengan mengandeng Alya aku berjalan keluar sekolah dan pulang berdua saja dengannya. Dan di dalam mobil Alya hanya diam tak mengatakan apapun. “Alya?”“Hmmm... iya,Ma?”dia menyahut.“Alya sayang mama, enggak?”“Sayang!”pekiknya spontan. Membuat hatiku terasa menghangat. Paling tidak dia masih memiliki rasa sayang padaku. Walau mungkin dia tak peduli dengan perasaanku.“Mama juga sayang, Alya.”ucapku tersenyum tulus lalu setelahnya kembali fokus menyetir dan pulang ke rumah. Rumah yang tak kusadari jika di rumah itu akan ada orang baru yang masuk dan mengahancurkan semuanya.****Malam harinya aku menyiapkan makanan dan hidangan yang sangat banyak dengan di bantu oleh bi Nigsih. Semua terjadi karena mertuaku yang bermulut tajam itu akan datang bersama papa,dan juga kakak ipar untuk makan malam bersama di rumah kami.Tepat jam 19.00 malam bel rumah berbunyi segera aku membuka pintu sedang Alya dan mas Yusuf masih bermain di ruang keluarga.Clekk..Aku terpaku melihat pemandangan yang asing di hadapanku. Bukan karena papa dan mama juga kak ayu dan suaminya. Tapi, mereka membawa satu orang asing yang baru aku kenal. Dia adalah Syifa.Oh, aku menatap kak Ayu yang bersembunyi di belakang suaminya. Dia menatapku dengan sendu. Seketika hatiku merasa sesak, aku tahu apa maksud dari acara ini. ya, sangat-dan sangat tahu. Semua pasti sudah sangat di rencanakan dengan matang.“Silahkan, masuk Ma,Pa!”ucapku sopan.Wanita tua itu melewatiku dan menarik Syifa masuk begitu saja wanita itu hanya menunduk dan berjalan melewatiku.Sedang mama masih tetap memasang wajah sinisnya. Dan berteriak memanggil Alya. Di ikuti papa dan Mas Hendra suaminya Kak Ayu. Saat aku berpapasan dengan kak ayu dia berbisik lirih di sampingku. “Kamu harus lebih kuat, Zaa.”bisiknya membuat mataku berkabut.Jelas aku tahu maksud semua itu. Karena keluarga mas Yusuf tertama mamanya tak akan pernah membiarkan aku bahagia. Aku tak tahu apa alasan dia begitu membenciku. Hingga saat ini tak kutemukan alasan apapun. Apa aku membuat seuatu kesalahan besar di masalalu hingga dia sangat membenciku.“Ya, Allah kuatkan aku.”doaku lirih. Aku tahu akan ada hal buruk yang menimpa rumah tanggaku.Aku menutup pintu dan menarik nafas dalam. Rumah ini ntah kenapa membuat nafasku berat dan hatiku sesak. Aku hanya bisa meringin melihat Mas Yusuf menegang melihat siapa wanita yang mama bawa. Lalu dia menatap ke arahku yang berjalan ke arahnya.Yang kulihat hanya tatapan bersalah dimatanya sedang aku? Apa yang bisa aku lakukan selain hanya tersenyum padanya. Aku tak bisa berteriak, menangis ataupun marah di hadapan semua orang.Terutama di hadapan Alya. Bahkan dia menghambur kepelukan Syifa dengan sangat gembira. Membuat Mas Yusuf dan Syifa menegang sedang mertuaku memekik girang.Aku berjalan mendekat dan menawarkan membuat minuman. “Tidak usah. Kami kesini bukan untuk beramah tamah denganmu. Duduk dan dengarkan saja apa yang aku katakan!”perintah sinis dari mertuaku memang benar-benar sudah menjadi hal yang biasa aku dengar setiap kali bertemu dengannya.“Maa!”tegur mas Yusuf. Dia berjalan kearahku dan mengandeng tanganku. Dia berbisik lirih.“Kumohon, maafkan aku.”ucapnya.Aku menggeleng dan hanya tersenyum tipis juga aku bersaha melepaskan tautan tangannya dan pergi menjauh darinya.Ibunya Mas Yusuf meminta kak Ayu untuk dan suaminya untuk pergi mengajak Alya main. Sedang kami para orang tua duduk dengan serius di ruang keluarga.Mas Yusuf duduk di sampingku sedang aku hanya duduk dengan wajah yang menatap lurus kedepan pada mertuaku. Mas Yusuf terus menatap wajahku dari samping dengan tangannya yang terus berusaha mengenggam tanganku.Terakhir kali aku membiarkan dia menggengam tanganku. Karena mungkin aku tak bisa merasakan genggaman tangannya lagi.“Dengar, Zara! Mama mau kenalin kamu dengan seorang wanita pilihan mama.”ucapnya langsung tanpa berbasa basi.Semuanya hanya diam tak ada yang berani menyela ucapannya begitu juga dengan mas Yusuf yang masih terus memandang wajahku dari samping dalam diam. “Dia Syifa Humairah. Calon istri kedua Yusuf, juga calon Bundanya Alya.”Jlebbb...Rasanya seperti di serang dengan belati tajam bertubi-tubi. Aku pikir dengan aku tahu semua maksudnya kurasa itu cukup membuatku tak begitu terluka.Namun, saat mendengarnya secara langsung memang sangat menyakitkan.“Ma,jangan seperti ini. kumohon!” mas Yusuf tiba-tiba berbicara dengan nada memohon kepada mamanya. “Aku masih perlu membicarakannya dengan Zara,maa!”lirihnya. Sedang aku hanya diam. Wanita yang duduk menunduk di samping mama juga hanya diam.“Tidak ada yang perlu di bicarakan lagi Yusuf! Mau sampai kapan kamu menunggu wanita ini mengandung dan memberikan adik untuk Alya! Dia jelas sudah mandul! Apa lagi yang kamu harapkan dari wanita mandul sepertinya!”“MAAAAA?!”teriak Mas Yusuf tiba-tiba berdiri menatap marah kearah mamanya dengan tangan yang terkepal erat. “Jaga ucapan mama! Walau bagaimanapun Zara tetap istriku dia sudah memberikan Alya dalam rumah tangga kami!”marahnya.“Yusuf! Jangan membantah. Dia hanya bisa memberikan satu putri dan itu tidak cukup. Kamu butuh anak laki-laki sebagi penerus keluarga kita! Lagi pula, kamu tidak mencintainya kan?!”Tangan mas Yusuf kulihat terkepal lebih erat.Aku menunggu dia menjawab. Namun dia hanya diam membuat harapanku pupus begitu saja. Hilang, sirna dan hancur bergitu saja. Ya, benar. Selama ini dia tidak dan tak akan pernah mencintaiku.Mama berdecih dan menatap remeh kepadaku. “Lihat, Zara! Kamu lihat, putraku sama sekali tidak pernah mencintaimu. Sekarang semua pilihan ada di tanganmu. Kalau kau mau tetap di rumah ini dan menjadi ibu juga istri Yusuf. Maka kamu harus bersedia di poligami dan membiarkan Syifa menjadi madumu. Atau, kau bisa menggugat cerai Yusuf dan ingat! Kau sama sekali tak berhak atas hak asuh Alya, karena dia milik keluarga Khaidar!”jelasnya dengan penuh penekanan.Aku tahu, mereka sangat berkuasa dengan harta gelar yang mereka punya. Aku tak punya pilihan lain, aku hanya ingin tetap bersama dengan putri juga suami atau entalah mungkin semua itu hanya akan berupa ikatan tanpa rasa saja.“Baiklah, aku memilih untuk ikhlas di poligami!” ucapku akhirnya dengan hati yang sudah hancur berkeping-keping. Yang kuharapkan hanya agar aku bisa bersama dengan orang yang aku sayang dan cintai.Aku hanya bisa berdoa dan memohon kepada Allah agar dia meridhoi setiap keputusanku. Walau aku tahu semua ini tak akan menjadi lebih mudah namun akan menjadi lebih menyakitkan. Tapi aku tahu Tuhan pasti akan memberikan aku kekuatan dan kesabaran yang lebih dan lebih besar lagi.****#BeesambungSemua orang terdiam dengan jawabanku.Kenapa? Apa mereka berpikir bahwa aku akan memilih menyerah dan mereka bisa memisahkan aku dengan putriku. Tentu saja aku tidak bisa seperti itu. Jika mereka ingin memisahkan aku dengan suamiku maka mungkin aku masih bisa bertahan. Namun, jika itu Alya maka aku tidak bisa. Dia adalah belahan jiwaku, dia adalah hidupku, dia adalah nafas dan cintaku. Walau mungkin dia tak menganggap aku sepenting itu. Tapi apalah daya bahwa aku hanya seorang ibu.“Ikut aku, kita harus bicara?!”sentak Mas Yusuf tiba-tiba menarik tanganku keras dan membawa ku ke kamar kami yang berada di lantai atas.Aku hanya diam dan mengikut di belakangnya. Celakan yang begitu keras pada tanganku sedikit bisa kurasakan perihnya. Namun perih di hati lebih mendominasi perasaanku saat ini.Mas Yusuf membuka pintu kamar, lalu dia menariku dengan hentakan keras hingga aku sedikit limbung dibuatnya. Dia menutup pintu dengan sangat keras hingga menimbulkan dentuman keras yang menggema di
Tak pernah terbayang, hari dan waktu yang menyakitkan seperti ini akan terjadi dalam hidupku. Penghianatan, keterpaksaan,kepalsuan, keikhlasan dan kesabaranku benar-benar telah di uji dalam satu masalah. 1 minggu telah berlalu kini adalah hari yang aku yakin wanita lain tak akan pernah menginginkannya. Hari dimana suami yang aku cintai akan mengucap ijab qobul dan janji suci untuk menikahi wanita lain.Jangan tanya apa hatiku terluka? Karena sungguh pertanyaan itu hanya membuat sebuah pisau belati menusuk lebih dalam, mengoyak dan membelah hatiku yang sudah berantakan. Memang tak banyak orang yang datang di pernikahan mereka. Hanya para keluarga Mas Yusuf dan Syifa yang hadir. Selebihnya adalah para tokoh agama dan juga penghulu dan para saksi pernikahan mereka.Rumahku, rumah kami, kini akan menjadi rumah kita. Kita bertiga bersama dengan seorang wanita baru yang ternyata ikut tinggal bersama kami. Aku tak menyangka ternyata merutuaku itu begitu kejamnya padaku.Tak cukup baginya un
Alya sang putri kecil sedang berdandan dengan bahagia di dalam kamarnya di bantu oleh sang nenek. “Alya seneng kan, punya mama baru?”tanya Erna mertua Zara yang sangat picik dan jahat dengan segala tipu muslihatnya.“Senang dong, nek! Nanti Alya bisa punya adik kan?”dia bertanya dengan begitu polosnya. Tanpa mengetahui apa makna semua itu. Yang dia tahu hanya yang di katakan oleh sang nenek.“Benar sayang. Bunda Syifa bisa kasih kamu adik. Tidak seperti mama kamu yang enggak bisa kasih adik.”sinisnya. Namun anak malang itu sama sekali tidak menyadari hal itu.Dia hanya bisa beriang gembira. Melompat-lompat dengan sangat senang seolah itu semua adalah kebahagiaan semua orang dan dia juga tidak menyadari bahwa semua orang itu tidaklah termasuk mamanya.Erna memasangkan kerudung kecil Alya. Dengan duduk beralaskan lantai marmer Erna mengangkat tubuh kecil Alya dan mendudukannya kedalam pangkuannya. “Alya mau denger nenek, kan?”Alya menatap neneknya dan mengangguk semangat. “Mau, nek!”se
***Cahaya bulan terilhat meredup di langit malam. Seolah dia sepakat dengan hati yang sedang terluka. Menemaninya yang meredup dengan sedikit cahaya hati sinar bahagia dan tak bahagia. Semilir angin malam menyayat kulit halusnya yang tertutup cardigan tipis.“Huhhhfftt...” hembusan nafas panjang dia keluarkan. Berusaha sedikit meringankan beban di hatinya. Malam ini adalah malam pengantin suaminya dengan sang madu. Mereka yang dibayangkan sedang memadu kasih di malam pertamanya sedang di sini dia sedang berpelukan dengan angin dingin malam yang menghantarkan udara menyesakan juga rasa kesepian pada hatinya.“Aku, hanya bisa berharap kalian berbahagia dan segera memiliki keturunan.”ucap Zara lirih, memejamkan matanya dan kembali air mata itu mengalir tanpa dia minta.Kesedihan ternyata tak hanya membuat air matanya mengering tapi tengorokannya juga ikut mengering. Dia mengambil teko air yang ada di meja rias nya, teko itu sudah kosong dan harus kembali di isi.Zara terdiam,bibirnya ki
Saat sudah berada di lantai atas dia melewati kamar dia dan Yusuf dulunya. Tanpa melihat dan menoleh. Namun sekejap dia mendengar suara pintu terbuka.Lalu dia hanya merasakan seseorang dengan gesit menarik tanganya kedalam kamar lalu seseorang itu langsung mengunci pintu.Zara tersentak, “Apa yang kamu lakukan, mas!”sentak Zara heran dengan nada tak suka. Namun berusaha dia untuk menenagkan diri. Mencoba menarik nafas dalam dan menghembuskanya perlahan.“Apa yang kamu inginkan?”tanya Zara melembutkan suaranya. Yusuf bungkam dengan kepala tertunduk namun dia masih berdiri menghalang pintu yang sudah tertutup. “Mas? Ada apa?”“Ak-aku...,”Zara mengernyit mendengar suara Yusuf yang terbata gugup. Dia memjamkan mata berusaha mengontrol hatinya.Jika dulu ketika Yusuf bersikap seperti itu padanya maka Zara akan langsung memeluk dan mengodanya. Karena dia selalu merasa gemas dengan sifat Yusuf yang terkadang gugup saat bersama dengannya.Namun, semuanya kini telah berbeda. Yang dia rasakan
YUSUF PoV Pagiku terasa kacau. Pertama kalinya dalam hidup aku merasa teramat bersalah membuat hari dan kehidupan yang dulu begitu bahagia dan ceria kini berubah menjadi terasa hampa.Zara mulai kurasakan berubah, tak bisa lagi kulihat senyumnya yang benar-benar seperti orang bahagia. Dia hanya memaksakan tersenyum untuk menutup luka di hatinya.Aku sudah menjadi suami yang egois dan jahad. Namun, bodohnya aku menyadari semua kesalahan ini setelah semua hal ini terjadi.Jika saja,waktu bisa di putar ulang kembali maka seumur hidup aku tak akan pernah melakukan hal ini. Suasana hatiku kacau,dan tak ada rasa bahagia dalam hatiku. Menjadikan Syifa seorang istri itu bukan keinginanku.Semua karena Mama. Desakannya dan segala macam tuduhannya pada Zara yang terus menerus dia katakan padaku. Membuatku lelah dan terjebak dalam permainannya. Tapi, lagi-lagi aku menyadari tak semua salah mama. Seperti halnya yang Zara katakan.Seorang suamilah yang memegang kunci dalam pernikahan. Jika suami m
***Menjelang siang, tepat pukul 12.30 Zara menelepon Yusuf suaminya, dan tak butuh waktu lama Yusuf langsung menjawab panggilan Zara.“Assalamualaikum,Sayang.”sapa Yusuf dengan manja.Ah, sayang? Ntah kenapa Zara merasa kesal dengan pangillan itu. Kenapa pria selalu punya berbagai tipu muslihat dan mulut yang berbisa dengan kata-kata manisnya. Walaupun sudah ada banyak penghianatan yang juga mulutnya ucapkan.Zara hanya menjawab seadanya saja. “Waalaikumsalam,mas. Hari ini aku saja yang menjemput Alya dan....Syifa.”terasa kelu lidahnya mengucapkan nama madunya. Yusuf terdiam membatu dengan ucapan Zara.“Ka-kamu yakin?”“Iya, tidak apa-apa. lagi pula, bukan hanya rumah kita saja yang muat untuk satu orang lagi. Mobilku juga cukup luas untuk menampung satu penumpang lagi,kan.”ucap Zara seolah sebuah sentilan yang tepat mengenai relung hati Yusuf yang terdalam. “Yasudah, terserah kamu aja. Kebetulan mas hari ini pulang lebih sore.”“Yasudah. Assalamualaikum.”“Tung...,” tut...tutt pangg
***“Kenapa kamu menangis?”Yusuf bertanya dengan nada lirih, kala air mata Zara mengenai punggung tangannya.Zara menggeleng dan menghapus jejak air matanya. “Enggak mas. Zara tidak ingin apapun untuk saat ini.”jawab Zara dengan terenyum tipis membuat Yusuf meringis.“Sudahlah, ini sudah malam. Kamu tidak ingin istirahat?”tawar Zara. Dia melenggang pergi dari hadapan Yusuf. Saat dia ingin menaiki ranjangnya Zara terhenti sejenak lalu menoleh kearah Yusuf.“Ehmm...mas, kamu tidur dimana malam ini?”tanya Zara dengan suara pelan.“Boleh aku tidur bersamamu?”Yusuf kembali bertanya. Dia mendekat kearah Zara. Lalu menggenggam tangan istrinya dan berucap. “Ntah kamu mempercayainya atau tidak. Hanya kamu satu-satunya wanita yang ingin aku sentuh dan aku peluk dalam dekapanku.”“Mas, sudahlah.”pukas Zara cepat. Menepis pelan tangan Yusuf yang kembali ingin memeluknya.Yusuf kecewa Zara masih tak mempercayai ucapannya. “Hari ini sangat melelahkan. Kamu harus tidur, mas. Besok, akan ada hari baru
"Kenapa?" Tanya Amar saat melihat raut kebingungan di wajah Zara. Wanita itu menoleh ke kanan dan kiri melihat ke luar jendela. "Kamu nyari apa sih, Za?" Ulang Amar heran."Nggak, tadi kayak ada yang manggil aku deh. Tapi di luar orang-orang udah pada bubar," gumam Zara."Perasaan kamu aja kali. Yang penting temen kamu yang namanya Rose itu sudah ketemukan?"Zara mengangguk singkat. "Sudah sih,""Sekarang kamu mau ke mana? Mau langsung pulang atau ke suatu tempat?" "Hmmm, enaknya kemana ya. Males banget kalau langsung pulang. Masih siang juga," "Ke supermarket? Ke Mekdi?" Saran Amar.Zara mengangguk setuju. "Boleh deh, ke mall aja. Sekalian belanja, kebetulan tadi bibi titip bahan belanjaan yang udah habis,""Oke deh!" Amar memutar kemudinya ke arah yang berbeda menuju mall yang akan mereka datangi. "Oh, iya ngomong-ngomong. Selama kamu di Indonesia, kebutuhan dan biaya mansion di sini siapa yang tanggung?" Tanya Amar."Aku, cuman pakai rekening yang berbeda. Rekening yang atas nama
Kening Amar mengeryit melihat wajah Zara yang terlihat kebingungan. "Zara, ada apa?" panggil Amar lagi sedikit menaikan suaranya membuat Zara tersadar dari lamunannya."A-Amar, A-aku...ti.."Amar berdecak kesal melihat Zara terbata, "Kau ini bicara apa? Aku tidak mengerti! Apa kau habis dapat pesan dari malaikat maut huh?"degus Amar."Aku tidak tahu harus meresepon bagaimana..."ucapan Zara membuat Amar memandangnya serius."Apakah ini masalah serius?"Zara tak menjawab perkataan Amar. Dia hanya mengulurkan ponselnya pada Amar.Amar mengambil ponsel Zara dengan rasa penasaran. Dia membuka pesan yang baru Zara baca. Membacanya begitu serius hingga...Pffttt...."BAHHAHAHAHAHAHAHHAHA...APA INI?! HAHAHHAHAHA....MAM*US" tawa Amar pecah dengan umpatan di akhirnya. Wajahnya terlihat berseri bahagia."Amar, kau ini! Kenapa kau tertawa!"pekik Zara kesal menampol tangan Amar kesal."Buahahhaha... Maaf...maaf. Ini sangat lucu Zara.""Lucu bagaimana? Bagaimana kabar duka kau anggap lucu!"ketus Zar
Tak lama setelah itu dua betina yang di tunggu akhirnya pulang dengan banyak kantung belanjaan. Yusuf hanya acuh melihat mereka masuk dan meletakan banyak paper back di atas meja makan. Pria itu yang kini sudah berganti pakaian dengan kaos rumahan. Memeriksa satu persatu bungkusan itu.“Mas, Alya kemana? Aku membelikanya banyak boneka.” Suara Syifa terdengar manja yang di buat-buat membuat Yusuf kesal hingga tak sadar mengepalkan tanganya. "Apa pedulimu? Kalian berdua hanya senang menghamburkan uang saja!" sinis Yusuf.Matanya menangkap satu bungkusan ganji di atas meja. Tangannya menggapai itu. "Apa ini?" tanya Yusuf menuntut."It-itu makanan kesukanku, mas." jawab Syifa gugup memilin ujung jilbabnya.“Bukankah kau punya riwayat alergi kacang?! Lalu kenapa kau tetap membelinya!” geram Yusuf tertahan."Cukup…Cukup! Menyebalkan harus mendengar kalian tiap hari bertengkar. " sinis Erna berlalu pergi meninggalkan dua manusia yang masih terus berseteru.Erna pergi menuju kamarnya dengan m
Kota London...."Ada apa denganmu, Zara?"Wanita yang di panggil itu terlonjak kaget akan sebuah suara dari belakangnya. Ponselnya nyaris saja jatuh karena pangilaan mendadak itu.Zara berbalik dan menatap orang itu. Dia hanya memandanya dalam diam dan tak sadar kembali melamun."Zara!"panggil orang itu kedua kalinya dengan setengah berteriak. "Apa pria brengsek itu meneleponmu lagi?""A-Amar, aku..."Zara mendadak gugup dan bingung harus berkata apa pada Amar.Amar berdecak kesal melihat Zara seperti itu. "Ckk, benar - benar laki-laki tidak tahu diri!""Kalau kamu selalu menjawab panggilan darinya, dia akan selalu menganggap kamu lemah dan mudah di takhlukan!"kesal Amar mulai mengomeli Zara. Sedang Zara seperti anak kecil yang hanya bisa menunduk menatap lantai ketika di marahi.Tunggu! Tiba-tiba Amar menghentikan omelnya. Tersadar akan di mana posisi mereka berdua. "Astaga, bagaimana aku bisa berdua saja dengan Zara di kamarnya!" rutuk Amar dalam hatinya.Sedikit berdehem, sembari
***Selama dalam perjalanan Alya terus diam dengan wajah yang di tekuk lesu. "Kenapa? Tidak senang berangkat sama papa?""Seneng kok." jawabnya singkat. Sembari fokus menyetir Yusuf terus bertanya pada Alya. Hanya saja dia ingin bertanya hal yang sangat penting pada Alya."Kalau seneng kenapa murung terus, hmmm?"Alya menggeleng, enggan menjawab. "Papa perhatikan 3 hari ini kamu banyak diam dan murung. Ada apa sayang? Cerita sama papa."bujuk Yusuf dengan satu tanganya mengelus lembut kepala Alya yang tetutup jilbab.“Hmm, Papa…”“Iya?"Alya meremas roknya gugup, "Mama, kapan pulang?"Ckiittt....Mendadak Yusuf menginjak rem sangkit terkejutnya mendengar pertanyaan Alya. Beruntung jalanan sedang sunyi, kalau tidak ntah bahaya apa yang akan terjadi.Secepat kilat dia menatap Alya, "Kamu tanya apa tadi?" tanyanya dengan menuntut.Alya menoleh ke arah Yusuf yang kini sedang menunggu kelanjutan ucapan Alya. Putri kecil itu mengerjab dengan polos, lalu berkata. "Apa mama tidak akan pulang ke
***Seorang pria kini duduk termenung di kursi kerjanya. Tangannya mengetuk-ngetukan pena ke meja. Mata pria itu terpejam dengan jejak air mata yang mengering.Kesepian dan rasa rindu menyiksa dirinya. Dia terus memikirkan, apa yang harus dia lakukan untuk membuat wanita itu kembali.Brakkk...Pintu ruang kerjanya di buka dengan kasar oleh seseorang. Mata Yusuf terbuka mendengar suara itu. Secepat kilat dia tak tahu apapun namun kini ada seseorang yang menarik kemeja.Menatap dirinnya dengan marah. “Katakan padaku! Kemana Istrimu membawa istriku?!” Dia adalah Bram suami dari Ayu. Pria itu juga sama halnya dengan Yusuf. Dia merasa frutrasi saat tak menemukan Ayu di rumah maupun di restorannya. Dia juga begitu terkejut saaf melihat ada orang lain yang mengantikan posisi istrinya di restoran. Para pegawai Ayu juga mengatakan bahwa Ayu izin untuk tidak datang untuk waktu yang tak bisa di pastikan.Bram juga sama menyesalnya dengan Yusuf. Kedua pria itu kini menyadari kebodohan diri merek
"Dari dulu kamu tahu kalau aku tidak bisa membenci siapapun. Aku bisa marah juga kesal. Tapi aku lebih memilih menjauh dari pada perlahan tumbuh rasa benci di hati. Sungguh penyakit hati seperti itu, aku tidak ingin memilikinya."Zara tersenyum masam. "Aku mengabarinya karena status kami masih terikat dengan suci. Pernikahan bukanlah sebuah permainan. Jika dia yang menghianati pernikahan ini. Itu bukan salahku, dan bukan hakku untuk membencinya.""Artinya kamu masih mencintainya?"desak Amar tak sabbar dengan jawaban dari Zara.Zara menatap Amar dengan pandangan yang sulit di tebak. Amar tergugu di pandang begitu oleh Zara."Aku rasa kamu masih mencitainya. Mungkin, ntahlah!" Amar menggaruk tengguknya. Merasa bingung sendiri."Aku rasa cintaku sudah hilang untuknya. Waktu itu masih tersisa sedikit saat dia menikahi Syifa. Tapi ketika dia membentaku pagi itu karena kesalahan yang tidak aku buat. Saat itu cintaku sudah hilang untuknya."Amar mengernyit merasa tak yakin dengan yang dia den
Author PoVJakarta ***Pagi ini menjadi kedua kalinya Yusuf harus bekerja tanpa memakai dasi kantornya. Selain Zara, dia tak bisa membiarkan siapapun memakaikan dasi padanya.Yusuf berjalan dengan lesu sambil mengancing ujung lengan bajunya. Melihat pantulan diri di cermin. Jelas terasa bahwa saat ini dia tidak selengkap dulu.Hufftt...Lagi dan lagi pria itu menghembuskan nafas kasar melihat wajahnya sendiri kini terasa menjengkelkan. Pintu kamarnya di ketuk dari luar. Kemudian terdengar suara Syifa memanggilnya. "Mas, sarapannya sudah siap."Yusuf dia tak menjawab. Bibirnya ingin menjawab namun tertahan oleh rasa ragu dalam hatinya."Mass...! Baiklah, jika sudah selesai langsung turun kebawah, ya!"ujar Syifa setengah berteriak. Kemudian terdengar langkah kaki wanita itu yang kian menjauh.Dia sudah pergi...! Yusuf sungguh sangat enggan untuk pergi bekerja. Menghadapi persoalan rumah tangganya sudah sangat memusingkan kepala. Apalagi di tambah dengan pekerjaannya di kantor. Dia han
Singgapura...Di sebuah ruangan dengan nuansa coklat, serta beberapa tumpukan berkas yang berserakan di meja. Seorang lelaki paruh baya dengan kacamata yang melekat di wajahnya. Lelaki itu duduk bersandar di kursi kerjanya. Memejamkan mata dan memikirkan segala hal yang saat ini menganggu hatinya.Suara ketukan pintu membuatnya bersuara."Masuk!" ucapnya dengan suara berat. Seseorang pria dengan jas hitam yang formal sebagai asistenya datang menghadapnya."Ada apa Jhon? Ada berita apa dari sana?"tanya lelaki tua itu."Ma-maaf tuan. Saya baru mendengar kabar kalau ada sebuah insiden kecil di rumah itu.""Insiden apa? Katakan saja dengan jelas!" lelaki tua itu menegakakan duduknya. Menatap dengan serius Jhon asistenya."Hmmm, kabarnya Nona Syifa saat ini sedang mengandung. Lalu, pagi ini juga terdengar kabar bahwa dia jatuh dari tangga. Dengan tuduhan bahwa Nyona muda Zara yang mendorongnya. Lalu..."Jhon mengantung ucapnya. Melihat reaksi tuannya yang sudah mengepalkan tangan."Lalu ap