"Ya, Bara sepupuku"
Zayyad melihat perubahan ekspresi yang cukup signifikan di wajah Alina. Wanita itu terlihat seperti baru saja menemukan sesuatu yang menarik. Memutar otaknya, ia berpikir keras apa itu.
Alina tidak mengira akan semudah ini menemukan dalang di balik penculikannya malam itu.
Jadi seseorang yang menyuruh Cavell untuk merancang malam yang cukup biadab itu adalah Bara? Meremas jari-jemarinya, Alina tersenyum dingin. Ia tidak tau kenapa kehidupannya bisa terjebak dalam drama murahan seperti ini, "Kita bahkan belum pernah bertemu, tapi kau berani melakukan ini padaku?"
"Melakukan apa? Siapa yang melakukannya?"
Alina tidak sadar mengatakannya begitu saja. Menatap kearah Zayyad, haruskah ia memberi tahu pria ini? Tapi Bara adalah sepupunya dan Zayyad yang terlalu murah hati itu, selalu memaklumi setiap kejahatan yang Bara lakukan padanya.
Tiba-tiba Alina m
⚠️Harap Bijak Membaca Bagian Ini⚠️ Bagi pembaca yang tidak nyaman harap melewatinya. Untuk yang membaca, saya harap kalian dapat bersikap bijak dan dapat memetik pembelajaran terkait pentingnya sex education untuk anak di zaman yang seperti sekarang ini. sekali lagi saya memohon kebijaksanaan pembaca semua🙏 Zayyad sangat terkejut kala mendengar suara Erina dan Irsyad. Ia segera menarik diri, mengakhiri ciuman yang penuh gairah itu. Tapi tidak pernah menduga, Alina akan menekan kepalanya dan kembali melanjutkannya. Zayyad membulatkan matanya terkejut, 'Apa Alina tidak sadar kini di ruang tamu tidak hanya mereka?' Seperti yang Zayyad pikirkan, Alina sama sekali tidak menyadari keberadaan neneknya dan Irsyad yang kini tengah menonton adegan ciuman mereka dengan tatapan terkejut. Karena di pertengahan lautan yang membara itu, Alina lagi-lagi diingatkan dengan salah satu bagian tergelap masa lalunya. Bayang-bayang gadis kecil yang kelaparan, demi memohon sepotong roti, ia dengan polosn
Alina dan Zayyad sudah berada di dalam kamar. Alina di atas ranjang, duduk menyandarkan punggungnya di kepala ranjang, sedangkan Zayyad duduk di sofa dengan buku di tangannya. Suasana hening dan atmosfer yang tidak menyenangkan memenuhi kamar besar itu.Alina yang tengah berpura-pura memainkan ponselnya, diam-diam melirik ke arah Zayyad, 'Apa dia masih marah karena kejadian tadi?' tanya Alina dalam hati, merasa kacau. Sejak kejadian di ruang tamu itu, wajah Zayyad terlihat muram dan mulutnya tidak berbicara sepatah katapun. Alina sadar, ia telah salah menampar Zayyad. Seharusnya ia dapat membedakan dengan jelas, gaya mereka melakukannya tidak sama.Zayyad diliputi keraguan dan tidak melukainya. Tidak seperti ayahnya yang menggebu dan menyakitinya."Zayyad!" Panggil Alina, ragu. Suaranya cukup pelan, tapi di ruang yang cukup hening itu. Harusnya Zayyad bisa mendengarnya.Tapi setelah beberapa saat berlalu, yang terdengar hanyalah suara lembaran halaman buk
Ya, cukup!Alina sungguh tidak ingin mendengar kata itu lagi keluar dari mulut seseorang— yang disayanginya. Kemarin ia baru saja mendengarnya dari nenek, dan sekarang Zayyad?Ini adalah kali kedua Zayyad mengatakai dirinya 'misandris'. Tidak tau kenapa, rasanya jauh lebih menyesakkan dari yang terakhir kali."Dulu katamu, 'fakta aku ini Misandris atau tidak— itu tidak penting! Itu bukan sesuatu yang harus di permasalahkan.." Alina masih mengingat ucapan Zayyad hari itu dengan jelas. Itu tersimpan cukup baik dalam memorinya. Kata-kata sederhana yang berhasil menyakinkan dirinya, dia menjadi seperti ini 'membenci pria'— bukanlah kesalahannya."Tapi dari pernyataan mu tadi, aku menyadari satu hal. Kata-kata mu hari itu padaku, hanya seuntai kalimat untuk menghibur dirimu sendiri. Fakta kau seorang 'gynophobic', kau sangat menyangkan hal itu. Tapi kau tidak pernah mau mengakuinya. Hanya saja malam itu, Kau melihat dirimu ada dalam wujud ku,
Alina dan Zayyad sama sekali tidak turun untuk makan malam.Di saat hari sudah sangat larut, dimana Erina dan Irsyad yang memutuskan untuk menginap di vila Zayyad, mereka sudah tertidur pulas kecuali Zayyad dan Alina yang sama-sama masih terjaga.Zayyad belum kembali ke kamar, memilih menenangkan dirinya di ruang yang di penuhi debu itu karena sudah lama tidak terpakai. Karena tidak bisa tidur, memikirkan pertengkarannya tadi dengan Alina, ia pun memilih untuk bersih-bersih ruang besar itu semalaman.Di samping itu, Alina berdiam diri di atas ranjang, memainkan ponselnya seperti biasa. Melihat Zayyad yang belum juga muncul di kamar, tidak tau kenapa perasaannya semakin sesak. Ada jenis emosi yang ingin membuatnya marah, tapi ia tidak mengerti apa itu.Tepat di pagi buta, Alina yang tidak tidur semalaman, terus beranjak dari ranjang membereskan beberapa set pakaiannya dan memasukkannya kedalam koper, "Harusnya, aku memang tidak berada disini sejak aw
"Jadi, kali ini kau pergi begitu saja ke kota Z tanpa memberitahu siapapun?"Maya sudah menjemput Alina dari stasiun dan sekarang mereka sudah berada di rumah sewa Alina yang ada di kota Z. Maya memutuskan untuk menginap, menemani Alina yang sepertinya lagi ada masalah.Alina baru saja menyapu lantai ruang tamu dan kamarnya yang cukup berdebu. Pergi duduk di dapur, ia melihat Maya yang sedang merebus mie instan untuk makan malam mereka berdua."Ya" Alina tertunduk lesu. Menuangkan air putih ke gelas kaca bening yang ada di meja, ia menghabiskannya sekali tegukan."Katakan padaku, sebenarnya ada masalah apa antara kau dan Zayyad?" Sejauh ini Alina sama sekali tidak bercerita mengenai secuil kisah rumah tangganya dengan Maya. Curhat saja pun tidak. Maya pun tidak bertanya dan mereka pun cukup lama tidak saling menelpon.Akhir-akhir ini Maya disibukkan dengan mengurus nilai-nilai anak-anak yang baru saja menyelesaikan ujian akhir semester. Sebagai wal
"Kau serius menolak panggilan nenekmu?" Tanya Maya. Itu adalah kali pertama ia melihat Alina menolak panggilan dari neneknya. Sekarang mereka berdua sudah bersantai di atas kasur. Karena baru saja selesai makan, mereka memutuskan untuk duduk bersama dan melanjutkan cerita perihal masalah Alina yang pergi begitu saja dari kota Y setelah bertengkar dengan Zayyad. "Aku lelah may!" Alina melempar asal ponselnya ke atas bantal, "Nenek pasti menyalahkan aku, mengatai aku kenapa kekanak-kanakan sekali pergi begitu saja ke kota Z tanpa memberitahu siapapun! Dan ujung-ujungnya selalu membela Zayyad tanpa peduli perasaan ku sama sekali.." Alina menghela nafas berat. Tidak mengira awalnya ia menikah untuk membahagiakan neneknya, tapi siapa yang tau akan datang hari dimana ia mengecewakan neneknya dengan pernikahannya itu. Tapi biar bagaimanapun, ia ingin neneknya mengerti dirinya seperti neneknya mencoba mengerti Zayyad. Itu tidak mudah baginya menjalin hubungan dengan
Zayyad mengawali hari baru, tanpa menemukan sosok tubuh yang berbaring di sampingnya. Matanya tersenyum pahit, melihat sisi sebelah ranjangnya yang terlihat lapang dan sepi. Ada rasa hampa dihatinya, kala tidak menemukan wajah cantik dan rambut acak-acakan Alina, yang biasa menyambutnya ketika ia membuka mata di awal pagi. Menjalani rutinitas paginya seperti biasa, Zayyad tak lupa menyiapkan sarapan semangkuk bubur untuk Erina dan sepiring roti bakar untuk Alina. Irsyad baru saja melangkah ke dapur, meminum segelas air. Melihat Zayyad meletakkan sepiring roti bakar keju di atas meja, ia langsung bertanya, "Sejak kapan kau sarapan dengan roti keju?" Selama yang Irsyad tau, cucunya yang monoton itu selalu memiliki sarapan yang sama di setiap paginya— sepiring roti selai kacang. Zayyad tidak pernah mengubah menu sarapannya itu, seakan ia tidak akan pernah bosan. "Ini untuk Alina" Zayyad menatap sepiring roti bakar keju yang sudah ada di atas meja, dengan p
Maya sudah mengganti pakaiannya dengan baju rumahan milik Alina. Pergi ke dapur, ia mencuci sayur dan siap memasak. Alina juga datang ikut membantu. Mengambil wortel, meletakkannya di atas telenan, ia memotongnya bulat-bulat, "May..kau serius tidak ingin menemani ku satu hari lagi?" Alina sungguh sangat bersyukur, karena masih ada Maya yang bersedia mengurusinya yang pengangguran ini. Jika tidak, mungkin ia sudah kelaparan dari semalam sampai sekarang. "Hari ini saja! Besok kau kembali ke kota Y" Maya mengecilkan nyala api kompor dan mulai mengaduk sayur bayam yang sedang direbus didalam panci. Alina berhenti memotong wortel, terus pergi memeluk Maya dari belakang, ia dengan manjanya menyandarkan dagunya di atas pundak sahabatnya itu, "May.. ayolah besok juga ya?" "No!" Maya menggelengkan kepalanya. "May..aku masih butuh waktu untuk sendiri. Besok..sehari saja lagi, ya??" "Engga!" Maya dengan tegas menolak. "May.. ayolah, kalau