Alina dan Zayyad sama sekali tidak turun untuk makan malam.
Di saat hari sudah sangat larut, dimana Erina dan Irsyad yang memutuskan untuk menginap di vila Zayyad, mereka sudah tertidur pulas kecuali Zayyad dan Alina yang sama-sama masih terjaga.
Zayyad belum kembali ke kamar, memilih menenangkan dirinya di ruang yang di penuhi debu itu karena sudah lama tidak terpakai. Karena tidak bisa tidur, memikirkan pertengkarannya tadi dengan Alina, ia pun memilih untuk bersih-bersih ruang besar itu semalaman.
Di samping itu, Alina berdiam diri di atas ranjang, memainkan ponselnya seperti biasa. Melihat Zayyad yang belum juga muncul di kamar, tidak tau kenapa perasaannya semakin sesak. Ada jenis emosi yang ingin membuatnya marah, tapi ia tidak mengerti apa itu.
Tepat di pagi buta, Alina yang tidak tidur semalaman, terus beranjak dari ranjang membereskan beberapa set pakaiannya dan memasukkannya kedalam koper, "Harusnya, aku memang tidak berada disini sejak aw
"Jadi, kali ini kau pergi begitu saja ke kota Z tanpa memberitahu siapapun?"Maya sudah menjemput Alina dari stasiun dan sekarang mereka sudah berada di rumah sewa Alina yang ada di kota Z. Maya memutuskan untuk menginap, menemani Alina yang sepertinya lagi ada masalah.Alina baru saja menyapu lantai ruang tamu dan kamarnya yang cukup berdebu. Pergi duduk di dapur, ia melihat Maya yang sedang merebus mie instan untuk makan malam mereka berdua."Ya" Alina tertunduk lesu. Menuangkan air putih ke gelas kaca bening yang ada di meja, ia menghabiskannya sekali tegukan."Katakan padaku, sebenarnya ada masalah apa antara kau dan Zayyad?" Sejauh ini Alina sama sekali tidak bercerita mengenai secuil kisah rumah tangganya dengan Maya. Curhat saja pun tidak. Maya pun tidak bertanya dan mereka pun cukup lama tidak saling menelpon.Akhir-akhir ini Maya disibukkan dengan mengurus nilai-nilai anak-anak yang baru saja menyelesaikan ujian akhir semester. Sebagai wal
"Kau serius menolak panggilan nenekmu?" Tanya Maya. Itu adalah kali pertama ia melihat Alina menolak panggilan dari neneknya. Sekarang mereka berdua sudah bersantai di atas kasur. Karena baru saja selesai makan, mereka memutuskan untuk duduk bersama dan melanjutkan cerita perihal masalah Alina yang pergi begitu saja dari kota Y setelah bertengkar dengan Zayyad. "Aku lelah may!" Alina melempar asal ponselnya ke atas bantal, "Nenek pasti menyalahkan aku, mengatai aku kenapa kekanak-kanakan sekali pergi begitu saja ke kota Z tanpa memberitahu siapapun! Dan ujung-ujungnya selalu membela Zayyad tanpa peduli perasaan ku sama sekali.." Alina menghela nafas berat. Tidak mengira awalnya ia menikah untuk membahagiakan neneknya, tapi siapa yang tau akan datang hari dimana ia mengecewakan neneknya dengan pernikahannya itu. Tapi biar bagaimanapun, ia ingin neneknya mengerti dirinya seperti neneknya mencoba mengerti Zayyad. Itu tidak mudah baginya menjalin hubungan dengan
Zayyad mengawali hari baru, tanpa menemukan sosok tubuh yang berbaring di sampingnya. Matanya tersenyum pahit, melihat sisi sebelah ranjangnya yang terlihat lapang dan sepi. Ada rasa hampa dihatinya, kala tidak menemukan wajah cantik dan rambut acak-acakan Alina, yang biasa menyambutnya ketika ia membuka mata di awal pagi. Menjalani rutinitas paginya seperti biasa, Zayyad tak lupa menyiapkan sarapan semangkuk bubur untuk Erina dan sepiring roti bakar untuk Alina. Irsyad baru saja melangkah ke dapur, meminum segelas air. Melihat Zayyad meletakkan sepiring roti bakar keju di atas meja, ia langsung bertanya, "Sejak kapan kau sarapan dengan roti keju?" Selama yang Irsyad tau, cucunya yang monoton itu selalu memiliki sarapan yang sama di setiap paginya— sepiring roti selai kacang. Zayyad tidak pernah mengubah menu sarapannya itu, seakan ia tidak akan pernah bosan. "Ini untuk Alina" Zayyad menatap sepiring roti bakar keju yang sudah ada di atas meja, dengan p
Maya sudah mengganti pakaiannya dengan baju rumahan milik Alina. Pergi ke dapur, ia mencuci sayur dan siap memasak. Alina juga datang ikut membantu. Mengambil wortel, meletakkannya di atas telenan, ia memotongnya bulat-bulat, "May..kau serius tidak ingin menemani ku satu hari lagi?" Alina sungguh sangat bersyukur, karena masih ada Maya yang bersedia mengurusinya yang pengangguran ini. Jika tidak, mungkin ia sudah kelaparan dari semalam sampai sekarang. "Hari ini saja! Besok kau kembali ke kota Y" Maya mengecilkan nyala api kompor dan mulai mengaduk sayur bayam yang sedang direbus didalam panci. Alina berhenti memotong wortel, terus pergi memeluk Maya dari belakang, ia dengan manjanya menyandarkan dagunya di atas pundak sahabatnya itu, "May.. ayolah besok juga ya?" "No!" Maya menggelengkan kepalanya. "May..aku masih butuh waktu untuk sendiri. Besok..sehari saja lagi, ya??" "Engga!" Maya dengan tegas menolak. "May.. ayolah, kalau
"Aku gak tau!" Zayyad mengedikkan bahu. Ia sungguh tidak tau kapan ia memiliki perasaan yang seperti itu terhadap Alina, "Yang jelas.. setelah aku menikahi Alina, sedikit demi sedikit, ada rasa egois yang muncul dalam diriku. Rasa memiliki yang membuat ku tidak ingin melepasnya..." Rasa egois, yang membuatnya menerima sebuah tamparan keras dari Alina. Mengenang momen itu, Zayyad tersenyum samar. "Baguslah! Jadi, kakek tidak perlu menyesal. Karena sudah sepakat dengan Erina, menjodohkan kalian berdua" Irsyad yang tidak punya hal apa-apa lagi yang harus dikerjakan di dapur, bersiap untuk pergi. Tapi sebuah pertanyaan dari Zayyad, menahan langkahnya. "Apa menurut kakek pernikahan kami dapat bertahan lama?" Irsyad berbalik. Melihat cucunya yang tertunduk lesu. Sorot matanya sendu dan wajahnya seperti seseorang yang tidak memiliki semangat hidup. Penampilan Zayyad yang begitu, berhasil membuat Irsyad mengenang dirinya dulu. Yang pernah pupus
Hari sudah menjelang sore, tapi Maya masih juga belum kembali. Tadi siang Maya mengirimkan sekotak makanan melalui kurir, katanya ia tidak sempat pulang untuk memasak, jadi hanya bisa memesan dari restoran. Alina merasa sangat bosan duduk di rumah, berniat untuk mengajak Maya jalan-jalan keluar. Mengeluarkan ponselnya, ia menghubungi sahabatnya itu. "Assalamu'alaikum may..kau sibuk apa sampai sore seperti ini tidak pulang-pulang?" Tanya Alina, ketika panggilan tersambung. "Wa'alaikumsalam..aku masih diruang nih, membereskan rapor anak-anak, hari ini sudah harus selesai" Maya tidak berbohong. Posisinya saat ini memang sedang dalam kantor guru, menyelesaikan urusannya. Di samping rencana yang sudah dirancangnya untuk Alina, kesibukannya itu ternyata cukup membantu. "Aku tidak menyangka, akhirnya kau bisa menjadi guru wali kelas" Dulu, ia dan Maya hanyalah pengajar kontrak biasa. Yang hanya mengajar materi yang mereka pegang. Tapi tidak pernah mengira, M
Alina mengangkat kakinya, mengambil beberapa langkah mendatangi kasurnya dimana Zayyad sedang berbaring di sana. Tepat ketika ia hendak duduk di tepi kasur, sebuah lengan kokoh terjulur ke depan, dengan cepat menarik pinggangnya hingga ia terjatuh— Bruk! Tubuhnya jatuh menimpa tubuh Zayyad. Alina tersentak kaget, bersiap untuk bangun hanya untuk ditahan oleh tangan Zayyad yang menekan punggungnya lembut, "Nanti saja marahnya ya..." Alina tertegun. Posisinya yang menekan tubuh Zayyad seperti ini, membuatnya dapat merasakan detak jantung pria itu dengan jelas, dadanya yang naik turun menarik nafas dan suhu tubuhnya yang ikut mendominasi tubuhnya. Alina dapat merasakan semua itu. "Zayyad kau ini sebenarnya sakit tidak sih?" Alina berusaha melepaskan diri dari kukungan Zayyad. Posisi seperti itu sama sekali tidak nyaman untuknya. "Shh..." Terdengar Zayyad mendesis kesakitan, tangannya pun melonggar sehingga Alina akhirnya dapat pergi denga
Alina menggertak kan giginya, merasa kesal. Ia sudah sangat baik malam ini, tapi pria ini masih mencurigainya? Merebut sendok itu dari tangan Zayyad, ia langsung menyuapkan sesendok bubur itu kedalam mulutnya Alina mengecap bubur itu berkali-kali dan rasanya cukup pas, "Masih tidak percaya?" Zayyad tersenyum, mengambil sendok itu dari tangan Alina. Lalu ia mulai memakan bubur itu dengan sendok yang sama tanpa ragu. Alina yang melihat itu, merasa agak terkejut, "Itu kan bekas.." "Rasanya enak.." Zayyad tersenyum. Suapan demi suapan terus dilayangkan ke mulutnya. Membuat Alina merasa tak percaya, bukannya dia mengatakan tidak nafsu makan? "Kata mu..kau tidak nafsu makan. Tapi kenapa—" Alina melihat bubur yang sudah tersisa sedikit di mangkuk. "Karena ada penambah rasa khusus.." "Penambah rasa khusus?" Sepasang Alis Alina bertaut, tidak mengerti. Ia ingat, hanya menambahkan garam di dalam bubur, selebihnya ia tidak menaburkan apap