Alina menggertak kan giginya, merasa kesal. Ia sudah sangat baik malam ini, tapi pria ini masih mencurigainya? Merebut sendok itu dari tangan Zayyad, ia langsung menyuapkan sesendok bubur itu kedalam mulutnya
Alina mengecap bubur itu berkali-kali dan rasanya cukup pas, "Masih tidak percaya?"
Zayyad tersenyum, mengambil sendok itu dari tangan Alina. Lalu ia mulai memakan bubur itu dengan sendok yang sama tanpa ragu.
Alina yang melihat itu, merasa agak terkejut, "Itu kan bekas.."
"Rasanya enak.." Zayyad tersenyum. Suapan demi suapan terus dilayangkan ke mulutnya. Membuat Alina merasa tak percaya, bukannya dia mengatakan tidak nafsu makan?
"Kata mu..kau tidak nafsu makan. Tapi kenapa—" Alina melihat bubur yang sudah tersisa sedikit di mangkuk.
"Karena ada penambah rasa khusus.."
"Penambah rasa khusus?" Sepasang Alis Alina bertaut, tidak mengerti. Ia ingat, hanya menambahkan garam di dalam bubur, selebihnya ia tidak menaburkan apap
"Apa kau masih perlu bertanya kenapa?" Alina menganggukkan kepalanya, mengiyakan. Zayyad sudah berhasil membersihkan rumornya— yang seorang 'gay' dan bos besar perusahaan yang mengidap 'gynophobia'. Setelah dansa singkat mereka di pesta malam itu, semua orang pasti sudah beranggapan rumor-rumor itu tidak benar adanya dan hanya kabar burung yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Bukankah sejak awal, Zayyad menikahinya untuk itu? Semuanya sudah berjalan seperti apa yang ia harapkan, lalu untuk apa masih membutuhkannya? "Karena kau adalah istri ku. Bagaimana mungkin aku tidak membutuhkan mu?" Alina terkesiap. Jawaban itu sungguh diluar dugaannya. Menarik tubuhnya dan melepas tangan Zayyad yang melilit perutnya, ia mengubah arah posisi berbaringnya pergi menghadap pria itu. "Zayyad jangan bercanda, sejak awal kita menikah untuk memenuhi tujuan kita masing-masing. Kau untuk membersihkan rumor tentangmu dan aku untuk membahagiakan nenekku.
Alina akhirnya setuju untuk pulang bersama Zayyad. Ia sadar diri, sebagai seorang pengangguran yang tidak punya sepeser uang pun di tangan, bagaimana dapat melanjutkan hidup? Sedangkan untuk makan dan biaya sehari-hari saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Ia juga tidak mungkin terus-menerus merepotkan Maya. Di samping itu ia merasa, Zayyad sepertinya sudah jatuh hati padanya. Kenapa tidak ia manfaatkan saja perasaan pria itu untuk kesenangannya? "Tiket pesawatnya sudah ku pesan, kita akan berangkat sekitar pukul sepuluh pagi..." Alina hanya menganggukkan kepalanya. Dalam hati, ia merasa sangat iri dengan cara hidup Zayyad. Ia untuk pulang pergi dari kota Z ke Y saja hanya dapat mengandalkan tranportasi darat yang terbilang cukup ekonomis, meskipun memakan waktu yang lama. Tapi Zayyad dengan mudahnya menggunakan transportasi udara seakan-akan itu hanyalah angkutan umum biasa. Tok..tok... Terdengar suara ketukan di pintu depan. "Se
Drtt... Dering ponsel yang ada dalam saku Zayyad, berhasil membuat pria itu tersadar dengan apa yang baru saja ia lakukan. Zayyad segera melepaskan pinggang Alina dan mengambil beberapa langkah menjauh. Mengeluarkan ponselnya, ia pergi keluar kamar untuk menjawab panggilan. Alina yang beberapa waktu lalu menahan nafas, akhirnya dapat mendesah lega. Tangannya mengibas-ngibas wajahnya yang tidak tau kenapa terasa panas. "Iyaa, kami akan segera kembali ke kota Y hari ini..." Ucap Zayyad pada seseorang yang berada dalam panggilan, yang tidak lain adalah Irsyad. "Alhamdulillah, akhirnya aku berhasil membujuknya" "Katakan pada nenek untuk tidak perlu khawatir, Alina cukup patuh kok.." Kata Zayyad, sembari menyunggingkan senyum diwajahnya. "Sudah dulu ya kek, kami harus bersiap-siap.." "Assalamu'alaikum.." Panggilan berakhir. Zayyad kembali masuk kedalam kamar, merasa agak gugup dan canggung bertemu Alina mengingat per
"Zayyad kau pulang.." Sambut Irsyad yang masih berada di ruang tamu bersama Bara. Melihat Zayyad yang datang dengan menggendong Alina, merajut sepasang alisnya ia melempar tatapan penuh tanda tanya pada Zayyad, "Alina kenapa?" "Dia tertidur, sepertinya kelelahan" Terang Zayyad. Irsyad menganggukkan kepalanya mengerti. "Kau sangat memperhatikan saudari ipar ya.." Suara lain yang muncul di ruang tamu, membuat Zayyad berpaling dan menemukan Bara yang sedang duduk di sofa tunggal. "Kau ada di sini?" Tanya Zayyad, terlihat tidak senang. Padahal setelah beberapa kali terjerat dalam taktik kotor Bara, Zayyad tidak pernah sedikitpun membenci sepupunya itu. Tapi setelah apa yang Bara lakukan pada Alina, ia sungguh tidak dapat menoleransinya lagi. Dan setiap kali mengingatnya, itu hanya akan membuatnya muak ketika melihat wajah Bara seperti saat ini. "Ya!" Bara menganggukkan kepalanya, tersenyum santai. "Untuk apa k
Zayyad terbangun tepat pukul lima pagi, dalam keadaan kedua tangan yang terikat dengan dasi. Dimana syarat yang diajukan Alina agar mereka dapat tidur seranjang. Setelah bernegosiasi semalaman dengan wanita itu. Akhirnya Alina memberinya keringanan untuk tidak memakai penutup mata. Ya, hanya itu.Mungkin ada baiknya Alina melakukan hal ini padanya. Karena jujur saja, akhir-akhir ini ia merasa sulit menahan diri. Padahal sebelumnya, ia tidak pernah seperti itu. Ia punya kontrol dan kendali yang cukup baik. Tapi entah kenapa, tiba-tiba saja semua itu melonggar."Alinaa.." Zayyad memiringkan tubuhnya ke samping, menghadap wajah tidur Alina yang berada tepat disebelahnya.Akhirnya...ia dapat menikmati pemandangan itu lagi— bangun tidur, membuka mata dan orang yang dicintainya yang pertama kali muncul menyambut retinanya."Alinaa.." Seru Zayyad, setengah berbisik."Ehmm.." Terdengar gumaman malas Alina, yang tampak enggan membuka matanya.Z
Alina berpikir beberapa saat sebelum menjawab. 'Apakah aku bosan?' Roti bakar keju memang salah satu makanan kesukaannya. Ia suka aroma asap roti dan rasa asin dari keju yang melumer di lidah tiap kali ia menggigitnya. Hanya saja terkadang, ia merasa bosan dan tertarik mencoba yang lainnya. Tapi..."Kalau sarapan dengan menu yang sama setiap hari, sekalipun itu adalah makanan kesukaan ku, sudah tentu aku bosan. Hanya saja, roti bakar buatan mu agak lain..""Lain gimana?" Zayyad mengambil segelas susu coklat, menyesapnya sedikit."Entahlah!" Alina mengangkat bahunya, merasa sulit mendeskripsikannya seperti apa, "Tapi yang pasti, roti bakar buatan mu membuatku candu" Terang Alina, jujur. Baru sehari- dua hari ia di kota Z tanpa roti bakar keju buatan Zayyad, moodnya terus saja seperti tidak ada niat untuk sarapan."Kalau orang yang buatnya gimana?" Tanya Zayyad, mengulum senyum tertahan di bibirnya."Maksudnya?" Alina menautkan sepasang alisnya, butu
Serempak orang-orang itu menoleh dan melihat Bakri yang sudah berdiri tepat di depan mereka."Kalian tidak bekerja?" Bakri melipat kedua tangannya di depan dada, menatap para karyawan itu dengan serius."Kerja pak!" Jawab mereka serempak.Sekelompok orang itu bubar dan segera kembali menjalankan pekerjaan masing-masing. Bakri yang melihat itu, menggelengkan kepalanya dan membatin— 'Sepertinya akhir-akhir ini pria mulai suka bergosip'___Alina menyesali keputusannya untuk mengikuti Zayyad ke perusahaan, setelah melihat benda berbentuk kotak yang memiliki pintu berlapis besi di depannya.Insiden terjebaknya ia di dalam lift hari itu, masih membekas sampai sekarang. Ia tidak cukup yakin dapat menangani ketakutannya terhadap lift setelah kejadian itu."Zayyad, sepertinya aku pulang saja" Tepat ketika Alina hendak berbalik untuk pergi, sebuah tangan besar memegang lengannya, langkahnya terus terhenti."Sebenarnya tujuan k
"Z-zayyad.." Mata hitam Alina bergetar, menatap jas putih Zayyad yang sudah ternodai muntahannya. Mengangkat kepalanya keatas, matanya bertemu dengan mata coklat Zayyad yang tersenyum lembut padanya, 'Pria ini tidak marah?' Batin Alina, sulit mempercayai hal itu."Tidak masalah.." Zayyad mengeluarkan sapu tangannya, lalu mengelap sudut bibir Alina dengan itu. Hati Alina bergetar, menerima perlakuan yang sangat tidak terduga itu. 'Zayyad, bukankah seharusnya di situasi seperti ini kau merasa kesal?'Setelah membersihkan mulut Alina, Zayyad pergi membersihkan jasnya yang sudah ternodai sedikit cairan asam. Sayangnya sapu tangan itu tidak cukup membantu, Zayyad pun melepas jasnya dan melempar asal ke lantai."Z-zayyad kenapa liftnya belum terbuka?" Alina menoleh dengan panik kearah pintu besi yang masih tertutup rapat.Zayyad melirik sekilas ke atas, melihat angka '46' muncul di layar, "Kita masih di lantai 46""Memangnya kau menekan tombol lantai ber
Setelah makan siang, Zayyad mau tak mau harus bergegas ke perusahaan karena urusan mendesak. Alina yang tiduran santai di kamar, masih merasa penasaran sebenarnya apakah ada yang spesial dengan hari itu.Baru saja Alina membuka ponselnya dan sebuah notifikasi muncul. Tidak lain itu adalah pengingat anniversary pernikahannya dengan Zayyad yang ke enam."Ah, jadi hari ini anniversary pernikahan kami yang ke enam" Tanpa sadar mata Alina berkaca-kaca. Masih teringat dulu tekadnya yang akan segera bercerai dengan Zayyad setelah semuanya usai. Tapi tak mengira jalan takdir begitu indah, membuat hatinya luluh dan memutuskan untuk mempertahankan ikatan sucinya dengan Zayyad."Kira-kira aku beri kejutan apa ya?"Tepat di malam harinya. Alina mendapat telfon dari Maya. Seperti tebakannya, si kembar sedang nangis-nangis menolak pulang dan merengek minta menginap di rumah Maya. Kebetulan besok adalah akhir pekan, mereka tidak ke sekolah, akhirnya Alina memberi izin, "Janji gak buat repot aunty Ma
Alina duduk santai di atas sofa setelah menyelesaikan pekerjaan rumah. Ferdi yang hanya fokus mengurusi hal-hal di luar vila, sudah menyelesaikan pekerjaannya dan pulang lebih awal. Sebelum itu Ferdi pamit pada Alina dan tentunya Alina tidak lagi judes seperti dulu. Perubahan sikap Alina itu membuat Ferdi sangat bersyukur.Alina melipat kedua kakinya di atas sofa dan memegang semangkuk buah strawberry di tangan. Menyalakan televisi, Alina menonton acara gosip pagi yang membosankan sambil mengemil strawberry segar kedalam mulutnya.Begitulah keseharian yang Alina jalani jika seorang diri di rumah. Zayyad pergi ke perusahaan dan anak-anak ke sekolah. Hanya Alina seorang yang berdiam diri di rumah. Tentunya hal itu tidak lagi membosankan, karena Alina sudah cukup terbiasa menjalani hari-hari panjangnya sebagai ibu rumah tangga."Sayang, aku pulang"Alina terkejut. Mendapati seseorang berbisik halus di telinganya dan kedua tangan besar yang memijat lembut pundaknya. Dengan strawberry di a
Dear, My loyal readers..❤️ Sebelumnya saya ingin berterima kasih sekali untuk kalian semua yang sudah mengikuti kisah cinta sederhana Alina dan Zayyad yang tentu saja fiktif, tapi saya berharap kisah ini dapat menjadi sedikit menginspiratif. Novel yang terdiri dari dua ratusan chapter lebih ini, pernah membuat saya beberapa kali ragu dan pesimis dalam menyelesaikannya. Saya merasa cerita ini berubah menjadi membosankan dan alurnya terasa tidak lagi menarik. Terkadang saya berpikir, "Siapa yang akan membaca karangan membosankan ini?" Tapi melihat vote-an dan membaca beberapa komentar kalian yang saya temui di beberapa akhir chapter, rasanya saya seperti baru saja menemukan oasis di padang pasir. Seketika semangat saya bangkit dan saya berpikir— saya harus segera menamatkan kisah ini dan jangan sampai membuat para pembaca setia saya kecewa. Jujur, dukungan dan komentar positif kalian, sangat berperan besar dalam proses saya menamatkan cerita yang penuh
Kini Alina hidup bahagia dengan keluarga kecilnya. Tidak pernah terduga, semua itu bermula dari perjodohan yang diatur neneknya. Alina yang bertekad kuat untuk tidak menikah, akhirnya terikat dalam ikatan sakral pernikahan dengan seorang pria asing. Alina yang berpikir untuk bercerai setelah semuanya usai, tapi takdir malah membuatnya terjerat dengan Zayyad.Segalanya berawal dari paket bulan madu dan hotel. Disinilah tragedi bermula atau lebih tepatnya sekarang Alina berpikir— puncak dari rezeki tak ternilai harganya lahir di dunia ini. Yang tak lain 'si kembar'. Kado terindah dalam hidup Alina. Yang membuat Alina tak ragu untuk menghabiskan sisa hidupnya bersama dengan Zayyad, ayahnya si kembar.Lima tahun berlalu sudah. Vila Zayyad tidak lagi hening dengan keberadaan dua buah hati mereka. Zayyad yang sudah lama tak bekerja, memutuskan untuk kembali ke perusahaan demi menjadi sosok panutan ayah yang baik untuk putra putri mereka. Sedang Alina memutuskan untuk m
Sekitar dua hari Alina terbaring di rumah sakit, Alina yang sudah tak tahan lagi membujuk Zayyad untuk segera membawanya pulang. Jikapun harus beristirahat, ia ingin merehatkan tubuhnya di rumah. Zayyad mengkonfirmasi ke dokter, apakah Alina dan anak mereka sudah bisa dibawa pulang. Setelah memperoleh izin dari dokter, mereka pun bersiap-siap untuk pulang. Maya turut membantu membereskan barang-barang. Di mobil, Alina duduk menggendong bayi perempuannya dan dan bayi laki-lakinya digendong Maya yang duduk di belakang. "Apa menurut mu kita perlu menyewa jasa babysitter?" Alina menoleh kearah Zayyad yang fokus mengemudi. Ini adalah pertama kalinya bagi Alina. Tapi tidak taunya sudah dapat dua saja. Alina takut akan linglung kebingungan merawat si kembar seorang diri nanti. "Tidak perlu. Kita kan sama-sama gak bekerja. Jadi menurutku, kita berdua saja sudah cukup" "Kamu yakin?" "Em" "Janji ya nanti mau ikut repot sama aku?" "Janji"
Di sinilah aku terbaring sekarang. Di atas ranjang rumah sakit, di mana aku berjuang keras melahirkan makhluk kecil yang sudah ku kandung sembilan bulan lamanya. Rasanya seluruh saraf dalam tubuhku seperti akan putus, tenaga ku seakan habis. Perasaan itu begitu baru bagiku dan terasa cukup nyata. Berada antara hidup dan mati demi memperjuangkan makhluk hidup baru. Detik itu aku terpikir, apakah seperti ini yang ibu rasakan dulu ketika melahirkan ku? Aku meremas kain seprai ranjang rumah sakit, mengigit bibir bawah ku dan kembali mengejan. Hingga entah kapan seorang pria datang menyingkap tirai dan bergegas masuk. Sesaat aku melirik siapa yang datang. Itu tak lain adalah sosok tubuh dari pemilik mata coklat bening yang paling menawan yang pernah ku temui— Zayyad. Seketika bola mata hitam ku bergetar pedih. Aku tak mengerti kenapa, serasa dunia ku berhenti berputar hingga beberapa detik. Aku melihatnya datang padaku. Meraih tangan ku dan menggenggamnya
"Nenek, engga lama lagi cicit mu akan segera lahir" Alina tersenyum dan berbicara seorang diri. Alina mengelus perut besarnya dan wajahnya terus menoleh ke samping. Seakan-akan ada neneknya yang duduk tepat disebelah nya.Pemandangan dari ruang tamu itu, diam-diam di intip oleh Maya dan Zayyad. Maya menghela nafas berat dan menoleh pada Zayyad, "Kau lihat sendiri kan!" Maya bersuara pelan tapi tak mengurangi emosi marah dan kesal yang terukir jelas di raut wajahnya, "Sebulan sudah berlalu lagi dan Alina masih saja begitu. Zayyad, apa kau akan terus membiarkannya seperti ini?"Zayyad diam, memilih untuk tidak berkata apa-apa. Bukan hanya Maya yang mengkhawatirkan keadaan psikis Alina tapi dirinya pun juga. Hanya ia memutuskan untuk yakin, percaya dan sabar menanti. Kalau Alina akan segera menjadi Alina yang dulu— istrinya yang arogan, keras kepala dan tangguh."Kalau bukan karena aku menghargai keputusanmu sebagai suami dari Alina. Aku pasti akan memb
Delapan bulan akhirnya berlalu sudah. Aura ibu hamil dari seorang Alina kian sempurna. Emosinya pun tampak jauh lebih stabil dari trimester pertama dan kedua. Perut Alina membesar dan itu cukup besar nyaris membuat Maya curiga kalau dugaannya itu benar. Bayi yang dikandung sahabatnya itu adalah kembar.Banyak baju yang Alina tidak muat memakainya dan nyaris sobek. Alhasil Zayyad membeli banyak baju khusus untuk ibu hamil buat Alina yang masih tinggal di rumah almarhum neneknya itu.Zayyad mengira kondisi Alina akan segera membaik, tapi ternyata sebaliknya. Istrinya itu mulai berhalusinasi kalau Erina masih hidup dan masih bersama dengan mereka di rumah kecil itu."Kamu udah siap buat buburnya?" Alina datang ke meja makan dan melihat Zayyad yang baru saja menghidangkan semangkuk bubur hangat."Sudah" Zayyad tersenyum. Ada setitik kesedihan jauh di dasar mata coklat bening itu."Kalau begitu aku bawa ke kamar nenek ya" Alina mengambil mangkuk bubur d
Tiga hari setelah kabar duka itu. Para kerabat dari pihak Irsyad dan rekan Erina berdatangan ke vila Zayyad setiap malamnya untuk membaca Yasin. Termasuk dengan Maya dan keluarganya yang sudah hadir sejak hari pemakaman. Mereka menginap di vila Zayyad membantu Zayyad mengurus segala keperluan.Zayyad benar-benar lemah tak bertenaga dengan keadaan ini. Sepasang matanya terlihat kuyu dan tubuhnya mengurus. Ia sedih dengan kepergian Erina yang begitu mendadak. Salah seorang wanita di samping Alina yang baru-baru ini menjadi pengecualian dari rasa takutnya.Zayyad pun tak berdaya menghadapi dua orang yang di sayangi nya yang jelas begitu drop dengan kenyataan pahit ini. Kakeknya terus jatuh bangun tak sadarkan diri dan Alina yang sampai hari ini menolak kenyataan kalau Erina sudah meninggal.Tepat di hari pemakaman, kakeknya tersungkur jatuh mencium tanah dan Alina mengurung diri seharian di kamar neneknya dengan sepiring nasi goreng yang sudah basi. Nasi goreng yan