Memutar kran air di wastafel, Alina membasahi wajahnya. Menatap ke cermin, ia merenungi wajahnya yang sudah basah. Dinginnya air sedikit meredakan amarahnya. Menampung sedikit air lagi ditangannya, Alina membasahi wajahnya lagi. Setelah ia merasa benar-benar tenang, Alina mematikan kran.
Menyobek beberapa helai tisu, Alina mengeringkan wajah dan tangannya dengan itu. Alina pun kembali ke bangsal tempat neneknya di rawat. Dan menemukan neneknya tidak ada disana.
"Nona apakah anda cucu dari pasien ibu Erina?"
Seorang perawat yang melihat keberadaan nya disana langsung bertanya. Alina mengangguk kan kepalanya.
"Iya, dimana nenek saya sekarang?"
"Nenek anda sudah di pindahkan ke ruang VIP. Mari saya antar"
Alina pun mengikuti kemana perginya perawat tersebut. Dalam hati ia sedikit bertanya- tanya. Kenapa neneknya dipindahkan ke bangsal VIP? Mereka tidak punya cukup uang untuk melunasi nya nanti.
Sekarang Alina lah yang memenuhi kebutuhan nenek dan juga ibunya yang masih di rawat di rumah sakit jiwa dengan hasil gajian mengajarnya yang sangat pas-pasan.
"Ini ruangan nya! Kalau begitu saya permisi dulu"
"Baik, terimakasih"
Membuka pintu, Alina melihat ruangan itu jauh lebih nyaman dari sebelumnya. Ada televisi tempel di dinding pojok ruangan, sofa yang lebih besar, dan juga pendingin ruangan.
Kamar ini juga di lengkapi dengan toilet didalamnya.
"Nenek ini--" Alina sedikit ragu mengatakan keberatannya.
Bukan karena ia tidak ingin memberikan yang terbaik untuk neneknya. Tapi ia tidak punya cukup uang untuk itu.
Erina yang melihat kegelisahan cucunya langsung mengerti apa yang dipikirkan cucunya saat ini.
"Jangan khawatir! Semua ini tuan Irsyad yang menanggung nya"
"Apa?"
Sekarang Alina mengerti kenapa neneknya pindah ke bangsal VIP. Itu karena pria tua tadi, teman lama nenek?
"Tidak! Aku masih sanggup menanggung perawatan nenek, jadi tidak perlu menerima bantuan dari nya"
Bagaimana mungkin Alina mau menerima uluran tangan dari seorang pria? Tidak ada pria yang dapat di percaya di dunia ini. Siapa yang tau niat buruknya di balik semua kebaikan ini?
"Alin..tuan Irsyad itu orang yang baik, lagi pula tidak baik menolak-"
"Cukup!" Potong Alina yang tidak mau mendengar punian apapun lagi tentang pria tua yang bernama Irsyad itu.
"Aku yang akan melunasi perawatan nenek, selama aku mampu kita tidak perlu menerima bantuan apapun dari pria asing"
"Alin..tuan Irsyad bukan pria asing! Dia adalah teman lama nenek"
"Jadi bagaimana nenek bisa sampai dirawat seperti ini?"
Alina langsung membuka pembicaraan lain. Telinganya sudah sangat panas mendengar neneknya yang terus saja membicarakan pria tua itu.
Menarik kursi di dekat brankar, Alina duduk disana.
Erina tidak mampu menahan senyum masam nya. Akan sampai kapan cucunya terus membenci semua pria seperti ini?
"Bukan apa-apa! Hanya penyakit orang tua"
Erina tersenyum lembut. Ia menyembunyikan kekhawatirannya dalam hati. Sebenarnya ia sedang tidak baik-baik saja. Hanya saja ia tidak mau membuat cucunya khawatir padanya.
"Sungguh? nenek tidak berbohong padaku kan?" Alina merasa sedikit ragu.
"Nenek tidak berbohong!"
Sebenarnya Alina masih sedikit ragu. Jika itu hanya penyakit orang tua kenapa sampai harus dirawat di rumah sakit? Ia akan mencari kebenaran nya nanti dari dokter. Saat itu ia akan tau neneknya berkata benar atau tidak.
"Alin... boleh nenek memohon sesuatu padamu?"
"Nenek apa yang kau katakan? Aku ini cucumu, sekalipun itu sulit tentu akan aku usahakan apapun itu untuk mu" Kata Alina tulus.
Dalam hidup ini, Alina hanya memiliki seorang nenek dan ibunya meski pun tidak lagi waras. Tapi mereka adalah semangat nya untuk terus bekerja keras.
Alasannya untuk melupakan semua kisah suramnya di masa lampau. Dan obat luka dari semua pengalaman buruknya yang sampai detik ini masih sangat sulit ia lupakan.
"Aku sudah tua, aku khawatir jika aku pergi nanti..."
Erina bergetar ketika mengatakan nya. Sepasang matanya sudah berkaca-kaca.
"Bagaimana dengan Alin nantinya?"
Alina mengambil tangan neneknya yang tidak tertusuk selang infus, membawanya ke belahan pipinya dan menempelkan nya disana.
"Nenek tidak perlu khawatir! Aku pasti akan tetap baik-baik saja" Kata Alina lembut.
'Sekalipun itu aku akan sendiri...'
"Tapi nenek ingin sekali melihat mu menikah"
Deg!
Serasa seperti langit runtuh menimpanya.
"Itu adalah permohonan terakhir nenek, apa Alin mau memenuhi nya?"
Alina tidak menjawab. Tatapan nya jatuh kebawah. Ada gejolak emosi yang naik turun dalam dirinya. Itu seiring dengan deru nafasnya yang sedikit mulai tidak karuan.
"Itu adalah takdir nenek dan ibumu memiliki pria yang tidak beruntung di kehidupan ini. Tapi tidak berarti kau juga bernasib sama"
Alina merasakan kedua matanya memanas. Ada air mata yang tertahan di kedua pelupuk matanya. Sedang hidungnya terasa sangat asam.
"Ada seribu manusia di dunia. Dan setiap dari mereka berbeda-beda. Tidak semua pria itu buruk"
Wanita tua itu perlahan bangkit dari baringan nya. Menyadari itu, Alina bergerak cepat untuk membantu. Setelah menyandarkan separuh tubuh neneknya di kepala ranjang. Alina kembali duduk ditempatnya.
Erina melihat buah jeruk di atas meja dekat ranjang nya. Mengulurkan tangannya untuk mengambil buah itu.
"Bahkan buah jeruk saja memiliki beberapa jenis yang berbeda. Tidak semua nya asam tapi juga ada yang manis"
Erina mulai mengupas buah jeruk tersebut.
Alina mengulurkan tangan untuk membantu tapi neneknya mencegahnya.
Wanita tua itu tersenyum lembut dengan sorot mata yang mengatakan ia dapat melakukannya.
Setelah mengupas nya. Erina menyodorkan satu ke mulut cucunya. Membuka separuh mulutnya seakan mengatakan 'a..'
Alina membuka mulutnya dan memakan jeruk itu.
"Bagaimana rasanya?"
"Manis"
"Yah, akhirnya Alin tau jeruk ini manis setelah mencobanya. Jadi cobalah untuk membuka hati Alin untuk seorang pria"
Alina diam, enggan menanggapi apapun.
"Bagaimana jika kamu mencoba nya dengan Zayyad, lewat perjodohan ini?"
"Jadi nenek sungguh ingin menjodohkan aku dengan pria asing, yang sama sekali tidak ku kenal?"
Pada akhirnya Alina berbicara. Mendengar kata perjodohan dan pria mood baiknya langsung saja berubah menjadi buruk.
"Alin..."
"Nek ini sudah sangat larut! Sekarang nenek istirahat ya"
Menolak untuk melanjutkan topik lebih jauh. Alina langsung membantu neneknya untuk berbaring.
Dan kemudian ia bergegas ke sofa, merebahkan diri disana, memejamkan mata walau sebenarnya belum mengantuk.
Dan di lain tempat, ada seseorang yang bernasib tidak jauh berbeda dengan Alina.
Irsyad dan Zayyad duduk bersama di balkon.
Menikmati hembusan angin malam yang menusuk sampai ke tulang.Ada meja kopi kecil di antara mereka. Diatasnya ada dua cangkir teh yang masih hangat dengan kepulan asap halus di udara.
"Kakek tidak akan memaksamu menerima perjodohan ini"
Kata Irsyad. Matanya menatap jauh ke langit malam yang tak berbintang.
"Tapi pikirkanlah, kau seorang pria yang sudah berumur 30 tahun. Mungkin tidak masalah jika kau tidak menikah sekarang, tapi rumor kau seorang gay sudah beredar di publik dan di tambah lagi tentang publik yang mulai menilai mu memiliki ketakutan terhadap wanita. Rumor ini jika tidak di hentikan, disamping merusak reputasi mu tapi juga akan mengancam perusahaan dan kau bisa saja diturunkan jabatan mu dari seorang CEO. Kamu pasti mengerti apa yang kakek maksud"
Zayyad jelas sangat mengerti dengan apa yang kakeknya maksud.
Rumor-rumor buruk tentangnya yang beredar jelas itu adalah bagian dari taktik kotor orang-orang yang ingin menjatuhkan nya.
"Aku akan mempertimbangkan masalah ini"
Mengambil cangkir teh miliknya, Zayyad menyeruput nya sedikit.
"Yah, pikirkan itu baik-baik!"
Kata Irsyad sambil menepuk-nepuk punggung cucunya.
___
Di pagi harinya Alina sudah keluar untuk membeli sarapan pagi. Sedang neneknya masih tertidur pulas dan ia enggan membangunkan nya. Makanan rumah sakit sama sekali tidak membuatnya selera. Kembali kota Y, ia sangat merindukan makan di tempat kesukaannya.
Itu adalah warung makan kecil yang letaknya dekat dengan sebuah bangunan sekolah biasa. Biasanya tempat itu penuh oleh anak-anak pada jam-jam tertentu. Tapi pada jam pagi seperti ini anak-anak itu sudah masuk. Ketika Alina berpijak ke tempat itu, ia bisa melihat keadaan warung makan yang sepi.
Alina melihat seorang wanita berkepala empat sedang menata beberapa makanan di etalase. Dia melakukannya sambil menggendong bayi.
"Bibi!" Sapa Alina, melebarkan sudut bibirnya tersenyum sopan.
"Alina!" Serunya terkejut, terlihat senang. "Sudah lama tidak datang kemari, kemana saja?"
"Ah, ternyata bibi masih mengingat ku"
"Gadis konyol! Bagaimana aku tidak ingat sama pelanggan ku sendiri"
"Ha..ha"
Sudah dua tahun Alina tidak mengunjungi tempat ini. Apalagi semenjak ia pergi menetap di kota Z. Dia dengan wanita si pemilik warung memang agak akrab. Terkadang ia datang ke tempat itu bersama Maya.
Tapi Alina sedikit terkejut melihat wanita itu menggendong seorang anak. Dari yang ia tau, wanita itu adalah seorang janda tanpa anak. Apakah ia sudah menikah lagi?
"Bibi bayi itu sangat imut, apakah ia anakmu?"
"Tidak, dia adalah anak dari sepupu perempuan ku, hanya saja aku yang merawatnya untuk saat ini"
Wanita itu menatap pada bayi kecil yang di gendong nya. Matanya yang sayu melembut dengan senyum sendu di bibirnya.
"Bayi ini masih sangat kecil, tapi harus kehilangan kasih sayang kedua orangtuanya"
"Maksud bibi?"
Wanita tua itu menghela nafas dan mengangkat pandangan kearahnya.
"Jika kau suatu hari menikah, carilah pria yang benar-benar dapat bertanggung jawab"
Wanita itu mengatakan nya dengan raut wajah yang bersungguh-sungguh dan sedikit sedih.
"Nasib sepupu perempuan ku beda tipis dengan ku. Aku menikah dengan seorang pria yang ternyata pecandu narkoba dan kami bercerai. Sedangkan dia menikah dengan seorang pria yang ternyata sudah berkeluarga. Sepupuku sama sekali tidak tau akan hal itu. Sampai suatu hari Istri tuanya mengetahui keberadaan nya, melabraknya dan pada saat itulah ia mengetahui nya. Istri tuanya yang ternyata seorang nyonya kaya tidak terima di madu dan memaksa suaminya untuk menceraikan sepupu ku. Akhirnya mereka bercerai begitu saja. Sepupuku sangat sulit menerima kenyataan itu dan merasa terpuruk. Bayi ini ditelantar begitu saja tidak ada yang mau mengurusnya. Aku membawanya bersama ku untuk saat ini karena itu"
Mendengar cerita itu tanpa sadar tangan Alina mengepal. Darahnya mendidih dan jantung nya memompa lebih keras.
"Pria adalah pria. Mereka bajingan yang merusak kebahagiaan kita para wanita. Aku turut prihatin terhadap kamu bibi dan sepupu mu"
Wanita itu hanya mengangguk, enggan untuk merespon kata-kata Alina. Matanya yang tertunduk, tampak sedikit berkaca-kaca merenungi kemalangan hidupnya.
Alina menghela nafas berat. Kemalangan seperti itu ternyata tidak hanya terjadi pada ibu dan neneknya.
Setelah semua ini, apakah Alina masih mempercayai kata-kata neneknya bahwa masih ada pria yang baik di dunia ini?
Mungkin itu hanyalah omong kosong.
"Bibi berikan aku dua bungkus nasi dengan ayam dan satunya lagi ikan"
"Tidak makan disini?"
"Tidak bibi, aku harus kembali ke rumah sakit. Nenek ku sedang rawat inap disana"
Wanita itu sangat cepat membungkus dua nasi pesanannya. Lalu menyerahkan nya pada Alina dalam sekantong plastik hitam.
Ketika Alina menyodorkan beberapa lembar uang untuk membayar, wanita itu terus menolak.
"Hari ini ku berikan secara g****s untuk mu. Semoga nenek mu cepat sembuh"
Alina merasa tersentuh dengan kebaikannya. Tapi masih tetap bersikeras untuk membayar. Dan wanita itu juga bersikeras menolak.
Alina akhirnya menerima kebaikan wanita itu. Tapi ia malah menyelipkan beberapa lembar uang ke si bayi mungil yang masih tertidur.
"Sekali lagi terimakasih bibi untuk nasi gratisnya!"
Ucap Alina sembari mengangkat plastik hitam di tangannya.
"Ini?"
Wanita itu sedikit tercengang melihat beberapa lembar uang yang di berikan Alina pada si bayi. Itu tidak banyak tapi pasti sangat lebih dari cukup untuk membeli sekotak susu dan popok.
"Anggaplah itu hadiah ku untuk si bayi kecil. Sampai kan salam ku pada ibunya"
Dan dengan begitu Alina pergi kembali ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan ia kembali terngiang dengan masa lalunya yang menyedihkan.
"Ibu aku lapar!"
Kilasan seorang Alina kecil yang kurus kembali membayangi pikirannya. Saat itu ia sedang mengeluh lapar pada ibunya karena sudah dua hari mereka hanya minum tanpa makan apapun.
"Tunggu ayah pulang! Ayah pasti akan membawa pulang banyak makanan untuk kita"
Kata ibunya yang tersenyum lembut sambil mengusap kepalanya.
"Ibu tidak berbohong kan?"
Saat itu ibunya hanya diam. Tersenyum tipis yang hampir tidak seperti senyum. Walaupun pada akhirnya wanita itu mengangguk. Hanya untuk menyenangi putrinya.
Pada akhirnya ayah yang Alina tunggu pulang. Tapi tidak membawa makanan apapun yang seperti ibunya bilang.
Ayahnya pulang hanya untuk memukul ibunya dan memarahi dirinya.
Mereka terakhir dapat makan hanya dengan belah kasih para tetangga.
Alina tersenyum dingin mengingat kisah suram itu. Tepat ketika ia melangkah masuk ke dalam tempat neneknya di rawat.
Senyumnya langsung cerah kembali.
"Nenek aku membawa mu sarapan!"
Meskipun neneknya sudah tua. Tapi ia sama sekali tidak suka bubur dan apalagi makanan yang di sediakan rumah sakit. Karenanya Alina juga memesan sebungkus nasi untuknya.
"Seorang bibi pemilik warung langganan ku memberikan nya secara g****s untuk kita"
"Alin kau tau saja nenek ini tidak suka makan bubur"
Katanya sambil mengeluh pada semangkuk bubur yang ada di atas meja dekat ranjangnya berbaring. Sepertinya bubur itu baru saja di antar.
"Aku cucumu bagaimana tidak tau!"
Dengan begitu Alina menyuapi neneknya makan, baru setelah nya ia makan miliknya. Dan ponselnya berdering.
Membuang bungkusan nasi ke tong sampah. Alina mengangkat panggilan.
"Assalamu'alaikum Maya"
"Alhamdulillah nenek ku baik-baik saja"
"Pasti akan ku sampaikan!"
"Wa'alaikumsalam"
Alina kembali duduk di dekat neneknya berbaring. Menemukan wajahnya yang terlihat sedih dan kesepian.
Alina mengulurkan tangannya untuk mengambil tangan tuanya dan menggenggam nya lembut.
"Nenek ada apa?"
Erina tersenyum lembut pada cucunya. Saat ini ia sedang mengkhawatirkan nasib cucunya. Jika ia pergi nanti, apakah cucu cantik nya itu akan terus seorang diri?
Erina mengambil tangan halus yang menggenggam nya itu dan terus merenungi jemari lentik dan permukaan kulit putihnya yang seperti susu.
"Berikan tangan mu yang satunya lagi pada nenek"
Alina terus mengulurkan tangan kirinya pada neneknya.
Dan neneknya kembali merenunginya seperti tangan kanan nya tadi. Sampai titik pandang nya jatuh pada hari manisnya yang masih polos.
Perasaan Alina mendadak menjadi rumit. Neneknya tidak akan membahas perjodohan lagi kan?
"Kapan jari manis ini memiliki cincin yang cantik melingkari nya"
"Nenek jika kau sangat ingin melihatnya. Aku pasti akan membelinya satu dan memakainya"
Alina mengatakan nya seakan benar-benar tidak tau apa maksud neneknya dan bersikap polos dengan menjawabnya seadanya.
Erina yang mendengar nya tidak mampu menahan senyum.
"Alangkah baiknya jika ada orang yang memberikan nya pada mu"
"Aku akan meminta Maya untuk memberikan nya pada ku. Ia pasti akan sangat murah hati memenuhinya"
Alina masih memberikan tanggapan dengan senyum polos di wajahnya.
"Alangkah baiknya jika orang itu memberikan nya padamu tanpa harus kau minta"
"Cukup nek!"
Akhirnya Alina tidak tahan lagi dan berteriak.
Ia sudah sangat halus menolak perbincangan yang mengarah pada topik itu sejak awal. Tapi kenapa neneknya juga tidak mengerti.
"Jika nenek terus-menerus membahas pernikahan atau perjodohan dengan ku, maka detik ini pun aku akan kembali ke kota Z"
Alina bangkit dari duduknya dan berdiri dengan nafas tersengal-sengal karena tekanan amarahnya.
"Aku sengaja mengambil cuti untuk pulang menjenguk nenek, bukan untuk mendengar desakan untuk menikah atau bahkan perjodohan"
"Tapi Alin-"
"Cukup nek! Aku sudah dewasa, aku sangat tau apa yang membuat ku bahagia atau tidak. Jadi nenek tidak perlu mendesak ku untuk menikah lagi!"
Alina takut gagal mengontrol emosinya malah akan terus menyakiti neneknya jika tetap di sana.
Karena itulah ia bergegas pergi membuka pintu. Membawa wajahnya yang memerah karena amarah dan gejolak emosi yang menekan dadanya.
Tepat ketika ia sudah berada di luar. Seorang wanita dengan seragam medis menyambut nya dengan seulas senyum.
"Apakah anda cucu dari pasien ibu Erina?"
Alina mengangguk membenarkan.
"Bolehkah kita berbicara sebentar?"
___
Alina berjalan dengan linglung di sepanjang lorong rumah sakit. Tatapannya kosong dan pikirannya masih melayang ke pembicaraannya yang baru saja terjadi dengan dokter yang merawat neneknya. "Nenek anda menderita penyakit yang termasuk langka yaitu Sindrom mielodisplasia atau yang disebut juga praleukimia. Ini terjadi saat sumsum tulang memproduksi sel darah yang abnormal atau cacat. Lama-kelamaan sel-sel darah tersebut akan meningkat lebih banyak mengalahkan sel-sel darah yang normal atau sehat. Hal inilah yang nantinya akan menyebabkan beberapa masalah lainnya pada kondisi tubuh seperti anemia, pendarahan berlebih dan sebagainya" Saat itulah Alina tau, bahwa neneknya telah berbohong padanya tentang penyakitnya. Mendengar itu matanya terus berkaca-kaca. "Apakah nenek saya berkemungkinan besar untuk di sembuhkan dari kelainan tersebut?" "Tentunya kita akan mencoba yang terbaik untuk itu. Karena kasus yang terjadi pada nenek anda adalah '
Alina baru saja selesai makan siang, setelah menyuapi neneknya makan yang sekarang sudah tertidur.Berjalan ke sofa, ia berbaring santai dengan meluruskan kedua kakinya.Mengambil ponselnya ia langsung menghubungi Maya untuk mengabari pernikahan nya yang akan di adakan dalam minggu ini di rumah sakit."Assalamu'alaikum""May, aku akan menikah dalam minggu ini""Aku serius!""Iya, aku sama sekali tidak bercanda""Dengan pria asing yang di jodohkan nenek ku""Aku sudah bertemu sekali dengan nya""Tidak! Biasa-biasa saja""Kau dapat mengambil cuti beberapa hari untuk menemani ku?""Terimakasih Maya!""Assalamu'alaikum"Tepat setelah Alina mengakhiri panggilan.Pintu kamar di buka seseorang. Yang mengejutkan Alina itu adalah asisten pribadinya Zayyad.Merajut sepasang alisnya, Alina bertanya dalam diam. Untuk apa ia datang kemari?"Nona Alina!" Sapa nya sopan."Em" Alina
Hari-hari pun berlalu begitu saja. Begitu cepat dan tak terasa. Alina sudah memperpanjang masa cutinya. Sedangkan Maya teman dekatnya, kemarin baru saja tiba ke kota Y. Ketika mendengar kabar pernikahan Alina, ia segera mengurus cutinya. Dan hari yang paling tidak diinginkan Alina, akhirnya tiba. Alina tidak lagi mampu mengelak nya. Tepat di sebuah ruang yang di dominasi warna putih dan aroma obat-obatan. Di situlah tempat berlangsungnya ijab qobul. Yang mana di sebuah bangsal rumah sakit tempat neneknya dirawat. Seorang penghulu dan beberapa kerabat tak lama lagi akan hadir memenuhi tempat itu. Tentunya jumlah hadirin sangat di batasi, karena bagaimanapun tempat itu adalah rumah sakit. Dan semua dilakukan dengan sangat biasa. Termasuk penampilan Alina saat ini yang h
"Sah!" Seru beberapa saksi yang di undang untuk menyaksikan pernikahan mereka. "Alhamdulillah" Semua orang di dalam bangsal saling memanjatkan syukur. Saat itulah Maya membimbing Alina keluar dari balkon kembali ke dalam. Di sana sudah ada beberapa orang yang menyesaki tempat itu. Alina dapat melihat tatapan bahagia neneknya yang bahkan mata tuanya tampak berkaca-kaca karena terharu. Hal yang sama juga terjadi pada Irsyad, kakeknya Zayyad yang tampak sangat puas dan bahagia melihat cucunya yang akhirnya menikah. Beberapa orang yang di undang sebagai saksi pernikahan pun segera undur diri. Karena ini rumah sakit, mereka tidak mungkin berlama-lama. Meminta izin saja untuk ijab kabul di tempat ini saja sangat susah. Jadi karena
"Bagaimana pun situasi saya tidak sama dengan seseorang yang tidak terbiasa berjalan kaki. Seseorang yang tidak terbiasa berjalan kaki itu hanya memikirkan aktivitas itu melelahkan, tapi situasi saya berbeda. Pikiran buruk saya terbentuk karena pengalaman masa lalu saya" Mendengar penuturan Zayyad. Malazi mau tidak mau menganggukkan kepalanya setuju. "Tapi bagaimana pun juga pada akhirnya anda butuh pembuktian untuk menyangkal pikiran buruk anda terhadap wanita" Dan konsultasi mereka pun berakhir sampai disitu. Zayyad kembali ke villa tempatnya tinggal. Hanya untuk melihat dua wanita asing sudah berada di dalam sana bersama kakeknya. "Zayyad, mulai hari ini mereka akan tinggal di villa mu" Zayyad hanya membalas perkataan kakeknya dengan mengangguk. Sedangkan Alina membantu neneknya beristirahat di kamar yang sudah di siapkan. Alina sangat bersyukur dengan fakta penyakit neneknya masih dalam tahap stadium awal. Jadi kemungkinan
Tepat pukul sembilan malam. Bel depan vila berbunyi, memecah keheningan rumah besar yang sunyi. Zayyad yang baru saja meminum segelas air putih dari dapur, mengkerut kan kening.Siapa yang datang di malam hari seperti ini? Ponsel di saku jubah tidurnya bergetar. Zayyad mengambil nya. Ada sebuah pesan dari security vila nya. 'Pak, Tuan Irsyad ada di depan!' Pesan singkat itu membuat sepasang alis Zayyad terjalin rumit. Perasaan nya buruk.Untuk apa kakek kemari larut malam seperti ini? Memasukkan kembali ponselnya di saku jubah tidurnya. Zayyad bergegas ke pintu depan. Tepat ketika pintu di buka, seorang pria tua sudah berdiri di sana dengan seulas senyum. "Untuk apa kakek kembali lagi?" Selama ia tinggal seorang diri di vila nya. Pria tua itu sangat jarang menginap di tempatnya. Ia mengatakan bahwa tempat tinggal nya sendiri adalah yang terbaik.kakek kembali bukan untuk menginap kan? "Ada pemadaman listrik di tempat kakek, jadi malam ini
Setelah kekacauan itu, kamar terasa hening dengan detak jam dinding memecah kesunyian. Alina yang sejak awal belum tidur, membuka matanya. Ia perlahan bersandar di kepala ranjang. Mengambil ponselnya, ia melihat bahwa sudah pukul satu pagi. Sebenarnya ia sudah sangat ingin tidur. Sudah beberapa jam ia menutup rapat matanya, tenggelam dalam selimut dan membayangkan banyak hal yang menyenangkan sampai lelah. Tapi nihil. Matanya masih saja enggan mengantuk. Insomnia yang dimilikinya ini terkadang seringkali membuat nya frustasi. Terkadang jika hari-hari mengajar, ia sengaja mengkonsumsi obat tidur di malam harinya. Agar ia punya waktu tidur yang cukup untuk tidak menganggu aktivitas nya besok. Jika tidak, mungkin ia akan mengantuk dan lesu seharian, karena kekurangan waktu tidur. Tapi karena besok ia masih cuti. Ia memilih untuk tidak mengkonsumsi nya. Karena bagaimanapun juga tidak baik jika ia selalu bergantung pada obat itu. Menoleh kearah sofa, ia me
"Karena pada nyatanya, sampai saat ini Alin masih terjerat dengan mimpi-mimpi buruk itu. Itulah kenapa sampai saat ini Alin-" Alina tak kuasa menyelesaikan kata-katanya lagi. Ia mulai merasa matanya memanas, rongga pernafasannya sesak, rasanya ia ingin menangis. "Kebencian yang Alin miliki hanya membuat Alin berjalan di tempat, enggan maju mengahadapi realita dan hanya meyakini bahwa semua pria itu sama. Terkadang kebencian itu mendorong Alin untuk balas dendam, hanya saja nurani yang ada dalam diri alin menekannya cukup baik sejauh ini. Alin tidak mampu balas dendam dan tidak tau cara melampiaskannya harus bagaimana. karenanya kebencian itu rasanya semakin menyakitkan nek!" Itulah kenapa ia memutuskan untuk menjauhi bahkan menghindari interaksi apapun dengan pria. Karena dengan melihat mereka sekali saja, kebencian itu bangkit. Dan itu membuatnya terluka setiap kali ia gagal melampiaskannya. "Sebenarnya Alin tau!" Alina memandang ke langit-langit beberapa sa
Setelah makan siang, Zayyad mau tak mau harus bergegas ke perusahaan karena urusan mendesak. Alina yang tiduran santai di kamar, masih merasa penasaran sebenarnya apakah ada yang spesial dengan hari itu.Baru saja Alina membuka ponselnya dan sebuah notifikasi muncul. Tidak lain itu adalah pengingat anniversary pernikahannya dengan Zayyad yang ke enam."Ah, jadi hari ini anniversary pernikahan kami yang ke enam" Tanpa sadar mata Alina berkaca-kaca. Masih teringat dulu tekadnya yang akan segera bercerai dengan Zayyad setelah semuanya usai. Tapi tak mengira jalan takdir begitu indah, membuat hatinya luluh dan memutuskan untuk mempertahankan ikatan sucinya dengan Zayyad."Kira-kira aku beri kejutan apa ya?"Tepat di malam harinya. Alina mendapat telfon dari Maya. Seperti tebakannya, si kembar sedang nangis-nangis menolak pulang dan merengek minta menginap di rumah Maya. Kebetulan besok adalah akhir pekan, mereka tidak ke sekolah, akhirnya Alina memberi izin, "Janji gak buat repot aunty Ma
Alina duduk santai di atas sofa setelah menyelesaikan pekerjaan rumah. Ferdi yang hanya fokus mengurusi hal-hal di luar vila, sudah menyelesaikan pekerjaannya dan pulang lebih awal. Sebelum itu Ferdi pamit pada Alina dan tentunya Alina tidak lagi judes seperti dulu. Perubahan sikap Alina itu membuat Ferdi sangat bersyukur.Alina melipat kedua kakinya di atas sofa dan memegang semangkuk buah strawberry di tangan. Menyalakan televisi, Alina menonton acara gosip pagi yang membosankan sambil mengemil strawberry segar kedalam mulutnya.Begitulah keseharian yang Alina jalani jika seorang diri di rumah. Zayyad pergi ke perusahaan dan anak-anak ke sekolah. Hanya Alina seorang yang berdiam diri di rumah. Tentunya hal itu tidak lagi membosankan, karena Alina sudah cukup terbiasa menjalani hari-hari panjangnya sebagai ibu rumah tangga."Sayang, aku pulang"Alina terkejut. Mendapati seseorang berbisik halus di telinganya dan kedua tangan besar yang memijat lembut pundaknya. Dengan strawberry di a
Dear, My loyal readers..❤️ Sebelumnya saya ingin berterima kasih sekali untuk kalian semua yang sudah mengikuti kisah cinta sederhana Alina dan Zayyad yang tentu saja fiktif, tapi saya berharap kisah ini dapat menjadi sedikit menginspiratif. Novel yang terdiri dari dua ratusan chapter lebih ini, pernah membuat saya beberapa kali ragu dan pesimis dalam menyelesaikannya. Saya merasa cerita ini berubah menjadi membosankan dan alurnya terasa tidak lagi menarik. Terkadang saya berpikir, "Siapa yang akan membaca karangan membosankan ini?" Tapi melihat vote-an dan membaca beberapa komentar kalian yang saya temui di beberapa akhir chapter, rasanya saya seperti baru saja menemukan oasis di padang pasir. Seketika semangat saya bangkit dan saya berpikir— saya harus segera menamatkan kisah ini dan jangan sampai membuat para pembaca setia saya kecewa. Jujur, dukungan dan komentar positif kalian, sangat berperan besar dalam proses saya menamatkan cerita yang penuh
Kini Alina hidup bahagia dengan keluarga kecilnya. Tidak pernah terduga, semua itu bermula dari perjodohan yang diatur neneknya. Alina yang bertekad kuat untuk tidak menikah, akhirnya terikat dalam ikatan sakral pernikahan dengan seorang pria asing. Alina yang berpikir untuk bercerai setelah semuanya usai, tapi takdir malah membuatnya terjerat dengan Zayyad.Segalanya berawal dari paket bulan madu dan hotel. Disinilah tragedi bermula atau lebih tepatnya sekarang Alina berpikir— puncak dari rezeki tak ternilai harganya lahir di dunia ini. Yang tak lain 'si kembar'. Kado terindah dalam hidup Alina. Yang membuat Alina tak ragu untuk menghabiskan sisa hidupnya bersama dengan Zayyad, ayahnya si kembar.Lima tahun berlalu sudah. Vila Zayyad tidak lagi hening dengan keberadaan dua buah hati mereka. Zayyad yang sudah lama tak bekerja, memutuskan untuk kembali ke perusahaan demi menjadi sosok panutan ayah yang baik untuk putra putri mereka. Sedang Alina memutuskan untuk m
Sekitar dua hari Alina terbaring di rumah sakit, Alina yang sudah tak tahan lagi membujuk Zayyad untuk segera membawanya pulang. Jikapun harus beristirahat, ia ingin merehatkan tubuhnya di rumah. Zayyad mengkonfirmasi ke dokter, apakah Alina dan anak mereka sudah bisa dibawa pulang. Setelah memperoleh izin dari dokter, mereka pun bersiap-siap untuk pulang. Maya turut membantu membereskan barang-barang. Di mobil, Alina duduk menggendong bayi perempuannya dan dan bayi laki-lakinya digendong Maya yang duduk di belakang. "Apa menurut mu kita perlu menyewa jasa babysitter?" Alina menoleh kearah Zayyad yang fokus mengemudi. Ini adalah pertama kalinya bagi Alina. Tapi tidak taunya sudah dapat dua saja. Alina takut akan linglung kebingungan merawat si kembar seorang diri nanti. "Tidak perlu. Kita kan sama-sama gak bekerja. Jadi menurutku, kita berdua saja sudah cukup" "Kamu yakin?" "Em" "Janji ya nanti mau ikut repot sama aku?" "Janji"
Di sinilah aku terbaring sekarang. Di atas ranjang rumah sakit, di mana aku berjuang keras melahirkan makhluk kecil yang sudah ku kandung sembilan bulan lamanya. Rasanya seluruh saraf dalam tubuhku seperti akan putus, tenaga ku seakan habis. Perasaan itu begitu baru bagiku dan terasa cukup nyata. Berada antara hidup dan mati demi memperjuangkan makhluk hidup baru. Detik itu aku terpikir, apakah seperti ini yang ibu rasakan dulu ketika melahirkan ku? Aku meremas kain seprai ranjang rumah sakit, mengigit bibir bawah ku dan kembali mengejan. Hingga entah kapan seorang pria datang menyingkap tirai dan bergegas masuk. Sesaat aku melirik siapa yang datang. Itu tak lain adalah sosok tubuh dari pemilik mata coklat bening yang paling menawan yang pernah ku temui— Zayyad. Seketika bola mata hitam ku bergetar pedih. Aku tak mengerti kenapa, serasa dunia ku berhenti berputar hingga beberapa detik. Aku melihatnya datang padaku. Meraih tangan ku dan menggenggamnya
"Nenek, engga lama lagi cicit mu akan segera lahir" Alina tersenyum dan berbicara seorang diri. Alina mengelus perut besarnya dan wajahnya terus menoleh ke samping. Seakan-akan ada neneknya yang duduk tepat disebelah nya.Pemandangan dari ruang tamu itu, diam-diam di intip oleh Maya dan Zayyad. Maya menghela nafas berat dan menoleh pada Zayyad, "Kau lihat sendiri kan!" Maya bersuara pelan tapi tak mengurangi emosi marah dan kesal yang terukir jelas di raut wajahnya, "Sebulan sudah berlalu lagi dan Alina masih saja begitu. Zayyad, apa kau akan terus membiarkannya seperti ini?"Zayyad diam, memilih untuk tidak berkata apa-apa. Bukan hanya Maya yang mengkhawatirkan keadaan psikis Alina tapi dirinya pun juga. Hanya ia memutuskan untuk yakin, percaya dan sabar menanti. Kalau Alina akan segera menjadi Alina yang dulu— istrinya yang arogan, keras kepala dan tangguh."Kalau bukan karena aku menghargai keputusanmu sebagai suami dari Alina. Aku pasti akan memb
Delapan bulan akhirnya berlalu sudah. Aura ibu hamil dari seorang Alina kian sempurna. Emosinya pun tampak jauh lebih stabil dari trimester pertama dan kedua. Perut Alina membesar dan itu cukup besar nyaris membuat Maya curiga kalau dugaannya itu benar. Bayi yang dikandung sahabatnya itu adalah kembar.Banyak baju yang Alina tidak muat memakainya dan nyaris sobek. Alhasil Zayyad membeli banyak baju khusus untuk ibu hamil buat Alina yang masih tinggal di rumah almarhum neneknya itu.Zayyad mengira kondisi Alina akan segera membaik, tapi ternyata sebaliknya. Istrinya itu mulai berhalusinasi kalau Erina masih hidup dan masih bersama dengan mereka di rumah kecil itu."Kamu udah siap buat buburnya?" Alina datang ke meja makan dan melihat Zayyad yang baru saja menghidangkan semangkuk bubur hangat."Sudah" Zayyad tersenyum. Ada setitik kesedihan jauh di dasar mata coklat bening itu."Kalau begitu aku bawa ke kamar nenek ya" Alina mengambil mangkuk bubur d
Tiga hari setelah kabar duka itu. Para kerabat dari pihak Irsyad dan rekan Erina berdatangan ke vila Zayyad setiap malamnya untuk membaca Yasin. Termasuk dengan Maya dan keluarganya yang sudah hadir sejak hari pemakaman. Mereka menginap di vila Zayyad membantu Zayyad mengurus segala keperluan.Zayyad benar-benar lemah tak bertenaga dengan keadaan ini. Sepasang matanya terlihat kuyu dan tubuhnya mengurus. Ia sedih dengan kepergian Erina yang begitu mendadak. Salah seorang wanita di samping Alina yang baru-baru ini menjadi pengecualian dari rasa takutnya.Zayyad pun tak berdaya menghadapi dua orang yang di sayangi nya yang jelas begitu drop dengan kenyataan pahit ini. Kakeknya terus jatuh bangun tak sadarkan diri dan Alina yang sampai hari ini menolak kenyataan kalau Erina sudah meninggal.Tepat di hari pemakaman, kakeknya tersungkur jatuh mencium tanah dan Alina mengurung diri seharian di kamar neneknya dengan sepiring nasi goreng yang sudah basi. Nasi goreng yan