"Ayo kita pergi!" Seru Alina bersemangat pada Zayyad. Alina sudah tampil cantik dalam balutan blus bewarna merah muda selutut berpadu celana putih dan pasmina abu-abu yang membalut rapi wajah tirusnya.
Drtt..
Ponsel Zayyad yang ada di atas nakas tampak bergetar.
"Sebentar!" Zayyad mengambil ponselnya dan melihat nama yang tertera di layar, 'Kenapa kakek menelpon ku?' Perasaan Zayyad tidak baik. Mengangkat kepalanya kearah Alina, Zayyad menatap Alina beberapa saat dan bergeming.
Ditatap begitu, Alina menautkan sepasang alisnya dengan tatapan bertanya, 'Ada apa?'
Zayyad dapat menangkap tatapan Alina yang seakan mempertanyakannya dirinya. Zayyad hanya diam dan pergi mengangkat panggilan, "Assalamu'alaikum kek..."
"Wa'alaikumsalam, Zayyad..kau harus bergegas ke perusahaan sekarang" Terdengar suara tua di seberang, tertekan dan risau.
"Kenapa begitu tiba-tiba? Bukannya kakek menyuruhku untuk tidak perlu ke perusahaan?" Zayyad menautkan sep
"Ah, bu bagaimana mungkin merepotkan, Ini kan pekerjaan saya" Dalam hati Tina bersyukur, ia semakin yakin Alina akan menjadi majikannya yang baik dan pemurah, "Jadi Jika sering pun tidak masalah, saya janji akan membagi waktu saya dengan baik..""Oke!" Alina menganggukkan kepalanya, tersenyum hangat.Alina pun masuk ke dalam mobil sedan yang bewarna putih itu. Ia berpesan pada Tina untuk membawanya pergi ke mall. Sudah ada benda yang cukup berharga di tangannya, sangat sayang jika tidak digunakan.Di pertengahan jalan, ketika Alina memandang kesibukan kota metropolitan yang padat dari jendela mobil, tiba-tiba ia terbayangkan raut wajah Zayyad yang tampak tidak baik-baik saja setelah memutuskan panggilan di telfon.'Seharusnya dia mengatakan alasannya dengan jelas, kenapa tiba-tiba tidak bisa pergi...'Bukannya memberitahukan alasan yang masuk akal, Zayyad hanya mengatakan cukup klise— 'Aku harus segera ke perusahaan'.Jika dipikir-piki
Alina mematung di tempat, tatapannya tak lepas dari punggung Zayyad yang perlahan menjauh dari pandangannya. Tepat ketika Zayyad melangkah masuk kedalam lift, sesaat Zayyad menoleh kearah Alina. Zayyad tersenyum pahit pada Alina dan Alina hanya bergeming. Meskipun jauh, Alina dapat melihat jelas sepasang mata coklat Zayyad yang basah dan sendu. Tidak tau kenapa, Alina merasa sakit untuk itu. Zayyad memencet tombol dan masuk kedalam lift. Alina yang masih belum berpindah dari tempatnya berpijak, terdiam dan momen beberapa saat lalu kembali terputar. "Sebenarnya ini adalah hal yang paling ku nantikan..." Alina yang saat itu masih belum cukup pulih dari keterkejutannya, menatap Zayyad tak berkedip dan menyimak. "Berada di posisi ini bukanlah hal yang kuinginkan. Tapi...kau membuatku ragu" Bibir Alina yang terbungkam, pelan bersuara, "Kenapa?" "Jika aku tidak berada di posisi ini lagi, hal apa yang dapat kau manfaatkan dariku?"
Di sebuah ruang yang luas dan nyaman, dimana rapat penting sedang berlangsung, orang-orang sudah duduk berhadap-hadapan di sebuah meja besar yang menengahi ruangan. Mereka para petinggi yang tampak rapi dalam balutan jas yang berkelas. Rapat besar itu dipimpin oleh Irsyad, selaku pemegang saham tertinggi perusahaan PT Jaya Sejahtera. Di sampingnya berdiri Zayyad yang tampak tenang seperti biasa dengan pesona wajah tampannya yang terasing dan jauh. "Saya sudah tua, dunia monoton yang melelahkan ini sudah saya alihkan sepenuhnya kepada cucu saya yang terpercaya... Zayyad" Irsyad berbicara dengan pesona pemimpin yang masih lekat di wajah tuanya. Menoleh sekilas pada Zayyad, Irsyad dapat melihat sikap tenang dan berwibawa Zayyad yang seakan tidak terganggu sedikitpun dengan tekanan apapun dari rumor yang pada akhirnya telah berubah menjadi fakta... "Saya tau, saya telah salah karena menutupi kebenaran ini. Kebenaran mengenai cucu saya Zayyad mengidap gynh
Sesudah sarapan bersama dengan Irsyad diluar, Erina awalnya akan langsung pulang ke vila dengan Irsyad. Tapi tidak pernah menduga mereka akan mendapatkan kabar buruk mengenai video Zayyad yang dilecehkan segerombolan wanita disebuah bar, telah menyebar di antara pemegang saham, investor dan para karyawan perusahaan. Video itu akhirnya mengubah rumor menjadi fakta akan Zayyad— Benar-benar mengidap gynhophobia. Karena itulah, Irsyad terburu-buru pergi dan tidak dapat mengantar Erina pulang ke vila. Irsyad harus segera mengadakan rapat besar di perusahaan untuk membahas hal itu. Awalnya Irsyad sudah memesan taxi yang akan mengantarkan Erina pulang, tapi Erina dengan tegas menolak. Erina memilih untuk menunggu sampai rapat selesai dan pulang bersama Irsyad. Itu karena... Zayyad adalah menantu dari cucu kesayangannya, 'Bagaimana mungkin aku tidak khawatir?' Jam sudah menunjukkan pukul dua belas lewat. Erina menoleh keluar, melihat m
"Jadi, tetaplah berada di posisi mu!" "Tapi pak, apa mungkin pak Bara bersedia menjadikan saya asisten atau sekretaris pribadinya?" Bagaimanapun Bakri adalah mantan bawahan Zayyad. Seseorang yang sangat di musuhi Bara dalam dunia bisnis dan juga dalam urusan persaingan cucu kesayangan. "Kau tidak bekerja untuknya" "Ap-apa pak?" Mata Bakri membulat lebar, nyaris hampir melompat keluar saking terkejutnya akan apa yang baru saja ia dengar. 'Aku tidak bekerja untuk pak Bara?' 'Lalu pada siapa aku bekerja?' "Nanti kau juga akan tau!" Zayyad menepuk pundak Bakri, "Kembali lah bekerja.." "Baik pak!" Bakri mengangguk sopan. Masih sulit rasanya menerima fakta bahwa dirinya tidak lagi bekerja untuk Zayyad. Setelahnya Zayyad masuk kedalam mobil. Duduk di bangku pengemudi, Zayyad menurunkan kaca jendela dan melambai kearah Bakri yang masih ada diluar menunggunya pergi. Bakri mengangkat tangan, membalas lambaian Zayyad
Alina sudah berganti pakaian dan duduk di pinggir ranjang. Mendengar suara pintu terbuka, Alina menoleh. Melihat Zayyad masuk, menutup pintu dan membawa segelas air hangat. Langkah kakinya pelan dan tenang seperti perawakannya, tapi wajah tampannya tampak cemas dan risau. "Kau tau tidak bisa berenang, tapi kenapa berlarian di pinggir kolam?" Zayyad berdiri di hadapan Alina, suara maskulinnya meninggi dengan riak emosi yang tergambar jelas di raut wajahnya yang khawatir, "Jika aku tidak ada, apa yang terjadi dengan—" "Air hangat itu untuk ku?" Potong Alina, mengangkat kepalanya kearah gelas putih di tangan Zayyad, "Berikan padaku, aku haus" Mata Alina berpaling menatap mata coklat Zayyad. Sekali pandang, Alina dapat melihat pupil mata coklat Zayyad yang bergetar pelan— menahan emosi dan menyembunyikan kegelisahan. Zayyad tidak merespon, bergeming dan menatap Alina dalam diam. Alina yang melihat tingkah Zayyad seperti patung tak bergerak dengan tampang
Ferdi baru saja membersihkan pecahan vas di lantai. Setelah mengumpulkan pecahan keramik itu, Ferdi segera membuangnya ke belakang. Sebelum pergi, Ferdi melihat Faqih yang bergeming di ruang tamu. Ferdi menggelengkan kepalanya merasa kasihan untuk Faqih, 'Aku tahu anak itu pasti sangat menyesali perbuatannya..' Ferdi pun pergi ke belakang. Zayyad menuruni anak tangga, mendapati Faqih yang berdiri diam dengan kepala tertunduk menyesal. Tepat di pijakan terakhir, tatapannya bertemu dengan Faqih. "Kak Zayyad..." Faqih berlari menghampiri Zayyad. Zayyad berlalu begitu saja, terus berjalan tak menghiraukan keberadaan Faqih. Matanya sedikit pun tidak melihat kearah saudara kesayangannya itu. Faqih kian gugup dan gemetar, ia tidak pernah mendapati Zayyad begitu marah sampai mendiamkannya, "Kak Zayyad maaf.." Langka Zayyad terhenti dan Faqih berada di belakangnya, tertunduk penuh penyesalan. "Aku tau bercandaan ku sudah kelewatan.."
"Aku hanya ingin!""Hah?""Aku hanya ingin melakukannya..""Oh!"Zayyad pun pergi meninggalkan kamar. Alina tertawa kecil seraya menggelengkan Kepalanya, "Hanya ingin?"Di malam harinya, makan malam berlangsung lebih hangat dari biasanya. Tidak hanya Alina, Erina dan Zayyad, tapi Irsyad juga ikut bergabung. Dua orang tua itu sesekali datang dengan obrolan ringan dan tertawa. Hanya Alina dan Zayyad yang menghabiskan piring dalam keheningan.Makan malam pun berakhir tanpa ada yang membahas mengenai pemunduran Zayyad dari jabatannya sebagai CEO perusahaan.Di dalam kamar ketika bersiap-siap hendak tidur. Alina dan Zayyad tidak lagi merasakan kecanggungan melakukan rutinitas bersama. Zayyad keluar dari kamar mandi dengan jubah tidurnya bewarna coklat gelap, mengusap rambutnya yang basah dengan handuk dan Alina duduk di depan meja rias menyisir rambut panjangnya yang tergerai.Pemandangan itu tanpa keduanya sadari— menciptakan