Home / Pernikahan / Ikatan Tak Dirindu / Bab 1 | Malam Ternoda

Share

Ikatan Tak Dirindu
Ikatan Tak Dirindu
Author: Biru Tosca

Bab 1 | Malam Ternoda

Author: Biru Tosca
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Bismillahirrahmanirrahim

Dear Sahabat, sebelum lanjut baca, simpan cerita ini di rak bacaanmu, jangan lupa vote dan komen ya usai baca tiap partnya. Share juga ke teman-temanmu biar makin banyak lagi yang baca. Makasih banyak 

***

Malam itu Safira tiba di sebuah vila di kawasan Puncak Bogor. Sesuai dengan petunjuk dari teman-temannya, dia tiba di vila itu. Namun anehnya vila itu kosong.

"Jangan-jangan mereka mengerjaiku lagi," gerutu Safira di depan vila. "Duuh, gimana nih. Kalau balik lagi udah malam begini lagi."

Safira mengedarkan pandangannya ke sekeliling vila. Lebih banyak gelap daripada terangnya.

Dia mulai was-was. Batinnya berkecamuk, antara memilih diam di situ atau pulang. Hati kecilnya ingin sekali dia pulang, namun sudah malam seperti ini, dia pikir jalanan jauh lebih berbahaya.

Gadis berambut Panjang itu mondar-mandir di depan vila. Setelah merasa pegal, akhirnya dia memilih duduk dan berusaha tenang.

Dia mengetik pesan, ke W* grup teman-temannya.

Hei, aku sudah di depan villa nih, kalian ada di dalem nggak? Kalian pada ke mana?

Nihil. Lama menunggu tak ada seorang pun yang meresponnya.

Dia pun mengetik pesan untuk menjapri satu per satu temannya yang ia kenal.

Rana, kamu di mana? Aku sudah tiba nih. Dia mengirim pesan itu kepada salah satu panitia acara Raker BEM Fakultas Psikologi di kampusnya.

Hasil tetap sama. Tak ada respon juga.

Safira makin gusar. Kalau tahu bakal kayak gini, mendingan aku nggak usah datang.

Dia sangat menyesal kenapa tidak mengikuti kata hatinya, sejak berangkat tadi hatinya memang menolak. Namun demi kepentingan belajar dan dunia akademik, dia bela-belain datang.

Lagian kenapa sih acara mesti ke Puncak segala?

Sialnya, dalam kondisi seperti ini, apa yang bisa dia lakukan. Kalau saja tadi di bawa mobil pribadi, mungkin tidak akan bernasib seperti ini.

Entah mengapa, hari ini dia merasa menjadi seperti orang yang paling malang di dunia. Sudah datang di titik kumpul mengikuti arahan, ditinggalkan rombongan. Terpaksa naik Go-Car dari Tangerang.

Tak mungkin dia bawa mobil sendiri. Dia termasuk kudet, tak terlalu paham jalanan untuk menempuh rute yang cukup jauh.

Sekalipun dia menggunakan Waze atau G****e Maps, tetap saja dia tak bisa. Dulu pernah dia melakukannya, dan terbukti gagal. Tersesat.

Merasa terlalu lama berpikir, Safira harus segera memutuskan.

Aku tak bisa terus-terusan di sini. Aku harus pulang. Tekad gadis itu sudah bulat. Daripada tidak jelas begini, lebih baik aku mengerjakan tugas-tugas kuliahku di rumah, pikirnya.

Safira membuka aplikasi ojol untuk order kendaraan. Sayangnya, dia tak kunjung mendapatkan driver. Apa jangan-jangan karena faktor sinyal, memesan di aplikasi Grab pun sama.

Dia tak patah arang. Dia terus mencoba di sisa-sisa baterai hapenya yang sudah darurat angka merah.

Begitu baterai sudah habis dan hapenya tak menyala sama sekali, dia sudah pasrah, tak lagi yang bisa dia lakukan.

Safira berdiri dan menyeret tas covernya yang berukuran mini. Sampai di gerbang vila, dia berharap ada angkot atau kendaraan lewat sekalipun kemungkinannya kecil karena sudah terlalu larut malam.

Ada satu kendaraan yang parkir dekat vila itu. Safira berpikir, apa mungkin minta bantuan ke si pemilik mobil itu?

Safira galau, tapi gimana kalau dia orang jahat. Tiba-tiba dia merinding membayangkan hal yang tidak dia inginkan. Takut berbagai berita kriminal yang menodai harkat perempuan menimpa dirinya.

Safira urung. Kakinya lebih memilih mundur. Mungkin lebih baik bertahan di beranda vila saja.

Mobil itu menghampiri Safira. Safira mulai cemas.

Si pemilik mobil itu, membuka kaca ... Begitu dibuka, Safira tidak terlalu gusar. Rasanya di kampus dia pernah melihat wajah itu. Dia sering kali berpapasan, namun tak mengenal namanya.

"Safira, kamu mau ke mana?"

Gadis itu kaget, kok dia bisa tahu namaku?

"Sepertinya kamu butuh bantuan, ayo naik?"

Safira masih diam dan enggan memberikan jawaban.

"Kamu siapa, kok bisa tahu namaku?"

Lelaki itu keluar. Lalu mendekat ke arah Safira.

"Oh iya, kenalin, aku Sagara," lelaki itu mengulurkan tangannya.

Safira tak membalas uluran tangannya. Dia malah cuek. Sagara makin gemas. Karena sebenarnya sejak dari kampus dia selalu menguntit Safira dan mencari-cari kesempatan untuk bisa dekat dengannya.

Beberapa saat Safira berpikir, dari wajahnya lelaki ini tidak ada tanda-tanda membahayakan. Mungkin dia bisa meminta bantuan.

"Aku sebenarnya ini mau ikut acara teman-teman mahasiswa sejurusan, sayangnya aku ketinggalan rombongan. Menyusul ke sini eh tetep nggak ketemu."

Sagara menyimak penuturan Safira sambil tak berhenti memandangi kecantikan yang terpancar dari gadis itu. Cintanya yang terpendam selama ini, meluap. Hasratnya tak terbendung. Inilah kesempatan untuk mendapatkannya.

"Feeling aku, sepertinya aku salah vila, acara mereka tetap di sini, cuma aku nggak tahu vilanya yang mana?"

"Kalau gitu, ayo naik, aja, kayaknya lebih enak ngobrol di dalam," rayu Sagara.

Safira menurut. Dia tak bisa menepis, wajah Sagara memang ganteng, badannya atletis. Mungkin kalau dia bertelanjang dada, perutnya akan berbentuk roti sobek.

Ah, Safira buang jauh-jauh pikiran yang seharusnya tak perlu. Dia tak mudah menjatuhkan hatinya sekadar menyaksikan lelaki berparas tampan dan bertubuh gagah.

Masalahnya saat ini dia sudah bertunangan dengan Benua. Benua tak kalah tampannya dari Sagara. Calon suaminya itu kini tengah menempuh S2 di Prancis. Beberapa bulan lagi, selesai menuntaskan studi, keduanya akan segera melangsungkan pernikahan.

Di dalam mobil, Safira dan Sagara duduk berdampingan. Awalnya Safira memilih untuk duduk di belakang saja. Dia tidak ingin terlalu dekat dengan Sagara. Namun melihat kelembutan dan kebaikan Sagara, Safira tak kuasa menolak.

"Alamat vila atau gedungnya apa?" tanya Sagara.

"Nah itu, dia aku lupa. Hapeku dari tadi mati."

"Coba di-charge dulu," pinta Sagara.

Safira menurut. Sambil menunggu hapenya bisa menyala, Sagara melirik Safira sesekali.

"Kamu kayaknya, stress dan Lelah banget ya," ucap Sagara sembari menatap Saifra. "Gih, minum dulu, biar tenang."

Baik juga nih, cowok, kata Safira. Perhatian juga, kata hati Safira, tak ada rasa curiga sama sekali.

Safira menerima botol minuman yang isinya teh manis itu. Gadis itu memegang botol minuman itu agak lama. Tak langsung meminumnya. Ada sedikit keraguan yang menerpa dirinya.

"Enggak, ini aku masih kepikiran, alamat vila," Safira meraih hapenya, berharap sudah bisa dinyalakan.

Ketika hapenya menyala, dia tersenyum lebar. Hatinya benar-benar lega.

"Makasih ya, Sagara. Kamu sudah baik banget nolongin aku," Safira tampak ceria dan sedikit manja, mirip anak kecil yang baru saja menemukan kembali mainannya yang hilang.

"Ini alamat vilanya," ucap Safira sambal mendekatkan layer hapenya ke arah Sagara.

"Okey," kita coba meluncur ke sana. Sagara menyalakan G****e Maps di hapenya untuk mencari alamat tersebut.

"Kamu nggak haus ya," tanya Sagara lagi, "Ayo minum dulu."

Safira menurut, dia menyeruput minuman di tangannya. "Oke, makasih banyak ya, maaf aku jadi ngerepotin kamu nih," ucap Safira.

"No problem! Sangat beruntung bisa bantu gadis secantik kamu."

Safira berusaha menyembunyikan rasa berbunga-bunganya saat mendapatkan pujian itu. Dia mencoba tetap tenang meski jantungnya berdetak tak normal. Dia bertekad, untuk tetap menjaga hatinya untuk Benua.

Setelah minuman di botol itu tinggal tersisa sedikit lagi, tiba-tiba kepalanya pusing. Lama kelamaan pandangan di sekitarnya menjadi buram.

Tubuhnya memanas. Ada yang tiba-tiba meledak untuk dipenuhi.

Safira tak bisa apa-apa lagi. "Sagara apa yang kamu lakukan padaku, kenapa setelah minum, reaksi tubuhku jadi begini?" Safira memandang Sagara geram.

Sagara menghentikan laju mobilnya. Dia mematung, tak membalas pertanyaan Safira yang berulang kali dilontarkan.

Sagara menatap Safira dengan wajah penuh nafsu. Senyum iblisnya keluar. Tubuh Safira lemas tak berdaya.

Di tempat sepi itu, di dalam mobil Sagara mulai melancarkan aksi brutalnya. Akal sehatnya sudah sirna. 

Sementara gadis malang itu, karena efek obat yang dicampur dengan minumannya, tak punya daya yang lebih untuk membela dan melindungi kesucian dirinya.

Bersambung...

Dear pembaca, bagaimana setelah membaca part ini, apakah kamu suka? Kasih masukan komentarnya ya?

Related chapters

  • Ikatan Tak Dirindu   Bab 2 | Pagi Terkelam

    Safira menangis tergugu seraya mengenakan pakaian untuk menutupi tubuhnya. Sementara Sagara masih tertidur pulas. Inilah pagi yang paling kelam di mata Safira, sekalipun pagi itu, matahari bersinar cerah. Sambil menahan ngilu di tubuhnya, Safira berpikir apa yang harus ia lakukan setelah malapetaka ini. "Keparat, bangun lo!" Safira memukul Sagara bertubi-tubi. Air matanya tumpah. Sagara belum merespon. Dia masih terlelap dalam tidurnya. Safira mencari cara agar Sagara bangun. Sembarang dia mencari benda yang ada di depan dashboard mobil. Dia meraih aksesoris jam lalu memukulkannya dengan kencang ke kepala Sagara.

  • Ikatan Tak Dirindu   Bab 3 | Menggarami Luka

    Safira, kamu sudah tak suci lagi! Wanita itu memandangi wajahnya sendiri dan berkata pada dirinya sendiri di depan cermin di kamar mandi. Dia kerap kali bolak-balik ke kamar mandi tak kenal waktu.Di kamar mandi, Safira berkali-kali membasahi seluruh tubuhnya dengan air. Bahkan saat ini, saat malam hari dia tetap melakukannya.Namun perasaannya tetap saja nyaman. Rasanya, walaupun seluruh air di dunia ini telah ia habiskan untuk membersihkan tubuhnya, sungguh tubuhnya saat ini tetap kotor. Kesucian dirinya sudah ternoda.Usai mengenakan kimono handuk berwarna pink dan menutupi rambut kepalanya yang masih basah, Safira keluar dari kamar mandi.Aku sungguh tak berharga. Batin Sa

  • Ikatan Tak Dirindu   Bab 4 | Bagaimana Kata Dokter?

    Setelah berhari-hari dibujuk Berliana dan Mama, Safira akhirnya mau untuk memeriksakan diri ke dokter."Ayo, Lian kita berangkat," ajak Mama yang sudah siap mengenakan gamis dan kerudung warna coklat tua. "Mana, Kakakmu?" tanya mama melirik ke kanan dan kiri mencari Safira."Kayaknya masih di kamar, Ma," jawab Berliana yang tak kalah rapinya mengenakan kerudung dan gamis hijau pastel."Lha, gimana ini, bukannya harusnya dia udah siap?!" Papa yang yang juga sudah rapi dengan suara agak meninggi wajahnya tampak sedikit kesal."Sabar, Pa," Mama mengusap-usap dada papa. "Mohon, Pa. Kejadian kemarin jangan terulang lagi. Kita udah sepakat kan?" ucap mama mengingatkan.

  • Ikatan Tak Dirindu   Bab 5 | Sirene di Tengah Hari

    "Awwww!"Saking kencangnya, teriakan itu terdengar hingga ke lantai bawah, di mana kamar kedua orang tuanya berada.Tepat tengah malam, Sagara terbangun oleh mimpi buruk. Keringatnya bercucuran memenuhi seluruh tubuhnya.Dia memegangi kepalanya yang terasa pening dan berat.Dalam mimpi, dia melihat dirinya terlempar ke sebuah jurang. Di jurang itu dia disambut oleh lahar dan binatang-binatang aneh yang mengerikan.Kenapa mimpi mengerikan ini selalu berulang? hatinya bertanya dalam kegundahannya.Sungguh, dia belum pernah merasa jiwanya tak tenang seperti yang dialaminya seka

  • Ikatan Tak Dirindu   Bab 6 | Dia Pulang

    Kenapa ini semua harus menimpa diriku? hati Safira bertanya-tanya. Sejak peristiwa itu, dia sering menangis saat seorang diri.Dalam kesendiriannya, Safira termenung. Sekalipun Sagara kini sudah meringkuk di penjara, namun bagaimanapun luka yang sudah dihujamkan ke dalam jiwanya masih membekas. Jiwanya belum tenang karena kesuciannya takkan bisa kembali lagi.Apa ini semua salahku? Kenapa semua ini harus terjadi? Kenapa mimpi-mimpi indahku yang sudah kuukir kini berubah menjadi mimpi buruk, lirih Safira.Bagaimana bisa tenang, kesucian yang selama ini dia jaga, hanya dipersembahkan untuk suaminya nanti, malah dirampas begitu saja.Mimpi indah itu telah pergi. Yang menemani ku kini mimpi-mimpi buruk. Aku sudah tak punya masa depan lagi, ungkap hatinya.Ini semua salahku, seharusnya hari itu, aku nggak pergi. Mungkin jika tak pergi, semua ini takkan terjadi, ungkap hatinya lagi, cenderung menyalahkan dirinya sendiri.Safira meraih ponsel pinta

  • Ikatan Tak Dirindu   Bab 7 | Tak Siap Kandas

    “Fira, ayolah makan,” pinta mama saat mereka sekeluarga saat berkumpul di meja makan.Seperti malam-malam lainnya, makan malam yang dilalui Safira terasa hambar.Mama, Papa, dan Berliana menatap Safira yang dari tadi memain-mainkan sendoknya di atas piring nasi. Sepertinya baru beberapa suap yang masuk. Karena nasi di piring itu tersisa masih sangat banyak.Sementara adik dan kedua orang tuanya sudah dari tadi menuntaskan makan malamnya.Terlalu berat bagiku, menghadapi ini. Aku tak sanggup, ucapnya dalam hati.Dia tak menyadari permintaan mamanya, karena terlalu larut dalam pikirannya.“Fira, Sayang. Ayolah makan. Kamu harus kuat. Kamu harus bisa melanjutkan kehidupan,” ucap Papanya.Nada suara papanya jauh lebih nyaring dibanding mamanya sehingga Safira bisa mendengarnya.“Iya, Pa…” ucap Safira, dia ingin menyenangkan papanya. “Ini aku, makan,” lanjutnya sembari menyuap n

  • Ikatan Tak Dirindu   Bab 8 | Malam Penentuan?!

    “Kak, tolong buka, Kak!” suara Berliana terdengar lebih tinggi saat mengetuk-ngetuk kamar Safira.Dia sudah berkali-kali mengucapkan kalimat itu, namun tak kunjung ada respon dari kakaknya.Dia mengkhawatirkan kakaknya, sementara untuk bisa masuk ke kamar pintunya terkunci.“Kak, tolong buka, Kak,” ucap Berliana lagi. Dia mulai cemas. Duuh, Kak, moga-moga aja nggak terjadi apa-apa sama kamu, gumam Berliana.Dari dalam sebenarnya Safira dapat mendengar dengan jelas suara adiknya. Namun dia merasa enggan, sama sekali tak berminat membuka pintu kamar dan menampakkan diri. Terlebih dengan kondisi saat ini, penampilan rambutnya sudah tak jelas.Dia memandangi dirinya di depan cermin, dengan potongan rambut yang sudah pendek.Namun suara adiknya di luar juga masih terus terdengar. Adiknya tak menyerah.Safira berhenti memandangi dirinya di cermin. Dia melangkahmendekati pintu. Akhirnya terpaksa, dia membuka kun

  • Ikatan Tak Dirindu   Bab 9 | Masih Mengganjal Hati

    “Hubungan rumah tangga harus dilandasi dengan kejujuran dan keterbukaan,” Safira mengawali. “Aku tahu ini pahit untukku. Tapi aku tidak mau mengecewakanku, sehingga malam ini aku harus berkata apa ada padamu, Ben.”“Ya, aku sepakat,” jawab Benua lugas.“Ben, apa kamu nggak tahu berita viral?” tanya Safira saat dia bersama Benua sudah duduk di kursi halaman rumah. Di samping Safira, Berliana ikut duduk menemani.Kenapa nanya soal berita viral sih, pikir Benua. Nggak ada pertanyaan lain apa? Benua belum memahami alur pembicaraan calon istrinya.“Berita viral apa? Maksud kamu apa?” tanya Benua polos. Dia memang belum paham.Mendengar jawaban seperti itu, Safira menyimpulkan bahwa Benua memang belum mengetahuinya. Mungkin dia belum sempat baca-baca berita di media sosial.Safira menghirup napas dalam-dalam, mengumpulkan kekuatan untuk menjelaskan.“Ben, sebelumnya aku mau m

Latest chapter

  • Ikatan Tak Dirindu   Bab 52 | Hadiah Cinta

    “Pa, ayo buruan berangkat, nanti Bima kesiangan,” Bimantara tampak sangat bersemangat. Dia menarik lengan ayahnya.Safira, Sagara, dan Bimantara baru saja menuntaskan sarapan pagi. Ada panggilan masuk dari gawai Sagara.“Bentar, sayang. Papa angkat telepon dulu ya…”“Assalamualaikum Pak. Gimana kabarnya Pak?”“Waalaikumussalam. Alhamdulillah baik, Pak.”“Wah lama nggak ketemu ya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?” ucap Sagara.“Begini Pak.. hari ini kita bisa ketemu, saya ada produk baru dan sangat prospektif.”“Bisa. Bapak dateng aja ke kan

  • Ikatan Tak Dirindu   Bab 51 | Terusik Masa Lalu

    “Sinii… ini punyaku,” teriak Fayra sambil mempertahankan boneka kucingnya agar tidak jatuh ke tangan Bima. “Aku pinjem,” Bima tetap maksa dan menarik kuat-kuat boneka kucing itu. “Enggak…ini kucingku.” Bima dan Fayra masih tetap tarik menarik. Masing-masing tak ada yang mau mengalah. Karena Bimantara adalah anak laki-laki, tentu tenaganya pun lebih kuat, akhirnya dia berhasil merebut boneka kucing itu dan membawanya lari. “Yee…. aku menang… aku menang!” ucap Bima sambil berjingkrak. Fayra menangis. “Kamu jahat!” Fayra yang merasa bonek kucing itu adalah milik mengejar Bima sambil menangis.

  • Ikatan Tak Dirindu   Bab 50 | Doa di Bukit Cinta

    Sesuai rencana, sepulang dari Paris, mereka berempat bersiap untuk berangkat ke Tanah Suci. Sagara mengurus semua biaya akomodasinya. Papa Sagara memang punya sebuah unit bisnis tour and travel haji dan umrah. "Makasih ya, Sayang. Semoga sepulang kita dari Tanah Suci. Allah selalu membimbing kita menjadi pribadi yang lebih baik dan bermanfaat untuk banyak orang." Sagara mengaminkan. "Insya Allah, semoga ini jalan salah satu jalan yang bisa menguatkan cinta kita pada Allah dan mengukuhkan cinta di antara kita." Bahkan, ternyata tidak hanya mereka berempat yang berangkat. Begitu keluarga mereka tahu, orang tua Safira, orang tua Sagara dan orang tua Benua memutuskan untuk ikut. Jadinya, ini menjadi umrah sekeluarga. Mereka sekeluarga bergabung bersam rombongan umrah yang dibimbing langsung oleh ayah Sagara, Ustaz Reza. Pesawat pun terbang dari Jakarta menuju Jeddah. Mereka mengikuti rangkaian prosesi ibadah umrah. K

  • Ikatan Tak Dirindu   Bab 49 | Surga Cinta

    Di kamar hotel, Sagara dan Safira bangun untuk menunaikan salat Subuh. Keduanya menunaikannya dengan berjamaah."Yang, kita bobo lagi yuk," kata Sagara usai berzikir bakda Subuh."Jangan dong, kan nggak boleh tidur lagi habis Subuh. Bisa mewariskan kefakiran. Nanti rezeki kita keburu dipatok ayam," kata Safira."Iya, aku juga tahu kok. Maksud aku bobo lagi ya bukan bobo dalam yang sebenarnya. Kita ngobrol aja gitu pillow talk. Mau kayak malam juga nggak apa-apa," ungkap Sagara sambil membayangkan malam terindahnya yang ia habiskan bersama Safira di kota romantis ini."Idiih, lagi udah mandi juga kali. Kamu kok jadi ketagihan sih," Safira menyikut suaminya, masih menggunakan mukena."Bukannya bagus ya, kalo suami addict sama istrinya. Yang nggak boleh itu kan zina. Harusnya kamu seneng.""Iya juga sih," Safira tersipu. Kali ini dia sudah menanggalkan mukenanya.Sagara masih terbayang malam indah bersama istrinya. Dia bena

  • Ikatan Tak Dirindu   Bab 48 | Meramu Bahagia

    “Banyak pilihan, bisa jalan-jalan di dalam negeri keluar negeri,” jawab Benua. Dia sudah mulai mengarahkan rencananya.Ngapain dia ngomong gitu. Jangan-jangana ada udang di balik batu lagi, pikir Sagara.Sagara sejujurnya tidak menghendaki kebersamaan yang mendekatkan Safira dan Benua. Dia bertekad untuk melakukan apapun agar Benua dan Safira tidak terlalu sering ketemu.Tapi bagaimana caranya kalau sebentar lagi mereka akan hidup berdekatan, rumah mereka bersebelahan."Yuk ah jalan yuk," ajak Sagara. Dia sudah merasa bosan dengan keberadaan Benua."Bro, kok buru-buru amat sih, ngobrol-ngobrol dulu aja di sini, Bro," ujar Benua mencoba mengakrabkan diri dengan Sagara. Niat dia sebenarnya baik.Mungkin sudah saatnya bagiku untuk mengikhlaskan semuanya. Aku harus belajar mencintai Lian sepenuhnya. Tidak baik juga aku menyimpan perasaan kepada kakak iparku sendiri. Aku akan berjuang melawan perasaan ini, pikir Sagara.

  • Ikatan Tak Dirindu   Bab 47 | Tetangga Sebelah

    “Tahun depan aja… ” Safira gemas. “Ya udah buruan kita berangkat sekarang aja.”“Ya, udah aku siap-siap ya,” kata Sagara. Dia pun mengganti pakaian. Safira juga demikian. Dia mengenakan hijab syar’i terbaiknya.Setelah keduanya siap, mereka masuk mobil. Dan mobil pun melaju menuju kawasan Bintaro Sektor 9. Tangerang.Selama di dalam kendaraan mereka asyik berbincang. Keduanya membicarakan berbagai rencana masa depan rumah tangga.“Yang, kapan rencana kamu kuliah lagi?” tanya Safira.“Dalam waktu dekat. Tapi untuk saat ini aku prioritas ke kamu dulu. Aku ingin kamu bisa bisa hidup bahagia dulu dengan aku. Kalau kamu udah baikan, ya aku bakal segera daftar kuliah S2.”“Lha kenapa kok jadi bergantung ke aku… kok gitu sih?”“Ya kan aku sekarang imam kamu. Aku harus mastiin makmumku aman dulu. Kalau urusan rumah tangga selesai, l

  • Ikatan Tak Dirindu   Bab 46 | Sahabat Sejati

    Benua dan Berliana tampak mengobrol sangat akrab.“Kasihan sekali Kak Fira. Semoga Allah segera mengganti segala derita yang dialaminya dengan kebahagiaan,” kata Berliana.“Kurasa dia sangat terpukul,” ucap Benua.“Aku ingin sekali membuat Kak Fira terhibur, tapi gimana caranya ya?”“Mungkin kamu harus sering ajak dia jalan-jalan kali. Oia aku punya ide, tapi nggak tahu juga apakah ini ide yang bagus atau enggak?”“Apa, Kak?”“Mungkin biar Fira nggak terus-terusan bersedih, kita bisa jalan bareng ke mana gitu. Kita bisa liburan bareng. Yang aku tahu, dia itu pengen banget menginjakkan kaki di Menara Eiffel. Kita bisa ajak dia ke sana, kali aja itu bisa membuat dia lebih bahagia.”“Aku sih oke-oke aja. Coba aja nanti kita beli tiketnya. Nanti berangkat ke sananya siapa aja?”“Kita bisa berangkat berempat. Aku, kamu, Safira, da

  • Ikatan Tak Dirindu   Bab 45 | Berburu Ketenangan Hati

    “Aku hanya ingin tidur sendiri,” jawab Safira datar.“Apa aku mengganggu dan mengancammu?” Sagara benar-benar gemas pada istrinya.“Aku takut kamu menyakitiku lagi,” kata Safira.Sagara tertawa. Sungguh dia sangat menyayangkan, kenapa trend perubahan istrinya bergerak ke arah negatif?“Sayang, kamu lupa ya. Mana mungkin aku melakukannya. Kamu kan lagi nifas. Kalau aku memaksamu di saat seperti itu lagi-lagi aku menambah dosa. Percayalah, aku masih bisa bersabar menunggumu.”Safira kalah strategi. Dia benar-benar lupa. Memang benar dia sedang nifas.Namun sebenarnya bukan itu masalahnya. Entah mengapa dia merasa benar-benar muak dan tidak ingin berada di dekat suaminya.Namun Safira tak mau jujur. Dia tak ingin hati Sagara sakit. Dia tak bisa membayangkan jika malam ini dia harus tidur seranjang bersama suaminya.Malas banget. Tapi kalau aku blak-blakan, hatimu bisa r

  • Ikatan Tak Dirindu   Bab 44 | Hujan Air Mata

    “Mohon maaf, kami hanya bisa berikhtiar. Takdir Allah berkata lain,” kata seorang dokter laki-laki memberikan kabar pedih itu di hadapan Safira dan seluruh keluarganya.“Tidak… anakku masih hidup. Kamu bisa bertahan, kamu akan kuat, Nak,” Safira tergugu. Tubuhnya yang lunglai ditopang oleh Sagara.Saat tiba di rumah sakit, nyawa si kecil Tiar tak terselamatkan. Dia sudah tak bernyawa. Dia meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakitSafira menatap jasad putrinya dengan berlinang air mata.“Nak, kamu akan tumbuh besar. Kamu akan hidup bahagia bersama Mama dan Papa,” Safira mengajak jenazah si kecil Tiar.Semua yang menyaksikan pemandangan itu, tentu amat tersayat.Sagara memeluk Safira dengan erat. “Sayang, kamu harus kuat. Benar kata pak dokter, ini sudah takdir Allah. Sekarang kita harus bersiap mengurus pemakaman Tiar,” ucap Sagara.“Tidak. Dia nggak boleh d

DMCA.com Protection Status