Keputusan tiga pengusaha itu, sontak saja membuat suasana langsung ricuh seketika.Para wartawan yang selalu haus akan berita, seperti mendapatkan rejeki nomplok. Mereka langsung menghubungi bosnya masing-masing dan meminta melakukan siaran langsung. "Bukankah baru sehari yang lalu, Anda tertarik dengan proposal yang ku ajukan? Bukan itu saja, kalian bahkan menambah nominal dana yang ku ajukan," ujar Fania bingung. "Sepertinya sehari yang lalu, aku hanya mengatakan akan memikirkan kontrak kerjasama yang kau tawarkan. Kenapa jadinya kami diundang untuk menandatangani kontrak? Walaupun Anda bekerjasama dengan perusahaan ITr, tapi kami lebih takut dengan keluarga Liu," tegas pria yang menjabat CEO di perusahaan Darma Bakti. "Apa-apaan ini, Fania? Kenapa kami harus menandatangani kontrak kerjasama yang tidak kami putuskan?" sambung pengusaha satunya. "Anda jangan main-main, Fania! Sejak kapan aku menerima kontrak kerjasama ini? Apa kau pikir perusahaan kami mau mengambil resiko
Setelah konferensi pers berakhir, satu persatu wartawan dan tamu undangan meninggalkan gedung itu. Setelah semuanya pulang, Fania melangkah mendekati sang kakek. Dia menatap sang kakek tanpa berkedip. Kemudian mengambil ponsel dari saku kemejanya dan menelepon, kemudian mengaktifkan speaker ponsel. "Halo, adakah yang bisa ku bantu, Bu Fania?" terdengar suara dari seberang. Ridel sangat mengenal suara itu, itu suara Putra Darmawangsa. "Saya ingin menggunakan marga ibuku, apakah bisa di prose secepatnya?" tanya Fania, tatapan matanya tak lepas pada Arzenio. Sedangkan keluarga Mauren menunggu kalimat selanjutnya dari Fania, mereka takut jika Fania justru meminta hal lain dari Putra. Hal-hal yang tentu saja bisa menghancurkan karir mereka kedepan. "Sebagai suami, apakah Ridel sudah mengetahui keinginan ibu Fania? Bagaimana reaksinya? Apakah dia tidak keberatan dengan permintaan dadakan anda Bu Fania?" Fania memandang sang suami untuk mendapatkan persetujuan. Ridel menggelengk
"Lepaskan tanganmu, dokter! Ini sudah melewati batas," tegas dokter cantik itu dan langsung menepis kasar tangan dokter Albert, ketika menyadari sang dokter telah melangkah terlalu jauh. Tiba-tiba ... Plak!!! Auw .... Dokter cantik itu menjerit pelan, ketika telapak tangan sang dokter mendarat tepat di pipi kirinya. Dokter Albert mencengkram kerah kemeja yang dikenakan dokter cantik itu, "Apapun yang ku inginkan, maka itu harus ku dapatkan. Bagaimanapun caranya, aku sama sekali tak peduli. Dan kau beruntung, karena aku justru menginginkan tubuh mungil mu ini!" "Lepaskan aku, dokter. Aku mohon," pinta dokter cantik itu. "Melepaskan mu? Jangan pernah bermimpi!" ketus dokter Albert. "Aku mohon dokter, jangan lakukan ini padaku," kembali dokter cantik itu mencoba memohon ditengah-tengah ketakutannya. Ekspresi sang dokter yang ketakutan, justru membuat dokter Albert bersemangat. Dengan kasar, dia membuka helai demi helai pakaian yang dikenakan dokter cantik itu. Walau
*** Ridel menatap perusahaan Darma Bakti dengan geram. Walaupun telah berada didepan perusahaan, Ridel masih belum juga melangkah masuk. Sesekali dia memperhatikan jam tangannya. Setelah jam menunjukkan pukul 14.00 WITA. Dia mengambil ponsel dari sakunya dan menelepon. "Bekukan pengoperasian CCTV perusahaan Darma Bakti sekarang juga!" Ridel langsung memutuskan panggilan telepon, kemudian melangkahkan kakinya memasuki gedung perusahaan. "Maaf, saya ingin menemui Pak Dani Darma selaku CEO Perusahaan Darma Bakti," ujar Ridel tersenyum. "Maaf, apa sudah membuat janji?" tanya sang resepsionis. Tiba-tiba ponsel sang resepsionis berbunyi, ada pesan masuk dari sekretaris Dani Darma. [Kalau ada tamu yang bernama Ridel Liu, langsung disuruh ke ruangan CEO saja.] [Baik, Bu.] balas sang resepsionis, kemudian menatap Ridel yang setia berdiri didepannya. "Maaf, bolehkan aku tahu siapa nama Anda, Pak?" "Ridel Liu." "Silahkan langsung ke ruang CEO, di lantai dua puluh." "T
Setelah menunggu tak sampai semenit, terdengar suara dari seberang, "Di mana aku harus menemui, Pak Dani?" "Di perusahaan Darma Bakti, Pak." "Baik, aku ke sana sekarang." Tut ... Tut ... Tut .... Pengacara memutuskan panggilan telepon secara sepihak dan langsung meraih kunci mobil. Tak lupa dia membawa serta tablet iPhone miliknya. "Kau lihat, hanya dengan satu panggilan saja, bahkan pengacara sekelas Putra Darmawangsa langsung mendatangiku. Kau tahu bagaimana sulitnya untuk menemui beliau? Sangat sulit!" "Benarkah?" "Itulah namanya kekuasaan. Dengan kekuasaan, kau bisa mendapatkan apa yang kau inginkan. Termasuk merusak reputasi seseorang, apalagi reputasi orang miskin seperti mu!" ketus Dani Darma tertawa terbahak-bahak. Ridel menggelengkan kepalanya, melihat keangkuhan yang sama sekali tak bisa disembunyikan oleh Dani Darma. Kini aku mengerti, kenapa perusahaan ini jalan di tempat. Ternyata sumber kebobrokan semua berasal dari CEO nya sendiri. "Kenapa kau diam s
"Kenapa? Apa ini cukup mengejutkan mu? Bukankah sudah ku katakan, kau yang akan mengganti gelar ku sebagai suami yang hidupnya bergantung pada istri!" ujar Ridel tersenyum puas. Kemarahannya terbayar sudah. Ya! Kartu hitam ekslusif premium, lebih tinggi posisinya dibandingkan kartu hitam ekslusif yang diberikan sang ayah kepadanya. Ridel membeli perusahaan Darma Bakti menggunakan uang pribadinya. "Siapa kau sebenarnya?" tanya Dani gemetar ketakutan. "Seseorang yang tidak bisa kau sentuh! Kesombongan mu dibayar lunas dengan pemblokiran namamu dalam dunia bisnis!" ujar Ridel. "Sebagai pengacara mu, bukankah aku sudah mengingatkan mu berulang kali? Tapi kau justru membentak ku," ujar Putra. "Apa kalian saling mengenal?" tanya Dani terkejut. "Justru karena aku sangat mengenal pria yang kau sangka miskin ini, makanya aku menasehati mu agar meminta maaf kepada ibu Fania. Tapi apa? Kau mengabaikan semua nasehatku, kan? Jadi sekarang semua sudah terlambat." "Apa karena kau me
"Bukankah itu Nadia?!" Ridel mematung, kekasih yang sudah dua tahun bersamanya tengah bersama laki-laki lain! Parahnya, ia melihat mereka tengah berada di butik gaun pengantin yang mewah! "Mau apa mereka di sana?!" Hari ini, Ridel berniat untuk melamar Nadia. Baginya, dua tahun cukup untuk mengenal Nadia dan sekarang dia yakin ingin menikahinya. Namun sayang, kini ia melihat pacarnya itu sedang bersama pria lain yang berpakaian mewah! "Heh gembel! Mau apa kamu masuk ke toko ini!" Dua orang petugas keamanan menghadang Ridel yang merangsek masuk untuk bertemu dengan Nadia. "Pak, biarkan aku masuk! Aku ingin bertemu dengan pacarku!" Mata salah satu petugas keamanan itu mendelik. "Pacar katamu?! Mana mungkin pacar seorang gembel sepertimu bisa masuk ke toko mewah ini!" Lalu, dengan gerakan kasar, petugas keamanan itu mendorong Ridel hingga terjatuh. Cincin yang Ridel beli sebagai kejutan pun jatuh dan membuat tempatnya yang terbuat dari kayu terbelah menjadi dua. "Brengsek! Kau
Bukannya melepaskan Ridel, satpam itu justru menertawakan lelaki yang baru saja datang. "Apa? Kau memanggil pria ini tuan muda? Hahaha!" ujar Satpam menatap rekan kerjanya sambil tertawa. Detik berikut wajahnya berpaling menatap lelaki asing itu, "Bangun woy ... ini bukan negeri dongeng yang akan mengubah seorang lelaki miskin sepertinya, menjadi tuan muda dalam hitungan detik!" sambung satpam itu dan langsung mendorong Ridel ke trotoar jalan. “Pergi kalian dari sini!” Lelaki misterius itu menatap kedua satpam itu dengan penuh amarah, “Berlututlah dan minta maaf kepada Tuan Muda kami sekarang juga! Kalau tidak ... aku akan membuat kalian kehilangan pekerjaan hanya dalam hitungan detik! Paham?”. Jangankan berlutut, meminta maaf pun tak dilakukan kedua satpam itu. Justru sebaliknya, mereka tambah meremehkan. “Oh ... aku takut, Tuan Muda. Hamba mohon, maafkan sikap lancang hamba.” Gelak tawa keduanya semakin jelas terdengar. Lelaki misterius yang kesal langsung merogoh ponsel da