Auw .....Nadia kembali menjerit, ketika tangan sang dokter kemudian mempermainkan area itu secara berlahan kemudian cepat. Begitu seterusnya. "Bagaimana? Apakah nikmat?" bisik sang dokter.Nadia tak menjawab, dia memejamkan mata menikmati setiap sentuhan kasar yang disuguhkan oleh sang dokter.Melihat ekspresi Nadia, membuat sang dokter semakin bersemangat mempermainkan gua gelap itu. Jarinya keluar masuk tak beraturan, sementara tangan yang satunya mulai melepaskan setiap helai yang menutupi tubuh Nadia.Mereka lupa sedang berada di tangga darurat, tangga yang kapan saja seseorang bisa masuk untuk keperluan darurat.Jlep!Auw ...Nadia menjerit, ketika merasakan benda keras dan tumpul menerobos masuk secara paksa ke dalam gua gelap dengan bau khasnya.Keduanya kini telah menyatu, goyangan dan jeritan juga ikut menjadi satu.Anak tangga menjadi saksi bisu, di mana kedua manusia tak seharusnya menyatukan diri untuk menikmati kenikmatan dunia.Keringat sang dokter mengalir menetes di
___Setelah jam menunjukkan pukul 08.00 WITA, keluarga Mauren berkumpul di ruang makan.Demi merayakan ulang tahun Fania, semua keluarga Mauren memilih tidak masuk kerja. Tiba-tiba ponsel Ridel berdering, ada telepon masuk.Ridel mengerutkan dahi, ketika melihat nomor yang tertera dilayar ponsel."Maaf, apa ini dengan bapak Ridel Liu selaku wali pasien yang bernama Fania Stephani Mauren?" terdengar suara dari seberang."Iya, benar.""Saya hanya ingin mengingatkan kembali. Hari ini ibu Fania Stephani Mauren akan melakukan beberapa pemeriksaan lanjutan."Ridel terkejut, "Apa? Pemeriksaan lanjutan? Maksudnya?""Berhubung di dalam darah istri Anda terdapat sejenis virus baru, maka kami memerlukan beberapa tes lab tambahan, untuk memastikan jenis virusnya.""Apakah Anda tidak salah memberi informasi, dokter? Bukankah seharusnya tidak ada jadwal pengobatan lagi untuk Fania?" Mendengar setiap kalimat yang keluar dari mulut Ridel, membuat keluarga Mauren langsung menghentikan kegiatan sarap
Ridel langsung keluar kamar dan berlari menuruni anak tangga. Tanpa menunggu lagi, dia langsung menuju rumah sakit menggunakan taksi online."Di mana, Fania?" tanya Ridel begitu tiba di rumah sakit."Akhirnya kau datang juga," ketus Vicenzo tak bisa menyembunyikan kekesalannya."Kenapa?""Aku heran! Sebenarnya pelet apa yang kau gunakan, ha? Sampai-sampai dokter lama maupun dokter baru sekali pun, hanya mau menjelaskan kondisi Fania, jika ada kamu sebagai walinya! Selaku keluarga, kami tak ada bedanya seperti orang asing," ketus Nadia kesal.Ridel tak menjawab, dia langsung saja berlari menuju ruangan dokter. Keluarga Mauren mengekor dibelakangnya."Bagaimana kondisi istriku, dokter?" tanya Ridel tak bisa menyembunyikan kekhawatirannya."Hasil pemeriksaan pertama, menunjukkan kebalikan dari yang ada di komputer," jawab sang dokter terlihat bingung."Maksud, dokter?" tanya Ridel ikutan bingung."Pemeriksaan pertama menunjukkan kalau di dalam darah Fania, sama sekali tidak ada virus. Na
Pintu ruangan terbuka, sesosok pria paruh baya yang mengenakan jas hitam tiba-tiba muncul dari balik pintu."Selamat pagi, selamat ulang tahun, Bu Fania. Tak seharusnya kita berjumpa di rumah sakit," ujar pria itu tersenyum.Fania menatap pria tak dikenal itu dengan kebingungan, "Maaf, Anda siapa? Apakah saya mengenalmu?""Kenalkan, namaku Bastian Pratama. Pengacara yang ditunjuk ibumu sebelum beliau wafat," ujar pria itu mengulurkan tangannya.Walaupun bingung, tapi Fania tetap menerima uluran tangan itu, "Saya, Fania Mauren.""Saya tahu, kalau pertemuan ini sangat mengejutkan. Karena selama anda belum genap berusia dua puluh lima tahun, maka saya tidak punya hak untuk menemui Anda, Nona Muda."Fania mengerutkan dahi, bingung dengan situasi yang ada."Sesuai amanat almarhumah ibu Stefania, maka semua aset yang belum dipindah tangankan mulai hari ini akan beralih ke tangan Anda, Bu Fania. Ini berkasnya," jelas pria itu sambil menyodorkan berkas kepada Fania.Fania menatap pria itu sej
"Berikan padaku, akan ku tanda tangani," tegas Fania.Ridel langsung memegang pergelangan tangan sang istri dan berkata dengan tegas, "Apa kau yakin mau menandatangani ini? Coba kau pikirkan lagi, bagaimana mungkin Arzenio diculik secara kebetulan seperti ini? Coba kau perhatikan baik-baik ekspresi wajah keluarga mu sendiri. Apakah ada kecemasan?""Apa kau pikir kakekku akan tega melukai dirinya sendiri di usia senjanya? Tidak, Ridel! Bahkan terluka sedikit saja, kakek akan langsung kesakitan. Apa kau tak melihat wajah kakekku tadi? Dia benar-benar dibuat babak belur!""Tapi,""Semua warisan ini ditinggalkan almarhumah ibu untukku, kau tak punya hak untuk mengaturnya! Kalaupun ibuku berada disini, beliau pasti akan melakukan hal yang sama!" ketus Fania menatap Ridel penuh amarah. Dia tidak senang ketika sang suami mencoba melarangnya tanda tangan."Aku akan tanda tangan sekarang juga."Tanpa menunggu lagi, Fania langsung saja menandatangani berkas itu tanpa membacanya.Ridel diam, wal
***Malam harinya, tepat pukul 19.00 WITA, disebuah hotel bintang lima di kota Jakarta."Selamat malam, saudara-saudara sekalian. Saya mempersiapkan pesta ini khusus untuk menyambut cucu kesayangan ku. Karena itu, saya mengundangnya untuk naik ke atas podium."Saat mendengar suara sang kakek menyebut cucu kesayangan. Fania melangkahkan kakinya, bermaksud untuk naik ke podium.Namun, baru saja selangkah, dengan cepat Ridel menarik pergelangan tangannya agar tetap berdiri disampingnya. "Lepaskan aku, Brengsek! Aku sudah dipanggil kakek," bisik Fania berusaha menahan amarahnya."Apa kau pikir ini pestamu? Jangan bodoh, Fania. Terimalah kenyataan, kalau mereka hanya ingin memperalat mu saja.""Aku harus,"Fania tak meneruskan kalimatnya, ketika sang kakek menyambut kedatangan sesosok pria tampan dengan pelukan hangat. "Apa aku tidak salah lihat? Bukankah itu Marthin adik bungsuku?""Kau tidak salah lihat, pesta ini bukan untukmu tapi untuk menyambut kepulangan cucu kesayangan kakekmu.""
Ridel memilih membawa Fania ke kontrakannya. Dia tahu Fania hanya shock saja, jadi tak perlu membawanya ke rumah sakit."Akhirnya kau sadar juga," ujar Ridel tersenyum.Fania menatap sekelilingnya, bingung. "Aku ada di mana?""Maaf, aku membawamu ke rumah kontrakan. Lebih tepatnya kos'an sih.""Apakah ibuku tahu, kalau keluarga Mauren tidak pernah menyayangiku? Apa itu juga alasannya, kenapa ibuku menyerahkan warisannya kepadaku disaat usiaku sudah dua puluh lima tahun? Agar aku sudah bisa berpikir dewasa? Maafkan aku, Bu. Aku tidak bisa menjaga amanah mu," Fania terduduk lesu airmata tak berhenti mengalir dari mata lentiknya.Ridel yang tak tega langsung saja menarik Fania ke dalam pelukannya. "Tenang saja, kau tidak sendirian. Aku akan selalu ada untukmu, Fania."Fania membenamkan wajahnya di dada bidang sang suami, "Kenapa aku begitu bodoh? Padahal bukan hanya sekali kau memperingatkan ku untuk berhati-hati dengan keluarga ku, tapi apa? Aku justru marah padamu. Bahkan menuduh mu ya
***Tanpa menunda waktu, Ridel langsung mengemudikan motor bututnya menuju gedung tua dipinggiran kota, ketika Alex ingin menemuinya sehubungan dengan pengacara lanjutan yang akan menangani kasus Fania Stephani Mauren.Ya! Semua kejanggalan yang terdapat dalam surat wasiat almarhumah ibu Fania, merupakan perbuatan Ridel.Ridel meretas sistem keamanan perbankan, firma hukum di mana almarhumah Stefania Tzu memilih pengacara, kantor asuransi, begitupun dengan FSM Group, serta aset lainnya yang merupakan milik Fania. Segala jenis penarikan, maupun pengalihan maka harus diurus langsung oleh Fania Stephani Mauren. Apabila beliau berhalangan, maka harus ada surat kuasa terbaru yang ditanda tangani serta cap oleh Fania.Sedangkan yang menukar wasiat yang ditinggalkan Stefania Tzu ditukar oleh anak buah Alex.Itulah alasannya, surat kuasa sekaligus pengalihan warisan yang ditanda tangani oleh Fania Stephani Mauren sama sekali tak berarti. Karena tanggal yang tertera merupakan hari ulang tah