***Malam harinya, tepat pukul 19.00 WITA, disebuah hotel bintang lima di kota Jakarta."Selamat malam, saudara-saudara sekalian. Saya mempersiapkan pesta ini khusus untuk menyambut cucu kesayangan ku. Karena itu, saya mengundangnya untuk naik ke atas podium."Saat mendengar suara sang kakek menyebut cucu kesayangan. Fania melangkahkan kakinya, bermaksud untuk naik ke podium.Namun, baru saja selangkah, dengan cepat Ridel menarik pergelangan tangannya agar tetap berdiri disampingnya. "Lepaskan aku, Brengsek! Aku sudah dipanggil kakek," bisik Fania berusaha menahan amarahnya."Apa kau pikir ini pestamu? Jangan bodoh, Fania. Terimalah kenyataan, kalau mereka hanya ingin memperalat mu saja.""Aku harus,"Fania tak meneruskan kalimatnya, ketika sang kakek menyambut kedatangan sesosok pria tampan dengan pelukan hangat. "Apa aku tidak salah lihat? Bukankah itu Marthin adik bungsuku?""Kau tidak salah lihat, pesta ini bukan untukmu tapi untuk menyambut kepulangan cucu kesayangan kakekmu.""
Ridel memilih membawa Fania ke kontrakannya. Dia tahu Fania hanya shock saja, jadi tak perlu membawanya ke rumah sakit."Akhirnya kau sadar juga," ujar Ridel tersenyum.Fania menatap sekelilingnya, bingung. "Aku ada di mana?""Maaf, aku membawamu ke rumah kontrakan. Lebih tepatnya kos'an sih.""Apakah ibuku tahu, kalau keluarga Mauren tidak pernah menyayangiku? Apa itu juga alasannya, kenapa ibuku menyerahkan warisannya kepadaku disaat usiaku sudah dua puluh lima tahun? Agar aku sudah bisa berpikir dewasa? Maafkan aku, Bu. Aku tidak bisa menjaga amanah mu," Fania terduduk lesu airmata tak berhenti mengalir dari mata lentiknya.Ridel yang tak tega langsung saja menarik Fania ke dalam pelukannya. "Tenang saja, kau tidak sendirian. Aku akan selalu ada untukmu, Fania."Fania membenamkan wajahnya di dada bidang sang suami, "Kenapa aku begitu bodoh? Padahal bukan hanya sekali kau memperingatkan ku untuk berhati-hati dengan keluarga ku, tapi apa? Aku justru marah padamu. Bahkan menuduh mu ya
***Tanpa menunda waktu, Ridel langsung mengemudikan motor bututnya menuju gedung tua dipinggiran kota, ketika Alex ingin menemuinya sehubungan dengan pengacara lanjutan yang akan menangani kasus Fania Stephani Mauren.Ya! Semua kejanggalan yang terdapat dalam surat wasiat almarhumah ibu Fania, merupakan perbuatan Ridel.Ridel meretas sistem keamanan perbankan, firma hukum di mana almarhumah Stefania Tzu memilih pengacara, kantor asuransi, begitupun dengan FSM Group, serta aset lainnya yang merupakan milik Fania. Segala jenis penarikan, maupun pengalihan maka harus diurus langsung oleh Fania Stephani Mauren. Apabila beliau berhalangan, maka harus ada surat kuasa terbaru yang ditanda tangani serta cap oleh Fania.Sedangkan yang menukar wasiat yang ditinggalkan Stefania Tzu ditukar oleh anak buah Alex.Itulah alasannya, surat kuasa sekaligus pengalihan warisan yang ditanda tangani oleh Fania Stephani Mauren sama sekali tak berarti. Karena tanggal yang tertera merupakan hari ulang tah
Sementara itu di kosan Ridel. Arzenio berlutut di kaki Fania. "Maafkan kakek, Fania. Setelah kepergianmu, kakek menyadari tanpamu kakek kesepian. Hanya kau yang benar-benar peduli pada kakek, jadi kembalilah. Kakek mohon, Fania," pinta sang kakek. Fania meraih pundak sang kakek dan mengajaknya berdiri, "Berdirilah, Kek. Kalau ada yang melihat nanti akan terjadi kesalahpahaman." "Pulanglah, Fania. Tak seharusnya kakek menyalahkan kelahiran mu atas kepergian nenekmu," ujar Arzenio, tanpa sadar airmata berhasil lolos dari pelupuk matanya. "Lupakan masa lalu dan mulailah hidup baru, Kek. Aku sudah memaafkan kakek, jadi pulanglah. Aku butuh istirahat, Kek." "Terima kasih telah memaafkan kakek, Fania. Jika kau sudah siap, pulanglah. Sebagai permohonan maaf, kakek mau mengembalikan ini kepadamu," Arzenio menyerahkan amplop cokelat ke tangan Fania, "Rahasiakan berkas ini dari suamimu. Kakek tidak mau dia gelap mata sama seperti kakek saat itu." Fania membuka amplop cokelat itu dan
*** Tiga hari telah berlalu, sikap keluarga Mauren dan Arzenio terhadap Fania dan Ridel berubah drastis. Sementara itu keluarga Mauren dan Arzenio menunggu kedatangan pengacara yang menangani wasiat Stefania Tzu. Bunyi bell rumah, langsung saja membuat keluarga Mauren dan Arzenio berlari menuju pintu utama. Bukannya senang melihat sosok yang datang, keluarga itu justru mengusir tamu tak diundang itu keluar. "Apa kau pikir ini tempatmu untuk mengemis? Tidak! Kamu sama sekali tidak layak untuk menginjakkan kaki di rumah ini. Jangankan di dalam rumah, bahkan halaman rumah sekali pun kau tidak pantas," ketus Arzenio menyeret paksa pria itu keluar dari halaman rumah keluarga Mauren. "Apa kau yakin mau mengusir ku?" "Satu sampah pergi, sekarang justru datang sampah lainnya," umpat Vicenzo kesal. Pria itu menatap keluarga Mauren dan Arzenio dengan kesal. Apa sampah yang dimaksud itu Ridel? Kalau iya, itu artinya aku sampah yang ke dua? "Keluar, Kau!" ketus Arzenio mendoron
"Loh, Tuan Arzenio apa anda belum memberitahu pada ibu Fania kalau akan ada pengacara lanjutan untuk mengurus wasiat almarhumah Stefania Tzu? Selain ibu Fania dan Ridel, kalian semua menemui pengacara pada tanggal 29 Agustus 2024! Kalian jelas-jelas mengetahui semua persyaratan yang berlaku jika warisan dipindah tangankan ditanggal ulang tahun Fania, maka tak ada artinya. Apa kalian menyembunyikan sesuatu dari ibu Fania?" ujar Putra melemparkan pertanyaan itu kepada Arzenio dan keluarga Mauren. "Kami?" "Bukankah kalian tidak bisa mencairkan dana asuransi almarhumah ibu Stefania Tzu, karena tanggal yang tertera dalam surat kuasa yang ditandatangani Fania merupakan hari ulang tahunnya? Bukan hanya itu saja, bahkan tidak ada cap khusus sebagai pengesahan." Ya? Sebelum menemui keluarga Mauren dan Arzenio. Ridel meminta Putra untuk mendatangi pengacara yang menangani wasiat Stefania Tzu serta pihak asuransi yang terkait. Fania diam membisu, mencoba mencerna setiap kata yang keluar
*** "Saya memberikan anda dua pilihan. Yang satunya semua aset anda akan dikelola oleh keluarga Mauren, tapi semua aset tetap menjadi milik Anda. Sedangkan yang satunya lagi semua aset anda akan dikelola oleh Ridel Liu selaku suami sah," ujar Putra menyodorkan dua berkas ke atas meja, tepat didepan Fania. Fania mengambil ke dua berkas itu, kemudian membacanya dengan teliti. Tanpa banyak kata, Fania langsung saja menandatangani serta mengesahkan berkas itu dengan cap yang diberikan oleh sang pengacara. Kemudian mengembalikan berkas nya kepada Putra. "Selamat Pak Ridel, mulai hari ini andalah yang bertanggung jawab mengelola semua aset milik ibu Fania." "Fania, apa yang kau lakukan? Kenapa kau membiarkan pria miskin ini mengelola semua aset peninggalan ibumu?" protes Arzenio terkejut. "Maaf, Kek. Kalau semula aku menggunakan perasaan dalam memutuskan sesuatu, tapi sekarang aku memakai logika." Putra pamit dan langsung meninggalkan berkas itu ke tangan Fania. "Keluarga M
*** Fania yang sedang rapat dengan CEO perusahaan ITr, terpaksa harus meminta izin untuk mengangkat telepon dari nomor tak dikenal. "Halo, maaf ini dengan siapa?" tanya Fania sopan. "Kalau ingin suamimu selamat, bawa cap milikmu dan datang ke pabrik sabun tua di jalan X pinggiran kota! Sekarang! Kalau sampai ada orang lain tahu, maka kau hanya akan menemukan jenazah suamimu! Lihatlah kondisi suamimu lewat foto yang baru ku kirimkan!" Tut ... Tut ... Tut .... Wajah Fania pucat pasih, ketika melihat gambar yang masuk ke ponselnya. Wajah Ridel yang babak belur, seperti habis dipukul. "Maaf, ada apa ibu Fania? Kenapa sejak menerima telepon itu wajah anda langsung pucat pasih?" tanya sang CEO bingung sendiri. Bukannya menjawab, tapi Fania langsung saja berlari keluar perusahaan ITr. Mobil Fania melaju dengan kecepatan tinggi menuju alamat yang dimaksud. Dia sama sekali tak menelepon siapapun, dia takut mengambil resiko karena nyawa Ridel menjadi taruhannya. "Di mana suam