"Berikan padaku, akan ku tanda tangani," tegas Fania.Ridel langsung memegang pergelangan tangan sang istri dan berkata dengan tegas, "Apa kau yakin mau menandatangani ini? Coba kau pikirkan lagi, bagaimana mungkin Arzenio diculik secara kebetulan seperti ini? Coba kau perhatikan baik-baik ekspresi wajah keluarga mu sendiri. Apakah ada kecemasan?""Apa kau pikir kakekku akan tega melukai dirinya sendiri di usia senjanya? Tidak, Ridel! Bahkan terluka sedikit saja, kakek akan langsung kesakitan. Apa kau tak melihat wajah kakekku tadi? Dia benar-benar dibuat babak belur!""Tapi,""Semua warisan ini ditinggalkan almarhumah ibu untukku, kau tak punya hak untuk mengaturnya! Kalaupun ibuku berada disini, beliau pasti akan melakukan hal yang sama!" ketus Fania menatap Ridel penuh amarah. Dia tidak senang ketika sang suami mencoba melarangnya tanda tangan."Aku akan tanda tangan sekarang juga."Tanpa menunggu lagi, Fania langsung saja menandatangani berkas itu tanpa membacanya.Ridel diam, wal
***Malam harinya, tepat pukul 19.00 WITA, disebuah hotel bintang lima di kota Jakarta."Selamat malam, saudara-saudara sekalian. Saya mempersiapkan pesta ini khusus untuk menyambut cucu kesayangan ku. Karena itu, saya mengundangnya untuk naik ke atas podium."Saat mendengar suara sang kakek menyebut cucu kesayangan. Fania melangkahkan kakinya, bermaksud untuk naik ke podium.Namun, baru saja selangkah, dengan cepat Ridel menarik pergelangan tangannya agar tetap berdiri disampingnya. "Lepaskan aku, Brengsek! Aku sudah dipanggil kakek," bisik Fania berusaha menahan amarahnya."Apa kau pikir ini pestamu? Jangan bodoh, Fania. Terimalah kenyataan, kalau mereka hanya ingin memperalat mu saja.""Aku harus,"Fania tak meneruskan kalimatnya, ketika sang kakek menyambut kedatangan sesosok pria tampan dengan pelukan hangat. "Apa aku tidak salah lihat? Bukankah itu Marthin adik bungsuku?""Kau tidak salah lihat, pesta ini bukan untukmu tapi untuk menyambut kepulangan cucu kesayangan kakekmu.""
Ridel memilih membawa Fania ke kontrakannya. Dia tahu Fania hanya shock saja, jadi tak perlu membawanya ke rumah sakit."Akhirnya kau sadar juga," ujar Ridel tersenyum.Fania menatap sekelilingnya, bingung. "Aku ada di mana?""Maaf, aku membawamu ke rumah kontrakan. Lebih tepatnya kos'an sih.""Apakah ibuku tahu, kalau keluarga Mauren tidak pernah menyayangiku? Apa itu juga alasannya, kenapa ibuku menyerahkan warisannya kepadaku disaat usiaku sudah dua puluh lima tahun? Agar aku sudah bisa berpikir dewasa? Maafkan aku, Bu. Aku tidak bisa menjaga amanah mu," Fania terduduk lesu airmata tak berhenti mengalir dari mata lentiknya.Ridel yang tak tega langsung saja menarik Fania ke dalam pelukannya. "Tenang saja, kau tidak sendirian. Aku akan selalu ada untukmu, Fania."Fania membenamkan wajahnya di dada bidang sang suami, "Kenapa aku begitu bodoh? Padahal bukan hanya sekali kau memperingatkan ku untuk berhati-hati dengan keluarga ku, tapi apa? Aku justru marah padamu. Bahkan menuduh mu ya
***Tanpa menunda waktu, Ridel langsung mengemudikan motor bututnya menuju gedung tua dipinggiran kota, ketika Alex ingin menemuinya sehubungan dengan pengacara lanjutan yang akan menangani kasus Fania Stephani Mauren.Ya! Semua kejanggalan yang terdapat dalam surat wasiat almarhumah ibu Fania, merupakan perbuatan Ridel.Ridel meretas sistem keamanan perbankan, firma hukum di mana almarhumah Stefania Tzu memilih pengacara, kantor asuransi, begitupun dengan FSM Group, serta aset lainnya yang merupakan milik Fania. Segala jenis penarikan, maupun pengalihan maka harus diurus langsung oleh Fania Stephani Mauren. Apabila beliau berhalangan, maka harus ada surat kuasa terbaru yang ditanda tangani serta cap oleh Fania.Sedangkan yang menukar wasiat yang ditinggalkan Stefania Tzu ditukar oleh anak buah Alex.Itulah alasannya, surat kuasa sekaligus pengalihan warisan yang ditanda tangani oleh Fania Stephani Mauren sama sekali tak berarti. Karena tanggal yang tertera merupakan hari ulang tah
Sementara itu di kosan Ridel. Arzenio berlutut di kaki Fania. "Maafkan kakek, Fania. Setelah kepergianmu, kakek menyadari tanpamu kakek kesepian. Hanya kau yang benar-benar peduli pada kakek, jadi kembalilah. Kakek mohon, Fania," pinta sang kakek. Fania meraih pundak sang kakek dan mengajaknya berdiri, "Berdirilah, Kek. Kalau ada yang melihat nanti akan terjadi kesalahpahaman." "Pulanglah, Fania. Tak seharusnya kakek menyalahkan kelahiran mu atas kepergian nenekmu," ujar Arzenio, tanpa sadar airmata berhasil lolos dari pelupuk matanya. "Lupakan masa lalu dan mulailah hidup baru, Kek. Aku sudah memaafkan kakek, jadi pulanglah. Aku butuh istirahat, Kek." "Terima kasih telah memaafkan kakek, Fania. Jika kau sudah siap, pulanglah. Sebagai permohonan maaf, kakek mau mengembalikan ini kepadamu," Arzenio menyerahkan amplop cokelat ke tangan Fania, "Rahasiakan berkas ini dari suamimu. Kakek tidak mau dia gelap mata sama seperti kakek saat itu." Fania membuka amplop cokelat itu dan
*** Tiga hari telah berlalu, sikap keluarga Mauren dan Arzenio terhadap Fania dan Ridel berubah drastis. Sementara itu keluarga Mauren dan Arzenio menunggu kedatangan pengacara yang menangani wasiat Stefania Tzu. Bunyi bell rumah, langsung saja membuat keluarga Mauren dan Arzenio berlari menuju pintu utama. Bukannya senang melihat sosok yang datang, keluarga itu justru mengusir tamu tak diundang itu keluar. "Apa kau pikir ini tempatmu untuk mengemis? Tidak! Kamu sama sekali tidak layak untuk menginjakkan kaki di rumah ini. Jangankan di dalam rumah, bahkan halaman rumah sekali pun kau tidak pantas," ketus Arzenio menyeret paksa pria itu keluar dari halaman rumah keluarga Mauren. "Apa kau yakin mau mengusir ku?" "Satu sampah pergi, sekarang justru datang sampah lainnya," umpat Vicenzo kesal. Pria itu menatap keluarga Mauren dan Arzenio dengan kesal. Apa sampah yang dimaksud itu Ridel? Kalau iya, itu artinya aku sampah yang ke dua? "Keluar, Kau!" ketus Arzenio mendoron
"Loh, Tuan Arzenio apa anda belum memberitahu pada ibu Fania kalau akan ada pengacara lanjutan untuk mengurus wasiat almarhumah Stefania Tzu? Selain ibu Fania dan Ridel, kalian semua menemui pengacara pada tanggal 29 Agustus 2024! Kalian jelas-jelas mengetahui semua persyaratan yang berlaku jika warisan dipindah tangankan ditanggal ulang tahun Fania, maka tak ada artinya. Apa kalian menyembunyikan sesuatu dari ibu Fania?" ujar Putra melemparkan pertanyaan itu kepada Arzenio dan keluarga Mauren. "Kami?" "Bukankah kalian tidak bisa mencairkan dana asuransi almarhumah ibu Stefania Tzu, karena tanggal yang tertera dalam surat kuasa yang ditandatangani Fania merupakan hari ulang tahunnya? Bukan hanya itu saja, bahkan tidak ada cap khusus sebagai pengesahan." Ya? Sebelum menemui keluarga Mauren dan Arzenio. Ridel meminta Putra untuk mendatangi pengacara yang menangani wasiat Stefania Tzu serta pihak asuransi yang terkait. Fania diam membisu, mencoba mencerna setiap kata yang keluar
*** "Saya memberikan anda dua pilihan. Yang satunya semua aset anda akan dikelola oleh keluarga Mauren, tapi semua aset tetap menjadi milik Anda. Sedangkan yang satunya lagi semua aset anda akan dikelola oleh Ridel Liu selaku suami sah," ujar Putra menyodorkan dua berkas ke atas meja, tepat didepan Fania. Fania mengambil ke dua berkas itu, kemudian membacanya dengan teliti. Tanpa banyak kata, Fania langsung saja menandatangani serta mengesahkan berkas itu dengan cap yang diberikan oleh sang pengacara. Kemudian mengembalikan berkas nya kepada Putra. "Selamat Pak Ridel, mulai hari ini andalah yang bertanggung jawab mengelola semua aset milik ibu Fania." "Fania, apa yang kau lakukan? Kenapa kau membiarkan pria miskin ini mengelola semua aset peninggalan ibumu?" protes Arzenio terkejut. "Maaf, Kek. Kalau semula aku menggunakan perasaan dalam memutuskan sesuatu, tapi sekarang aku memakai logika." Putra pamit dan langsung meninggalkan berkas itu ke tangan Fania. "Keluarga M
___ "Tidak! Pasti buka, Ridel," teriak Fania tersadar dari pingsannya. "Apakah anda baik-baik saja? Tadi anda pingsan di bandara. Jadi kami melarikan mu ke rumah sakit." "Saya tidak butuh ke rumah sakit. Turunkan aku di sini saja, aku mau menemui Ridel!" tegas Fania dengan pikiran kacau. "Kalau yang kau maksud itu Ridel Liu seorang pengusaha muda. Maka kau tidak perlu turun, karena ambulance ini kebetulan akan menuju ke rumah sakit di mana Ridel berada." "Berita yang sedang beredar itu bohong, kan? Ridel tidak mungkin meninggal, kan?" teriak Fania histeris. Bukannya memberi jawaban, mereka justru diam membisu. Begitu tiba di rumah sakit, Fania langsung saja turun dan berlari menuju di mana ruangan Ridel berada. "Berita yang beredar luas itu bohong, kan, Alex?! Ridel tidak mungkin meninggal, kan? Jawab!" teriak Fania mengguncang pundak Alex ketika dia melihat Alex. Airmata terus saja mengalir membasahi wajah cantiknya. Tangisan Fania meledak, ketika dua perawat mendor
*** Raya mundur selangkah demi selangkah, kakinya terasa lemas. Tubuh yang lemah itu jatuh hampir menyentuh lantai kalau saja terlambat ditangkap oleh sang suami yang baru saja selesai mengangkat telepon dari anak keduanya. "Putra kita tidak mungkin meninggal kan, yah? Aku pasti sedang bermimpi! Bangunkan aku. Aku ingin melihat putraku," bisik Raya lemah.Dia membenamkan wajahnya di dada bidang sang suami. Pakaian yang dikenakan Liu basah oleh airmata sang istri. Sejenak Bernad Liu diam membisu, mencoba mencerna setiap kata yang keluar dari mulut si istri, sampai akhirnya dia memilih bertanya, "Dokter, apa yang dikatakan istriku benar? Apa Anda tidak salah memberi informasi?" airmata mengalir dari kelopak mata Liu. Hatinya terluka, luka yang tidak bisa diobati dengan cara apapun. Dokter menatap pasangan suami istri itu, bingung. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa pasangan suami istri ini justru menangis? Apa aku mengatakan sesuatu yang menyinggung perasaan mereka? Tapi apa?! Buk
Tidak ingin mengambil resiko, dokter langsung saja menelepon Direktur dan memintanya datang ke ruangan Ridel segera. Tanpa memberitahu apa yang sebenarnya terjadi. Direktur mengirim pesan kepada sang dokter yang tidak lain adalah sahabatnya sendiri. Dokter terbaik yang sengaja didatangkan dari negeri seberang untuk menangani Ridel. [Setelah penandatanganan kontrak ini, aku langsung ke sana. Aku sudah menyuruh asistenku menemui kamu lebih dulu. Maaf atas ketidak-nyamanannya. Aku harap kamu maklum, keluarga Liu masih shock akan kejadian yang menimpah putra tunggal mereka.] Ya! Yang ada dipikiran Direktur rumah sakit hanya satu, pasti keluarga Liu tidak mengisinkan sahabatnya masuk. Direktur merasa itu wajar karena sahabatnya itu sama sekali tidak memiliki garis wajah orang Indonesia atau negara lainnya di Asia, karena dia murni keturunan barat. Setelah penandatanganan selesai, Direktur langsung melangkahkan kakinya menuju ruang perawatan Ridel. ‘Astaga! Apa sebenarnya yang ada dibe
*** Akhirnya Fania dapat bernafas lega ketika pesawat mendarat dengan selamat di negera kebanggaannya, Indonesia. Bagaimana caraku masuk ke dalam rumah sakit? Pasti penjagaan di dalam sangat ketat, apalagi ini berkaitan dengan percobaan pembunuhan! Bagaimana kalau kepulangan ku kali ini justru membuat kondisi Ridel semakin memburuk? Bukankah Ridel sangat membenciku? Bagaimana juga kondisi si kembar? Kenapa aku harus jatuh cinta pada pria yang tidak bisa mencintaiku? Kalau dia menyayangi si kembar itu wajar, walau bagaimanapun dalam darah si kembar mengalir darahnya! Pertanyaan, keraguan, ketakutan, menjadi satu dalam benak Fania. Namun kerinduan mengalahkan semuanya. Ya! Lama berada di negeri seberang membuat Fania merindukan si kembar dan Ridel. Apalagi kejadian di malam panas itu membuat Fania sadar kalau tidak ada satu orangpun yang mampu menggantikan Ridel dihatinya. Dengan tekad yang bulat, Fania menyusun rencana sebaik mungkin. Karena hanya dengan rencana yang matang maka d
***"Kamu," menunjuk salah satu perawat. "Ambil obat yang tertulis diresep ini sekarang juga!" Dokter itu memberikannya kertas yang bertuliskan resep obat. Jelas sekali ketegangan dari pancaran mata dokter itu.Ketakutan Bernad Liu dan Raya semakin bertambah ketika melihat satu demi satu dokter berlarian memasuki ruang perawatan Ridel. Apalagi ketika ada alat-alat lain yang juga didorong memasuki ruangan.Melihat hal itu membuat Raya ketakutan dan berbisik lemah di telinga sang suami, "Putra kita akan baik-baik saja, kan?" airmata kembali lolos dari pelupuk mata wanita yang berstatus ibu dari pasien yang tengah berjuang diujung kematiannya.Setelah menunggu lama akhirnya seorang dokter membuka pintu.Suami istri itu langsung berlari kearah dokter dengan airmata yang tidak terbendung. "Bagaimana keadaan anak kami, dokter? Dia baik-baik saja kan!"Dokter itu menatap pasangan suami-istri itu, kemudian menarik nafas panjang."Dokter, bagaimana putra saya?" Raya kembali bertanya ketakutan.
“Tidak! Tidak mungkin!” Alvaro menggelengkan kepalanya kuat-kuat. “Kau berbohong kan, Nak? Bukankah waktu itu kau sendiri yang mengatakan pada ayah tiga tahu lalu? Bukan itu saja, bahkan bajingan ini bersedia berlutut dan memohon ampun pada ayah,” ketus Alvaro tidak percaya. “Pelakunya adalah bos di mana ayah bekerja. Pria bejat itu tahu persis, malam itu ayah tidak bisa membawa laporan secara langsung padanya. Karena kondisi ibu yang menurun drastis. Bukan hanya memperkosaku saja, tapi pria itu juga mau melemparkan aku ke bawah jembatan yang ber-air deras agar aku meninggal. Hanya dengan cara itu, dia bisa tenang menjalani hidupnya,” ujar Nanda lemas, hatinya terasa hancur.Ya! Hati Nanda hancur, ketika mengingat kejadian tragis yang menimpahnya tiga tahun lalu. Dia bahkan harus rela membatalkan pernikahan secara sepihak, tanpa alasan apapun. Sekarang hati Nanda tambah hancur, ketika menemukan sang ayah justru membuat Ridel harus terbaring koma dengan kemungkinan hidup yang sangat
"Sudah aku katakan, bukan aku pelakunya! Anda bertugas sebagai polisi, tapi inikah cara kalian meng-interogasi masyarakat kelas bawah? Lepaskan aku, Brengsek! Negara membayar kalian bukan untuk membeda-bedakan masyarakat!" umpat Alvaro semakin emosi. "Kami akui, kamu sangat pintar dan teliti sehingga mampu membuat polisi sama sekali tidak menemukan bukti apapun! Mungkin kalau tragedi ini menimpa orang lain, sudah pasti kamu akan hidup tenang sampai akhir hayatmu. Hanya saja kali ini yang Anda hadapi adalah keluarga Liu. Walaupun mustahil untuk menemukan siapa penyetok racun mematikan itu, tapi bukankah 0,01% juga merupakan suatu harapan? Hal itulah yang kami alami. Anak buah Bernad Liu berhasil menangkap penyetok racun itu dan dia sudah mengakui semuanya. Racun itu diracik khusus atas permintaan Anda." Ya, saat anak buah Adrian menjemput Alvaro di rumahnya, anak buah Bernad Liu menemukan peracik racun mematikan itu. Setelah bukti didapat mereka langsung menyeret pria paruh bayah
*** Siang berganti malam, malam berganti siang, jam terus saja berdetak, pertanda hari terus berganti. Namun tidak demikian dengan Ridel, pria itu tetap saja terbaring dalam kondisi koma, oksigen menjadi bagian dari tubuh Ridel, detak jantung Ridel sesekali berhenti sehingga membuat dokter menyediakan alat kejut jantung diruang perawatan Ridel. Bernad Liu dan sang istri membagi tugas. Kalau Bernad Liu berada di rumah sakit untuk mengawasi setiap perkembangan sang putra, berbeda dengan sang istri. Raya justru di rumah mendampingi si kembar. Meskipun Raya ingin menemani sang putra, tapi dia juga tak mau egois, si kembar membutuhkannya. Jadi Raya dan putrinya secara bergiliran menjaga si kembar dan mengunjungi Ridel di rumah sakit. Penjagaan pada anggota keluarga Liu di perketat. Sedangkan Perusahaan RnB untuk sementara waktu dikendalikan oleh Alex Smith. Meskipun tidak sadarkan diri, tapi setiap hari Alex mampir walau hanya sekedar mengomel agar Ridel segera bangun. Dia yakin m
---“Haha … itu bukan anakku, Brengsek! Kau ingin aku membunuhmu? Begitu? Kau benar-benar gila, mendoakan putraku bernasib naas seperti itu! Sekali lagi aku mendengar kau mengatakan hal tragis seperti itu tentang putraku, akan ku habisi nyawanmu dengan tanganku sendiri!” ketus istri Bernad Liu tertawa, sekaligus emosi. Dia pikir apa yang didengarnya hanya suatu candaan semata dan baginya itu sudah melewati batas.Dokter yang diutus untuk pemberitahuan resmi itu kebingungan dan berguman dalam hati, 'Bagaimana ini? Ibu Raya sama sekali tidak percaya!'Setelah mempertimbangkan akibatnya maka dokter itu memilih jalan aman, "Aku juga tidak terlalu yakin, tapi sebaiknya ibu Raya memastikan sendiri yang sedang terbaring itu Ridel atau bukan, bagaimana? Aku seorang dokter, ini Id.card dan KTP aku sebagai bukti kalau aku orang baik dan bukan berniat jahat kepada ibu."Setelah melihat identitas sang dokter, akhirnya Raya memilih mengukuti dokter dengan perasaan tak menentu. Tidak! Itu pasti buk