"Tu kan mudah, gini aja kok repot. Kalau kau memberitahu ku dari awal, mungkin tak perlu menunggu lama untuk mendapatkan akte nikah ini," ujar Ridel santai. Bukannya merespon ucapan Ridel, Alex justru menatap sahabatnya tanpa berkedip. "Kenapa kau tak menggunakan keahlian mu dalam bidang IT? Bukankah kau bisa mendapatkan uang dengan mudah? Uang gajimu setahun itu tak sebanding dengan bayaranmu dalam memperbaiki sistem keamanan perusahaan yang hanya membutuhkan waktu beberapa menit bagimu. Kenapa email yang selama ini kau gunakan, kau bekukan?" "Saat diusir dari rumah ayah, aku sempat ingin menggunakan keahlian itu untuk menghasilkan uang. Namun, setiap penghinaan yang aku terima rata-rata dari golongan kelas menengah ke atas. Hingga membuatku geram dan memilih membekukan email itu untuk sementara waktu. Aku tidak ingin menolong orang-orang yang hanya menganggap orang miskin sebagai sampah. Mereka memuja ku karena butuh keahlian ku," geram Ridel. "Jangan kau katakan, kalau bebera
"Kalau hanya untuk memintaku mundur dari jabatan CEO, tak perlu repot-repot untuk mengadakan rapat pemegang saham. Tanpa kalian minta pun, aku akan menyerahkan jabatan CEO kepada kakakku setelah kak Fania sembuh," ujar Nadia menyembunyikan kekesalannya. "Apa ibu Nadia yakin akan melepaskan jabatan CEO dan menyerahkannya kepada ibu Fania, jika beliau sembuh nanti?" tanya Maruli tersenyum misterius. Sesuai nasehat sang kakek, maka Nadia tersenyum walau hatinya panas. "Apakah ada diantara kalian yang bisa membawa perusahaan Galaxy sampai ke titik ini? Bukankah tidak ada? Satu-satunya yang bisa itu hanya kakakku." Laura berdiri dan berkata dengan tegas, "Kalian ingin menggantikan Nadia dengan Fania, tapi sebagai salah satu pemegang saham aku tidak suka dengan cara kalian! Apa selama ini Nadia mengecewakan kalian? Bukankah tidak? Nadia bahkan berhasil membawa perubahan besar bagi perusahaan, juga bagi keluarga kalian!" "Keluarga Mauren bisa menjadi salah satu konglomerat golongan k
"Sampai sekarang pun, itu masih menjadi misteri," jawab Maruli. "Bagaimana kalau membiarkan Fania sebagai penanggung jawabnya. Tapi semua materinya nanti akan disediakan oleh Nadia. Bukankah itu lebih aman untuk perusahaan, juga tidak beresiko bagi kesehatan Fania? Karena dalam hal ini, Fania tidak akan berpikir keras tapi Nadia lah yang akan bekerja," ujar Arzenio memberi solusi. "Kembali lagi kepada ibu Nadia. Apakah beliau bersedia bekerja dibelakang layar untuk ibu Fania? Kalau kerjasama dengan perusahaan ITr gagal, itu tidak akan menyakitkan. Tapi bagaimana kalau ternyata berhasil? Bukankah itu akan merugikan ibu Nadia dan menguntungkan bagi ibu Fania?" ujar Maruli. Tangan Nadia terkepal erat, dia tak menyangka kalau sang kakek akan memberikan solusi gila itu. Namun, mendapatkan anggukan dari Arzenio akhirnya Nadia menjawab, "Demi perusahaan aku sama sekali tak keberatan." Setelah semua orang bubar, kini tinggallah keluarga Mauren dan Arzenio di dalam ruangan itu. "Aku ini c
Di tengah-tengah kepanikan Dirga. Tiba-tiba ada pesan aplikasi hijau yang masuk ke ponselnya. Pesan dari dokter Albert. [Halo, Dirga. Bagaimana? Apa kau sudah melihat hadiah dariku? Apakah kau menyukainya? Kalian memang memahami pengobatan ilmu medis tradisional. Tapi sayangnya, wanita itu mengalami masalah dengan jantungnya. Aku hanya menukar satu butir obatnya dengan pil lain. Pil yang akan menghambat pernapasannya. Dia tak bisa disembuhkan dengan obat tradisional. Yang dibutuhkannya sekarang adalah dokter spesialis jantung seperti diriku.] Nomor yang anda tuju sedang berada diluar jangkauan. Dirga mengumpat kesal ketika menemukan nomor dokter Albert tidak aktif. Apa si brengsek itu telah naik pesawat? Dirga memegang telapak tangan ibu angkatnya. "Ibu Hutri, kau harus bertahan. Jangan membuatku menghabiskan sisa hidup dengan penuh penyesalan. Kini Dirga sadar kenapa dokter Albert mengajaknya berkeliling kampung. Ternyata dokter itu hanya ingin mencari mangsa yang tepat. Ya! Men
"Apa kau yakin akan sekolah kedokteran?" tanya Ridel seakan tak percaya pada pendengarannya. "Kejadian hari ini benar-benar membuka mataku. Kau benar, orang seperti dokter Albert harus dihentikan. Dan hanya orang yang menguasai ilmu medis tradisional sekaligus dunia kedokteran yang bisa. Kalau dunia kedokteran bisa dipelajari, berbeda dengan ilmu medis tradisional yang kini sangat langka. Hanya segelintir kecil orang yang memilikinya. Dan aku salah satu sosok yang memiliki ilmu medis tradisional yang seimbang dengan dokter brengsek itu! Dia sama sekali tidak pantas menyandang gelar dokter!" Tangan Dirga terkepal erat. Dia semakin marah, ketika mengingat ibu angkatnya hampir meregang nyawa akibat perbuatan dokter Albert. "Akhirnya kau sadar juga, satu-satunya sosok yang bisa menyaingi dokter Albert itu hanya kamu. Sekarang belajarlah dengan rajin. Kau tahu sendiri kan bagaimana prestasi dokter Albert dalam dunia kedokteran? Dia merupakan salah satu dokter terbaik di Indonesia. Me
*** Sementara itu, di rumah sakit Arzenio berusaha keras untuk mendapatkan persetujuan dokter agar mengizinkan sang cucu untuk rawat jalan. Namun, semakin keras dia mencoba, justru semakin tegas dokter menolak. Untuk mendapatkan persetujuan pulang. Maka Ridel harus menandatangani berkas yang isinya menjelaskan di mana dokter belum mengizinkan Fania Stephani Mauren pulang. Tapi, karena adanya paksaan dari pihak keluarga, maka pihak rumah sakit sama sekali tidak bertanggung jawab atas pasien, jika terjadi sesuatu yang merugikan pasien dikemudian hari. Sedangkan Ridel hanya berpegang teguh pada pendapat dokter, dengan alasan demi kebaikan Fania. Walaupun marah dengan sikap Ridel, tapi Arzenio tetap bersabar, karena dalam hal ini dia masih membutuhkan Ridel. Pada akhirnya Arzenio menggunakan cara terakhir. Dia membujuk Fania agar bersedia pulang dan melakukan rawat jalan. Sekaligus memohon bantuannya untuk mendapat proyek dengan perusahaan ITr. Mendengar Perusahaan ITr, s
"Baiklah, besok aku akan memasak sesuatu yang spesial dan berbeda." Vicenzo menatap sekeliling, "Ingat, jangan ada yang membantunya. Awas saja kalau ayah melihatmu menambahkan uang padanya, Fania." "Tapi, Yah," "Tidak ada tapi-tapian. Saat ayah masih seusianya uang segitu bisa membeli stok makanan buat sebulan. Ini? Ayah memberikannya hanya untuk digunakan sehari." "Uang segitu mana cukup, Yah? Lagian di zaman ayah, semua bahan pangan masih murah. Sekarang? Semua serba mahal," protes Fania berusaha membela sang suami. "Uang segitu kalau di kelola oleh orang seperti mu, maka tidak ada harganya. Sedangkan bagi orang miskin sepertinya, uang segitu bisa untuk makan selama seminggu! Paham?!" ketus Vicenzo. "Yah," "Cukup, Fania!" bentak Vincenzo menatap Fania. Detik berikutnya pandangannya beralih pada Ridel, "Ingat, kalau besok tak ada makanan di atas meja atau tidak sesuai pesanan! Maka kau akan menerima hukumannya," tegas Vicenzo. Keluarga Mauren langsung meninggalkan Rid
"Terus semua bahan makanan ini mau diapain, Yah?" tanya Nadia kesal. Vicenzo menatap pria itu, "Kau buang saja, kami tak membutuhkannya!" Pria itu membelalakkan matanya, ketika Vicenzo justru memerintah membuang bahan makanan itu. "Maafkan ayah saya, Pak. Tolong bagikan bahan makanan itu ke panti asuhan yang bisa kau jangkau. Katakan saja itu sumbangan dari keluarga yang tidak mau menyebutkan nama," ujar Fania sambil mengeluarkan beberapa lembar uang, kemudian memberikannya kepada pria itu, "Ini uang jalan, Kamu. Terima kasih karena telah membuka supermarket didepan. Di waktu yang tepat." *** Ridel yang hendak memberikan obat racikan kepada Fania, bingung ketika melihat tumpukan berkas yang berantakan di atas meja. "Minumlah obat ini, Fania." Tanpa basa basi, Fania langsung saja meneguk obat itu sampai habis. "Ini berkas apaan?" "Posisi adikku sedang terancam, jadi aku sedang berusaha membuat proposal terbaik agar perusahaan ITr tertarik bekerjasama dengan perusahaa