“Bukankah kau kekasih Ridel?” Ana tertawa, “Sepertinya ada kesalahpahaman di sini. Aku dan Ridel sama sekali tidak ada hubungan apapun, aku sudah menganggapnya seperti adikku sendiri." Fania terkejut mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Ana. Apa aku tidak salah dengar? Jadi penjelasan tadi … “Di mana Ridel?” “Dia masuk lift, sepertinya ke lantai tiga puluh.” Tanpa menunggu lagi, Fania langsung saja berlari keluar menuju lift kemudian menuju lantai yang dimaksud Ana. Namun, saat mencari di lantai tiga puluf, Fania tidak menemukan Ridel. Fania berlari menaiki tangga, memeriksa lantai berikutnya. Rasa letih ditubuhnya sama sekali tidak dirasakan lagi, berganti kecemasan. “Sepertinya Ridel lagi dalam masalah bos! Sehingga membuat dia tidak konsen dalam bekerja, bahkan melupakan kontrak yang diperintahkan bos.” Kalimat Ana kembali terngiang-ngiang di telinga Fania. Kenapa aku begitu bodoh! Kenapa aku tidak peka pada kondisi Ridel? Apa kebenaran dibalik pernika
“Tak ada yang mustahil, selama mau bersama-sama memperjuangkan cinta itu, Tapi kalau hanya salah satu pihak saja, maka percuma,” jawab Fania. “Aku akan memperjuangkan cinta itu, walaupun untuk sekarang mungkin masih bertepuk sebelah tangan. Namun, aku yakin bisa meluluhkan hatinya yang telah membeku!” ujar Ridel dengan pasti. “Apa kau sudah gila? Apa kau ingin merusak rumah tangga orang lain? Tapi sudahlah, terserah kau saja. Dari pada kau kembali berdiri di sini dan memilih bunuh diri!” ketus Fania kesal. "Kata siapa aku mau bunuh diri? Aku berdiri di sana hanya untuk mencari ketenangan!" gerutu Ridel kesal. "Jadi kau tadi berdiri di sana bukan untuk bunuh diri?" Fania terkejut. "Kamu pikir aku sebodoh itu? Apa kau tidak bertanya, sebenarnya apa yang terjadi antara aku dan Nadia di hotel malam itu?" tanya Ridel. “Kau boleh memperjuangkan cinta Nadia. Tapi sebagai mantan istrimu, aku hanya ingin memberikan nasihat. Sebaiknya segera akhiri semuanya sebelum terlambat,” ucap
Sementara itu di tempat lain, Nadia sedang kesal mengingat penolakan Ridel secara terang-terangan. "Ridel, ku beri kau satu kesempatan untuk kembali kepadaku! Tapi, kalau kalau kau masih keras kepala dan menolakku maka akan aku akan menghancurkan mu!" geram Nadia. Dia langsung menyambar kunci mobil dari atas meja kerjanya dan melesat keluar kantor. Mobil Fania meluncur dengan kecepatan sedang menuju Perusahaan RnB, di mana Ridel kini bekerja. Dia memilih menunggu Ridel sedikit jauh dari perusahaan. Setelah hampir dua jam menunggu, akhirnya Nadia dapat bernafas lega ketika melihat motor butut Ridel meninggalkan perusahaan. Ridel yang terkejut langsung mengerem mendadak. Beruntung dia salah satu anggota balap liar, sehingga masalah palang memalang baginya hal biasa. Dan mudah untuknya menghindar. "Dasar wanita gila! Bagaimana kalau aku sampai menabrak mobilnya? Bukankah dia juga akan berada dalam masalah?" umpat Ridel kesal. Tiba-tiba dari dalam mobil seorang wanita cantik kelu
Ridel diam membisu, dia tahu kali ini ayahnya benar-benar murka. Namun, mengatakan yang sejujurnya lebih tak mungkin lagi. Yang ada sang ayah langsung membuat perusahaan Galaxy gulung tikar hanya dalam hitungan detik. Sedangkan dalam posisi itu, dia tidak ingin Perusahaan Galaxy hancur. Karena dia ingin mengembalikan semua milik Fania, melalui perusahaan Galaxy. Tanpa satu katapun, Bernard Liu meninggalkan ruangan Alex Smith dengan kesal dan emosi yang tak terkendali. "Kau, benar-benar anak tidak tahu diri!" Alex Smith berteriak kesal pada Ridel yang masih berdiri didepannya. Sesuai perintah Bernad Liu, maka Alex Smith segera memberi komando, agar semua karyawan segera berkumpul di lantai satu, di tempat biasa, Aula. Tanpa menatap Ridel, Alex Smith langsung keluar ruangan dan menuju tempat pertemuan yang ada di lantai satu, tepatnya sebuah aula besar yang bisa menampung lebih dari seribu orang. Seperti biasa jika ada pertemuan mendadak akan membuat seluruh karyawan ketakut
"Ridel, aku menginginkanmu!" bisik Bu Hera di telinga Ridel. "Lepaskan tangan bu Hera, sebelum aku kehilangan kesabaran!" ketus Ridel mencoba sabar. Hera yang mengira Ridel takut akan kehilangan kontrol, justru semakin menyusupkan tangannya lebih dalam untuk mencari apa yang diinginkannya. "silahkan saja! Aku juga tidak sabar untuk mencoba milikmu! Melihat postur tubuhmu yang tegap, pasti kau sangat hebat dalam hal memuaskan nafsu. Kau tenang saja, ini akan menjadi rahasia kita saja. Lakukanlah Ridel, di sini saja, pintunya sudah terkunci kan? Aku suka yang menantang." Hera justru terkejut ketika Ridel mendorongnya dengan kasar, "Maaf, bu Hera. Aku rasa bukan tangan dan punggung ibu yang bermasalah, tapi nafsu ibu," ketus Ridel yang langsung meninggalkan ruangan dengan kesal. Hera menatap Ridel dengan geram. Hanya pegawai rendahan berani menolakku? Kau pasti jatuh ke dalam genggamanku, Ridel! Tepat pukul sepuluh malam akhirnya Ridel dapat bernafas lega ketika semua tugas ya
Ridel yang semula merasa keberatan justru senang, ketika memikirkan keuntungan bagi dirinya. "Seharusnya kau sadar diri, Brengsek! Orang sepertimu tidak layak berada di sini, diantara kami! Jangan pernah mendekati satu pun dari kamu! Mengerti?" bentak karyawan lainnya. Ridel hanya diam mendengar semua kalimat-kalimat pedas karyawan lain. Mereka menghina Ridel habis-habisan, bahkan tidak segan-segan melemparkan sampah kepadanya. Bukannya marah, Ridel justru memungut sampah-sampah itu dalam diam, kemudian meletakkannya di tempat seharusnya. Tempat sampah. Akhirnya Ridel memilih lantai paling atas untuk menjernihkan pikirannya, dia tahu betul itu dilakukan Hera untuk tahu yang sebenarnya, jadi Ridel tidak mau mengatakan kalau sebenarnya itu hanyalah suatu kebohongan. Ridel menatap sekelilingnya yang sunyi, tidak berpenghuni. Dia memejamkan matanya untuk menenangkan pikirannya. "Kau lagi ada masalah?" Ridel terkejut mendengar suara yang sangat dikenalnya. "Kenapa kamu bera
Pranggg !!!!! Pranggg !!!!! Cangkir, vas bunga, yang ada di atas meja Bernad Liu hancur berantakan dan berkas-berkas bertebaran di lantai. Berkas-berkas berharga yang kini tidak berarti lagi. "Pecat Hera sekarang juga dan pastikan tidak ada perusahaan manapun yang berani menerimanya, termasuk perusahaan kecil sekalipun. Aku tidak peduli jika dia menjadi gelandangan!" "Baik, Bos. Apa Bos yakin tidak akan mengizinkan Ridel menginjakkan kaki di lantai sepuluh? Kasihan Ridel bos diperlakukan seperti sampah! Lagian aku bingung kenapa Ridel memilih menutupi identitasnya," ujar Alex bingung sendiri. "Tempatkan dia sebagai office boy khusus lantai sepuluh! Selain lantai sepuluh, maka bukan menjadi tanggungjawabnya! Kalau Ridel menolak, katakan aku Bernad Liu akan membongkar identitas aslinya!" "Tapi ngomong-ngomong soal itu, aku baru tahu kalau bagian umum bisa merangkap jadi office boy atau officer. Kalau orang lain yang memberi pengumuman sudah pasti menjadi perbincangan hangat.”
*** Dokter Albert menatap wajah cantik Nadia yang tak bersahabat. Jelas sekali pancaran kemarahan dari sinar matanya. Tanpa bertanya pun, dokter Albert dapat menebak, pasti perubahan wajah Nadia disebabkan oleh Fania atau Ridel. Benar saja dugaan dokter Albert. Tak sampai semenit, Nadia langsung saja berucap dengan geram, "Aku ingin Ridel merasakan penderitaan yang membutuhkan waktu lama untuk sembuh." "Kenapa? Apa kau masih mencintainya?" tanya dokter Albert tersenyum. "Kalau aku tak bisa memilikinya, maka tak ada satu orangpun yang bisa memilikinya!" ketus Nadia dengan tangan terkepal. "Penderitaan yang membutuhkan waktu lama untuk sembuh, hanya ada satu cara," Dokter Albert menatap Nadia dengan serius. "Caranya?" "Dengan cara menghancurkan orang yang dicintai Ridel, maka dengan begitu akan ada goresan luka yang sulit untuk disembuhkan. Saat itulah kau memiliki kesempatan untuk mengobati luka hati itu." "Orang yang dicintai, Ridel? Tapi siapa? Tak mungkin Ridel jat