"Tanpa aku kasih tahu pun, kau pasti bisa menebak kenapa aku bisa mendapatkan video asli dibalik berita bunuh diri Alonso! Aku memang bodoh, mempercayai mu begitu saja. Kalau saja kau jujur sejak awal, mungkin aku bisa mencegah apa yang harusnya tidak terjadi. Aku pasti akan mengantisipasi semuanya," ujar Adrian terlihat kecewa. "Apa sesuatu terjadi diluar kendali?" tanya Ridel kebingungan. "Akte cerai yang berada di tangan mu bukanlah palsu, melainkan asli," ujar Adrian pelan. Dia tahu berita itu merupakan pukulan terbesar bagi sang sahabat. "Tidak! Kau bohong, kan, Adrian?" "Mungkin dengan melihat ini, kau akan mengerti maksud ku apa," ujar Adrian sambil menyodorkan ponselnya yang berisi video saat berada di ruang pengadilan. Ridel menggelengkan kepalanya, dia tidak percaya dengan penglihatannya. Ya! Video itu jelas-jelas memperlihatkan bagaimana anak buah Alex memasuki ruangan yang salah. Sedangkan tiga orang lainnya melangkah menuju ruangan tempatnya berada. Dalam
Mendapat serangan mendadak dari Ridel, sontak saja membuat Fania terkejut. Dia berusaha mendorong tubuh Ridel, tapi semakin dia memberontak justru membuat adik kecil Ridel tidak mau kompromi. Tangan Ridel menjelajahi tubuh Fania setiap senti, Ridel mencium leher jenjang Fania, tangannya bermain di bukit kembar milik Fania dengan lembut, tangan satunya turun menjelajahi hutan kecil dan mencari sesuatu di sana sampai akhirnya Ridel menemukannya. Dia menemukan gua kecil diantara rerumputan dan langsung saja jarinya menjelajahi seberapa dalam gua itu. Dorongan Fania semakin melemah, yang terdengar justru desahan. Akkhhh ... Akkhhh ... Akkhhh ... Mendengar desahan Fania membuat Ridel semakin beringas menjelajahi setiap jengkal tubuh Fania. Tidak mau ada orang melihatnya, Ridel langsung saja menarik Fania ke belakang gedung tua dan melanjutkan permainannya. Tangannya mulai nakal lagi. Akkhhh ... Ridel jangan, aku bukan istrimu lagi, aku ... akkhhh .... Fania berusaha mend
Ridel memejamkan matanya, hatinya terasa perih. Apa memang tak pernah ada aku di hatimu? Mungkinkah selama ini rasa mu padaku, hanya sebatas tanggung jawab karena tanpa sengaja telah melibatkan aku ke dalam masalah mu, Fania? Dengan berat hati, Ridel melangkahkan kakinya menjauh. Namun, baru beberapa langkah, tiba-tiba dia mendengar teriakan kesakitan dari dalam kontrakan. Jangan-jangan ..... Tanpa menunggu Ridel langsung saja berlari memasuki rumah. Apa yang dikhawatirkan Ridel menjadi kenyataan. Kini tubuh Fania tergeletak di lantai, sedangkan Arzenio yang emosi mengambil bingkai foto dan membantingnya kearah Fania. Dengan cepat Ridel langsung saja melindungi Fania menggunakan tubuhnya. Pranggg !!!!! Pranggg !!!!! Bingkai foto yang terbuat dari kaca, hancur di punggung Ridel dan membuatnya terluka. Fania terkejut, dia sama sekali tidak menyangka Ridel akan mengorbankan diri, hanya untuk menyelamatkan dia dari kemarahan Arzenio dan Vicenzo. Fania langsung saja memegang tubuh
"Apa kau pikir dengan perekonomian mu yang pas-pasan, terus orangtuaku akan menerima kau menjadi menantu? Tidak, Ridel! Standar mereka tinggi untuk kategori menantu idaman. Yang mereka inginkan sosok pria sederajat atau bahkan sebaliknya, lebih kaya dari keluarga Mauren! Sedangkan kamu? Kau hanyalah pria yang hidupnya pas-pasan, mana mungkin orangtuaku akan merestui hubungan kita?" teriak Nadia emosi. Tapi bagi Ridel, kalimat Nadia seperti pisau tajam yang menusuk jantungnya. "Kalau kau benar-benar mencintaiku, harusnya kau bisa berjuang bersamaku! Tapi apa yang kau lakukan? Kau menikah juga, kan? Kau menyakiti aku, Nadia! Apa kamu menyadari itu?" ujar Ridel mengoncang tubuh Nadia. "Kata siapa aku tidak memperjuangkan mu, ha? Bukankah aku sudah meminta mu membawa aku pergi? Tapi siapa yang menolak? Bukankah kau sendiri yang menolak?" Nadia memukul dada Ridel, air matanya tidak berhenti mengalir. "Bukan perjuangan seperti itu yang aku inginkan, Fania! Aku ingin kita sama-sama ber
Bagaimana ini? Mana ponselku habis baterai lagi? Aku harus bagaimana? Setelah mempertimbangkan segala konsekuensinya, akhirnya Ridel memilih menggendong Nadia dan membawanya ke hotel kecil dekat dengan lokasi kejadian. Astaga, Nadia. Tubuhmu jauh lebih berat dibandingkan dengan Fania! Begitu tiba di hotel terdekat, Ridel langsung memesan kamar hotel dan meminta tolong pihak hotel untuk menelepon dokter. Setelah dokter tiba, Nadia langsung ditangani sang dokter. "Bagaimana keadaannya, dokter?" “Dia tidak apa-apa. Mungkin hanya kelelahan saja, Pak.” "Dapatkah aku meminta tolong satu hal kepada, dokter?" tanya Ridel. "Bisa pak, apa yang bisa saya bantu," jawab dokter wanita yang usianya sekitar tiga puluhan tahun. "Ini pakaian ganti Nadia yang aku pinjam dari pihak hotel. Dapatkah Anda membantuku mengganti pakaiannya? Soalnya aku bukan suaminya. Saya hanya menolongnya dan aku takut membawanya ke rumah, takut ada kesalahpahaman." "Baik, Pak." Ridel menunggu diluar ka
“Begini, Pak Elgan. Pria yang ini,” Vicenzo menunjuk Ridel, “Dia mengaku sebagai Pak Elgan dan mau mengambil alih Resort N milikku. Dia juga mengaku bahwa dialah yang meminjamkan uang kepada saya enam bulan lalu. Bukankah itu lucu, Pak?” Vicenzo tertawa. Vicenzo menatap Ridel dan tersenyum penuh kemenangan. Kenapa kau hanya diam saja, Ridel? Apakah kau kehabisan kata-kata, ketika Pak Elgan salah masuk ruangan? Sepertinya setelah pulang nanti, aku akan mengadakan pesta keluarga untuk merayakan hari bersejarah untuk Ridel. Pak Elgan pasti tidak akan melepaskannya, Ridel pasti akan berakhir di penjara! “Jelaskan padanya. Aku malas berbicara dengan pria arogan seperti Vicenzo,” ketus Ridel dan langsung memainkan ponselnya. “Sepertinya ada kesalah-pahaman di sini. Saya tidak pernah mengambil Resort N milik Pak Vicenzo, karena saya tidak memiliki hak untuk itu. Apalagi meminjamkan uang kepada bapak.” "Maksud pak Elgan ...?" Vicenzo bingung. “Yang punya uang dan kuasa itu beliau,
"Maaf, Pak. Bukankah kami yang duluan datang? Kenapa bapak melayani mereka yang baru saja tiba?" tanya Ridel keberatan. “Mohon maaf, Pak. Tapi mereka telah memesan terlebih dahulu.”Ridel kembali duduk, mencoba mempercayai penjelasan karyawan itu, meskipun tak masuk akal. Mata Ridel memindai sekeliling, dia tidak sendirian menunggu. Di sana sudah beberapa orang yang bahkan lebih dulu tiba darinya. Apa mungkin orang-orang itu telah menelepon duluan? Tapi kenapa semuanya berasal dari kalangan kelas atas? Bukankah ayah sama sekali tidak pernah membeda-bedakan status? Ridel menatap sosok pria yang berada disampingnya, “Maaf, kalau boleh tahu sudah berapa lama bapak menunggu?” “Sudah hampir tiga jam, Pak. Harus diakui kinerja orang-orang di sini memang bagus, tapi kalau bapak mau service di sini harus sabar. Apalagi motor seperti kita ini. Kalau saja ada bengkel lain di sini, sudah pasti aku tidak mau memperbaiki motor di sini,” jawab pria itu berbisik. “Motor seperti kita? Maksudnya
**** Semua karyawan menundukkan kepala, menyambut kedatangan bos besar yang baru saja tiba di perusahaan setelah penerbangan panjang. Jangankan menyapa, menatap saja tak dilakukan sang bos. Sikapnya sedingin es, hingga membuat karyawan ketakutan setiap melihatnya. Dikawal oleh bodyguard terpercaya, pria itu melangkah menuju lift khusus. Belum juga sampai didepan pintu lift, salah satu bodyguard langsung saja menekan tombol untuk membuka pintu lift. Begitu pintu lift terbuka, mereka langsung masuk. Dengan santai sang bos menekan tombol angka sepuluh, di mana letak ruangannya berada. Tugas bodyguard hanya khusus menekan tombol untuk membuka pintu lift saja. Namun, saat berada di dalam lift, maka tidak ada satupun yang berani menekan tombol apapun yang ada di dalamnya. Karena itu adalah aturan mutlak dari sang bos. "Minta kakakku ke sini sekarang juga!" tegas pria itu tanpa senyuman. "Baik, Bos," jawab sang bodyguard dan langsung saja menelepon sosok yang di maksud sang bo