“Begini, Pak Elgan. Pria yang ini,” Vicenzo menunjuk Ridel, “Dia mengaku sebagai Pak Elgan dan mau mengambil alih Resort N milikku. Dia juga mengaku bahwa dialah yang meminjamkan uang kepada saya enam bulan lalu. Bukankah itu lucu, Pak?” Vicenzo tertawa. Vicenzo menatap Ridel dan tersenyum penuh kemenangan. Kenapa kau hanya diam saja, Ridel? Apakah kau kehabisan kata-kata, ketika Pak Elgan salah masuk ruangan? Sepertinya setelah pulang nanti, aku akan mengadakan pesta keluarga untuk merayakan hari bersejarah untuk Ridel. Pak Elgan pasti tidak akan melepaskannya, Ridel pasti akan berakhir di penjara! “Jelaskan padanya. Aku malas berbicara dengan pria arogan seperti Vicenzo,” ketus Ridel dan langsung memainkan ponselnya. “Sepertinya ada kesalah-pahaman di sini. Saya tidak pernah mengambil Resort N milik Pak Vicenzo, karena saya tidak memiliki hak untuk itu. Apalagi meminjamkan uang kepada bapak.” "Maksud pak Elgan ...?" Vicenzo bingung. “Yang punya uang dan kuasa itu beliau,
"Maaf, Pak. Bukankah kami yang duluan datang? Kenapa bapak melayani mereka yang baru saja tiba?" tanya Ridel keberatan. “Mohon maaf, Pak. Tapi mereka telah memesan terlebih dahulu.”Ridel kembali duduk, mencoba mempercayai penjelasan karyawan itu, meskipun tak masuk akal. Mata Ridel memindai sekeliling, dia tidak sendirian menunggu. Di sana sudah beberapa orang yang bahkan lebih dulu tiba darinya. Apa mungkin orang-orang itu telah menelepon duluan? Tapi kenapa semuanya berasal dari kalangan kelas atas? Bukankah ayah sama sekali tidak pernah membeda-bedakan status? Ridel menatap sosok pria yang berada disampingnya, “Maaf, kalau boleh tahu sudah berapa lama bapak menunggu?” “Sudah hampir tiga jam, Pak. Harus diakui kinerja orang-orang di sini memang bagus, tapi kalau bapak mau service di sini harus sabar. Apalagi motor seperti kita ini. Kalau saja ada bengkel lain di sini, sudah pasti aku tidak mau memperbaiki motor di sini,” jawab pria itu berbisik. “Motor seperti kita? Maksudnya
**** Semua karyawan menundukkan kepala, menyambut kedatangan bos besar yang baru saja tiba di perusahaan setelah penerbangan panjang. Jangankan menyapa, menatap saja tak dilakukan sang bos. Sikapnya sedingin es, hingga membuat karyawan ketakutan setiap melihatnya. Dikawal oleh bodyguard terpercaya, pria itu melangkah menuju lift khusus. Belum juga sampai didepan pintu lift, salah satu bodyguard langsung saja menekan tombol untuk membuka pintu lift. Begitu pintu lift terbuka, mereka langsung masuk. Dengan santai sang bos menekan tombol angka sepuluh, di mana letak ruangannya berada. Tugas bodyguard hanya khusus menekan tombol untuk membuka pintu lift saja. Namun, saat berada di dalam lift, maka tidak ada satupun yang berani menekan tombol apapun yang ada di dalamnya. Karena itu adalah aturan mutlak dari sang bos. "Minta kakakku ke sini sekarang juga!" tegas pria itu tanpa senyuman. "Baik, Bos," jawab sang bodyguard dan langsung saja menelepon sosok yang di maksud sang bo
"Untuk apa dia sekolah tinggi-tinggi, kalau pada akhirnya dia justru memilih menikahi Fania yang dalam kondisi kritis waktu itu?" tanya dokter Albert pada dirinya sendiri. "Kenapa aku merasa bukan keluarga Mauren yang selama ini mempermainkan Ridel? Tapi sebaliknya? Ridel lah yang mempermainkan keluarga Mauren?" ujar sang bos, jari telunjuknya diletakkan di dagu. Sebagai lulusan cumlaude di MIT maka bukanlah hal yang sulit bagi Ridel mencari pekerjaan. Karena perusahaan manapun pasti akan berebut untuk merekrutnya. Tapi kenapa Ridel justru menerima tawaran Arzenio untuk menikahi Fania yang dalam kondisi kritis waktu itu? Bukan itu saja, dia bahkan menerima tawaran itu tanpa mendapatkan imbalan apapun selain uang receh dan jam tangan murah milik Arzenio. Pertanyaan demi pertanyaan muncul di dalam benak dokter Albert. "Di mana Ridel tinggal setelah resmi bercerai dari Fania?" tanya dokter Albert penasaran. "Maaf. Sampai sekarang tempat tinggal Ridel belum diketahui, tapi dia
*** Ridel menatap sekelilingnya dengan kesal, dia tak menyangka kalau perjalanannya ke Perusahaan RnB justru berakhir di kantor polisi, akibat penyergapan mendadak dari dua orang petugas kepolisian. Walaupun sempat bertanya-tanya dalam hati, tapi ketika melihat sosok yang sedang menatapnya dengan senyuman, cukup menjadi jawaban kenapa dia sampai ditangkap dan dibawah ke kantor polisi. Pria itu merupakan sosok pengemudi yang menabraknya saat berada di tempat parkir restoran tiga hari yang lalu. "Sejujurnya, aku tidak ingin menyelesaikan masalah ini dengan campur tangan pihak kepolisian. Namun, dengan tidak menepati janji bertemu di tempat yang telah disepakati, itu artinya kau ingin melanjutkan pertemuan kita yang kedua di sini, di kantor polisi," ujar pria itu dengan arogannya. "Dalam hal ini, sangat jelas kaulah yang bersalah. Bukankah kau yang sengaja menabrak ku? Kenapa jadi aku yang harus tanggung jawab sendirian? Aku akui mobil mahal mu tergores, tapi bukankah motorku j
--- Setelah masalah di kepolisian selesai, Ridel melajukan motor bututnya menuju Perusahaan RnB. Begitu sampai di tempat tujuan, Ana langsung saja menyampaikan pesan Fania pada Ridel. "Ada apa kamu memanggilku? Apa mau memarahiku lagi? Aku minta maaf soal kejadian malam kemarin. Bukankah kau juga tahu, saat itu aku dijebak?” ujar Ridel ketika berada di dalam ruangan Fania. Fania tidak mengubrisnya, dia mengambil amplop dan memberikannya kepada Ridel. "Itu untuk kamu!" “Apa kau pikir aku lelaki bayaran? Uangku masih cukup untuk kebutuhan sehari-hari!” teriak Ridel kesal. Dia benar-benar marah dengan tindakan Fania. Fania masih saja diam di tempatnya, tidak ada satu kata yang keluar dari mulut gadis itu. Brakkk !!!!! Fania terkejut, ketika Ridel mengebrak meja kerjanya dengan keras. "Ternyata kau sama saja dengan keluarga Mauren! Sama-sama brengsek! Aku masih punya harga diri, Fania. Simpan kembali uangmu!" Ridel menatap Fania penuh amarah. Melihat Fania yang masih sa
“Bukankah kau kekasih Ridel?” Ana tertawa, “Sepertinya ada kesalahpahaman di sini. Aku dan Ridel sama sekali tidak ada hubungan apapun, aku sudah menganggapnya seperti adikku sendiri." Fania terkejut mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Ana. Apa aku tidak salah dengar? Jadi penjelasan tadi … “Di mana Ridel?” “Dia masuk lift, sepertinya ke lantai tiga puluh.” Tanpa menunggu lagi, Fania langsung saja berlari keluar menuju lift kemudian menuju lantai yang dimaksud Ana. Namun, saat mencari di lantai tiga puluf, Fania tidak menemukan Ridel. Fania berlari menaiki tangga, memeriksa lantai berikutnya. Rasa letih ditubuhnya sama sekali tidak dirasakan lagi, berganti kecemasan. “Sepertinya Ridel lagi dalam masalah bos! Sehingga membuat dia tidak konsen dalam bekerja, bahkan melupakan kontrak yang diperintahkan bos.” Kalimat Ana kembali terngiang-ngiang di telinga Fania. Kenapa aku begitu bodoh! Kenapa aku tidak peka pada kondisi Ridel? Apa kebenaran dibalik pernika
“Tak ada yang mustahil, selama mau bersama-sama memperjuangkan cinta itu, Tapi kalau hanya salah satu pihak saja, maka percuma,” jawab Fania. “Aku akan memperjuangkan cinta itu, walaupun untuk sekarang mungkin masih bertepuk sebelah tangan. Namun, aku yakin bisa meluluhkan hatinya yang telah membeku!” ujar Ridel dengan pasti. “Apa kau sudah gila? Apa kau ingin merusak rumah tangga orang lain? Tapi sudahlah, terserah kau saja. Dari pada kau kembali berdiri di sini dan memilih bunuh diri!” ketus Fania kesal. "Kata siapa aku mau bunuh diri? Aku berdiri di sana hanya untuk mencari ketenangan!" gerutu Ridel kesal. "Jadi kau tadi berdiri di sana bukan untuk bunuh diri?" Fania terkejut. "Kamu pikir aku sebodoh itu? Apa kau tidak bertanya, sebenarnya apa yang terjadi antara aku dan Nadia di hotel malam itu?" tanya Ridel. “Kau boleh memperjuangkan cinta Nadia. Tapi sebagai mantan istrimu, aku hanya ingin memberikan nasihat. Sebaiknya segera akhiri semuanya sebelum terlambat,” ucap