**** Semua karyawan menundukkan kepala, menyambut kedatangan bos besar yang baru saja tiba di perusahaan setelah penerbangan panjang. Jangankan menyapa, menatap saja tak dilakukan sang bos. Sikapnya sedingin es, hingga membuat karyawan ketakutan setiap melihatnya. Dikawal oleh bodyguard terpercaya, pria itu melangkah menuju lift khusus. Belum juga sampai didepan pintu lift, salah satu bodyguard langsung saja menekan tombol untuk membuka pintu lift. Begitu pintu lift terbuka, mereka langsung masuk. Dengan santai sang bos menekan tombol angka sepuluh, di mana letak ruangannya berada. Tugas bodyguard hanya khusus menekan tombol untuk membuka pintu lift saja. Namun, saat berada di dalam lift, maka tidak ada satupun yang berani menekan tombol apapun yang ada di dalamnya. Karena itu adalah aturan mutlak dari sang bos. "Minta kakakku ke sini sekarang juga!" tegas pria itu tanpa senyuman. "Baik, Bos," jawab sang bodyguard dan langsung saja menelepon sosok yang di maksud sang bo
"Untuk apa dia sekolah tinggi-tinggi, kalau pada akhirnya dia justru memilih menikahi Fania yang dalam kondisi kritis waktu itu?" tanya dokter Albert pada dirinya sendiri. "Kenapa aku merasa bukan keluarga Mauren yang selama ini mempermainkan Ridel? Tapi sebaliknya? Ridel lah yang mempermainkan keluarga Mauren?" ujar sang bos, jari telunjuknya diletakkan di dagu. Sebagai lulusan cumlaude di MIT maka bukanlah hal yang sulit bagi Ridel mencari pekerjaan. Karena perusahaan manapun pasti akan berebut untuk merekrutnya. Tapi kenapa Ridel justru menerima tawaran Arzenio untuk menikahi Fania yang dalam kondisi kritis waktu itu? Bukan itu saja, dia bahkan menerima tawaran itu tanpa mendapatkan imbalan apapun selain uang receh dan jam tangan murah milik Arzenio. Pertanyaan demi pertanyaan muncul di dalam benak dokter Albert. "Di mana Ridel tinggal setelah resmi bercerai dari Fania?" tanya dokter Albert penasaran. "Maaf. Sampai sekarang tempat tinggal Ridel belum diketahui, tapi dia
*** Ridel menatap sekelilingnya dengan kesal, dia tak menyangka kalau perjalanannya ke Perusahaan RnB justru berakhir di kantor polisi, akibat penyergapan mendadak dari dua orang petugas kepolisian. Walaupun sempat bertanya-tanya dalam hati, tapi ketika melihat sosok yang sedang menatapnya dengan senyuman, cukup menjadi jawaban kenapa dia sampai ditangkap dan dibawah ke kantor polisi. Pria itu merupakan sosok pengemudi yang menabraknya saat berada di tempat parkir restoran tiga hari yang lalu. "Sejujurnya, aku tidak ingin menyelesaikan masalah ini dengan campur tangan pihak kepolisian. Namun, dengan tidak menepati janji bertemu di tempat yang telah disepakati, itu artinya kau ingin melanjutkan pertemuan kita yang kedua di sini, di kantor polisi," ujar pria itu dengan arogannya. "Dalam hal ini, sangat jelas kaulah yang bersalah. Bukankah kau yang sengaja menabrak ku? Kenapa jadi aku yang harus tanggung jawab sendirian? Aku akui mobil mahal mu tergores, tapi bukankah motorku j
--- Setelah masalah di kepolisian selesai, Ridel melajukan motor bututnya menuju Perusahaan RnB. Begitu sampai di tempat tujuan, Ana langsung saja menyampaikan pesan Fania pada Ridel. "Ada apa kamu memanggilku? Apa mau memarahiku lagi? Aku minta maaf soal kejadian malam kemarin. Bukankah kau juga tahu, saat itu aku dijebak?” ujar Ridel ketika berada di dalam ruangan Fania. Fania tidak mengubrisnya, dia mengambil amplop dan memberikannya kepada Ridel. "Itu untuk kamu!" “Apa kau pikir aku lelaki bayaran? Uangku masih cukup untuk kebutuhan sehari-hari!” teriak Ridel kesal. Dia benar-benar marah dengan tindakan Fania. Fania masih saja diam di tempatnya, tidak ada satu kata yang keluar dari mulut gadis itu. Brakkk !!!!! Fania terkejut, ketika Ridel mengebrak meja kerjanya dengan keras. "Ternyata kau sama saja dengan keluarga Mauren! Sama-sama brengsek! Aku masih punya harga diri, Fania. Simpan kembali uangmu!" Ridel menatap Fania penuh amarah. Melihat Fania yang masih sa
“Bukankah kau kekasih Ridel?” Ana tertawa, “Sepertinya ada kesalahpahaman di sini. Aku dan Ridel sama sekali tidak ada hubungan apapun, aku sudah menganggapnya seperti adikku sendiri." Fania terkejut mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Ana. Apa aku tidak salah dengar? Jadi penjelasan tadi … “Di mana Ridel?” “Dia masuk lift, sepertinya ke lantai tiga puluh.” Tanpa menunggu lagi, Fania langsung saja berlari keluar menuju lift kemudian menuju lantai yang dimaksud Ana. Namun, saat mencari di lantai tiga puluf, Fania tidak menemukan Ridel. Fania berlari menaiki tangga, memeriksa lantai berikutnya. Rasa letih ditubuhnya sama sekali tidak dirasakan lagi, berganti kecemasan. “Sepertinya Ridel lagi dalam masalah bos! Sehingga membuat dia tidak konsen dalam bekerja, bahkan melupakan kontrak yang diperintahkan bos.” Kalimat Ana kembali terngiang-ngiang di telinga Fania. Kenapa aku begitu bodoh! Kenapa aku tidak peka pada kondisi Ridel? Apa kebenaran dibalik pernika
“Tak ada yang mustahil, selama mau bersama-sama memperjuangkan cinta itu, Tapi kalau hanya salah satu pihak saja, maka percuma,” jawab Fania. “Aku akan memperjuangkan cinta itu, walaupun untuk sekarang mungkin masih bertepuk sebelah tangan. Namun, aku yakin bisa meluluhkan hatinya yang telah membeku!” ujar Ridel dengan pasti. “Apa kau sudah gila? Apa kau ingin merusak rumah tangga orang lain? Tapi sudahlah, terserah kau saja. Dari pada kau kembali berdiri di sini dan memilih bunuh diri!” ketus Fania kesal. "Kata siapa aku mau bunuh diri? Aku berdiri di sana hanya untuk mencari ketenangan!" gerutu Ridel kesal. "Jadi kau tadi berdiri di sana bukan untuk bunuh diri?" Fania terkejut. "Kamu pikir aku sebodoh itu? Apa kau tidak bertanya, sebenarnya apa yang terjadi antara aku dan Nadia di hotel malam itu?" tanya Ridel. “Kau boleh memperjuangkan cinta Nadia. Tapi sebagai mantan istrimu, aku hanya ingin memberikan nasihat. Sebaiknya segera akhiri semuanya sebelum terlambat,” ucap
Sementara itu di tempat lain, Nadia sedang kesal mengingat penolakan Ridel secara terang-terangan. "Ridel, ku beri kau satu kesempatan untuk kembali kepadaku! Tapi, kalau kalau kau masih keras kepala dan menolakku maka akan aku akan menghancurkan mu!" geram Nadia. Dia langsung menyambar kunci mobil dari atas meja kerjanya dan melesat keluar kantor. Mobil Fania meluncur dengan kecepatan sedang menuju Perusahaan RnB, di mana Ridel kini bekerja. Dia memilih menunggu Ridel sedikit jauh dari perusahaan. Setelah hampir dua jam menunggu, akhirnya Nadia dapat bernafas lega ketika melihat motor butut Ridel meninggalkan perusahaan. Ridel yang terkejut langsung mengerem mendadak. Beruntung dia salah satu anggota balap liar, sehingga masalah palang memalang baginya hal biasa. Dan mudah untuknya menghindar. "Dasar wanita gila! Bagaimana kalau aku sampai menabrak mobilnya? Bukankah dia juga akan berada dalam masalah?" umpat Ridel kesal. Tiba-tiba dari dalam mobil seorang wanita cantik kelu
Ridel diam membisu, dia tahu kali ini ayahnya benar-benar murka. Namun, mengatakan yang sejujurnya lebih tak mungkin lagi. Yang ada sang ayah langsung membuat perusahaan Galaxy gulung tikar hanya dalam hitungan detik. Sedangkan dalam posisi itu, dia tidak ingin Perusahaan Galaxy hancur. Karena dia ingin mengembalikan semua milik Fania, melalui perusahaan Galaxy. Tanpa satu katapun, Bernard Liu meninggalkan ruangan Alex Smith dengan kesal dan emosi yang tak terkendali. "Kau, benar-benar anak tidak tahu diri!" Alex Smith berteriak kesal pada Ridel yang masih berdiri didepannya. Sesuai perintah Bernad Liu, maka Alex Smith segera memberi komando, agar semua karyawan segera berkumpul di lantai satu, di tempat biasa, Aula. Tanpa menatap Ridel, Alex Smith langsung keluar ruangan dan menuju tempat pertemuan yang ada di lantai satu, tepatnya sebuah aula besar yang bisa menampung lebih dari seribu orang. Seperti biasa jika ada pertemuan mendadak akan membuat seluruh karyawan ketakut