Setelah pintu lift di lantai satu terbuka, Meghan bisa mendengar suara Monica yang sedang berdebat. Meghan mengernyitkan dahinya dan dia mulai menyesal karena tidak pergi ke Grup Amore saja hari ini. Ketika Meghan tiba di resepsionis, dia melihat Monica sedang bertengkar dengan staf di sana."Kenapa aku nggak boleh masuk? Aku ini Nona Besar Grup Oswald! Kamu buta, ya?" teriak Monica.Wajah staf resepsionis itu menjadi merah padam karena kata-kata Monica, tetapi dia tidak berani banyak bicara. Melihat staf itu tidak berani membantahnya, Monica terus memanfaatkan situasi ini untuk menindasnya. Lagi pula, saat ini emosinya sedang meledak-ledak. Namun, sebelum Monica bisa berbicara lebih lanjut, dia melihat sosok Meghan dari sudut matanya."Meghan, kenapa kamu di sini? Apa yang kamu lakukan di tempat ini?" tanya Monica dengan nada tegas. Meghan tetap bersikap tenang, dengan kedua tangan yang diletakkan dalam sakunya. Jika dibandingkan dengan Monica, sikap kedua orang ini sangat jauh berbed
"Bu Meghan, apakah kita harus ...," celetuk seorang petugas keamanan yang sedang mengendalikan kamera pengawas dengan suara pelan dan keringat dingin mengucur di dahinya. Monica tidak menghiraukan perintah Meghan dan bersikeras memasuki gedung. Situasi saat ini sangat mencemaskan.Sementara itu, Meghan duduk dengan tenang sambil melihat kamera pengawas. Monica terlihat sangat bangga karena berhasil masuk ke gedung itu. Di sisi lain, Meghan malah merasa harus berterima kasih kepada Monica karena telah membantunya menemukan orang yang berniat buruk terhadap perusahaan."Winda."Saat ini, Winda yang berdiri di samping Meghan langsung mendekat ketika mendengar namanya dipanggil."Kumpulkan berkas lengkap tentang orang ini dan berikan ke HRD hari ini. Besok dia tidak perlu lagi datang bekerja.""Baik," jawab Winda. Setelah itu, dia bergegas melaksanakan tugas tersebut. Wajah petugas keamanan yang ikut menyaksikan hal tersebut juga langsung menjadi pucat.Sementara di pihak Monica, awalnya d
Tiba-tiba terdengar suara keras yang membuat Monica terkejut. Dia secara refleks berbalik dan melihat ke arah suara itu. Ternyata, dia melihat Winda masuk, diikuti oleh dua pengawal di belakangnya. Monica mengenal kedua pengawal ini, mereka adalah orang yang mengusirnya keluar tadi."Tolong keluarkan wanita ini."Meghan berjalan keluar dari meja kerjanya sambil berbicara dan perlahan-lahan duduk di kursi.Sementara itu, kedua pengawal itu merespons tatapan Winda dan mereka langsung mengerti. Tidak peduli dengan pemberontakan Monica, mereka langsung mendekatinya dan menangkap lengan Monica. Kemudian, terdengar teriakan dari Monica di lift dari kantor presdir hingga ke lobi. Setelah tiba di depan pintu resepsionis perusahaan, Monica berbicara dengan wajah yang memerah."Lepaskan aku! Aku bisa jalan sendiri!"Monica melihat kedua pengawal itu seolah-olah tidak mendengar perkataannya. Setelah keluar dari pintu otomatis, kedua pengawal itu saling memandang sejenak, lalu mengayunkan lengan m
Dalam sekejap, Meghan langsung menabrak tubuh Danzel yang baru masuk dengan keras. "Kenapa kamu ke sini?"Meghan mengernyitkan alisnya, sebagian besar serbuk dari botol obat di tangannya menyebar keluar."Datang menjemputmu pulang kerja."Monica merasa tidak nyaman mendengar perkataan Danzel yang seolah-olah Danzel menjemputnya adalah hal yang wajar. Meghan ingin mengatakan sesuatu, tetapi tidak tahu harus memulai dari mana. Sementara itu, serbuk yang menyebar tersebut membuat Danzel terbatuk-batuk. Dia menundukkan kepalanya dan melihat botol obat itu, tetapi tidak merasa aneh dengan botol itu."Obat apa ini?""Bukan sesuatu yang baik."Meghan berkata dengan lembut. Dia juga tidak memberikan penjelasan terperinci atau menyembunyikan sesuatu. Dia melangkah menjauhi bahu Danzel dan menuju pintu keluar darurat, lalu membuang botol obat ke dalam tempat sampah besar. Setelah kembali ke kantor dan merapikan barang-barangnya sebentar, dia pun kembali ke vila bersama Danzel.Danzel tentu saja
Mendengar perkataan yang kejam ini, mata Danzel berkedip sejenak dan tetap tidak berbicara. Namun, melihat penampilan wajah Monica yang bengkak itu, dia tersenyum di hatinya. Entah apa pun alasannya, istrinya memang membuat orang sangat menderita."Kak Danzel, apa kamu nggak merasa ada yang nggak beres melihat keadaanku seperti ini? Apa yang dilakukan Meghan benar?"Saat mengatakan itu, air mata Monica mulai mengalir lagi dan terlihat sangat menderita. Emosinya saat ini adalah campuran antara nyata dan palsu. Dia memang merasa kesal dan tidak nyaman, tetapi dia juga ingin memanfaatkan masalah ini untuk membuat Danzel menghukum Meghan.Suasana di dalam kantor saat ini sangat sunyi, tetapi jantung Monica berdebar kencang. Dia berharap Danzel bisa melihat wajah asli Meghan, lalu putus dengannya. Namun, setelah menunggu sejenak, dia hanya melihat Danzel mengetukkan jari-jarinya di meja. Aura yang begitu kuat membuat Monica merasa sangat tertekan. Saat dia hendak berbicara lagi, Danzel akhi
Mungkin karena sangat ingin liburan, Wesley mencurahkan perhatian sepenuhnya pada Meghan. Matanya hampir tidak berkedip sama sekali dan bahkan tidak menyadari pintu kantornya terbuka. Begitu mendengar suara pintu terbuka, Meghan mengangkat kepalanya dan melihat Danzel masuk ke ruangannya."Bos, jangan menghindar, kamu bilang mau memberiku beberapa hari cuti. Aku ini bawahan yang sangat baik, aku begitu ...."Pada saat itu, Wesley mengatupkan kedua tangannya dan ekspresinya terlihat sangat kagum. Hati Meghan merasa sangat jijik melihat sikap Wesley yang berlebihan itu. Namun, Wesley belum sempat menyelesaikan ucapannya, dia tiba-tiba merasakan ada aura kejam dari belakangnya.Saat ini, pikirannya perlahan-lahan mulai kembali normal dan merasa ada sesuatu yang akan terjadi. Wesley perlahan-lahan berbalik dan kebetulan saling bertatapan dengan Danzel dengan jarak yang cukup dekat."Pak Danzel ...."Wesley segera berdiri tegak dan tergagap-gagap, kesulitan mengucapkan sepatah kata pun. Dia
Melihat ekspresi canggung asisten itu, Meghan menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. Dia jarang datang ke cabang luar negeri ini, tetapi karyawan di perusahaannya bisa dipercayai sepenuhnya. Dia juga suka mendapat perhatian seperti ini, hanya saja sekarang bukan saatnya untuk istirahat. Sebenarnya, Meghan sudah melihat dokumen yang diberikan asisten itu saat berada di dalam negeri, sekarang dia hanya perlu memeriksanya sekali lagi.Kali ini, Grup Amore akan membeli perangkat medis teratas di luar negeri. Semua peralatan mereka adalah yang terbaik dan jumlahnya juga luar biasa. Ini adalah transaksi yang besar, sehingga Meghan harus datang sendiri."Sudah buat janji dengan negosiator mereka?""Sudah, Bu. Jam satu siang hari ini."Meghan menganggukkan kepalanya sebagai bentuk pujian kepada asisten itu. Kemudian, setelah memeriksa beberapa catatan perusahaan selama setengah tahun terakhir untuk memastikan semuanya berjalan lancar, dia baru pergi ke ruang istirahat."Aku ingin istirahat
Luis mungkin sama sekali tidak menyangka gadis lemah seperti Meghan bisa menghindari peluru dengan cepat. Dia lebih tidak menyangka bawahan Meghan membawa senjata. Bawahannya mengeluarkan senjata dengan sangat cepat hingga Luis tidak melihat dengan jelas dan tidak sempat meresponsnya juga. Hanya dalam sekejap, pistol itu sudah berada di lehernya Luis."Pak Luis, aku rasa sebaiknya kamu menjelaskannya."Saat ini, amarah Meghan sudah berkobar. Dia bisa menerima perebutan dan perampokan secara terbuka, tetapi dia paling meremehkan orang yang diam-diam melakukan tindakan kotor seperti ini.Beberapa kata yang tajam itu terdengar di telinga Luis. Nada bicara Meghan terdengar lebih dingin daripada pistol di lehernya. Luis yang sudah pernah mengalami begitu banyak kejadian, saat ini keningnya juga mulai bercucuran keringat. Dia menelan ludah dengan gemetar dan matanya juga tidak tahu harus melihat ke mana.Kemudian, dia berkata dengan perlahan, "Nona Meghan sudah salah paham, ini semua hanya s