Saat mendengar keheningan singkat dari ujung lain telepon, Meghan hanya tersenyum sinis. Tanpa menunggu tanggapan apa pun, Meghan langsung memutuskan panggilan tersebut. Dia tidak pernah mengira bahwa ayahnya akan bersikap seperti ini, padahal kondisi ayahnya itu sudah sangat buruk.Di sisi lain, Efendy masih terbengong saat mendengar suara panggilan yang tiba-tiba terputus. Dia merasa seperti telah menerima tamparan dari Meghan melalui telepon. "Dasar anak durhaka!" kutuk Efendy. Pada saat itulah, Natasya baru kembali."Sepertinya rencanamu nggak berjalan lancar," kata Natasya sambil memeluk lengannya dengan ekspresi marah dan penuh sindiran.Mendengar kata-kata Natasya, Efendy melemparkan pandangan dingin sekilas, lalu duduk di sofa tanpa bersuara sama sekali. Keduanya kemudian terdiam selama beberapa saat. Setelah suasana hati Efendy tampak mulai mereda, Natasya baru berkata, "Bagaimanapun, dia itu putrimu. Nggak ada gunanya membantah kenyataan ini.""Apa maksudmu?" tanya Efendy den
Dalam keadaan terdesak, seseorang akan melakukan apa pun demi menyelamatkan diri. Efendy telah melakukan banyak hal yang mempermalukan dirinya sendiri, tetapi situasi saat ini benar-benar di luar dugaan Meghan.Melihat perhiasan di tangan Natasya, hati Meghan seakan-akan tertusuk oleh jarum. Masalah ini sudah berlalu sangat lama, sampai-sampai Meghan sendiri juga hampir melupakannya. Saat masih kecil, ibunya pernah memperlihatkan perhiasan ini dan mengatakan akan menghadiahkannya sebagai hantaran pernikahan untuk Meghan.Jika Efendy dan Natasya tidak mengungkit masalah ini, Meghan mungkin masih bisa mendengar penjelasan mereka. Namun, ucapan dan perhiasan yang ditunjukkan kedua orang ini telah membuat Meghan teringat dengan kesedihannya."Sudah selesai bicaranya, Pak Efendy? Yang ingin kalian lakukan juga sudah selesai, bukan?" Sambil berbicara, Meghan berdiri dari kursinya dan menatap kedua orang itu dengan alis berkerut. "Kalau sudah selesai bicaranya, silakan pergi dari sini sekaran
Hingga saat Winda masuk dan membawakan kopi, barulah Natasya tersadar kembali. Dia bahkan tak pernah bermimpi bahwa suatu hari Meghan akan mengancamnya seperti ini.Natasya menunduk melihat perhiasan di tangannya, ingin sekali rasanya dia menghancurkan semua ini. Namun pada akhirnya, dia tidak memiliki keberanian untuk melakukannya. Bagaimanapun juga, Meghan sekarang adalah Presdir Grup Oswald, dia bahkan bisa membuat Efendy tidak diizinkan masuk ke gedung ini. Apa lagi yang tidak bisa dilakukan Meghan?Natasya sangat merasa tertekan di dalam hatinya. Sambil menggertakkan gigi, Natasya mulai berpikir bahwa jika cara kasar tidak bisa berhasil, dia akan menggunakan cara halus. Setelah berpikir demikian, Natasya mencubit pahanya sendiri hingga matanya mulai berkaca-kaca."Meghan, selama ini aku ... aku nggak pernah menyangka situasi antara kita akan menjadi seperti ini."Tangisan Natasya yang mendadak ini membuat Meghan tercengang, bahkan Efendy juga bereaksi sama. Namun, semua orang di r
Setelah meninggalkan Grup Oswald, Efendy dan Natasya kembali ke rumah kerabat mereka. Setibanya di rumah, keduanya langsung membuka dokumen yang diberikan oleh Meghan dengan tidak sabaran. Setelah diteliti, meskipun sekarang nama yang tercantum dalam kontrak bisnis ini adalah milik Efendy dan Natasya, mereka baru menemukan sebuah masalah besar."Bukankah ini adalah dua toko di pinggiran kota yang mereka gunakan untuk perputaran dana sebelumnya?" tanya Natasya dengan wajah tidak percaya. Dia tidak menyangka bahwa Meghan berhasil mengusir mereka dengan memberikan kedua toko ini.Ketika Efendy memeriksa kembali dokumennya, wajahnya juga menjadi pucat.Seperti yang diungkapkan oleh Natasya, kedua toko ini adalah jenis usaha yang kurang menguntungkan. Keduanya berlokasi di pinggiran daerah yang tidak strategis dan sepi usaha. Bahkan jika mereka mencoba menyewakannya, kemungkinan besar akan sulit menemukan penyewa, apalagi menghasilkan keuntungan."Gadis jalang!" umpat Natasya yang akhirnya
Setelah pintu lift di lantai satu terbuka, Meghan bisa mendengar suara Monica yang sedang berdebat. Meghan mengernyitkan dahinya dan dia mulai menyesal karena tidak pergi ke Grup Amore saja hari ini. Ketika Meghan tiba di resepsionis, dia melihat Monica sedang bertengkar dengan staf di sana."Kenapa aku nggak boleh masuk? Aku ini Nona Besar Grup Oswald! Kamu buta, ya?" teriak Monica.Wajah staf resepsionis itu menjadi merah padam karena kata-kata Monica, tetapi dia tidak berani banyak bicara. Melihat staf itu tidak berani membantahnya, Monica terus memanfaatkan situasi ini untuk menindasnya. Lagi pula, saat ini emosinya sedang meledak-ledak. Namun, sebelum Monica bisa berbicara lebih lanjut, dia melihat sosok Meghan dari sudut matanya."Meghan, kenapa kamu di sini? Apa yang kamu lakukan di tempat ini?" tanya Monica dengan nada tegas. Meghan tetap bersikap tenang, dengan kedua tangan yang diletakkan dalam sakunya. Jika dibandingkan dengan Monica, sikap kedua orang ini sangat jauh berbed
"Bu Meghan, apakah kita harus ...," celetuk seorang petugas keamanan yang sedang mengendalikan kamera pengawas dengan suara pelan dan keringat dingin mengucur di dahinya. Monica tidak menghiraukan perintah Meghan dan bersikeras memasuki gedung. Situasi saat ini sangat mencemaskan.Sementara itu, Meghan duduk dengan tenang sambil melihat kamera pengawas. Monica terlihat sangat bangga karena berhasil masuk ke gedung itu. Di sisi lain, Meghan malah merasa harus berterima kasih kepada Monica karena telah membantunya menemukan orang yang berniat buruk terhadap perusahaan."Winda."Saat ini, Winda yang berdiri di samping Meghan langsung mendekat ketika mendengar namanya dipanggil."Kumpulkan berkas lengkap tentang orang ini dan berikan ke HRD hari ini. Besok dia tidak perlu lagi datang bekerja.""Baik," jawab Winda. Setelah itu, dia bergegas melaksanakan tugas tersebut. Wajah petugas keamanan yang ikut menyaksikan hal tersebut juga langsung menjadi pucat.Sementara di pihak Monica, awalnya d
Tiba-tiba terdengar suara keras yang membuat Monica terkejut. Dia secara refleks berbalik dan melihat ke arah suara itu. Ternyata, dia melihat Winda masuk, diikuti oleh dua pengawal di belakangnya. Monica mengenal kedua pengawal ini, mereka adalah orang yang mengusirnya keluar tadi."Tolong keluarkan wanita ini."Meghan berjalan keluar dari meja kerjanya sambil berbicara dan perlahan-lahan duduk di kursi.Sementara itu, kedua pengawal itu merespons tatapan Winda dan mereka langsung mengerti. Tidak peduli dengan pemberontakan Monica, mereka langsung mendekatinya dan menangkap lengan Monica. Kemudian, terdengar teriakan dari Monica di lift dari kantor presdir hingga ke lobi. Setelah tiba di depan pintu resepsionis perusahaan, Monica berbicara dengan wajah yang memerah."Lepaskan aku! Aku bisa jalan sendiri!"Monica melihat kedua pengawal itu seolah-olah tidak mendengar perkataannya. Setelah keluar dari pintu otomatis, kedua pengawal itu saling memandang sejenak, lalu mengayunkan lengan m
Dalam sekejap, Meghan langsung menabrak tubuh Danzel yang baru masuk dengan keras. "Kenapa kamu ke sini?"Meghan mengernyitkan alisnya, sebagian besar serbuk dari botol obat di tangannya menyebar keluar."Datang menjemputmu pulang kerja."Monica merasa tidak nyaman mendengar perkataan Danzel yang seolah-olah Danzel menjemputnya adalah hal yang wajar. Meghan ingin mengatakan sesuatu, tetapi tidak tahu harus memulai dari mana. Sementara itu, serbuk yang menyebar tersebut membuat Danzel terbatuk-batuk. Dia menundukkan kepalanya dan melihat botol obat itu, tetapi tidak merasa aneh dengan botol itu."Obat apa ini?""Bukan sesuatu yang baik."Meghan berkata dengan lembut. Dia juga tidak memberikan penjelasan terperinci atau menyembunyikan sesuatu. Dia melangkah menjauhi bahu Danzel dan menuju pintu keluar darurat, lalu membuang botol obat ke dalam tempat sampah besar. Setelah kembali ke kantor dan merapikan barang-barangnya sebentar, dia pun kembali ke vila bersama Danzel.Danzel tentu saja