Kira baru menyadari bahwa dirinya tidak membawa ponsel dan dompet saat ia sudah meninggalkan area pemakaman.Kira juga tidak tahu saat ini sudah pukul berapa, tapi kondisi di sekitar yang sepi membuatnya yakin bahwa saat ini sudah hampir tengah malam.Kaki Kira kembali melangkah di trotoar jalan. Kakinya sudah terasa pegal dan keringat bercucuran karena sudah berjalan kaki cukup jauh.Beberapa taksi melintas, tapi Kira tidak berniat menghentikannya. Kira masih belum ingin pulang ke rumah Kaisar. Atau lebih tepatnya, Kira tidak ingin bertemu dengan lelaki itu.‘Bisa aja dia lagi di rumah kekasihnya sekarang,’ batin Kira sambil tersenyum kecut.Hati Kira masih terasa perih saat teringat lelaki itu menyalahkannya, tadi.‘Aku harus pergi ke mana sekarang?’ batin Kira lagi sambil duduk di kursi kayu yang tersedia di trotoar.Ia memperhatikan lalu lintas kota yang tidak pernah sepi dengan tatapan menerawang. Jauh di lubuk hati, ia teringat pada Luna, khawatir bayi mungil itu kenapa-napa.Ki
Pukul sebelas malam, Julian baru keluar dari kantornya. Hampir setiap hari ia memang selalu lembur. Hidupnya ia dedikasikan untuk pekerjaan. Karena toh ia belum memiliki seseorang yang akan menunggunya di rumah. Hujan turun cukup deras saat ia keluar dari lobi. Ryan–sang sekretaris, membuka payung besar dan memayungi atasannya itu menuju mobilnya yang sudah terparkir di depan lobi. “Aku akan nyetir sendiri,” kata Julian sambil meminta kunci mobil. Ryan tampak khawatir. “Tapi, Pak. Ini sudah tengah malam dan hujan, Anda pasti lelah juga setelah seharian bekerja.” “Fisikku nggak selemah itu, Ryan.” Julian berdecak lidah, ia menengadahkan telapak tangan, meminta kunci mobil. Akhirnya Ryan pun menyerahkan kunci mobil pada bosnya. Julian melajukan kendaraan itu di bawah hujan yang cukup deras, dengan kecepatan sedang. Karena ia juga belum ingin pulang ke rumah. Saat Julian sedang fokus mengemudi, tiba-tiba seekor kucing melintas di hadapannya, membuat Julian sontak menginjak rem. Ju
Kira berjalan melewati gang sempit tersebut. Jas Julian yang dikenakannya membuat tubuhnya terasa sedikit hangat.Hingga tak lama kemudian ia keluar dari gang samping pos satpam komplek perumahan. Lantas Kira menyeret kakinya yang sudah terasa pegal menuju rumah Kai.Bagaimana kabar Luna?Itu yang terlintas dalam benak Kira selama dalam perjalanan tersebut. Begitu melewati rumah Violet, Kira sempat terdiam dan memandangi rumah tersebut dengan perasaan campur aduk.‘Luna sudah pulang belum, ya? Apa jangan-jangan dia dirawat?’ batin Kira sambil menghela napas panjang.Ia melanjutkan langkahnya dan tak sampai lima menit kemudian Kira sudah tiba di depan rumah Kai. Satpam membukakan pintu untuknya dan terkejut kala melihat kondisi Kira yang pulang sendiri tengah malam.“Non Kira baik-baik saja?” tanya salah seorang satpam dengan tatapan khawatir.Kira tersenyum kecil, mengangguk. “Saya baik-baik saja, Pak. Terima kasih.”“Sepertinya ada yang khawatir sama Non Kira.” Satpam itu menoleh ke
Kai tidak bisa memejamkan matanya. Ia berguling ke kiri dan kanan demi mendapatkan kenyamanan. Namun, ia seolah-olah tidak bisa menemukan ketenangan dalam tidurnya. Kebersamaan Kira dan Julian memenuhi benak Kai, membuat Kai akhirnya bangkit sambil mengumpat, “Sialan! Apa yang mereka lakukan?” Kai berusaha mengabaikan perasaan marahnya saat teringat dengan bagaimana Julian menyentuh Kira. Toh, ia tidak peduli Kira mau pergi dengan siapapun, akan tetapi hatinya berkata lain. Kai tidak bisa mengabaikannya. Mendengus kasar, Kai akhirnya turun dari ranjang. Ia berjalan mondar-mandir di tengah kamar, sambil sesekali mengusap tengkuk. Lalu mengumpat ketika bayangan Kira bersama dengan Julian kembali melintas di benaknya. Sial. Sial. Sial. “Apa yang aku pikirkan?” keluh Kai sambil duduk di tepian ranjang dan memijat pelipis. Seharusnya ia tidak peduli pada Kira dan Julian. Namun, entah mengapa kebersamaan mereka berdua yang singkat itu sangat mengusik pikirannya? Sementara itu
Kai mengetuk pintu kamar Kira, tapi ia tak mendapat sahutan. Ia memutar knop pintu itu. Tidak terkunci. Namun, Kai tidak menemukan Kira di dalam sana. Tempat tidurnya pun sudah rapi. Kai sempat berpikir bahwa Kira ada di dapur. Ia pun turun ke lantai satu, tapi ia hanya menemukan Ani yang tengah menata makanan di atas meja. “Ke mana Kira?” tanya Kai dengan kening berkerut. Ani menghentikan aktifitasnya sesaat, ia menatap majikannya yang belum berpakaian rapi. Ani menahan senyum karena biasanya Kira yang merapikan pakaian tersebut. “Non Kira sudah pergi tadi sebelum jam enam, Tuan.” “Sudah pergi?” Alis Kai saling bertaut. “Kenapa pagi-pagi sekali?” “Saya nggak tahu, Tuan. Tadi pagi Non Kira belum sempat sarapan karena buru-buru.” Kai mengembuskan napas kasar. Ia kembali ke kamar dan meraih ponsel dari nakas, lalu menghubungi nomor telepon Kira. Namun, panggilannya tidak diangkat. Sial. Akhirnya Kai mengancingkan kemejanya seorang diri sambil berdiri di depan cermin. Ia juga meny
“Setiap kali aku bertemu Julian, kamu tidak boleh ikut. Tugasmu akan digantikan Lia.”Sontak, Kira mengerutkan keningnya bingung. Ia tak mengerti kenapa Kai tiba-tiba memberi keputusan seperti itu.“Tuan, apa ada yang salah dengan kinerja saya?” tanya Kira sambil mundur satu langkah.Kai maju satu langkah, membuat jarak di antara mereka semakin terkikis. “Tidak ada,” jawab Kai seraya menatap wajah Kira lamat-lamat dengan tatapan sulit diartikan.“Lalu? Kenapa saya tidak diperbolehkan menemani Anda saat bertemu dengan Pak Julian?” Kira mendongak, balas menatap Kai. Ia terus mundur karena tidak ingin dekat dengan pria itu.Namun, Kai terus maju mendekati Kira. Hingga akhirnya bokong Kira membentur bagian belakang punggung sofa. Mata Kira terbelalak karena ia tak punya ruang lagi untuk menghindar.“Tuan Kaisar, apa yang Anda lakukan?” tanya Kira dengan nada tenang, berusaha menyembunyikan kepanikan yang menguasai dirinya.Satu sudut bibir Kai terangkat. “Kamu tanya kenapa aku nggak membo
“Honey, apa yang kamu lakukan pada wanita itu?” tanya Violet dengan bibir bergetar sesaat setelah Kira pergi dari ruangan tersebut.Kai mengusap wajahnya dengan kasar, satu tangannya yang lain berkacak pinggang. Namun, pria itu tampaknya tidak ingin menjelaskan lebih lanjut alasan ia dan Kira tiba-tiba berciuman.“Kenapa kamu datang tanpa memberitahuku, Vi? Bagaimana kondisi Luna sekarang? Kenapa kamu malah meninggalkannya?” tanya Kai, mengalihkan topik pembicaraan mereka.Mendengar pertanyaan tersebut, Violet pun tersenyum sinis. “Kenapa memangnya kalau aku datang tanpa memberitahumu? Kamu akan menyembunyikan aktifitasmu dengan asisten pribadimu barusan dariku?”“Vi, apa yang kamu lihat nggak seperti apa yang kamu pikirkan!” tegas Kai dengan tatapan serius, membuat Violet seketika terdiam.Violet selalu tidak ingin membuat Kai marah, jadi ia lebih memilih diam daripada menimpali ucapan lelaki itu.Kai menghampiri kursi kebesarannya dan duduk di sana. Sementara Violet datang menghampi
Setelah membaca pesan dari Julian tersebut, tanpa sadar Kai mengetatkan rahangnya. Ia kembali masuk ke ruangannya sambil melonggarkan ikatan dasinya yang terasa mencekik leher. ‘Brengsek!’ maki Kai dalam hati sambil melempar ponsel ke atas sofa. ‘Kenapa juga aku harus marah?’ Kai mengembuskan napas kasar. Ia duduk di kursinya, fokus pada pekerjaan dan berusaha mengabaikan pesan dari Julian. Namun, sial! Bayangan saat ia berciuman dengan Kira dan pesan dari Julian datang silih berganti memenuhi benaknya, membuat Kai menggeram kesal sambil mengusap wajah dengan kasar. Ia bangkit dari kursinya, mondar-mandir di tengah ruangan seperti beruang kebingungan. Sesekali ia mengumpat. Kai sendiri bingung kenapa dirinya ingin marah saat ini? Tak bisa begini terus, Kai pun mengambil ponselnya dari sofa dan menghubungi nomor telepon Kira. Akan tetapi panggilannya tidak diangkat. Sial! Sial! Sial! Di sisi lain, Kira yang baru selesai memesan makanan pun terkejut kala ponselnya bergetar. Ia m
‘Aku tidak akan membiarkanmu menyakiti Kira.’Kai tidak bisa memejamkan matanya malam itu. Peringatan dari Julian sore tadi terus terngiang-ngiang di telinga.Sial!Kenapa dirinya harus merasa terancam dengan kehadiran sosok Julian?Apalagi setelah Julian mengatakan secara terang-terangan bahwa dia menyukai Kira.Kai duduk di tepian ranjang, tangannya mengepal kuat-kuat. Ia tidak mengerti kenapa harus peduli pada hubungan Kira dan laki-laki itu? Padahal jika itu dulu, Kai mungkin tidak akan peduli sedikit pun pada apa yang dilakukan Kira.Lamunan Kai buyar tatkala ia mendengar ponselnya berdering. Siapa yang menghubunginya malam-malam begini? Kai bertanya-tanya dalam hati.Dengan terpaksa Kai meraih ponselnya yang tergeletak di nakas. Ia terdiam saat melihat nama Violet terpampang di layar.Saat itu juga, Kai mengusap wajahnya gusar. Benar. Seharusnya ia memperdulikan kekasihnya saja. Wanita yang lebih dulu ia cintai bahkan jauh sebelum pernikahannya dengan Kira berlangsung.Namun, en
“Apapun hubunganku dengan wanita itu, itu bukan urusanmu, Julian.” “Tapi Kira adalah urusanku!” “Aku suaminya!” “Suami?” Julian mendengus kasar. Ia maju satu langkah, mendekati Kai sambil menatapnya tajam. “Suami mana yang tega membiarkan istrinya melahirkan sendirian demi wanita lain, Kai?” Mata Kai kembali membulat mendengar kata-kata itu. Ucapan Julian bagai batu yang menghantam dadanya begitu kuat, mengingatkan Kai akan kesalahannya di masa lalu. Sementara itu, Kira yang sejak tadi tampak syok setelah mendengar Julian yang tahu mengenai pernikahannya dengan Kai, kini semakin terkejut dengan fakta yang diketahui Julian. Padahal Kira sama sekali tidak pernah mengatakan apapun pada Julian terkait hubungannya dengan Kai. Kira menatap Julian dengan tatapan penuh kebingungan. Julian menoleh ke arah Kira, lalu tersenyum lembut, berbanding terbalik dengan nada tajamnya barusan. “Maaf, aku
“Kai? Sedang apa kamu di sini?” Julian maju mendekati Kai dengan satu alis terangkat.Kira masih membeku di tempatnya berdiri, ia tidak menyangka bahwa suaminya itu akan menepati janjinya untuk kembali kepadanya.Kai lantas menatap Julian dengan tajam. “Aku ada urusan dengan Kira,” ujarnya, dingin, lalu menghampiri Kira dan meraih tangannya, yang membuat Kira terkejut dengan sikap Kai yang tiba-tiba itu.Kira menatap kedua lelaki itu bergantian. Seolah-olah ingin menyadarkan Kai bahwa saat ini mereka ada di hadapan Julian, dan Kai harus menjaga sikap jika tidak ingin Julian curiga.“Tu-Tuan, ada urusan apa?”Panggilan ‘tuan’ yang disematkan Kira membuat rahang Kai semakin mengeras. Kai menggenggam pergelangan tangan Kira dengan erat. “Kita bicara!”“Maaf, Tuan Kaisar.” Julian menahan tangan Kai yang menggenggam tangan Kira. Ia menatap Kai dengan sama tajamnya. “Hari ini Kira adalah pendampingku. Lagi pula… hari ini hari libur, kamu nggak berhak mengganggu Kira dengan urusan pekerjaan.
Kai melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Fokusnya terbagi antara jalanan di depannya, dan ponsel yang terus memanggil nomor telepon Kira. Akan tetapi, tidak ada satupun panggilannya yang Kira angkat. Ke mana wanita itu? Kai bertanya-tanya dalam hati. Ya, pada akhirnya ia memutuskan untuk memilih pergi, setelah memastikan Violet aman bersama Livia. Kai tidak bisa mengabaikan perasaannya, yang terus menerus gelisah karena teringat Kira. Mobil akhirnya berhenti di parkiran Dufan. Sementara itu ponselnya masih memanggil nomor telepon Kira. Namun, lagi-lagi panggilannya berakhir dengan sia-sia. Kini Kai berjalan mondar-mandir di depan pintu masuk sambil menempelkan ponselnya di telinga. Kali ini ia menghubungi Ani, menanyakan apakah Kira sudah tiba di rumah atau belum? “Belum ada, Tuan. Non Kira belum pulang,” jawab Ani di seberang sana. Kai mengusap wajah dengan gusar. Ia menyesal karena tidak meminta orang suruhannya untuk mengikuti Kira hari ini. Sebab, tadinya Kai ber
‘Aku bisa tanpa kamu.’Kata-kata Kira yang diucapkan beberapa saat yang lalu, terus terngiang-ngiang di telinga Kai.Kai tidak mengerti, entah mengapa kata-kata itu mampu menusuk jantungnya, membuat Kai tidak fokus mengemudi dan beberapa kali ia hampir menabrak mobil di hadapannya ketika berhenti di lampu merah.Kekecewaan yang tergambar di wajah Kira–yang sempat Kai lihat saat ia berbalik meninggalkannya, membuat dada Kai terasa sesak. Namun, Kai juga tidak bisa mengabaikan rasa khawatirnya pada Violet yang saat ini dilarikan ke UGD.Setibanya di rumah sakit beberapa saat kemudian, Kai langsung berlari menuju UGD sesuai lokasi yang disebutkan manajer Violet.Seorang wanita berambut pendek menghampiri Kai begitu Kai tiba. “Tuan? Mbak Violet lagi diperiksa oleh dokter,” ucap Livia–manajer Violet.“Apa yang terjadi? Kenapa bisa Violet kecelakaan waktu pemotretan?” tanya Kai dengan raut muka khawatir yang tak disembunyikan.“Violet jatuh dari tebing buatan di lokasi pemotretan outdoor, T
‘Kira, aku janji, aku akan datang menemuimu lagi. Jadi, tunggu aku di dalam, hm? Aku akan pergi sebentar saja. Tiketnya sudah aku kirimkan ke handphone kamu.’Itulah kata-kata terakhir yang diucapkan Kai sebelum pria itu pergi dari hadapan Kira.Kira tercenung. Ia masih membeku di tempatnya berdiri. Tanpa sadar, matanya menggenang dan memanas. Hatinya dirundung perasaan nyeri karena pria itu lebih memilih menemui kekasihnya ketimbang menemaninya masuk ke dalam tempat wisata itu.Pada akhirnya… tetap saja Violet yang menjadi prioritas utama Kai, dibanding Kira.Kira tersenyum kecut. Ia terlalu banyak berharap sehingga akhirnya merasa kecewa.Kira menarik napas dalam-dalam dan mendongakkan kepala sembari mengerjapkan matanya berkali-kali, menghalau air mata yang mendesak keluar.Ia lantas memeriksa pesan dari Kai. Pria itu telah mengirimkan e-tiket ke nomor ponselnya. Kira mengunduh e-tiket tersebut dan kembali tercenung karena mel
Kai mengulum senyum sambil memainkan remote mobil di tangannya. Ia berdiri, bersandar pada pintu mobil, tatapannya lurus ke arah pintu rumah. Entah mengapa jantungnya kembali berdebar-debar saat menantikan Kira keluar dari dalam sana.Tak berapa lama, sosok yang ditunggu-tunggunya akhirnya keluar. Wanita itu mengenakan celana jeans dipadukan dengan kaos oversize warna hitam. Rambutnya dikuncir kuda dan mengenakan sling bag. Penampilannya persis seperti anak kuliahan. Kira tidak terlihat seperti seorang wanita yang sudah pernah melahirkan.“Sudah siap?” tanya Kai, “nggak ada yang tertinggal?”Kira menggelengkan kepalanya. “Nggak ada, Mas.”Kai mengangguk. Pria itu berdiri tegak saat Kira sudah berdiri di hadapannya. Lantas ditariknya ikatan rambut Kira hingga rambutnya tergerai panjang. Kira sempat terkejut dengan ulah Kai tersebut.“Bukannya sudah kubilang jangan mengikat rambutmu seperti ini?” omel Kai sambil berdecak lidah.“Mas, tapi gerah!” protes Kira.“Aku sudah menyiapkan ini u
Kira tidak mengharapkan Kai datang secepatnya.Jadi, daripada menunggu sesuatu yang tidak pasti, pagi itu Kira memilih mengenakan pakaian olahraga dan bersiap untuk jogging di sekitaran komplek. Ia memakai outfit yang pas di tubuhnya, hingga mencetak lekuk tubuhnya dengan sempurna.Namun, baru saja Kira akan memakai sepatu di ruangan keluarga, tiba-tiba saja ia mendengar suara derap langkah kaki yang mendekat. Kira menoleh karena penasaran siapa yang datang. Saat ia melihat sosok Kai, saat itu juga Kira tertegun.“Mas?” panggilnya dengan tatapan tak percaya. Ia tak menyangka Kai akan menepati janjinya untuk pulang lebih cepat dari rumah Violet.Kai menatap penampilan Kira dari atas sampai bawah, lalu tanpa sadar ia menelan saliva kala melihat lekukan tubuh Kira yang ternyata lebih sempurna daripada bentuk biola.“Kamu mau ke mana?” tanya Kai dengan suara berat seraya menatap mata Kira dengan dalam dan tajam.“Mau jogging, Mas. Udah lama aku nggak menggerakkan tubuh aku,” jawab Kira ap
Kai berdiri di depan pintu rumah Violet. Saat ia akan memutar handle pintu, tiba-tiba saja wajah Kira memenuhi benaknya.Ia menghela napas panjang sambil memejamkan matanya sejenak. Kai tidak mengerti kenapa akhir-akhir ini pikirannya selalu dipenuhi Kira, Kira dan Kira?Rasanya… ia tidak ingin jauh dari wanita itu.Bahkan untuk pergi ke rumah Violet seperti saat ini saja, Kai butuh usaha keras untuk meyakinkan dirinya sendiri.“Oh? Honey! Kamu di sini?!”Keterdiaman Kai buyar manakala pintu di hadapannya tiba-tiba terbuka dan muncul sosok Violet di sana.Mata Violet langsung berbinar cerah melihat kehadiran sang kekasih. Ia menarik tangan Kai dan membawanya masuk.“Ayo, masuk! Ngapain diam di pintu terus?” kekeh Violet, lalu ia mengambil cooler bag dari tangan Kai berisi ASIP untuk Luna.“Mana Luna? Dia sudah bangun?” tanya Kai sambil berjalan menuju pintu kamar Luna.“Anak kita lagi dimandiin sama Rina, Honey. Sebentar lagi selesai.” Violet memasukkan beberapa kantong ASIP ke dalam