"Emm … maaf, Bu, saya permisi ke kamar dulu," ujar Ayleen mendadak. Hal itu dia lakukan agar bisa keluar dari situasi canggung di ruangan itu.
"Eh, iya, iya, Ay. Kamu pasti lelah, langsung istirahat aja ya.""Iya, Bu. Permisi, Pak." Ayleen mengangguk, menatap Abraham sekilas lalu wanita itu melangkahkan kaki menuju ke kamarnya. Sedangkan, Bu Emil dan Abraham masih berada di ruang TV. Pria itu merasa tak enak hati karena ucapan sang ibu secara tidak langsung telah membuat Ayleen merasa tidak nyaman."Mama kenapa sih bilang kayak gitu di hadapan Ayleen?" omel Abraham setelah memastikan Ayleen sudah benar-benar masuk ke kamarnya untuk beristirahat."Bilang gimana sih, Abra? Kamu nggak capek, kok malah ngomelin Mama." Bu Emil kembali mengambil posisi duduknya di atas sofa. Abraham pun menyusul sang mama dan duduk di sampingnya."Ya, ucapan Mama tadi. Mungkin bisa membuat Ayleen nggak nyaman, karena bagaimanapun Sam adalah keponakannya seteTiga hari sudah berlalu sejak Ayleen dan Abraham kembali dari Malang. Semua berjalan semestinya. Namun, hingga saat ini Ayleen belum berani menghubungi Pak Hartawan. Dia masih mengumpulkan keberanian untuk menemui pria itu secara pribadi.Entah sudah berapa kali juga, Ayleen membaca buku catatan mendiang sang ibu agar tekadnya menemui Pak Hartawan semakin bulat. "Ay, saya perhatiin, sejak kamu kembali dari Malang, kamu kayak sering banget melamun, dan nggak fokus. Kenapa? Ada sesuatu yang terjadi ya di sana?" tanya Bu Emil yang tiba-tiba saja sudah duduk di dekatnya. Ayleen saat itu sedang menemani Sam bermain. "Eh, Ibu. Apa saya kelihatan kayak gitu ya, Bu?" Ayleen justru balik bertanya."Iya, kamu kenapa, Ay? Kalau ada cerita boleh kamu cerita sama saya," pinta Bu Emil kemudian."Nggak ada yang terjadi kok, Bu. Mungkin pas Ibu lihat saya kebetulan saja saya sedang melamun," ucap Ayleen.Bu Emil tampak memicingkan mata, seteng
Keesokan paginya. Ayleen tampak memikirkan cara untuk membicarakan perihal keinginannya menemui Pak Hartawan secara pribadi. Ayleen sejujurnya merasa gugup, tetapi dia harus melakukannya.Saat berpapasan dengan Abraham pagi itu, Ayleen refleks memanggil namanya."Pak Abra!" panggil Ayleen secara mendadak.Abraham yang merasa dirinya terpanggil lantas menghentikan langkah."Ada apa, Ay?" Abraham bertanya. Saat pria itu menoleh, dapat dilihat dengan jelas kalau wajah Ayleen tampak seperti orang yang ingin mengatakan sesuatu. "Kamu mau ngomong sesuatu sama saya?" tebaknya, tepat sasaran.Sontak, Ayleen mengangguk. "I–iya, Pak, saya … memang pengen ngomong sesuatu sama Pak Abra. Itu, saya —""Lho, kalian kenapa malah tatap-tatapan di sini. Ayo, ke ruang makan, sarapannya udah siap tuh," potong Bu Emil yang tiba-tiba saja keluar dari arah pintu dapur. "Iya, Ma, sebentar.""Ayleen, kamu kenapa bengong?" tanya Bu Emil saat melihat Ayleen yang ucapannya harus terhenti karena kehadirannya."
Setelah menempuh perjalanan cukup jauh akhirnya Airin sampai juga di tempat pemotretan. Bergegas Airin turun dari mobil, namun ketika Airin hendak melanjutkan langkahnya seketika tubuhnya sempoyongan berasa ingin pingsan di tempat."Aduh ..., ini aku kenapa lagi sih? Tadi dirumah mual-mual berasa ingin muntah. Sekarang giliran kepalaku terasa pusing, pandanganku pun sedikit kabur, aku merasa nggak nyaman dengan semua ini. Huh, mana sebentar lagi ada pemotretan. Jika keadaanku masih seperti ini aku tak yakin pemotretanku akan berjalan dengan baik," gumam Airin."Aku harus semangat. Jangan sampai pemotretanku hari ini mengalami kegagalan, karena itu pasti akan sangat memalukan. Mau ditaruh di mana wajahku ini jika aku sampai gagal dalam melakukan pekerjaan. Karena selama ini aku dikenal selebgram yang sangat bertanggung jawab dan bisa diandalkan. Aku nggak mau nama baikku jelek hanya karena kondisiku yang menyebalkan ini ...," gumam Airin setengah kesal.
"Sudah, kami sudah mendapatkan informasi mengenai perempuan bernama Ayleen itu.""Tapi kenapa kerja kamu lelet sekali? Cuma kusuruh begitu saja lama sekali ngabarinnya," omel Airin."Maaf, Nona, kami butuh waktu untuk mencari tahu mengenai perempuan itu secara detail. Kami nggak mau memberi informasi asal-asalan.""Banyak alasan!" sahut Airin dengan nada jutek."Maaf, tapi apa yang saya katakan semuanya benar. Saya bicara apa adanya. Saya hanya ingin memberikan yang terbaik, oleh karena itu kami mencoba mencari tahu mendetail mengenai wanita itu supaya Nona merasa senang dan puas dengan kinerja kami.""Sudah-sudah, nanti sore aja kita bicarakan hal ini. Sekarang aku masih ada kesibukan. Jika sudah selesai aku akan menemui kalian nanti sore," tukas Airin."Baik, Nona, sesuai keinginan Anda. Kalau begitu saya matikan teleponnya.""Hmm ...," hanya itu yang keluar dari mulut Airin.Panggilan pun terputus."Hufh,
"Hah? Apa benar ini tanggal lima belas?" Sekali lagi Airin bertanya pada dirinya sendiri. Wanita yang selalu ingat dengan tanggal datangnya hari menstruasinya itu masih tak percaya jika di kalender menunjukkan tanggal lima belas. Ia lalu mengambil kalender kecil yang berada di atas nakas untuk melihatnya lebih jelas lagi. "Kalau memang benar, seharusnya aku sudah datang bulan. Tapi, ini ... kenapa aku belum juga datang bulan? Jangan-jangan, aku ... nggak! Itu nggak mungkin. Pasti ini hanya gangguan hormon saja. Aku pasti kelelahan. Ya, akhir-akhir ini aku banyak pikiran dan pastinya kecapekan juga. Pasti itu penyebabnya aku bisa telat datang bulan." Sebenarnya Airin sangat panik dan juga ketakutan. Tapi ia berusaha untuk tetap tenang dan berprasangka baik menurut dirinya sendiri. Selama ini Airin selalu tepat waktu saat datang bulan. Hampir tidak pernah meleset dari tanggal yang seharusnya. Namun kali ini sudah lewat dua hari Airin belum juga datang bu
"Ay, kamu udah siap belum?" tanya Bu Emil pada Ayleen saat perempuan itu selesai memompa ASI untuk stok ASIP Sam."Sebentar, Bu. Saya beresin dulu alat-alatnya," sahut Ayleen. Dengan tangkas, Ayleen membereskan segala perlengkapan. Tak membutuhkan waktu lama, Ayleen sudah bersiap dan bergabung bersama Bu Emil dan Sam di sofa ruang tamu.Hari ini mereka berdua hendak membawa Sam ke posyandu untuk imunisasi."Mudah-mudahan Sam nggak rewel setelah disuntik," celetuk Bu Emil."In Sya Allah, nggak, Bu. Saya yakin Sam nggak akan rewel. Dia kan anak pintar, betul kan, Sayang? Sam anak pintar, kuat dan nggak cengeng," ucap Ayleen sembari menatap gemas ke arah bocah kecil itu. "Tapi tetep aja saya takut kalau dia rewel, Ay. mudah-mudahan saja setelah diimunisasi badan Sam nggak panas," ungkap Bu Emil. Sebagai seorang nenek, rasa khawatirnya menjadi berkali lipat."Selesai diimunisasi langsung diminumkan saja obat penurun panasnya, Bu. Supaya tidak terjadi hal yang nggak kita inginkan," usul A
Setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter, Sam ternyata harus dirawat malam itu di rumah sakit sampai kondisinya stabil. Ayleen dengan telaten menunggui Sam, saat Abraham dan Bu Emil pulang ke rumah untuk mengambil barang-barang Sam yang mungkin nanti akan diperlukan.Karena panik, Ayleen dan Bu Emil sampai tidak membawa perlengkapan apa pun saat ke rumah sakit. "Ay, kami tinggal dulu ya, sebentar, tolog jaga Sam," ucap Bu Emil sebelum benar-benar pergi."Iya, Bu, pasti, saya pasti akan menjaga Sam."Abraham tak berkata apa-apa, dan hanya mengangguk samar untuk sekadar berpamitan pada Ayleen. Ayleen sendiri memilih duduk di sisi ranjang tempat Baby Sam terbaring. Bocah itu tampak tertidur pulas. Saat Sam kejang tadi, Ayleen sempat teringat mendiang Baby Adam sehingga dengan refleks Ayleen melakukan berbagai cara untuk memberikan pertolongan pertama pada Baby Sam."Ya Allah … semoga Engkau memberikan Baby Sam kesembuhan." Tak luput Ayleen melafalkan doa-doa untuk kesembuhan Baby Sam.
Tak seperti biasanya, pagi itu, Airin bangun pagi-pagi sekali. Jika biasanya dia akan tidur dan bangun hingga tengah hari, tidak dengan hari ini. Dia harus pergi ke suatu tempat untuk memastikan sesuatu yang membuatnya tak bisa tidur semalaman. "Hmm, apalagi ya yang kurang?" Airin bermonolog sembari mematut wajahnya di depan cermin rias. Ia sedang memastikan jika penyamarannya sempurna. Orang lain tak akan mengenali dirinya adalah Airin, seorang model dan selebgram yang memiliki banyak pengikut. Malu jika sampai orang tahu, dia pergi ke dokter kandungan dengan statusnya yang merupakan seorang janda."Kayaknya udah oke. Hmm, sip lah! Aku pergi aja sekarang, takut nanti Papa bangun dan lihat aku kayak gini, dia pasti mulai rese dan nanya-nanya lagi," ucap Airin pada dirinya sendiri. Setelah memastikan penyamarannya sudah paripurna dan tak akan dikenali khalayak. Airin lantas keluar kamar dengan langkah mengendap-endap, seperti seorang maling saja."Non?" panggil sang pembantu rumah t