Ayleen baru saja selesai mengajak Sam berkeliling di taman belakang saat Bu Emil memanggilnya. "Ay!"Ayleen berbalik, menoleh pada sang majikan. "Ya, Bu.""Kamu bisa bikin kue, gak?" tanya Bu Emil berbasa-basi sembari berjalan ke arah Ayleen. "Ibu berencana pengen bikin kue karena sebentar lagi Abraham ulang tahun." Nampaknya mode perjodohan ala dirinya masih berlangsung.Ayleen mengangguk dengan polosnya. "Bisa, Bu," tukasnya."Kue ulang tahun, kamu, bisa?" tanya Bu Emil, memperjelas pertanyaannya."In syaa Allah, bisa, Bu!" sahut Ayleen tegas.Kedua tangan Bu Emil seketika ia katup kan di depan dada, terlihat merasa begitu bangga dengan kemampuan sang calon menantu. Wajahnya menggambarkan kebanggaan. "Duh ... jadi gak sabar pengen liat," ungkapnya dengan binar penuh harap."Saya pernah jualan kue-kue kering maupun basah, Bu. Saya juga pernah bikin kue ulang tahun buat anak tetangga yang kebetulan ingin berulang tahun. Namun dia tidak mampu membeli," papar Ayleen."Hanya saja, kue ul
"Kita langsung berangkat aja, Bik!" ajak Ayleen, enggan menjawab pertanyaan Bik Ida."Oh, ya udah. Siap, Neng!" sahut Bik Ida.Keduanya lantas berjalan bersisian menuju pintu gerbang. Bik Ida menutup pintu dari luar begitu mereka telah keluar dari gerbang."Udah, Bik?" tanya Ayleen, berdiri di belakang Bik Ida yang nampak sibuk memasang slot kunci. Tak lama, wanita paruh baya itu mengangguk. Lalu mereka pun mulai berjalan menuju tempat yang dituju.Mereka memang memilih untuk menempuh perjalanan dengan berjalan kaki, sembari berolah-raga."Inilah pasar yang Bibik bilang, Neng," ungkap Bik Ida. "Deket, kan? Apalagi kalo jalan sambil ngobrol. Gak berasa jadinya," lanjutnya lagi.Ayleen mengangguk mengiyakan. "Iya, Bik.""Yuk, Neng. Kita masuk ke dalam! Mumpung masih jam segini, yang jualan udah pada buka semua," ajak Bik Ida. Tangan kanannya terulur, menepuk pelan punggung Ayleen seraya melangkah masuk."Iya, Bik," sahut Ayleen, mengikuti langkah kaki Bik Ida.Keduanya lantas mulai memb
Bab 46"Ba-bagaimana bisa?!" tanya Bu Emil tergagap, matanya bergerak liar, berusaha mencari jawaban.Bik Ida tidak bisa menjawab sepatah katapun. Ia hanya bisa tergugu semakin nyaring, membuat Bu Emil panik."Bik, coba cerita pelan-pelan, bagaimana kejadian yang sebenarnya? Kan, siapa tau kalau Ayleen sedang pergi beli pulsa ke counter, ataunada keperluan lainnya mungkin," tukas Bu Emil, berusaha meyakinkan Bik Ida, meskipun dirinya sendiri tidak yakin dengan ucapannya."Neng Ayleen beneran hilang, Bu," balas Bik Ida di tengah isakannya."Kenapa Bibik bisa yakin, kalau Ayleen hilang?!" desak Bu Emil."Ka-karena ... be-belanjaan berserakan di atas tanah, di ... di tempat Neng Ayleen nungguin Bibik, Bu!" Terang Bik Ida lagi, dengan suara terbata-bata."Astaghfirullah hal adziim!" ucap Bu Emil, wanita yang melahirkan Abraham itu tampak terkejut, ia lemas dan seketika kembali menjatuhkan bobot diri di sofa."Bagai
Bab 47"Apa kamu tahu, siapa kira-kira yang menculik Ayleen, Abra?" tanya Bu Emil frustrasi."Saya belum tahu, Ma," sahut Abraham, menggeleng lemah."Kalau orang yang dicurigai? Mama sih takutnya ada orang yang berniat jahat sama Ayleen. Misalnya orang yang gak suka sama dia, mungkin." Bu Emil terus meraba-raba."Apa jangan-jangan yang menculiknya ayahnya sendiri? Mungkin saja, kan, dia kesal karena Ayleen tidak bersedia memberi uang. Seperti cerita mu beberapa hari yang lalu!""Lalu dia menculik Ayleen dengan niat agar kita memberikan uang tebusan. Bagaimana menurutmu, Abra?" tanyanya berapi-api."Itu tidak mungkin, Ma.""Kenapa kamu bisa seyakin itu?" tuntut Bu Emil."Karena saya selalu mengawasinya sejak hari itu, dan tidak ada satupun hal mencurigakan yang dia lakukan setiap harinya," ungkap Abraham.Bu Emil lantas menganggukkan kepalanya mengerti bersama hela napas pendek yang ia hembuskan."Lalu ... menurut kamu, siapa pelakunya?" tanya Bu Emil kembali, berharap segera mendapatk
48Ayleen terkejut setengah mati. Ia bahkan menyeret tubuhnya agar berhasil menjauhi Erwin yang ia anggap tengah kesurupan. Air matanya berlinang membasahi pipi. Kepalanya bahkan menggeleng kaku, merasa sangat ketakutan saat melihat Erwin benar-benar melucuti pakaiannya satu persatu."Ja-jangan lakukan itu, Bang! Aku mohon!" pinta Ayleen dengan bibir bergetar hebat, begitupula dengan sekujur tubuhnya yang ikut bergetar."Kenapa aku harus menuruti kemauan mu, Sayang," kekeh Erwin menolak permintaan Ayleen. Lelaki itu bahkan menyeringai lebar dengan air liur hampir menetes saat melihat wajah ketakutan Ayleen, bukannya membuatnya kasihan melainkan semakin berhasrat ingin segera menuntaskan keinginannya.Dengan langkah bak serigala lapar, Erwin berjalan mendekati Ayleen yang semakin cepat menyeret tubuhnya agar semakin menjauh. Erwin terkekeh nyaring, senang melihat Ayleen bertingkah layaknya gadis yang masih utuh."Ayo, Sayang ... layani aku, aku sudah sangat rindu harum tubuhmu," pinta
49Abraham kembali menggelengkan kepalanya, merasa pemikirannya mulai terganggu oleh hal yang ia anggap sebagai pemecah konsentrasi.Abraham bahkan harus menghela napas berat guna menghilangkan pemikiran tersebut dari kepalanya. "Sadar Abra! Kamu gak mungkin jatuh cinta pada ibu susu putramu sendiri!" desahnya, penuh sesal."Seandainya benar pun, kamu jatuh cinta sama dia? Dia yang gak mungkin jatuh cinta sama kamu! Kamu sudah tua Abra! Sementara Ayleen itu masih sangat muda.Dirinya pasti mencari lelaki yang seumuran dengannya, yang masih gagah, tampan juga berdompet ... tebal," gumamnya lirih di akhir kalimat.Kening Abraham berkerut saat menyadari apa yang ia ucapkan justru merujuk pada dirinya sendiri. "Eh, tapi ...," Suaranya tercekat. Ia lantas menghela napas berat kembali."Ahh ... pokoknya gak mungkin! Ayleen gak mungkin suka sama kamu Abra! Kamu harus ingat, jika kamu itu sudah terlalu tua untuknya. Meskipun kamu berwaja
50Erwin terus saja melanjutkan aksinya, masa bod0h dengan respon Ayleen yang terus berusaha menolaknya. Ayleen tidak pasrah begitu saja. Ia kembali memberontak sekuat tenaga yang ia bisa, membuat Erwin semakin kesal.Erwin dengan cepat bangkit dari atas tubuhnya, tangan kanannya terangkat ke atas, lalu turun ke bawah dengan cepat, ke arah pipi Ayleen hingga suara kedua benda yang beradu dengan keras itupun tidak bisa ia hindari.Kepala Ayleen tertoleh ke kiri, sudut bibirnya kembali pecah hingga membuat cairan merah kental berbau amis keluar dari celah bibirnya yang terbuka.Mata Ayleen terbelalak, tidak menyangka jika dirinya kembali dit4m - p4r oleh sang mantan suami.Bertepatan dengan itu, Abraham yang akhirnya telah tiba di depan pintu depan, terkejut saat mendengar suara dua buah benda saling beradu kencang hingga menimbulkan suara tepukan nyaring, mata Abraham bahkan membola. "Ayleen," ucapnya lirih, terdengar panik.Abrah
Namun lelaki itu gegas menggeleng kuat, berusaha menyadarkan dirinya sendiri dari rasa kagum yang ia rasakan. "Ini gak boleh terjadi Abra! Ingat, kamu sudah tua. Sementara Ayleen masih sangat muda. Dia tidak mungkin menyukaimu, apalagi sampai jatuh cinta denganmu," batinnya, berusaha keras menolak kenyataan yang ada.Ayleen yang melihat sang majikan mengangguk lalu menggeleng, seketika mengerutkan keningnya heran. Tidak mengerti kenapa lelaki itu bertingkah di luar kebiasaannya yang selalu kaku dan datar layaknya robot.Ayleen lantas kembali memberanikan dirinya untuk bertanya. "Pak," panggilnya pelan."Heh!" ucap Abraham, tanpa sadar menyeletuk. Ia lantas membungkam mulutnya sendiri, merasa sangat malu karena telah bersikap tidak jelas.Sementara Ayleen hanya bisa ternganga lebar, tidak menyangka jika sang majikan yang selalu bersikap kaku bisa merubah sikapnya layaknya manusia biasa.Abraham pun berdehem singkat, menarik perhatian Ayleen, membuat mata wanita itu mengerjap, lalu menu