Share

Bab 40 - ISKDT

Penulis: Pena_Zahra
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bab 40

Ayleen terpana. Mulutnya terkatup rapat, bungkam seribu bahasa. Namun dirinya tidak menampik jika ia kini tengah berdebar-debar.

Sementara Abraham gegas memejamkan matanya, merasa apa yang ia ucapkan semakin ngelantur.

Abraham lantas kembali berdehem singkat. "Maaf, saya salah bicara. Tolong lupain apa yang sudah saya ucapkan!" titahnya seraya melepaskan kungkungannya, bergerak ke samping kanan dengan wajah terlihat serius menekuri pekerjaannya.

Ayleen bergeming, jantungnya yang semula terasa meledak-ledak, kini pecah berkeping-keping. Kepalanya menunduk dalam dengan Hela napas berat lolos dari mulutnya, berusaha mengurai sesak yang melanda jiwa. Bahkan tanpa sadar membuatnya menitikkan air mata.

Abraham menoleh pada Ayleen. Tangannya yang sedang memencet tombol penghancur, terhenti seketika. "Kamu nangis, Ay?" tanyanya tanpa rasa bersalah.

Ayleen gegas mengusap sudut matanya yang memang mengeluarkan cairan bening itu deng
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (3)
goodnovel comment avatar
ulfatu ludfiati
bu emil mungkin mw ngasih prank lagi, wkwkwkw
goodnovel comment avatar
Aii Lusi
ditunggu lagi kak lanjutnya
goodnovel comment avatar
Fitri Yani
ah pak duda gitu amat.......jangan bikin ayleen bingung donk......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 41 - ISKDT

    "Mama. Ada apa, Ma?!" tegur Abraham seraya mengusap dadanya akibat terkejut dengan kedatangan ibunya yang tiba-tiba."Boleh Mama masuk, Abra?" tanya Bu Emil meminta ijin.Abraham mengangguk, ia gegas menepi, menyilakan ibunya untuk masuk ke dalam kamar. Keduanya lantas berjalan beriringan menuju sofa yang ada di pojok ruangan dekat dengan balkon, duduk berseberangan."Ada apa, Ma?" tanya Abraham kembali.Bu Emil bungkam. Namun tangan kanannya gegas merogoh saku bajunya, kemudian menyodorkan ponsel miliknya pada sang putra yang gegas menyambutnya dengan kening berkerut."Ini apa, Ma?" tanya Abraham heran."Buka aja!" titah Bu Emil sembari menggendikkan dagu ke depan.Abraham menurut, ia lantas membuka layar ponsel ibunya yang telah menyala, menggesernya ke atas sehingga isinya terlihat. Matanya terbelalak lebar saat melihat photo saat dirinya mengajari Ayleen membuat kopi. Wajahnya seketika bersemu merah.Dengan gerakan kikuk, Abraham menyodorkan kembali ponsel sang bunda ke hadapan wa

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 42 - ISKDT

    "Ayleen!" tegur Surya saat melihatnya justru terperanjat kaget. Bahkan tidak merespon sedikit pun ucapannya.Ayleen berjengit kaget. Ia lantas berdehem, kemudian menatap tajam wajah ayah tirinya. "Maaf, Yah. Aku gak punya buat buat ngasih ke Ayah," tukasnya dengan tegas.Surya terkejut. Matanya bahkan terbelalak, tidak percaya jika sang putri enggan membantunya. Tak lama berselang, wajahnya berubah menjadi merah padam menahan murka. "Oh, jadi kamu gak mau bantu Ayah lagi?" tanyanya dengan nada terluka.Maaf sekali lagi, Yah ... jawabanku tetap sama, aku gak bisa ngasih Ayah uang lagi," ucap Ayleen tegas dengan wajah mengeras.Surya tercekat. "Tapi, kenapa?" tanyanya semakin terluka."Karena Ayah bukan tanggung jawab aku!" Ayleen berujar tegas."Apa kamu gak kasian sama Ayah, Nduk?" Surya mulai mengeluarkan jurus memelas. "kasihanilah Ayah, Nduk," mohonnya sembari menjatuhkan bobot tubuhnya, berdiri di atas lutut dengan kedua tangan saling bertaut di depan wajah."Ayah!" pekik Ayleen t

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 43 - ISKDT

    Bab 43"Astaghfirullah hal adziim ... Ibu," gerutu Ayleen memekik kecil secara tiba-tiba seraya mengusap dadanya berulang-ulang guna memenangkan debar jantungnya."Kenapa, Ay? Kamu terkejut, ya?" ledek Bu Emil, tidak mempermasalahkan sikap kurang ajar Ayleen yang sudah ia anggap seperti calon menantunya sendiri. Ia bahkan tersenyum simpul, sama sekali tidak terlihat emosi."Iya, Bu. Saya kaget banget. Saya kira tadi siapa? Eh, ternyata Ibu. Ada ap—?""AYLEEN!" teriak kencang Abra sembari mendorong kuat pintu yang terbuka separuh hingga terdengar bunyi berdebum nyaring. Wajahnya bahkan terlihat panik.Sementara Ayleen dan Bu Emil terkejut seketika. Mata mereka membola dengan ekspresi kaku, tidak menyangka akan melihat ekspresi lain di wajah Abraham.Abraham yang melihat kalau Ayleen berada dua langkah di dekatnya, gegas memangkas jarak mereka. "Kamu baik-baik saja? Ada yang terluka? Kenapa kamu berteriak? Apa ada yang menyakitimu? " tanyanya bertubi-tubi dengan raut panik yang begitu

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 44 - ISKDT

    Ayleen baru saja selesai mengajak Sam berkeliling di taman belakang saat Bu Emil memanggilnya. "Ay!"Ayleen berbalik, menoleh pada sang majikan. "Ya, Bu.""Kamu bisa bikin kue, gak?" tanya Bu Emil berbasa-basi sembari berjalan ke arah Ayleen. "Ibu berencana pengen bikin kue karena sebentar lagi Abraham ulang tahun." Nampaknya mode perjodohan ala dirinya masih berlangsung.Ayleen mengangguk dengan polosnya. "Bisa, Bu," tukasnya."Kue ulang tahun, kamu, bisa?" tanya Bu Emil, memperjelas pertanyaannya."In syaa Allah, bisa, Bu!" sahut Ayleen tegas.Kedua tangan Bu Emil seketika ia katup kan di depan dada, terlihat merasa begitu bangga dengan kemampuan sang calon menantu. Wajahnya menggambarkan kebanggaan. "Duh ... jadi gak sabar pengen liat," ungkapnya dengan binar penuh harap."Saya pernah jualan kue-kue kering maupun basah, Bu. Saya juga pernah bikin kue ulang tahun buat anak tetangga yang kebetulan ingin berulang tahun. Namun dia tidak mampu membeli," papar Ayleen."Hanya saja, kue ul

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 45 - ISKST

    "Kita langsung berangkat aja, Bik!" ajak Ayleen, enggan menjawab pertanyaan Bik Ida."Oh, ya udah. Siap, Neng!" sahut Bik Ida.Keduanya lantas berjalan bersisian menuju pintu gerbang. Bik Ida menutup pintu dari luar begitu mereka telah keluar dari gerbang."Udah, Bik?" tanya Ayleen, berdiri di belakang Bik Ida yang nampak sibuk memasang slot kunci. Tak lama, wanita paruh baya itu mengangguk. Lalu mereka pun mulai berjalan menuju tempat yang dituju.Mereka memang memilih untuk menempuh perjalanan dengan berjalan kaki, sembari berolah-raga."Inilah pasar yang Bibik bilang, Neng," ungkap Bik Ida. "Deket, kan? Apalagi kalo jalan sambil ngobrol. Gak berasa jadinya," lanjutnya lagi.Ayleen mengangguk mengiyakan. "Iya, Bik.""Yuk, Neng. Kita masuk ke dalam! Mumpung masih jam segini, yang jualan udah pada buka semua," ajak Bik Ida. Tangan kanannya terulur, menepuk pelan punggung Ayleen seraya melangkah masuk."Iya, Bik," sahut Ayleen, mengikuti langkah kaki Bik Ida.Keduanya lantas mulai memb

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 46 - ISKDT

    Bab 46"Ba-bagaimana bisa?!" tanya Bu Emil tergagap, matanya bergerak liar, berusaha mencari jawaban.Bik Ida tidak bisa menjawab sepatah katapun. Ia hanya bisa tergugu semakin nyaring, membuat Bu Emil panik."Bik, coba cerita pelan-pelan, bagaimana kejadian yang sebenarnya? Kan, siapa tau kalau Ayleen sedang pergi beli pulsa ke counter, ataunada keperluan lainnya mungkin," tukas Bu Emil, berusaha meyakinkan Bik Ida, meskipun dirinya sendiri tidak yakin dengan ucapannya."Neng Ayleen beneran hilang, Bu," balas Bik Ida di tengah isakannya."Kenapa Bibik bisa yakin, kalau Ayleen hilang?!" desak Bu Emil."Ka-karena ... be-belanjaan berserakan di atas tanah, di ... di tempat Neng Ayleen nungguin Bibik, Bu!" Terang Bik Ida lagi, dengan suara terbata-bata."Astaghfirullah hal adziim!" ucap Bu Emil, wanita yang melahirkan Abraham itu tampak terkejut, ia lemas dan seketika kembali menjatuhkan bobot diri di sofa."Bagai

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 47 - ISKDT

    Bab 47"Apa kamu tahu, siapa kira-kira yang menculik Ayleen, Abra?" tanya Bu Emil frustrasi."Saya belum tahu, Ma," sahut Abraham, menggeleng lemah."Kalau orang yang dicurigai? Mama sih takutnya ada orang yang berniat jahat sama Ayleen. Misalnya orang yang gak suka sama dia, mungkin." Bu Emil terus meraba-raba."Apa jangan-jangan yang menculiknya ayahnya sendiri? Mungkin saja, kan, dia kesal karena Ayleen tidak bersedia memberi uang. Seperti cerita mu beberapa hari yang lalu!""Lalu dia menculik Ayleen dengan niat agar kita memberikan uang tebusan. Bagaimana menurutmu, Abra?" tanyanya berapi-api."Itu tidak mungkin, Ma.""Kenapa kamu bisa seyakin itu?" tuntut Bu Emil."Karena saya selalu mengawasinya sejak hari itu, dan tidak ada satupun hal mencurigakan yang dia lakukan setiap harinya," ungkap Abraham.Bu Emil lantas menganggukkan kepalanya mengerti bersama hela napas pendek yang ia hembuskan."Lalu ... menurut kamu, siapa pelakunya?" tanya Bu Emil kembali, berharap segera mendapatk

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 48 - ISKDT

    48Ayleen terkejut setengah mati. Ia bahkan menyeret tubuhnya agar berhasil menjauhi Erwin yang ia anggap tengah kesurupan. Air matanya berlinang membasahi pipi. Kepalanya bahkan menggeleng kaku, merasa sangat ketakutan saat melihat Erwin benar-benar melucuti pakaiannya satu persatu."Ja-jangan lakukan itu, Bang! Aku mohon!" pinta Ayleen dengan bibir bergetar hebat, begitupula dengan sekujur tubuhnya yang ikut bergetar."Kenapa aku harus menuruti kemauan mu, Sayang," kekeh Erwin menolak permintaan Ayleen. Lelaki itu bahkan menyeringai lebar dengan air liur hampir menetes saat melihat wajah ketakutan Ayleen, bukannya membuatnya kasihan melainkan semakin berhasrat ingin segera menuntaskan keinginannya.Dengan langkah bak serigala lapar, Erwin berjalan mendekati Ayleen yang semakin cepat menyeret tubuhnya agar semakin menjauh. Erwin terkekeh nyaring, senang melihat Ayleen bertingkah layaknya gadis yang masih utuh."Ayo, Sayang ... layani aku, aku sudah sangat rindu harum tubuhmu," pinta

Bab terbaru

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 113

    Ayleen menjejakkan kakinya ke dalam kamar hotel yang telah diatur, seolah-olah menunggu kedatangan pasangan pengantin baru. Cahaya lembut dari lentera aroma menyala redup, memancar ke seluruh ruangan, menyelimuti segala sudut dengan kehangatan yang mengundang. Di pojok kamar yang menawarkan sudut yang paling menenangkan, sebuah ranjang yang menggoda dengan ukuran king terhampar dengan sempurna, menciptakan fokus yang tak terhindarkan begitu seseorang memasuki ruangan. Ranjang itu bukan hanya sekadar furniture biasa; ia adalah pusat segala kemewahan dan keindahan. Di sekelilingnya, kelambu sutra putih mengalir dengan anggun, membingkai ranjang dengan sentuhan lembut yang melambangkan keintiman dan romansa. Setiap lipatan kelambu menambahkan kedalaman pada suasana ruangan, seolah-olah mengundang seseorang untuk memasuki dunia impian yang diciptakan oleh ranjang itu sendiri. Dan di puncak ranjang, sepasang bantal berwarna krim diletakkan dengan hati-hati, menambahkan sentuhan akhir da

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 112

    Dinginnya sel penjara menyergap Airin begitu dia terbangun dari tidurnya yang tidak nyenyak. Dengan mata yang terbuka perlahan, dia merasakan kekakuan menyelubungi tubuhnya seperti selimut yang tak diinginkan. Udara di sekelilingnya terasa padat, menyebabkan napasnya tersengal-sengal di dalam ruangan sempit dan gelap itu.Langit-langit yang rendah menyelimuti sel itu dengan kegelapan. Cahaya redup dari lampu yang kusam hanya menyorot sudut-sudut gelap, meninggalkan bayangan-bayangan menyeramkan di setiap sudut ruangan. Udara terasa kaku dan hampa.Airin berusaha untuk duduk tegak, tetapi rasa lesu yang melumpuhkan tubuhnya membuatnya terpaksa membiarkan dirinya terbaring kembali di atas kasur yang keras dan dingin. Dia merasakan getaran dingin merambat dari lantai beton ke dalam tulang-tulangnya, menyebabkan tubuhnya menggigil tanpa henti.Setiap hembusan napasnya terasa berat, seperti tercekik oleh udara yang terasa sesak. Dia merasakan kekosongan yang mengisi ruang di dalam dadanya,

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 111

    Langit senja memerah di ufuk barat ketika Hartawan memarkir mobilnya di depan rumah sakit. Udara sejuk April menyapa mereka begitu mereka keluar dari mobil. Di sampingnya, Ayleen menatap bangunan putih itu dengan ekspresi khawatir yang tersemat di wajahnya. Di dalam, Abraham baru saja diberi izin untuk pulang, tetapi kemampuan fisiknya masih terbatas. Pak Hartawan membantu Abraham, memastikan bahwa kursi roda sudah terpasang dengan baik. Abraham terlihat rapuh di antara dua sosok kuat di sisinya. Ayleen menggenggam erat tangan Abraham."Pak Abra, pasti bisa melakukannya," kata Ayleen dengan lembut, matanya penuh dengan keyakinan.Abraham tersenyum tipis. "Saya tahu."Pak Hartawan menatap kedua anak itu. Dia melangkah maju dan membuka pintu rumah, mempersilakan mereka berdua masuk. Pak Hartawan berjalan di depan, memastikan bahwa jalur keluar tidak terhalang.Mereka melintasi lorong-lorong yang dikenal oleh Abraham dengan hati-hati. Setiap langkah terasa berat bagi Abraham, tetapi dia

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 110

    Pak Hartawan menatap layar ponselnya dengan pandangan tajam, mata yang biasanya berkilat dengan kemarahan. Tangannya gemetar ketika ia mencoba menekan nomor telepon Airin, namun tak ada jawaban yang menyambut. Dia telah mencoba berkali-kali, tapi hasilnya tetap sama: keheningan dari sisi lain jalur telepon."Sial!" Pak Hartawan melemparkan ponselnya ke sofa dengan geraman frustrasi. Setelah mengetahui bahwa Airin adalah dalang di balik tragedi yang menimpa Abraham, api kemarahannya semakin berkobar. Ia tak bisa lagi menahan amarahnya yang memuncak, dan satu-satunya pikiran yang menghantui benaknya adalah bagaimana untuk menemui wanita itu.Tanpa ragu, Pak Hartawan bangkit dari sofa dan melangkah menuju pintu. Langkahnya cepat. Sebelum meninggalkan rumah, ia mengambil teleponnya kembali, kali ini untuk menelepon polisi. Setelah kemarin ragu untuk memberitahu lokasi Airin, akhirnya dia memutuskan memberi informasi itu sekarang."Saya tahu di mana Airin berada," ucap Pak Hartawan dengan

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 109

    Dalam ruang interogasi yang redup, Surya duduk dengan tatapan kosong, merasakan beban keheningan yang menekan di sekelilingnya. Di hadapannya, barisan petugas polisi duduk dengan serius, wajah-wajah mereka memancar tajam. Detik-detik terasa berlalu dalam suasana yang kaku dan hening, seolah-olah waktu telah membeku di tempat itu.Tidak ada yang mengucapkan sepatah kata pun, kecuali mungkin suara desisan halus kertas yang terlipat saat petugas mencatat apa yang dikatakan Surya. Tatapan mereka menuju ke arah Surya, menembus ke dalam dirinya dengan tajam, mencari kebenaran di balik kata-katanya, mencari jejak kelemahan yang mungkin bisa mereka manfaatkan.Surya merasakan tekanan, menghantamnya seperti badai yang mengguncang pikirannya. Dia merasa seperti ditempatkan di bawah mikroskop, diperiksa setiap pikiran dan perasaannya, tanpa celah untuk bersembunyi dari pandangan tajam petugas yang duduk di hadapannya. Rasa tak nyaman yang dalam menyelimuti hatinya, seolah-olah membalutnya.Dalam

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 108

    "Saya yakin Surya adalah pelakunya." Kalimat itu terucap dari bibir Helmy ketika ia menekan tombol telepon dengan gemetar. Suara deru kendaraan dan laporan polisi yang tak henti-hentinya terdengar di latar belakang, menciptakan suasana tak pasti di sekitar Helmi."Saya melihatnya di CCTV jalan," lanjutnya, suaranya terengah-engah karena kepanikan yang merasukinya. "Saya yakin itu dia. Surya!"Di ujung telepon, petugas polisi menangkap setiap kata Helmy dengan serius. "Baik, kami akan segera mengambil langkah-langkah selanjutnya. Apakah Anda bisa memberikan deskripsi lebih detail?" Helmi mencoba menenangkan dirinya sejenak sebelum memberikan deskripsi yang diperlukan. "Dia memiliki ciri-ciri khas, tinggi, berambut hitam. Saya yakin dia nggak akan jauh. Kami harus segera menangkapnya sebelum dia menghilang!"Petugas polisi mencatat dengan cermat setiap kata yang disampaikan Helmi. "Kami akan menyebarkan informasi ini ke seluruh anggota kami. Terima kasih atas bantuannya. Kami akan s

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 107

    Ayleen berdiri tegak di tengah dapur rumah sakit, menatap meja dengan serius. Di depannya terhampar berbagai bahan yang telah dia persiapkan untuk membuat bubur ayam, hidangan favorit Abraham. Tangan halusnya bergerak, mengambil bahan-bahan yang dibutuhkan.Dengan gerakan yang lembut, Ayleen mengambil mangkuk dari rak di sampingnya, dia menyalakan kompor, di mana api kecil mulai memancar di dalam ruangan yang terasa dingin. Cahaya api yang membara menari-nari di wajah Ayleen, menciptakan bayangan-bayangan yang menarik di dinding dapur.Ketika suara api kecil menggeliat dan berdentum di belakangnya, Ayleen mengalihkan perhatiannya kembali ke bahan-bahan di depannya. Dia dengan hati-hati menuangkan air ke dalam mangkuk, mendengarkan gemericikannya yang lembut saat air bertemu dengan permukaan logam. Setelah itu, dia mengatur api di bawah panci dengan hati-hati, memastikan bahwa suhu yang tepat tercapai untuk memasak bubur dengan sempurna.Dengan gerakan yang hati-hati, Ayleen mengambil

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 106

    Airin berbaring gelisah di atas ranjang hotel yang nyaman, matanya terpaku pada layar smartphone di tangannya. Cahaya yang samar dari lampu malam menyala memantul di wajahnya yang tegang, menciptakan bayangan yang menyeramkan di ruangan yang sunyi.Dengan napas yang terengah-engah dan jari-jemari yang gemetar, dia meluncurkan ujung jarinya di atas permukaan kaca halus ponselnya, memicu sentuhan elektronik yang membangkitkan kilatan cahaya biru. Di dalam relung internet, dia merambat dengan cermat, mencari setiap celah informasi yang mungkin bisa menghilangkan kegelisahannya. Detak jantungnya berdegup kencang, tak lagi mampu diatur oleh kesadarannya yang terjaga oleh gelisah. Ketakutannya meluap dalam aliran tak beraturan, membentuk riak-riak yang merayap dalam pikirannya. Khawatir yang tak kunjung mereda, menggelayuti dirinya seperti hujan deras yang tak kenal henti. Pikirannya hanya terisi oleh satu nama, Surya. Setiap klik dan ketukan di layar menyebabkan Airin semakin terbenam. C

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 105

    Langit pagi yang cerah menyambut Surya dengan hangat saat dia mencoba menghubungi Airin dengan telepon genggamnya. Cahaya matahari yang memancar melalui jendela memberikan suasana yang segar di ruangan itu. Namun, Surya merasa tegang saat panggilannya terus tak dijawab.Setelah beberapa nada panggilan, hanya ada suara hampa dari sisi lain telepon. Surya merasa jengkel, mendesah ringan ketika tidak mendapat respons. Dia memicingkan mata, mencoba untuk mengatasi rasa frustrasinya. Mungkin Airin sibuk, atau memang sengaja tak menjawab. Surya berusaha untuk tetap tenang dan sabar. Dia menyadari bahwa tidak selalu segala sesuatu berjalan sesuai rencana. Dengan pikiran yang masih tertuju pada Airin, dia memutuskan untuk mencoba lagi beberapa saat kemudian, berharap untuk mendapatkan jawaban yang dia cari."Sialan," desis Surya sambil mematikan teleponnya dengan gerakan kasar. "Kenapa dia tidak mengangkat telepon?"Rasa frustrasi menggelayutinya, membebani bahunya. Dia ingin mendengar suara

DMCA.com Protection Status