Share

Bab 2 - ISKDT

Penulis: Pena_Zahra
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-08 13:41:52

"Maaf, Pak ...," sesal Ayleen. Namun lelaki di hadapannya belum selesai dengan keterkejutannya. Ia hanya terdiam dan sibuk dengan pikirannya sendiri.

Tiba-tiba, dari arah mobil, seorang ibu-ibu paruh baya berteriak melalui jendela dan menyadarkan lelaki di hadapan Ayleen dari lamunan.

"Abra ...! Ayo buruan! Kita harus cepat sampai ke rumah sakit, kasihan anak kamu nangis terus!"

Dan suara tangis bayi terdengar nyaring di telinga Ayleen, mengingatkannya pada putra yang telah berpulang ke sisi Yang Maha Kuasa.

Lelaki bernama lengkap Abraham Malik Razavi itu menatap Ayleen sekilas, "minggir!" ucapnya dingin, tanpa sedikitpun berniat menolong Ayleen.

Ayleen pun mundur, ia berjalan terseok mendekati suara bayi yang terus menangis dan mengusik hatinya. Ingin hati mengetuk pintu dan membantu menenangkannya, akan tetapi ia tak memiliki nyali untuk melakukan itu. Ia sadar, ia tak berhak atas bayi itu.

Sementara Abra, ia yang masih berdiri di sisi pintu kemudi, memperhatikan gerak-gerik Ayleen yang menurutnya aneh.

Abra memandang penuh selidik ke arah Ayleen yang berjalan mendekati mobilnya. Ia berniat menghentikan, namun suara tangis baby Samuel tiba-tiba menyita fokusnya. Bayi yang sedang demam tinggi itu mungkin merasakan tubuhnya tak nyaman, sehingga ia terus saja rewel.

Bu Emil–Ibunda Abraham kembali membuka jendela saat melihat wanita yang baru saja hampir ditabrak oleh putranya itu berjalan tertatih-tatih, dalam hati ia pun membatin, tentang wajah Ayleen yang mirip dengan Airin.

"Siapa dia? Kenapa wajahnya mirip sekali dengan Airin? Apa dia Airin?" batin Bu Emil.

Ia pun segera menggeser duduknya dan membuka jendela.

"Airin!" panggilnya pada Ayleen.

Ayleen menoleh dan mendekat.

"Ibu memanggil saya?" tanya Ayleen.

"Namamu Airin?" tanya Bu Emil memastikan.

"Oh, bukan, Bu ... nama saya Ayleen ... saya pikir tadi ibu memanggil saya," sahut Ayleen tersenyum canggung.

"Oh, iya, saya memang manggil kamu. Kamu mau ke mana? Kaki kamu sakit?" tanya Bu Emil beruntun.

Ayleen mengangguk sungkan. "Saya mau ke Masjid, Bu ... untuk kakinya nggak apa-apa kok, cuma lecet sedikit," sahut Ayleen, berusaha terlihat baik-baik saja.

Bu Emil mengangguk, ia memandang Ayleen lekat, sorot matanya menunjukkan bahwa kini banyak pertanyaan yang bersarang di benaknya. Setelah cukup lama memandang Ayleen, ia membuka pintu.

"Masuklah, kebetulan kami sedang menuju rumah sakit, biar sekalian kaki kamu diobati," ajak Bu Emil. Namun ia segera mendapat peringatan dari putranya.

"Maa ... stop, Ma! Kenapa Mama malah suruh wanita itu masuk? Saya nggak mau lagi punya urusan sama dia," ucap Abhraham merasa tak sudi menyebut nama Airin.

"Maksud kamu apa, Abra ...? Jangan bilang kamu mengira dia Airin? Namanya Ayleen, bukan Airin, Abra!" ucap Bu Emil.

"Ma ... bisa aja, kan? Dia cuma pura-pura dan sengaja ingin menjebak kita? Pokoknya nggak, saya nggak setuju. Mendingan kita langsung ke rumah sakit, kasihan Samuel, dia harus segera mendapatkan penanganan.." Abraham segera bersiap melajukan mobilnya, namun sang Mama nekat membuka pintu mobil dan mempersilakan Ayleen masuk.

"Masuk, Ayleen!" titahnya pada Ayleen. Namun Ayleen terlihat ragu.

"Tidak perlu, Bu ..., saya di sini saja, silakan lanjutkan perjalanan Ibu. Maaf telah menghambat perjalanan Ibu," tolak Ayleen sopan. Ia memang sempat mendengar perdebatan antara Bu Emil dan Abra, dan ia cukup paham bahwa Abra tak menginginkan keberadaannya di sisi mereka, entah apa alasannya. Ayleen bisa merasakan lelaki itu membencinya, padahal ia tak sama sekali mengenalnya.

"Masuklah, tak perlu kau pikirkan ucapan putraku. Aku yang memintamu utnuk masuk. Kakimu perlu diobati, jangan menunda waktu, cucuku harus segera sampai ke rumah sakit!" titah Bu Emil sekali lagi.

Ayleen tak punya pilihan lain. Tak dapat dipungkiri, saat ini ia sangat membutuhkan uluran tangan orang lain. Tubuhnya semakin lemah merasakan demam akibat asi yang minta segera dikeluarkan. Setidaknya, di rumah sakit ia bisa mengeluhkan kondisinya pada dokter untuk mendapatkan penanganan.

Dan mungkin pertemuan mereka yang tak sengaja ini merupakan bagian dari takdir Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah mengatur keberlangsungan hidupnya di tengah keterasingannya.

"Abra! Jalankan mobilnya!" titah Bu Emil seraya menenangkan cucunya yang terus saja menangis.

"Cup ... cup ... cup ... Sam ... sebentar lagi kita sampai, sabar ya Cucu Oma," ucap Bu Emil sambil menenangkan Baby Samuel dalam gendongannya.

"Maaf, Bu ... cucunya kenapa?" tanya Ayleen perhatian. Jiwa keibuannya mendadak muncul kembali saat melihat Samuel yang tak berhenti menangis.

"Dia sedang sakit, tubuhnya demam tinggi, mangkanya rewel." Bu Emil menjawab apa adanya.

Dalam hati Ayleen bertanya-tanya, ke mana kah gerangan ibunya? Kenapa bayi ini hanya bersama neneknya? Namun ia menahan diri untuk ingin tahu lebih dalam tentang urusan orang lain, terlebih di sini ia bukan siapa-siapa.

"Kasihan sekali, Bu ..., mau coba saya gantikan gendongnya, Bu? Barangkali sama saya bisa tenang?" tawar Ayleen, namun seketika Abram menyahut dari depan.

"Nggak usah! Jangan sentuh anakku! Lagi pula kamu baru saja dari luar, sudah pasti tangan dan pakaianmu kotor!" ucap Abram merasa keberatan putranya digendong oleh Ayleen. Ia masih merasa bahwa Ayleen adalah Airin, mantan istrinya yang lebih memilih pergi dengan lelaki lain, dan meninggalkannya bersama buah hati mereka. Istri yang ia cintai dengan tulus, namun ternyata hanya memanfaatkan kekayaannya.

Ia menganggap, Ayleen adalah Airin yang ingin memanfaatkan kondisi untuk mendekati putra mereka kembali demi mendapatkan nafkah darinya. Sementara putusan sidang sudah memutuskan, bahwa hak asuh Samuel jatuh pada Abraham, karena Airin dinilai tidak layak oleh Pengadilan agama, walaupun masih berada di masa pengasuhan Ibu. Kasus perselingkuhan, dan keburukan perangainya, menjadikan putusan sidang atas hak asuh Samuel jatuh pada ayahnya.

Ayleen tidak memaksa, begitupun dengan Bu Emil. Sebagai ayah dari Samuel, Abraham memang yang paling berhak terhadap putranya. Jika sekali ia berkata tidak, maka tetap tidak ada yang bisa mengganggu keputusannya. Walaupun itu neneknya sendiri.

Akan tetapi, Ayleen tidak diam begitu saja. Ia mendekati bayi berusia tiga bulan tersebut, kemudian mencoba mengajaknya berkomunikasi, menunjukkan gaya-gaya lucu agar bayi itu merasa terhibur. Sama seperti yang selama ini ia lakukan pada almarhum putranya.

Ajaibnya, bayi itu terlihat tenang saat berhadapan dengan Ayleen, mungkin ia merasa tengah memandang wajah ibunya, sehingga tangisnya mereda dan berganti celotehan khas bayi seumurannya.

"Dia tenang saat menyadari kehadiranmu, Ayleen," ucap Bu Emil merasa takjub. Hal yang sama juga dirasakan oleh Abraham.

"Kenapa Samuel bisa langsung diam saat melihatnya? Apakah dia benar-benar Airin?" batinnya bertanya-tanya.

"Lihatlah, Abra! Samuel langsung diam saat menyadari kehadiran Ayleen. Menurut Mama nggak ada salahnya Ayleen menggendong Samuel, setidaknya supaya dia lebih tenang. Kasihan dia, pasti dia capek karena nangis terus." Bu Emil mencoba merayu putranya sekali lagi.

"Tidak, Ma ... sekali tidak tetap tidak. Samuel lagi sakit, kita harus menjaga kebersihan tubuhnya, jangan sampai sakitnya bertambah parah akibat terkontaminasi kuman-kuman dari luar." Abraham tetap menolak. Alasannya cukup masuk akal.

Bu Emil menghela nafas panjang. Ia paham betul bagaimana watak putranya yang kaku itu.

Memaksakan kehendak hanya akan berakhir percuma. Ia pun hanya bisa membiarkan Ayleen mengajak cucunya berbicara, dan tidak membiarkannya untuk menggendongnya, meski sesekali bayi itu kembali menangis akibat merasakan tak nyaman dalam tubuhnya.

Pandangan Ayleen terus terfokus pada bayi yang gelisah di dalam gendongan neneknya, ada getaran yang tidak bisa ia definisikan saat ia memandangi wajah Baby Samuel. Sorot matanya menggambarkan cinta, bahkan ia menemukan chemistry yang sangat kuat antara ia dan Samuel di pertemuan pertama mereka.

mendadak rasa rindu terhadap putranya yang telah pergi merayapi hati, ingin hati merengkuh Samuel sebagai pengobat rindu, namun apa daya jika bapaknya tak memberi izin.

Ayleen tersenyum ke arah bayi yang fokus memandanginya itu, "Kenapa aku melihat diriku di wajah bayi ini, ya?" batinnya bertanya-tanya.

Bab terkait

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 3 - ISKDT

    Baby Samuel telah mendapatkan penanganan, begitupun dengan Ayleen. Bayi itu kini terlelap dalam tidurnya, mungkin efek obat telah bekerja, sehingga ia bisa tidur cukup nyenyak.Samuel dan Ayleen masih sama-sama di IGD. Letak mereka berdampingan. Hanya terpisah oleh korden, sehingga samar-samar, Ayleen dapat mendengar apa yang tengah dibicarakan oleh Daddy dan omanya Samuel."Kasihan, Samuel, sejak lahir, ia sakit-sakitan, ini pasti karena dia tidak mendapatkan asi dari ibunya. Padahal asi itu sangat penting untuk kekebalan tubuhnya." Bu Emil berucap seraya memandang sayu cucu yang terbaring lemah dengan selang infus yang menempel di tangannya."Salahkan saya, Ma ... saya yang salah dalam memilih istri. Sebenarnya saya juga sangat ingin memberikan hak asi Samuel, tapi apa daya jika ibunya tak bersedia? Airin lebih mementingkan karirnya dan mengorbankan anaknya. Ia meyakini bahwa menyusui akan merusak body-nya, dan itu tak kan baik untuk karirnya sebagai model, sebab itu Airin enggan me

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-19
  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 4 - ISKDT

    "Kamu tidak perlu memikirkan itu, urusan Abra, nanti biar menjadi urusan Ibu, yang terpenting kamunya mau dulu.Jujur Ibu tak tega melihat Samuel, sejak bayi dia tidak pernah mendapatkan asupan asi. Dia tumbuh menjadi bayi yang menggemaskan dengan badannya yang gembil, tapi di balik itu, daya tubuhnya sangat lemah, sudah tak terhitung berapa kali dia dirawat di rumah sakit ini. Kondisi kesehatan Samuel, sangat tidak sesuai dengan pertumbhan berat badannya. Untuk itu, Ibu nengharapkan kamu bisa menjadi ibu susu untuknya, Ayleen.Ibu yakin, tidak ada kebetulan di dunia ini. Pertemuan kita hari ini, pastilah tak luput dari campur tangan takdir-Nya. Walau terkesan tak sengaja, tapi ternyata ada hikmah di balik itu. Hikmah untukmu yang membutuhkan pekerjaan, juga untuk Samuel yang membutuhkan asi. Bagaimana, Ayleen? jangan risaukan soal pembayaran, Ibu bersedia membayar berpapun tarif yang kamu pasang. Asalkan kamu bersedia mengasihi Samuel sampai genap usianya dua tahun nanti." Bu Emil b

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-29
  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 5 ISKDT

    Bab 5Suara tangis Baby Samuel membangunkan Abraham dan Bu Emil dari tidur mereka. Hari sudah pagi, namun karena semalaman begadang, keduanya tak dapat menahan kantuk lagi. Bahkan Abra sampai tidak ke kantor demi menjaga putra tercintanya.Baby Samuel sudah dipindahkan ke ruang perawatan, sehingga Abra dan mamanya bisa beristirahat dengan nyaman. Namun belum la mata terpejam, tangis bayi itu kembali terdengar. Gegas Abra menghampiri putra kesayangannya itu, lalu membawanya ke dalam gendongan."Cup cup cup, Sayang ... ini Daddy ... kamu tenang ya, Sam ...," ucapnya berusaha menenangkan Baby Samuel, namun sepertinya usahanya tak membuahkan hasil."Kenapa Samuel, Abra?" tanya Bu Emil yang belum sadar sepenuhnya. Ia berjalan gontai mendekati anak dan cucunya."Badannya panas lagi, Ma ... mending panggil doktet atau suster, deh, Ma ...," jawab Abraham panik."Sini biar Mama yang gendong, namanya lagi sakit, ya memang begini, Abra! Masa dikit-dikit manggil dokter, manggil suster? Mereka jug

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-10
  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 6 - ISKDT

    Bab 6"Kamu—?" Abra menghentikan kalimatnya, tangannya mengusap wajah frustasi."Kalau Bapak tidak bersedia, biar saya yang ceri sendiri, Pak," ucap Ayleen menahan malu. Ia kemudian turun dari ranjang dan berjalan terpincang-pincang menuju kamar mandi.Dari tempatnya, Abraham memperhatikan Ayleen. Otaknya bekerja membayangkan bagaimana Ayleen akan berjalan mencari sesuatu yang dibutuhkannya itu. Tentu hal itu membuatnya segera merubah keputusan."Berapa ukurannya?" sambungnya cepat."Ah tidak usah, Pak ... biar saya cari sendiri," tolak Ayleen."Kamu mau mencarinya sendiri? dengan kaki yang pincang-pincang seperti itu? Butuh berapa lama waktu untuk kamu mendapatkan apa yang kamu butuhkan itu? sementara Putra saya Samuel, dia sudah menangis karena kehausan. Saya tidak mungkin membiarkannya lebih lama lagi untuk menunggu. Cepat katakan berapa ukurannya?!" titah Abraham.Sejujurnya Ayleen malu mengatakan ukuran bra-nya pada Abraham, apalagi, ukuran buah dadanya meningkat dua kali lipat s

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-11
  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 7 - ISKDT

    Bab 7Suara pintu yang digedor-gedor dengan keras diiringi teriakan yang memanggil-manggil nama Ayleen membuat Surya—ayah Ayleen terkejut dan terbangun dari tidurnya."Ada apa sih ribut-ribut?" gumamnya seraya berjalan ke arah pintu dengan sempoyongan, matanya bahkan masih tertutup sebelah, beberapa kali ia menguap, menimbulkan aroma tak sedap dari mulutnya.Surya membuka pintu dengan muka bantalnya, dan cukup terkejut, saat mendapati Erwin yang berada di sana."Juragan muda," ucapnya seraya menegakkan posisi dirinya."Ooohh, aku tau sekarang kenapa anakmu itu males kali jadi istri, ternyata emang turunan bapaknya. Pemalas! Sudah lah miskin bukannya sadar diri buat cari kerja, malah males-malesan, pantesan utang numpuk!" omel Erwin menumpahkan emosi pada mertuanya."Ngapunten Juragan muda, ada apa? Kenapa teriak-teriak di rumah saya?" tanya Surya berusaha tetap sopan di depan anak juragan yang sangat diseganinya. Sebenarnya ia tak begitu segan, hanya saja karena ia terikat banyak huta

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-12
  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 8 - ISKDT

    Bab 8"Makan yang banyak, Ayleen! Sayurannya jangan lupa. Kamu butuh semua itu untuk asimu!" titah Abraham, kini mereka tengah berada di meja makan untuk makan malam.Ayleen tengah menikmati ayam panggang bumbu rujak lengkap beserta sayur urapnya. Makanan yang ia idam-idamkan sejak hamil namun baru terwujud sekarang.Meski Erwin seorang putra juragan, namun ia tak pernah memberi jatah makan Ayleen dengan layak. Alasannya karena keberadaan Ayleen hanya sebagai penebus hutang, sehingga, makanan yang disajikan di meja khusus untuknya, dan Ayleen hanya berhak memakan sisanya. Ia memperlakukan Ayleen layaknya seorang budak yang tiada harganya.Tak jarang Ayleen hanya makan dengan sisa sambel di cobek, asal perut terisi walau sering kali tak kenyang.Lalu hari ini ia seperti mimpi, tiba-tiba disuruh memilih menu kesukaan dan hanya dalam hitungan menit makanan itu telah tersaji di hadapan.Merasa terharu, beberapa kali Ayleen tampak menyusut air mata agar tak sampai tumpah. Ia menikmati deng

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-13
  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab. 9 - ISKDT

    Bab 9Setelah sarapan dan memastikan Ayleen memenuhi kebutuhan nutrisinya dengan mengkonsumsi makanan sehat, susu dan juga multivitamin, Abra segera berpamit untuk pergi ke kantor."Saya ke kantor dulu ya, Ma ... sepertinya hari ini akan pulang terlambat, karena ada beberapa urusan yang harus diselesaikan." Abra berpamit pada mamanya."Ya sudah, hati-hati," ucap Bu Emil seraya memberikan tangannya, Abra segera menyambut dan menciumnya."Kalau ada apa-apa tolong dikabari ya, Ma ... titip Samuel," pesan Abra. Bu Emil mengangguk mengiyakan.Abraham kemudian beralih pada putranta yang tengah tertidur di dalam gendongan Ayleen. Ia menyentuh kepalanya, mengusap pelan rambut tipisnya, seraya mencium kening Sam dengan penuh cinta dan kelembutan."Saya titip Samuel ya, Ayleen. Pastikan kebutuhannya terpenuhi." Abra berpesan pada Ayleen."Baik, Pak," sahut Ayleen.Abra mencium sekali lagi pipi gembil Samuel, kemudian segera beranjak menuju kantornya.***"Permisi, Pak ... Anda memanggil saya?"

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-14
  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 10 - ISKDT

    Bab 10Jelang Maghrib, Abra baru datang dari kerja. Seperti biasa, yang pertama dicarinya adalah Sam, putranya.Abra menemui mamanya yang sedang asyik menonton acara ajang memasak di TV, kemudian mencium tangannya sebagai bentuk hormat."Samuel mana, Ma? Hari ini dia rewel nggak?" tanya Abra pada mamanya."Samuel ada, dia nggak rewel kok, pinter banget malah hari ini. Semenjak ada Ayleen, Mama perhatikan dia lebih tenang. Mungkin dia nyaman, karena Ayleen selalu rutin menyusui dan mengecek popoknya. Mama lihat, Ayleen juga aktif mengajak Sam berkomunikasi, walau terlihat satu arah, tapi Sam menikmati itu, dia jadi happy dan nggak rewelan lagi," tutur Bu Emjl panjang lebar.Abra tersenyum puas mendengar penjelasan mamanya, tiada kabar yang lebih baik baginya saat pulang kerja kecuali kondisi Samuel yang aman dan tidak rewel, sesederhana itu kebahagiaan Abra."Saya jadi nggak sabar ingin ketemu, Sam," ucap Abra."Coba saja kamu temui di kamarnya, tadi selesai mandi, Ailin langsung membe

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-15

Bab terbaru

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 113

    Ayleen menjejakkan kakinya ke dalam kamar hotel yang telah diatur, seolah-olah menunggu kedatangan pasangan pengantin baru. Cahaya lembut dari lentera aroma menyala redup, memancar ke seluruh ruangan, menyelimuti segala sudut dengan kehangatan yang mengundang. Di pojok kamar yang menawarkan sudut yang paling menenangkan, sebuah ranjang yang menggoda dengan ukuran king terhampar dengan sempurna, menciptakan fokus yang tak terhindarkan begitu seseorang memasuki ruangan. Ranjang itu bukan hanya sekadar furniture biasa; ia adalah pusat segala kemewahan dan keindahan. Di sekelilingnya, kelambu sutra putih mengalir dengan anggun, membingkai ranjang dengan sentuhan lembut yang melambangkan keintiman dan romansa. Setiap lipatan kelambu menambahkan kedalaman pada suasana ruangan, seolah-olah mengundang seseorang untuk memasuki dunia impian yang diciptakan oleh ranjang itu sendiri. Dan di puncak ranjang, sepasang bantal berwarna krim diletakkan dengan hati-hati, menambahkan sentuhan akhir da

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 112

    Dinginnya sel penjara menyergap Airin begitu dia terbangun dari tidurnya yang tidak nyenyak. Dengan mata yang terbuka perlahan, dia merasakan kekakuan menyelubungi tubuhnya seperti selimut yang tak diinginkan. Udara di sekelilingnya terasa padat, menyebabkan napasnya tersengal-sengal di dalam ruangan sempit dan gelap itu.Langit-langit yang rendah menyelimuti sel itu dengan kegelapan. Cahaya redup dari lampu yang kusam hanya menyorot sudut-sudut gelap, meninggalkan bayangan-bayangan menyeramkan di setiap sudut ruangan. Udara terasa kaku dan hampa.Airin berusaha untuk duduk tegak, tetapi rasa lesu yang melumpuhkan tubuhnya membuatnya terpaksa membiarkan dirinya terbaring kembali di atas kasur yang keras dan dingin. Dia merasakan getaran dingin merambat dari lantai beton ke dalam tulang-tulangnya, menyebabkan tubuhnya menggigil tanpa henti.Setiap hembusan napasnya terasa berat, seperti tercekik oleh udara yang terasa sesak. Dia merasakan kekosongan yang mengisi ruang di dalam dadanya,

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 111

    Langit senja memerah di ufuk barat ketika Hartawan memarkir mobilnya di depan rumah sakit. Udara sejuk April menyapa mereka begitu mereka keluar dari mobil. Di sampingnya, Ayleen menatap bangunan putih itu dengan ekspresi khawatir yang tersemat di wajahnya. Di dalam, Abraham baru saja diberi izin untuk pulang, tetapi kemampuan fisiknya masih terbatas. Pak Hartawan membantu Abraham, memastikan bahwa kursi roda sudah terpasang dengan baik. Abraham terlihat rapuh di antara dua sosok kuat di sisinya. Ayleen menggenggam erat tangan Abraham."Pak Abra, pasti bisa melakukannya," kata Ayleen dengan lembut, matanya penuh dengan keyakinan.Abraham tersenyum tipis. "Saya tahu."Pak Hartawan menatap kedua anak itu. Dia melangkah maju dan membuka pintu rumah, mempersilakan mereka berdua masuk. Pak Hartawan berjalan di depan, memastikan bahwa jalur keluar tidak terhalang.Mereka melintasi lorong-lorong yang dikenal oleh Abraham dengan hati-hati. Setiap langkah terasa berat bagi Abraham, tetapi dia

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 110

    Pak Hartawan menatap layar ponselnya dengan pandangan tajam, mata yang biasanya berkilat dengan kemarahan. Tangannya gemetar ketika ia mencoba menekan nomor telepon Airin, namun tak ada jawaban yang menyambut. Dia telah mencoba berkali-kali, tapi hasilnya tetap sama: keheningan dari sisi lain jalur telepon."Sial!" Pak Hartawan melemparkan ponselnya ke sofa dengan geraman frustrasi. Setelah mengetahui bahwa Airin adalah dalang di balik tragedi yang menimpa Abraham, api kemarahannya semakin berkobar. Ia tak bisa lagi menahan amarahnya yang memuncak, dan satu-satunya pikiran yang menghantui benaknya adalah bagaimana untuk menemui wanita itu.Tanpa ragu, Pak Hartawan bangkit dari sofa dan melangkah menuju pintu. Langkahnya cepat. Sebelum meninggalkan rumah, ia mengambil teleponnya kembali, kali ini untuk menelepon polisi. Setelah kemarin ragu untuk memberitahu lokasi Airin, akhirnya dia memutuskan memberi informasi itu sekarang."Saya tahu di mana Airin berada," ucap Pak Hartawan dengan

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 109

    Dalam ruang interogasi yang redup, Surya duduk dengan tatapan kosong, merasakan beban keheningan yang menekan di sekelilingnya. Di hadapannya, barisan petugas polisi duduk dengan serius, wajah-wajah mereka memancar tajam. Detik-detik terasa berlalu dalam suasana yang kaku dan hening, seolah-olah waktu telah membeku di tempat itu.Tidak ada yang mengucapkan sepatah kata pun, kecuali mungkin suara desisan halus kertas yang terlipat saat petugas mencatat apa yang dikatakan Surya. Tatapan mereka menuju ke arah Surya, menembus ke dalam dirinya dengan tajam, mencari kebenaran di balik kata-katanya, mencari jejak kelemahan yang mungkin bisa mereka manfaatkan.Surya merasakan tekanan, menghantamnya seperti badai yang mengguncang pikirannya. Dia merasa seperti ditempatkan di bawah mikroskop, diperiksa setiap pikiran dan perasaannya, tanpa celah untuk bersembunyi dari pandangan tajam petugas yang duduk di hadapannya. Rasa tak nyaman yang dalam menyelimuti hatinya, seolah-olah membalutnya.Dalam

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 108

    "Saya yakin Surya adalah pelakunya." Kalimat itu terucap dari bibir Helmy ketika ia menekan tombol telepon dengan gemetar. Suara deru kendaraan dan laporan polisi yang tak henti-hentinya terdengar di latar belakang, menciptakan suasana tak pasti di sekitar Helmi."Saya melihatnya di CCTV jalan," lanjutnya, suaranya terengah-engah karena kepanikan yang merasukinya. "Saya yakin itu dia. Surya!"Di ujung telepon, petugas polisi menangkap setiap kata Helmy dengan serius. "Baik, kami akan segera mengambil langkah-langkah selanjutnya. Apakah Anda bisa memberikan deskripsi lebih detail?" Helmi mencoba menenangkan dirinya sejenak sebelum memberikan deskripsi yang diperlukan. "Dia memiliki ciri-ciri khas, tinggi, berambut hitam. Saya yakin dia nggak akan jauh. Kami harus segera menangkapnya sebelum dia menghilang!"Petugas polisi mencatat dengan cermat setiap kata yang disampaikan Helmi. "Kami akan menyebarkan informasi ini ke seluruh anggota kami. Terima kasih atas bantuannya. Kami akan s

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 107

    Ayleen berdiri tegak di tengah dapur rumah sakit, menatap meja dengan serius. Di depannya terhampar berbagai bahan yang telah dia persiapkan untuk membuat bubur ayam, hidangan favorit Abraham. Tangan halusnya bergerak, mengambil bahan-bahan yang dibutuhkan.Dengan gerakan yang lembut, Ayleen mengambil mangkuk dari rak di sampingnya, dia menyalakan kompor, di mana api kecil mulai memancar di dalam ruangan yang terasa dingin. Cahaya api yang membara menari-nari di wajah Ayleen, menciptakan bayangan-bayangan yang menarik di dinding dapur.Ketika suara api kecil menggeliat dan berdentum di belakangnya, Ayleen mengalihkan perhatiannya kembali ke bahan-bahan di depannya. Dia dengan hati-hati menuangkan air ke dalam mangkuk, mendengarkan gemericikannya yang lembut saat air bertemu dengan permukaan logam. Setelah itu, dia mengatur api di bawah panci dengan hati-hati, memastikan bahwa suhu yang tepat tercapai untuk memasak bubur dengan sempurna.Dengan gerakan yang hati-hati, Ayleen mengambil

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 106

    Airin berbaring gelisah di atas ranjang hotel yang nyaman, matanya terpaku pada layar smartphone di tangannya. Cahaya yang samar dari lampu malam menyala memantul di wajahnya yang tegang, menciptakan bayangan yang menyeramkan di ruangan yang sunyi.Dengan napas yang terengah-engah dan jari-jemari yang gemetar, dia meluncurkan ujung jarinya di atas permukaan kaca halus ponselnya, memicu sentuhan elektronik yang membangkitkan kilatan cahaya biru. Di dalam relung internet, dia merambat dengan cermat, mencari setiap celah informasi yang mungkin bisa menghilangkan kegelisahannya. Detak jantungnya berdegup kencang, tak lagi mampu diatur oleh kesadarannya yang terjaga oleh gelisah. Ketakutannya meluap dalam aliran tak beraturan, membentuk riak-riak yang merayap dalam pikirannya. Khawatir yang tak kunjung mereda, menggelayuti dirinya seperti hujan deras yang tak kenal henti. Pikirannya hanya terisi oleh satu nama, Surya. Setiap klik dan ketukan di layar menyebabkan Airin semakin terbenam. C

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 105

    Langit pagi yang cerah menyambut Surya dengan hangat saat dia mencoba menghubungi Airin dengan telepon genggamnya. Cahaya matahari yang memancar melalui jendela memberikan suasana yang segar di ruangan itu. Namun, Surya merasa tegang saat panggilannya terus tak dijawab.Setelah beberapa nada panggilan, hanya ada suara hampa dari sisi lain telepon. Surya merasa jengkel, mendesah ringan ketika tidak mendapat respons. Dia memicingkan mata, mencoba untuk mengatasi rasa frustrasinya. Mungkin Airin sibuk, atau memang sengaja tak menjawab. Surya berusaha untuk tetap tenang dan sabar. Dia menyadari bahwa tidak selalu segala sesuatu berjalan sesuai rencana. Dengan pikiran yang masih tertuju pada Airin, dia memutuskan untuk mencoba lagi beberapa saat kemudian, berharap untuk mendapatkan jawaban yang dia cari."Sialan," desis Surya sambil mematikan teleponnya dengan gerakan kasar. "Kenapa dia tidak mengangkat telepon?"Rasa frustrasi menggelayutinya, membebani bahunya. Dia ingin mendengar suara

DMCA.com Protection Status