Share

Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan
Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan
Penulis: Pena_Zahra

Bab 1 - ISKDT

Penulis: Pena_Zahra
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bab 1

"Ayleen!" suara teriakan Erwin–suami Ayleen menggema dan memantul memekakan pendengaran. Wanita 23 itu segera mendekap diri dan memejamkan mata. Berpura-pura tak mendengar teriakan lelaki bergelar suami yang sudah menyulap rumah laksana neraka.

Tengah malam datang dan berteriak, Ayleen yakin suaminya itu tengah mabuk, dan ini adalah pertanda bahaya baginya. Mabuk-mabukan memang sudah menjadi kebiasaan Erwin.

"Anj*r, punya bini kerjaannya molor mulu! Bangun kau!" teriak Erwin, tangannya menarik paksa tangan Ayleen hingga tubuh ringkihnya itu terduduk.

"Ada apa sih, Bang? Datang-datang udah marah aja. Bisa nggak sih, banguninya jangan kasar gitu?" Ayleen memprotes.

Bukannya menjawab, Erwin malah melepas pakaiannya, tentu hal itu membuat Ayleen terkejut.

"Abang mau apa?" cicit Ayleen, reflek memundurkan dirinya.

"Kamu nanya?" sahut Erwin seraya mengikis jarak antara ia dan istrinya, lelaki itu tersenyum penuh makna, nafasnya berhembus menerpa wajah Ayleen, aroma alkohol menguar menelusuk indra penciuman dan membuat Ayleen mual.

"Aku udah nggak tahan," bisiknya tepat di telinga Ayleen, seketika bulu di tengkuknya berdiri, merinding.

"Jangan, Bang ... nifasku belum bersih," ucap Ayleen beralasan, mencoba menghindari sentuhan suaminya. Ia belum siap, bahkan area bawahnya masih terasa perih akibat bekas jahitan yang infeksi.

"Bohong! Aku lihat kau sholat tadi. Cepat layani aku!" lelaki bengis itu membuka paksa pakaian bawah Ayleen. Menahan kedua tangan Ayleen di atas dan mencengkramnya erat supaya Ayleen tak dapat melawan. Ayleen berusaha memberontak, namun kekuatannya tak sebanding dengan lelaki bergelar preman kampung itu.

Ayleen hanya bisa pasrah, dan menahan perih lahir batin akibat ulah suaminya.

***

Ayleen menatap nanar kepergian lelaki yang baru saja menggagahinya. Cairan bening berdesak-desakan memenuhi benteng pertahanan matanya. Rasanya sakit, walau yang melakukannya adalah suami sendiri. Jika ada istilah diperk*sa suami sendiri, maka kondisi itulah yang sesuai dengan apa yang dialami Ayleen saat ini.

Bagaimana tidak? Lelaki itu selalu melakukannya dengan kasar dan brutal, apalagi jika dia datang dalam keadaan mabok seperti ini, dia akan kalap layaknya seekor binatang yang tak berperikemanusiaan.

Bahkan, belum genap satu bulan ia melahirkan putra pertama mereka secara normal, tapi lelaki itu telah mendatanginya dengan paksa. Mengabaikan rasa perih dan nyeri yang ia keluhkan akibat luka bekas jahitan yang belum sembuh total.

Ayleen memeluk lututnya sendiri, membiarkan air mata terjun membasahi pipi, terisak di tengah keheningan malam seorang diri, meratapi nasib yang begitu menyedihkan.

Tak hanya luka fisik yang ia rasakan, siksaan batin pun harus ia telan selama hampir satu tahun pernikahan. Baru berlalu tiga hari sejak kematian bayi yang baru saja dilahirkan, tapi sedikitpun lelaki bajingan bergelar suami itu tak menunjukkan rasa empati. Ia hanya tahu cara membuang benih, tanpa sedikitpun memiliki tanggung jawab terhadap anaknya.

Kematian putranya membuat Ayleen semakin hancur. Rasanya belum sempat ia menyembuhkan baby bules yang dideritanya, ia harus menelan pil pahit kehidupan dengan kehilangan anaknya.

Padahal, selama ini, bayi itulah satu-satunya alasan yang membuatnya berbesar hati menjalani pernikahan toxic-nya. Pernikahan yang terjadi atas dasar keterpaksaan.

Tak lagi bisa menahan rasa sakit hati, Ayleen memutuskan untuk pergi. Ayleen mulai memutar isi kepala, menyusun rencana untuk menata hidupnya kembali setelah kebebasannya dari kekangan suami toxic.

***

Di pertengahan malam, langkah Ayleen terhenti di pinggiran taman kota. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi dari rumah yang terasa seperti neraka baginya. Walau ia sendiri tak tahu, ke mana ia akan berlabuh.

Ia berhasil melarikan diri saat lelaki bergelar suami itu terlelap dalam tidurnya. Tanpa bekal apapun dari rumah, bahkan ponselnya saja sengaja ia tinggal agar keberadaannya tak terlacak. Ia hanya memungut tiga lembar uang seratus ribuan dari dompet suaminya yang tergeletak di meja.

Ayleen terduduk di sebuah bangku taman, sejenak mengistirahatkan dirinya setelah berjalan sekian kilo meter. Pandangannya kosong mengarah ke jalan raya dengan kendaraan yang masih berlalu-lalang. Terlihat cukup lenggang di pertengahan malam.

Kedua sudut bibirnya terangkat perlahan, "ternyata hidup terkatung-katung di jalan seperti ini jauh lebih indah daripada bertahan di dalam rumah mewah rasa neraka itu. Aku jadi nyesel, kenapa nggak ngelakuin ini dari dulu?" gumamnya seraya menyandarkan tubuh pada sandaran bangku. Menikmati gemerlap malam di kota yang konon dikenal dengan keindahan alamnya.

Dingin, menjadi ciri khas kota Malang, namun rasa dingin itu, tak membuat Ayleen merasa tak nyaman. Ia menikmatinya. Lelahnya langkah, dinginnya udara, kesendirian dan kesepian di tengah keramaian, semua itu, ia menikmatinya.

***

Kendaraan yang ditumpangi Ayleen berhenti di sebuah pemberhentian Bus di perbatasan Surabaya dan Sidoarjo. Terminal Bungur Asih, begitulah plang nama yang dibacanya.

"Bismillah ... semoga di belahan bumi ini aku bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik," harapnya dalam hati. Sebenarnya ia ingin pergi lebih jauh, tapi apalah daya, uang yang ia miliki tak cukup banyak untuk keluar dari Jawa Timur.

Menyadari dirinya telah jauh dari tempat asal, Ayleen kembali teringat akan ibu yang telah pergi menghadap Tuhan. Rasa rindu tiba-tiba menyapa, Rindu akan belaian kasih sayangnya di saat-saat seperti ini, saat di mana dunia tengah menunjukkan kekejaman terhadapnya.

Tangannya menekan dada agar rasa sesak sedikit teralihkan, namun yang ia rasakan justru semakin sesak.

Sepeninggal ibu, watak asli Ayahnya mulai terlihat. Ternyata selama ini ibunya banting tulang bukan tanpa alasan, melainkan karena memang Ayah yang selama ini tak ia ketahui pekerjaannya itu hanya pengangguran.

Akibat itulah, sepeninggal ibu, kehidupan semakin semrawut. sang ayah tetap lah pengangguran, hutang menumpuk, hingga harus berakhir pada nasib dirinya yang harus menjadi tebusan.

Ia terpaksa harus menjalani kehidupan pernikahan dengan putra juragan yang tempramen. Semua itu seperti mimpi buruk bagi Ayleen. Tak pernah terbayangkan sebelumnya jika ia harus terjebak dalam situasi sulit ini. Ujian berat yang datang silih berganti membuatnya lelah dan terluka lahir batin.

Ayleen melanjutkan langkah, sembari menahan nyeri di dada akibat asi yang telah penuh mengisi tempatnya. Asi milik bayi yang baru tiga hari ini meninggalkannya.

Merasakan itu, matanya kembali berkaca-kaca. Mengingat kembali buah hatinya yang ia tinggalkan jasadnya di kampung bapaknya.

"Maafkan Bunda, Nak ... Bunda harus pergi, walaupun kita berjauhan secara jarak, tapi hati kita akan selalu berdekatan. Bunda janji, saat Bunda telah sukses dan memiliki kekuatan untuk mengalahkan Ayahmu, Bunda akan kembali ke sana untuk mengunjungi makammu. Tapi untuk saat ini, Bunda harus menjauh dari sana terlebih dahulu," gumam Ayleen dalam hati.

Ia kembali meringis, merasakan kantong susunya yang kembali berkontraksi. Biasanya, ia akan mengeluarkan asi itu menggunakan pompa, demi meredakan nyeri yang dirasa.

Namun, saat ia pergi, tak sedikitpun ia terpikir untuk membawa pompa asi, akibatnya, sekarang setelah berjam-jam lamanya tidak dikeluarkan, payudaranya terasa penuh dan menyakitkan.

Ayleen berhenti sejenak, di sisi jalan untuk sekedar duduk dan mengurangi pergerakan yang terasa berat akibat nyeri yang dirasa. Badannya mulai menggigil, begitulah yang terjadi saat asi penuh dan tidak dikeluarkan. Demam pun tiba-tiba menyerang badan.

"Kayaknya aku harus segera mengeluarkan asi ini. Mungkin aku harus secepatnya cari kamar mandi. Biarlah asi ini terbuang, dari pada aku harus menahan nyeri seperti ini," gumam Ayleen dalam hati.

Pandangannya kemudian tefokus pada masjid yang berada di seberang jalan raya. Takmir masjid tampak membuka gerbang, dan menyiapkan masjid untuk digunakan shalat shubuh berjamaah.

"Kayaknya ke Masjid aja deh, sekalian shalat shubuh, nanti di kamar mandi masjid, aku akan buang asi ini secara manual," gumam Ayleen dalam hati. Ia lalu mengayun langkah untuk menyebrangi jalan raya yang masih terlihat lenggang di jam malam.

Akan tetapi, akibat terlalu lelah dan letih, ia jadi kurang fokus. Hingga sebuah mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi hampir saja menyambarnya, beruntung mobil itu segera berhenti, walau ujung body-nya telah menyentuh kaki Ayleen dan membuat wanita itu tersungkur.

Ayleen merasakan perih di kedua lututnya, hingga ia kesulitan menggerakkan kaki. Bibirnya meringis, merasajan nyeri di dada dan kaki, rasa sakit yang bertubi-tubi, hampir saja membuatnya limbung. Namun Ayleen tetap berusaha untuk bertahan.

Sementara dari dalam mobil, seorang lelaki keluar dari kursi kemudi dengan penuh amarah, wajah memerah, rahangnya yang keras semakin terlihat tegas. Dengan cepat lelaki yang hanya mengenakan piyama tidur itu berjalan ke arah Ayleen. Dan dari arah belakang, ia yang diliputi emosi memaki-maki Ayleen.

"Hei! Kamu tidak bisa melihat atau kamu memang mau cari mati?" teriaknya dengan nada membentak.

Sembari menahan perih di kakinya, Ayleen berusaha berdiri dan membalik tubuhnya, memandang seseorang asing yang baru saja meneriakinya.

Namun saat pandangan keduanya saling bertemu, seketika raut amarah yang semula tergambar di wajah tampan lelaki itu berubah menjadi terkejut. Ia bahkan sampai membolakan kedua matanya saat memandang Ayleen. Pandangannya memindai Ayleen dari atas ke bawah, seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Airin?" desisnya pelan, hampir tak terdengar.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Zakia Zauja
siapakah teman.a bertemu ayleen
goodnovel comment avatar
Pena_Zahra
Alhamdulillah ya
goodnovel comment avatar
Ekasetiyo Rahayu
Alhamdulillah akhirnya... menemukan nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 2 - ISKDT

    "Maaf, Pak ...," sesal Ayleen. Namun lelaki di hadapannya belum selesai dengan keterkejutannya. Ia hanya terdiam dan sibuk dengan pikirannya sendiri.Tiba-tiba, dari arah mobil, seorang ibu-ibu paruh baya berteriak melalui jendela dan menyadarkan lelaki di hadapan Ayleen dari lamunan."Abra ...! Ayo buruan! Kita harus cepat sampai ke rumah sakit, kasihan anak kamu nangis terus!"Dan suara tangis bayi terdengar nyaring di telinga Ayleen, mengingatkannya pada putra yang telah berpulang ke sisi Yang Maha Kuasa.Lelaki bernama lengkap Abraham Malik Razavi itu menatap Ayleen sekilas, "minggir!" ucapnya dingin, tanpa sedikitpun berniat menolong Ayleen.Ayleen pun mundur, ia berjalan terseok mendekati suara bayi yang terus menangis dan mengusik hatinya. Ingin hati mengetuk pintu dan membantu menenangkannya, akan tetapi ia tak memiliki nyali untuk melakukan itu. Ia sadar, ia tak berhak atas bayi itu.Sementara Abra, ia yang masih berdiri di sisi pintu kemudi, memperhatikan gerak-gerik Ayleen

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 3 - ISKDT

    Baby Samuel telah mendapatkan penanganan, begitupun dengan Ayleen. Bayi itu kini terlelap dalam tidurnya, mungkin efek obat telah bekerja, sehingga ia bisa tidur cukup nyenyak.Samuel dan Ayleen masih sama-sama di IGD. Letak mereka berdampingan. Hanya terpisah oleh korden, sehingga samar-samar, Ayleen dapat mendengar apa yang tengah dibicarakan oleh Daddy dan omanya Samuel."Kasihan, Samuel, sejak lahir, ia sakit-sakitan, ini pasti karena dia tidak mendapatkan asi dari ibunya. Padahal asi itu sangat penting untuk kekebalan tubuhnya." Bu Emil berucap seraya memandang sayu cucu yang terbaring lemah dengan selang infus yang menempel di tangannya."Salahkan saya, Ma ... saya yang salah dalam memilih istri. Sebenarnya saya juga sangat ingin memberikan hak asi Samuel, tapi apa daya jika ibunya tak bersedia? Airin lebih mementingkan karirnya dan mengorbankan anaknya. Ia meyakini bahwa menyusui akan merusak body-nya, dan itu tak kan baik untuk karirnya sebagai model, sebab itu Airin enggan me

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 4 - ISKDT

    "Kamu tidak perlu memikirkan itu, urusan Abra, nanti biar menjadi urusan Ibu, yang terpenting kamunya mau dulu.Jujur Ibu tak tega melihat Samuel, sejak bayi dia tidak pernah mendapatkan asupan asi. Dia tumbuh menjadi bayi yang menggemaskan dengan badannya yang gembil, tapi di balik itu, daya tubuhnya sangat lemah, sudah tak terhitung berapa kali dia dirawat di rumah sakit ini. Kondisi kesehatan Samuel, sangat tidak sesuai dengan pertumbhan berat badannya. Untuk itu, Ibu nengharapkan kamu bisa menjadi ibu susu untuknya, Ayleen.Ibu yakin, tidak ada kebetulan di dunia ini. Pertemuan kita hari ini, pastilah tak luput dari campur tangan takdir-Nya. Walau terkesan tak sengaja, tapi ternyata ada hikmah di balik itu. Hikmah untukmu yang membutuhkan pekerjaan, juga untuk Samuel yang membutuhkan asi. Bagaimana, Ayleen? jangan risaukan soal pembayaran, Ibu bersedia membayar berpapun tarif yang kamu pasang. Asalkan kamu bersedia mengasihi Samuel sampai genap usianya dua tahun nanti." Bu Emil b

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 5 ISKDT

    Bab 5Suara tangis Baby Samuel membangunkan Abraham dan Bu Emil dari tidur mereka. Hari sudah pagi, namun karena semalaman begadang, keduanya tak dapat menahan kantuk lagi. Bahkan Abra sampai tidak ke kantor demi menjaga putra tercintanya.Baby Samuel sudah dipindahkan ke ruang perawatan, sehingga Abra dan mamanya bisa beristirahat dengan nyaman. Namun belum la mata terpejam, tangis bayi itu kembali terdengar. Gegas Abra menghampiri putra kesayangannya itu, lalu membawanya ke dalam gendongan."Cup cup cup, Sayang ... ini Daddy ... kamu tenang ya, Sam ...," ucapnya berusaha menenangkan Baby Samuel, namun sepertinya usahanya tak membuahkan hasil."Kenapa Samuel, Abra?" tanya Bu Emil yang belum sadar sepenuhnya. Ia berjalan gontai mendekati anak dan cucunya."Badannya panas lagi, Ma ... mending panggil doktet atau suster, deh, Ma ...," jawab Abraham panik."Sini biar Mama yang gendong, namanya lagi sakit, ya memang begini, Abra! Masa dikit-dikit manggil dokter, manggil suster? Mereka jug

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 6 - ISKDT

    Bab 6"Kamu—?" Abra menghentikan kalimatnya, tangannya mengusap wajah frustasi."Kalau Bapak tidak bersedia, biar saya yang ceri sendiri, Pak," ucap Ayleen menahan malu. Ia kemudian turun dari ranjang dan berjalan terpincang-pincang menuju kamar mandi.Dari tempatnya, Abraham memperhatikan Ayleen. Otaknya bekerja membayangkan bagaimana Ayleen akan berjalan mencari sesuatu yang dibutuhkannya itu. Tentu hal itu membuatnya segera merubah keputusan."Berapa ukurannya?" sambungnya cepat."Ah tidak usah, Pak ... biar saya cari sendiri," tolak Ayleen."Kamu mau mencarinya sendiri? dengan kaki yang pincang-pincang seperti itu? Butuh berapa lama waktu untuk kamu mendapatkan apa yang kamu butuhkan itu? sementara Putra saya Samuel, dia sudah menangis karena kehausan. Saya tidak mungkin membiarkannya lebih lama lagi untuk menunggu. Cepat katakan berapa ukurannya?!" titah Abraham.Sejujurnya Ayleen malu mengatakan ukuran bra-nya pada Abraham, apalagi, ukuran buah dadanya meningkat dua kali lipat s

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 7 - ISKDT

    Bab 7Suara pintu yang digedor-gedor dengan keras diiringi teriakan yang memanggil-manggil nama Ayleen membuat Surya—ayah Ayleen terkejut dan terbangun dari tidurnya."Ada apa sih ribut-ribut?" gumamnya seraya berjalan ke arah pintu dengan sempoyongan, matanya bahkan masih tertutup sebelah, beberapa kali ia menguap, menimbulkan aroma tak sedap dari mulutnya.Surya membuka pintu dengan muka bantalnya, dan cukup terkejut, saat mendapati Erwin yang berada di sana."Juragan muda," ucapnya seraya menegakkan posisi dirinya."Ooohh, aku tau sekarang kenapa anakmu itu males kali jadi istri, ternyata emang turunan bapaknya. Pemalas! Sudah lah miskin bukannya sadar diri buat cari kerja, malah males-malesan, pantesan utang numpuk!" omel Erwin menumpahkan emosi pada mertuanya."Ngapunten Juragan muda, ada apa? Kenapa teriak-teriak di rumah saya?" tanya Surya berusaha tetap sopan di depan anak juragan yang sangat diseganinya. Sebenarnya ia tak begitu segan, hanya saja karena ia terikat banyak huta

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 8 - ISKDT

    Bab 8"Makan yang banyak, Ayleen! Sayurannya jangan lupa. Kamu butuh semua itu untuk asimu!" titah Abraham, kini mereka tengah berada di meja makan untuk makan malam.Ayleen tengah menikmati ayam panggang bumbu rujak lengkap beserta sayur urapnya. Makanan yang ia idam-idamkan sejak hamil namun baru terwujud sekarang.Meski Erwin seorang putra juragan, namun ia tak pernah memberi jatah makan Ayleen dengan layak. Alasannya karena keberadaan Ayleen hanya sebagai penebus hutang, sehingga, makanan yang disajikan di meja khusus untuknya, dan Ayleen hanya berhak memakan sisanya. Ia memperlakukan Ayleen layaknya seorang budak yang tiada harganya.Tak jarang Ayleen hanya makan dengan sisa sambel di cobek, asal perut terisi walau sering kali tak kenyang.Lalu hari ini ia seperti mimpi, tiba-tiba disuruh memilih menu kesukaan dan hanya dalam hitungan menit makanan itu telah tersaji di hadapan.Merasa terharu, beberapa kali Ayleen tampak menyusut air mata agar tak sampai tumpah. Ia menikmati deng

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab. 9 - ISKDT

    Bab 9Setelah sarapan dan memastikan Ayleen memenuhi kebutuhan nutrisinya dengan mengkonsumsi makanan sehat, susu dan juga multivitamin, Abra segera berpamit untuk pergi ke kantor."Saya ke kantor dulu ya, Ma ... sepertinya hari ini akan pulang terlambat, karena ada beberapa urusan yang harus diselesaikan." Abra berpamit pada mamanya."Ya sudah, hati-hati," ucap Bu Emil seraya memberikan tangannya, Abra segera menyambut dan menciumnya."Kalau ada apa-apa tolong dikabari ya, Ma ... titip Samuel," pesan Abra. Bu Emil mengangguk mengiyakan.Abraham kemudian beralih pada putranta yang tengah tertidur di dalam gendongan Ayleen. Ia menyentuh kepalanya, mengusap pelan rambut tipisnya, seraya mencium kening Sam dengan penuh cinta dan kelembutan."Saya titip Samuel ya, Ayleen. Pastikan kebutuhannya terpenuhi." Abra berpesan pada Ayleen."Baik, Pak," sahut Ayleen.Abra mencium sekali lagi pipi gembil Samuel, kemudian segera beranjak menuju kantornya.***"Permisi, Pak ... Anda memanggil saya?"

Bab terbaru

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 113

    Ayleen menjejakkan kakinya ke dalam kamar hotel yang telah diatur, seolah-olah menunggu kedatangan pasangan pengantin baru. Cahaya lembut dari lentera aroma menyala redup, memancar ke seluruh ruangan, menyelimuti segala sudut dengan kehangatan yang mengundang. Di pojok kamar yang menawarkan sudut yang paling menenangkan, sebuah ranjang yang menggoda dengan ukuran king terhampar dengan sempurna, menciptakan fokus yang tak terhindarkan begitu seseorang memasuki ruangan. Ranjang itu bukan hanya sekadar furniture biasa; ia adalah pusat segala kemewahan dan keindahan. Di sekelilingnya, kelambu sutra putih mengalir dengan anggun, membingkai ranjang dengan sentuhan lembut yang melambangkan keintiman dan romansa. Setiap lipatan kelambu menambahkan kedalaman pada suasana ruangan, seolah-olah mengundang seseorang untuk memasuki dunia impian yang diciptakan oleh ranjang itu sendiri. Dan di puncak ranjang, sepasang bantal berwarna krim diletakkan dengan hati-hati, menambahkan sentuhan akhir da

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 112

    Dinginnya sel penjara menyergap Airin begitu dia terbangun dari tidurnya yang tidak nyenyak. Dengan mata yang terbuka perlahan, dia merasakan kekakuan menyelubungi tubuhnya seperti selimut yang tak diinginkan. Udara di sekelilingnya terasa padat, menyebabkan napasnya tersengal-sengal di dalam ruangan sempit dan gelap itu.Langit-langit yang rendah menyelimuti sel itu dengan kegelapan. Cahaya redup dari lampu yang kusam hanya menyorot sudut-sudut gelap, meninggalkan bayangan-bayangan menyeramkan di setiap sudut ruangan. Udara terasa kaku dan hampa.Airin berusaha untuk duduk tegak, tetapi rasa lesu yang melumpuhkan tubuhnya membuatnya terpaksa membiarkan dirinya terbaring kembali di atas kasur yang keras dan dingin. Dia merasakan getaran dingin merambat dari lantai beton ke dalam tulang-tulangnya, menyebabkan tubuhnya menggigil tanpa henti.Setiap hembusan napasnya terasa berat, seperti tercekik oleh udara yang terasa sesak. Dia merasakan kekosongan yang mengisi ruang di dalam dadanya,

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 111

    Langit senja memerah di ufuk barat ketika Hartawan memarkir mobilnya di depan rumah sakit. Udara sejuk April menyapa mereka begitu mereka keluar dari mobil. Di sampingnya, Ayleen menatap bangunan putih itu dengan ekspresi khawatir yang tersemat di wajahnya. Di dalam, Abraham baru saja diberi izin untuk pulang, tetapi kemampuan fisiknya masih terbatas. Pak Hartawan membantu Abraham, memastikan bahwa kursi roda sudah terpasang dengan baik. Abraham terlihat rapuh di antara dua sosok kuat di sisinya. Ayleen menggenggam erat tangan Abraham."Pak Abra, pasti bisa melakukannya," kata Ayleen dengan lembut, matanya penuh dengan keyakinan.Abraham tersenyum tipis. "Saya tahu."Pak Hartawan menatap kedua anak itu. Dia melangkah maju dan membuka pintu rumah, mempersilakan mereka berdua masuk. Pak Hartawan berjalan di depan, memastikan bahwa jalur keluar tidak terhalang.Mereka melintasi lorong-lorong yang dikenal oleh Abraham dengan hati-hati. Setiap langkah terasa berat bagi Abraham, tetapi dia

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 110

    Pak Hartawan menatap layar ponselnya dengan pandangan tajam, mata yang biasanya berkilat dengan kemarahan. Tangannya gemetar ketika ia mencoba menekan nomor telepon Airin, namun tak ada jawaban yang menyambut. Dia telah mencoba berkali-kali, tapi hasilnya tetap sama: keheningan dari sisi lain jalur telepon."Sial!" Pak Hartawan melemparkan ponselnya ke sofa dengan geraman frustrasi. Setelah mengetahui bahwa Airin adalah dalang di balik tragedi yang menimpa Abraham, api kemarahannya semakin berkobar. Ia tak bisa lagi menahan amarahnya yang memuncak, dan satu-satunya pikiran yang menghantui benaknya adalah bagaimana untuk menemui wanita itu.Tanpa ragu, Pak Hartawan bangkit dari sofa dan melangkah menuju pintu. Langkahnya cepat. Sebelum meninggalkan rumah, ia mengambil teleponnya kembali, kali ini untuk menelepon polisi. Setelah kemarin ragu untuk memberitahu lokasi Airin, akhirnya dia memutuskan memberi informasi itu sekarang."Saya tahu di mana Airin berada," ucap Pak Hartawan dengan

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 109

    Dalam ruang interogasi yang redup, Surya duduk dengan tatapan kosong, merasakan beban keheningan yang menekan di sekelilingnya. Di hadapannya, barisan petugas polisi duduk dengan serius, wajah-wajah mereka memancar tajam. Detik-detik terasa berlalu dalam suasana yang kaku dan hening, seolah-olah waktu telah membeku di tempat itu.Tidak ada yang mengucapkan sepatah kata pun, kecuali mungkin suara desisan halus kertas yang terlipat saat petugas mencatat apa yang dikatakan Surya. Tatapan mereka menuju ke arah Surya, menembus ke dalam dirinya dengan tajam, mencari kebenaran di balik kata-katanya, mencari jejak kelemahan yang mungkin bisa mereka manfaatkan.Surya merasakan tekanan, menghantamnya seperti badai yang mengguncang pikirannya. Dia merasa seperti ditempatkan di bawah mikroskop, diperiksa setiap pikiran dan perasaannya, tanpa celah untuk bersembunyi dari pandangan tajam petugas yang duduk di hadapannya. Rasa tak nyaman yang dalam menyelimuti hatinya, seolah-olah membalutnya.Dalam

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 108

    "Saya yakin Surya adalah pelakunya." Kalimat itu terucap dari bibir Helmy ketika ia menekan tombol telepon dengan gemetar. Suara deru kendaraan dan laporan polisi yang tak henti-hentinya terdengar di latar belakang, menciptakan suasana tak pasti di sekitar Helmi."Saya melihatnya di CCTV jalan," lanjutnya, suaranya terengah-engah karena kepanikan yang merasukinya. "Saya yakin itu dia. Surya!"Di ujung telepon, petugas polisi menangkap setiap kata Helmy dengan serius. "Baik, kami akan segera mengambil langkah-langkah selanjutnya. Apakah Anda bisa memberikan deskripsi lebih detail?" Helmi mencoba menenangkan dirinya sejenak sebelum memberikan deskripsi yang diperlukan. "Dia memiliki ciri-ciri khas, tinggi, berambut hitam. Saya yakin dia nggak akan jauh. Kami harus segera menangkapnya sebelum dia menghilang!"Petugas polisi mencatat dengan cermat setiap kata yang disampaikan Helmi. "Kami akan menyebarkan informasi ini ke seluruh anggota kami. Terima kasih atas bantuannya. Kami akan s

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 107

    Ayleen berdiri tegak di tengah dapur rumah sakit, menatap meja dengan serius. Di depannya terhampar berbagai bahan yang telah dia persiapkan untuk membuat bubur ayam, hidangan favorit Abraham. Tangan halusnya bergerak, mengambil bahan-bahan yang dibutuhkan.Dengan gerakan yang lembut, Ayleen mengambil mangkuk dari rak di sampingnya, dia menyalakan kompor, di mana api kecil mulai memancar di dalam ruangan yang terasa dingin. Cahaya api yang membara menari-nari di wajah Ayleen, menciptakan bayangan-bayangan yang menarik di dinding dapur.Ketika suara api kecil menggeliat dan berdentum di belakangnya, Ayleen mengalihkan perhatiannya kembali ke bahan-bahan di depannya. Dia dengan hati-hati menuangkan air ke dalam mangkuk, mendengarkan gemericikannya yang lembut saat air bertemu dengan permukaan logam. Setelah itu, dia mengatur api di bawah panci dengan hati-hati, memastikan bahwa suhu yang tepat tercapai untuk memasak bubur dengan sempurna.Dengan gerakan yang hati-hati, Ayleen mengambil

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 106

    Airin berbaring gelisah di atas ranjang hotel yang nyaman, matanya terpaku pada layar smartphone di tangannya. Cahaya yang samar dari lampu malam menyala memantul di wajahnya yang tegang, menciptakan bayangan yang menyeramkan di ruangan yang sunyi.Dengan napas yang terengah-engah dan jari-jemari yang gemetar, dia meluncurkan ujung jarinya di atas permukaan kaca halus ponselnya, memicu sentuhan elektronik yang membangkitkan kilatan cahaya biru. Di dalam relung internet, dia merambat dengan cermat, mencari setiap celah informasi yang mungkin bisa menghilangkan kegelisahannya. Detak jantungnya berdegup kencang, tak lagi mampu diatur oleh kesadarannya yang terjaga oleh gelisah. Ketakutannya meluap dalam aliran tak beraturan, membentuk riak-riak yang merayap dalam pikirannya. Khawatir yang tak kunjung mereda, menggelayuti dirinya seperti hujan deras yang tak kenal henti. Pikirannya hanya terisi oleh satu nama, Surya. Setiap klik dan ketukan di layar menyebabkan Airin semakin terbenam. C

  • Ibu Susu Kesayangan Duda Tampan   Bab 105

    Langit pagi yang cerah menyambut Surya dengan hangat saat dia mencoba menghubungi Airin dengan telepon genggamnya. Cahaya matahari yang memancar melalui jendela memberikan suasana yang segar di ruangan itu. Namun, Surya merasa tegang saat panggilannya terus tak dijawab.Setelah beberapa nada panggilan, hanya ada suara hampa dari sisi lain telepon. Surya merasa jengkel, mendesah ringan ketika tidak mendapat respons. Dia memicingkan mata, mencoba untuk mengatasi rasa frustrasinya. Mungkin Airin sibuk, atau memang sengaja tak menjawab. Surya berusaha untuk tetap tenang dan sabar. Dia menyadari bahwa tidak selalu segala sesuatu berjalan sesuai rencana. Dengan pikiran yang masih tertuju pada Airin, dia memutuskan untuk mencoba lagi beberapa saat kemudian, berharap untuk mendapatkan jawaban yang dia cari."Sialan," desis Surya sambil mematikan teleponnya dengan gerakan kasar. "Kenapa dia tidak mengangkat telepon?"Rasa frustrasi menggelayutinya, membebani bahunya. Dia ingin mendengar suara

DMCA.com Protection Status