"Apa yang terjadi? Apakah kalian berdua saling mengenal?" tanya David, ia bersikap pura pura tidak mengetahui latar belakang istrinya. "Tu - tuan David," beo Dilara. Ucapan yang barusan keluar dari bibir Dilara, sampai di telinga Arman. "Kenapa Dilara memanggil suaminya dengan sebutan Tuan? Ya ... Pasti feeling ku benar, tidak mungkin orang seperti Tuan David mau menikahi seorang wanita seperti Dilara?" gumam Arman dalam hatinya. Memang kenapa dengan wanita seperti Dilara? Seperti nya Arman terlalu menganggap remeh dan juga enteng perihal posisi mantan istrinya itu. "Sa - saya tidak mengenalnya Tuan, tolong bantu saya untuk menyuruhnya segera keluar dari sini," ujar Dilara sembari menatap David dengan tatapan memohon. Semua ucapan yang barusan keluar dari bibir Arman benar benar menyakiti hati Dilara. Iya, Dilara tahu, jika mantan suaminya itu meminta maaf untuk kesalahan tempo lalu. Namun, dengan mencari pembenaran perihal masa lalu yang menyakitkan itu. Mantan suaminya itu
"Maaf, bayi yang ibu lahirkan telah tiada." Ucapan suster itu sontak membuat hati Dilara terasa seperti dihempas ke tanah."Ini tidak mungkin," lirihnya tanpa sadar. Bagaimana bisa?Dilara ingat sehari sebelumnya, saat pembukaan dan kontraksi, bayinya yang masih dalam kandungannya itu tampak sehat dan sempurna saat pemeriksaan USG.Segera, ia menoleh ke arah suami dan ibu mertuanya yang berdiri tidak jauh dari tempat tidurnya, guna mencari pertolongan. Mungkin dia salah dengar, kan? Atau sedang dikerjai?Namun, ucapan ibu mertuanya justru tak disangka, "Ternyata kau seorang wanita yang sungguh tidak berguna! Gara-gara kau tidak menjaga anakmu dengan baik, aku kehilangan cucuku, dan anakku kehilangan darah dagingnya." “Sia-sia, mahar 2 miliar yang kami berikan pada keluargamu.”Mendengar itu, jantung Dilara seperti dibuat berhenti berdetak.Ditambah lagi, tatapan dingin suaminya begitu tajam. "Kalau kamu gak suka ibuku, kamu tidak perlu sampai meminum racun untuk membunuh anak kita
Sang ayah ternyata menepati janjinya. Dilara akhirnya dibebaskan dari penjara. Namun, kebebasan itu terasa pahit. Tidak ada yang menyambutnya. bahkan sang ayah hanya memberikannya sebuah alamat–tempatnya bekerja sebagai ibu susu. "Aku harus melupakan semuanya," gumam Dilara dalam hati, "ini adalah awal baru bagiku." Tak lama kemudian, Dilara menaiki sebuah bus menuju alamat yang diberikan. Namun tak lama setelah masuk ke dalam bis dan mencari tempat duduk, Dilara melihat pemandangan yang membuat hatinya terasa tertusuk duri. Suaminya bersama dengan seorang wanita yang Dilara tahu adalah mantan tunangan pria itu! Keduanya begitu mesra dan akrab … sembari menggendong seorang bayi mungil. Tunggu, bukankah mantan tunangan Arman mandul...? "Nona, kita sudah sampai di tempat tujuan yang nona sebutkan!" Seorang kondektur bis menepuk bahu Dilara, hingga lamunannya pun seketika menjadi buyar. “Terima kasih.” Dilara lantas menyerahkan uang pecahan lima puluh ribuan pada kondektur
Dilara membuka matanya perlahan kala sang ayah memukul-mukul wajahnya. Rasa sakit membuatnya tersadar dari pingsan. "Jangan kacaukan transaksi ini, Dilara. Ingat utang budimu yang harus dibalas! Mendiang istriku bahkan sudah memberikan darah dan ginjalnya pada kau yang hanya anak pungut!" teriak Ibnu penuh kemarahan, sebelum meninggalkan Dilara yang terdiam. Ya, hal lain yang membuat Dilara tak berani melawan adalah fakta ini. Sebelum ibunya pergi untuk selama-lamanya, hubungannya dan sang ayah jauh lebih harmonis. Namun setelah ibunya meninggal tepatnya tujuh tahun silam, segalanya berubah. Menahan pedih, Dilara menahan tangis.Hanya saja, interaksi antara Dilara dan ayahnya itu tak luput dari pandangan David. Pria tampan itu mengintip dari balik jendela yang ada di lantai dua mansion mewah miliknya. Entah mengapa David sendiri seperti merasa ada sesuatu dalam diri ibu susu bayinya itu? Ia juga tidak tahu alasannya, tapi bayang-bayang Dilara seolah sangat sulit untuk mengh
"Tadi sudah aku jelaskan secara rinci. Bagaimana merawat bayi dengan benar." "Oh iya, aku lupa ... bayi Tuan David habis mengalami dehidrasi, jadi kamu harus menyusuinya sesering mungkin!" Dilara lantas mengangguk saat mendengar penjelasan dari dokter anak mengenai cara merawat bayi dengan baik. Lebih dari satu jam, ia menerima pelatihan dan penjelasan dari mereka yang berada di ruangan bersamanya. Meski demikian, Dilara takut kalau sampai dirinya itu melakukan kesalahan karena ia harus menyusui dan merawat seorang bayi yang notabene bukan anak kandungannya. Bahkan, semua itu hanyalah sebuah pekerjaan…. "Saya mengerti! Saya akan melakukannya dengan sangat baik!" ujar Dilara pada akhirnya, sembari menyembunyikan wajah yang masih babak belur dan bengkak. Ada rasa malu dengan penampilannya ini. Namun, dia harus tetap tegar demi keberlangsungan hidupnya dan balas budi pada sang ayah. Satu hal lagi … demi mencari tahu kebenaran perihal anak kandungnya. Entah menga
Byur! Mimpi itu menghilang. Dilara dipaksa bangun karena tubuhnya diguyur dengan seember air! "Bangun! Kenapa kau tidur begitu pulas? Bayi Tuan David sudah menangis kencang sejak tadi, kau harus segera menyusuinya!" Seorang Suster yang membawa ember di tangannya nampak menatap Dilara dengan tatapan tajam. Suster yang lain juga terlihat menggendong bayi David yang masih menangis kencang. Dilara hanya diam--tidak menanggapi ucapan Suster itu. Ia masih merasa bingung, ingatannya masih tertuju pada mimpinya itu. Apa hubungan dirinya dengan Ara? Apakah ini ingatannya waktu kecil atau hanya bunga tidur semata?Ceklek!Tak berselang lama, pintu terbuka dari arah luar, menampakkan sosok David yang memasuki kamar dengan wajah merah padam. "Lepas semua baju yang menempel padanya, biarkan dia polos tanpa sehelai benang. Anakku sudah sangat kehausan jika harus menunggu dia mengganti bajunya yang basah dulu!" perintah David dengan suara baritone yang tak terbantahkan. Dilara mengigit
Cahaya pagi yang hangat mulai menyelinap melalui celah-celah jendela. Perlahan, Dilara membuka matanya, berusaha bangun walaupun rasa kantuk masih menyelimuti kesadarannya. Cepat-cepat, dia duduk dan mengambil bayi mungil didalam kotak bayi lalu memeluknya erat. "Untung kamu belum nangis, Sayang," ucap Dilara lembut, sambil membuka kancing bajunya untuk menyusuinya. Ya, Dilara teringat dengan bisikan para pelayan di rumah ini, jika melakukan kesalahan. Tuan David tidak segan menghukum dan memasukkan ke dalam kandang singa. Sungguh Dilara masih ingin hidup dan membuktikan, kalau putri kandungnya masih hidup. Ceklek! Suara pintu terbuka, David pun masuk bersama beberapa suster yang mengikutinya dari belakang. "Setelah ini, aku akan mengecek dan menimbang berat badan anakku. Awas, kalau sampai berat badan bayi ku turun gara-gara semalam kau tidur nyenyak!" Dalam hati, Dilara bergidik ngeri mendengar ancaman David. Dia menyesali kejadian semalam yang membuatnya takut berh
Dilara di hias sangat cantik, dan para perias profesional itu benar benar melakukan tugas mereka dengan sangat baik. Sekarang wajah Dilara begitu mirip dengan wanita yang dipanggil Keira, bahkan lebih cantik Dilara dibandingkan dengan Keira, jika keduanya sama sama dirias. Tiba tiba terdengar suara bayi David yang menangis kencang, membuat Dilara yang sekarang ini sudah mengenakan gaun ketat sontak berdiri. Karena Dilara memang tidak terbiasa mengenakan pakaian ketat, hal itu hampir saja membuat tubuhnya itu terjatuh. "Kenapa kau tidak hati hati? Kau hampir saja jatuh!" Untung saja saat keseimbangan Dilara buruk, ada David yang berdiri di samping Dilara untuk menopang tubuhnya. Jadi wajah Dilara yang sudah terlihat sangat cantik, tidak mencium lantai. "Ma - maaf Tuan, saya hanya panik saat mendengar bayi Anda menangis. Saya ingin segera menyusuinya," sahut Dilara dengan wajah terbata. Dia berusaha menjauhkan tubuhnya dari cengkraman David. Namun, sadar David seperti seper
"Apa yang terjadi? Apakah kalian berdua saling mengenal?" tanya David, ia bersikap pura pura tidak mengetahui latar belakang istrinya. "Tu - tuan David," beo Dilara. Ucapan yang barusan keluar dari bibir Dilara, sampai di telinga Arman. "Kenapa Dilara memanggil suaminya dengan sebutan Tuan? Ya ... Pasti feeling ku benar, tidak mungkin orang seperti Tuan David mau menikahi seorang wanita seperti Dilara?" gumam Arman dalam hatinya. Memang kenapa dengan wanita seperti Dilara? Seperti nya Arman terlalu menganggap remeh dan juga enteng perihal posisi mantan istrinya itu. "Sa - saya tidak mengenalnya Tuan, tolong bantu saya untuk menyuruhnya segera keluar dari sini," ujar Dilara sembari menatap David dengan tatapan memohon. Semua ucapan yang barusan keluar dari bibir Arman benar benar menyakiti hati Dilara. Iya, Dilara tahu, jika mantan suaminya itu meminta maaf untuk kesalahan tempo lalu. Namun, dengan mencari pembenaran perihal masa lalu yang menyakitkan itu. Mantan suaminya itu
"Apa?" tanya David dengan wajah terkejut. Bahkan dia menatap Dilara dengan tatapan lekat, untuk mencari kebohongan didalam sor mata wanita didepannya itu. "Iya, kalau aku bilang. Aku itu Ara teman masa kecil mu yang mendonorkan ginjal nya pada mu, apakah kamu itu akan percaya David?" Dilara malah balik bertanya. Ke dua alis David nampak menyatu, sungguh ucapan yang barusan keluar dari bibir Dilara membuat nya termenung dan berpikir. "Bagaimana Dilara tahu perihal Ara ... Donor ginjal dan juga pangeran capung? Bahkan Keira sendiri tidak pernah membahas perihal pangeran capung," gumam David dalam hatinya, dirinya masih menimang nimang ucapan Dilara. Karena ucapan yang barusan keluar dari bibir manis Dilara, sungguh sangat masuk akal. Dan benar benar membuatnya mengingat perihal bayang bayang masa lalunya. "Dilara? Apakah kamu benar benar yakin dengan apa yang baru saja kamu katakan?" Dengan sedikit ragu, Dilara nampak mengangguk kan kepalanya. "Jujur David, setelah hany
"Kenapa kalian tidak segera menolong ku terlebih dahulu? Sekarang ini aku kesakitan! Rumah sakit macam apa ini? Yang tidak mementingkan keselamatan pasien nya terlebih dahulu!" Seorang wanita terlihat membentak bentak para tenaga kesehatan, kala tubuh nya sedang di lakukan Rontgen untuk melihat jumlah ginjal nya. "Harusnya kalian itu fokus mengambil peluru yang bersarang di dalam tubuh ku! Baru kalian melakukan USG!" "Tolong Nyonya Keira! Anda lebih baik diam, karena semua ini memang perintah dari Tuan David. Kami semua benar benar tidak berdaya, dan kami juga sangat menyayangi nyawa kami," salah satu Dokter yang sedang melakukan Rontgen pada wanita itu. Ternyata wanita itu adalah Keira, ya sekarang ini dirinya terlihat begitu mengenaskan. Bahkan luka bekas tembakan yang ada di tangannya hanya di balut dengan kain saja. Sama sekali belum mendapatkan sebuah pertolongan. Wajah nya terlihat kesakitan, bahkan air mata juga terus mengalir dari ke dua pelupuk matanya tanpa dirinya itu s
David hanya diam, melewati tubuh Arman begitu saja. Bahkan saat Arman menyapa dirinya, David seakan akan tidak peduli. "Bagaimana keadaan istri saya?" tanya David dengan suara yang meninggi, hal itu sengaja ia lakukan agar Arman bisa mendengar apa yang dirinya katakan. Arman sendiri, sampai sekarang ini masih berdiri mematung di tengah tengah pintu ruangan Dilara. "Ibu Dilara mengalami kecapean saja Pak ... Dan sedikit mengalami pendarahan," sahut Dokter yang berada di dalam ruangan, sementara ke empat perawat yang ada di dalam kamar Dilara, nampak mengelilingi tubuh Dilara dengan berdiri melingkar. Guna menutupi tubuh Dilara agar tidak terlihat oleh Arman. "Apakah bayi ku di dalam kandungannya baik baik saja?" tanya David, sembari berjalan mendekat ke arah brangkar istrinya. David nampak memberikan kode, pada seorang perawat agar mengusir Arman yang sedari tadi berdiri di tengah tengah pintu. "Tolong Pak, lebih baik anda keluar dulu dari ruangan ini!" perawat itu berusaha untu
Alfa menoleh ke arah Keira dengan tatapan tidak percaya. Karena setahu Alfa Keira adalah sosok yang baik terhadapnya. Walaupun sikap Keira kepada David yang di lihat oleh Alfa sendiri termasuk bermuka dua. Tapi Keira berdalih, kalau dirinya berperilaku seperti itu terhadap David karena dirinya tidak menyukai David. "Keira, apa yang sebenernya kau katakan barusan?" gerutu Alfa dengan nada pelan, namun kemarahan terdengar begitu jelas dari intonasi suaranya. "Kalau kamu memang mau menghukum! Hukum saja alfa, karena dia berniat menghancurkan hidupmu. Bahkan merebut semua yang sekarang ini kamu miliki David, termasuk berniat untuk merebut ku dan bayi kita. Kamu harus tahu diri, tanpa ginjal dariku. Sampai sekarang kamu mungkin sudah tidak bernafas, jadi tolong ampuni aku sekali ini saja." imbuh Keira, dia terus saja mencari pembenaran untuk dirinya sendiri. David memasang ekspresi wajah yang sulit untuk di deskripsikan. "Jika aku memafkan mu sekarang. Bukankah hal yang sangat tidak
Dilara nampak berjalan mondar mandir dengan wajah bingung, sembari membawa bayi yang hampir berumur empat bulan dalam gendongan nya. Bayi itu terlihat lemas, karena sedari tadi tidak mau menyusu, bahkan yang lebih parah nya lagi. Setelah diantar sampai ke vila oleh bebarapa pengawal. Bayi itu terus muntah dan juga diare. Dilara benar benar bingung, karena David hanya mengantar Devandra dengan seorang pelayan baru. Dan pelayan baru itu tidak mengerti perihal bayi, saat Dilara mengajak untuk berdiskusi perihal penanganan untuk Devandra. Pelayan itu nampak menolak dengan tegas untuk membantunya, karena pelayan itu sangat takut kalau sampai melakukan sebuah kesalahan yang mana akan membuat David murka, bahkan menghancurkan karir nya. Pelayan baru itu menyakinkan Dilara, bahwa dirinya adalah seorang agen intelijen, bukan seorang baby sitter. "Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku tidak punya nomor Tuan David, bahkan para pengawal yang sekarang ini menjaga ku di vila ini juga tid
"Ha ha ha ... Kau pikir kau itu siapa Laras? Atas apa kau itu memberikan fitnah yang terdengar begitu keji kepada istriku? Aku itu tahu, sejak masa kehamilan terakhir Keira, mereka berdua mulai berselingkuh. Itu juga kesalahanku, kenapa aku itu harus menyuruh Alfa untuk menemani istri ku di bulan ke tujuh kehamilannya? Saat aku ada perjalanan bisnis ke luar negeri," jelas David yang mana membuat Laras benar benar membelalakkan ke dua bola matanya. Laras benar benar tidak menyangka, jika David yang begitu kejam dan pintar, bisa terbodohi dengan tingkah laku istrinya yang sangat licik. Keira menang terlihat lemah lembut, polos, baik dan penurut. Padahal sebenarnya, dia itu sangat jahat. "Laras Tuan David pasti akan tambah murka kepada mu, bahkan dia malah akan menambah hukumannya padamu, karena kamu semakin membuat dirinya itu marah," kata Etnan yang mana semakin membuat Laras merasa panik. Sementara Etnan sendiri, nampak memalingkan pandangannya ke arah lain, karena dirinya itu t
Brakk. "Kenapa kalian berdua itu sangat munafik? Apakah kalian itu tidak tahu, kalau aku itu sudah mengetahui semua kebusukan kalian berdua?" Dengan wajah yang terlihat penuh luka, David nampak mengintrogasi ke dua orang yang selama ini dia percayai di mansion. Ia sungguh tidak menyangka, jika dalang dari semuanya adalah orang yang paling ia percayai di mansion. Ke dua orang yang nampak duduk di bawah lantai dengan tangan terikat itu hanya bisa diam, lidah ke duanya terasa begitu kelu. Bahkan sesekali ke dua orang itu nampak meringis kesakitan. "Andai saja, aku tidak punya rahasia yang diketahui oleh Laras. Aku tidak perlu untuk bekerja sama dengannya, bahkan menghancurkan pekerjaan yang banyak di inginkan oleh banyak orang dan juga menghancurkan kepercayaan yang Tuan David yang sebelumnya telah di rintis oleh ayah ku selama berpuluh-puluh tahun lamanya," gumam Etnan dalam hatinya, penyesalan agaknya benar benar menyelimuti dirinya sekarang ini. Sekarang Etnan baru menyadari se
Dengan rahang yang mengeras, David nampak membuka pintu kamarnya dengan di ikuti oleh beberapa pengawal yang ada di belakangnya. Karena pintu kamar nya itu terkunci dari dalam, lantas David dan agen baru yang dia tugaskan untuk menata matai rumahnya guna membuka pintu kamarnya dan menghancurkan sandi yah terpasang di pintu kamar miliknya itu. "Esti, cepat kamu buka dan hancurkan sandi yang terpasang di sana! Aku tahu, kalau istri ku itu sudah sadar dan mulai berulah di dalam!" titah David dengan suara yang terdengar mengglegar. Padahal, David berbicara tanpa mengeluarkan teriakan. Namun, suara nya terdengar seperti harimau yang mengapung. "Baik Tuan," sahut Esti sembari menganggukkan kepalanya. Dengan ekpresi wajah yang seperti menahan takut, Esti pun buru buru melakukan hal yang di perintahkan oleh David. Dengan cekatan, Esti nampak mengeluarkan alat dari saku celananya. Alat itu terlihat mempunyai kabel, lalu menghubungkan alat itu dan pintu milik David lewat kabel yang