Saat Laras berjalann sampai pintu ruangan Dilara, tiba tiba ia dikejutkan dengan kedatangan David. Lantas ia pun terlihat bertatap muka dengan David. "Tu - tuan," gumam Laras dengan suara yang terdengar begitu lirih, bahkan saking lirihnya mungkin David tidak bisa mendengar suaranya. Laras langsung berpura pura kesulitan berjalan, bahkan ekspresi wajahnya langsung berubah seperti orang sekarat. Hal yang Laras lakukan barusan, tidak luput dari tatapan tajam Dilara. "Ya Tuhan ku, kenapa aku bodoh sekali? Harus mempercayai dan juga berharap pada wanita berbisa seperti Laras," gumam Dilara dalam hatinya dengan tatapan penuh kesumat. Dilara yakin, apa yang di katakan oleh Laras barusan memang benar apa adanya. Ia yakin, jika David memang tidak akan melepaskannya begitu mudah. Apalagi, bukti semua kekacauan yang sekarang ini terjadimengarah pada dirinya. Tuannya itu juga tidak akan pernah membiarkan dirinya mati dengan begitu mudah, pasti David tetap akan menyiksanya dengan par
Wajah David sekarang ini benar benar murka, bahkan tidak ada kelembutan sama sekali yang ditunjukkan dibalik wajah tampannya itu. Dilara tahu, atas fitnah dan juga kesalahan yang tidak ia perbuat. Ia pasti akan mendapatkan sebuah hukuman yang sangat kejam dari David. Bahkan mungkin, semua itu tidak termaafkan. Seperti sekarang ini, dirinya yang harus berakhir tragis dengan dikurung di dalam kandang singa. Dilara sudah berusaha untuk menjelaskan semuanya pada David dengan jujur. Namun, sepertinya tuannya itu memang terlalu menganggap jika dirinya itu bersalah. Makanya sama sekali tidak mau mendengarkan ucapannya. Apa lagi, jika di bandingkan dengan kepala pelayan Laras. Tentu saja, David akan lebih mempercayai apa yang kepala pelayan itu katakan di bandingkan dengan dirinya. Bahkan banyak sandiwara yang Laras lakukan untuk membuat David semakin membenci dirinya. Ditambah Laras sudah bekerja lama sekali di mansion mewah milik David, jika di bandingkan dengan dirinya.
"Apa?" David memandang Suster itu dengan tatapan marah, bahkan ia menatap tajam ke arah suster itu. Suster yang mendapat sebuah fitnah kejam itu nampak menggeleng -gelengkan kepalanya. Lantas ia pun menoleh ke arah obat yang sekarang ini sekarang ini ada ditangannya. "Coba Tuan David lihat tangannya, apa yang sekarang ini dia bawa? Suster itu berniat untuk membunuh atau berbuat hal buruk untuk bayi Tuan David," celetuk Laras sehingga membuat amarah David semakin terpatik. Namun, David memanglah bukan orang bodoh. Ia juga mempunyai IQ yang sangat tinggi. Ia tetap menaruh curiga pada Laras, mengenai tuduhan yang tidak berdasar itu. "Bagaimana pun Suster itu adalah lulusan terbaik dari desa, tidak mungkin dia ingin mencelakai keluargaku. Terutama anakku, memangnya apa alasan Suster itu ingin membuat anak ku itu celaka," gumam David dalam hatinya, bagaimana pun ia tidak boleh gegabah, ia harus mengetahui alasan yang jelas perihal alasan Suster itu yang ingin mencelakai putranya. Ka
David tampaknya tidak merespon ucapan yang baru saja keluar dari bibir asisten pribadinya, Etnan. Pikirannya justru terfokus pada sosok Dilara yang tampak mengenaskan dalam dekapan singa yang telah dibesarkannya. Singa betina itu terlihat mengeluarkan air mata dan ekspresi iba, menimbulkan pertanyaan di benak David. "Dari kecil, aku selalu percaya bahwa singa betina ini akan ganas dan tidak akan punya ampun pada orang baru. Namun, mengapa dia malah terlihat begitu mengasihani Dilara, memeluknya yang kedinginan karena angin malam yang begitu kencang? Bukankah seharusnya dia menjauhi dan mengintimidasi Dilara yang menjadi tersangka?" gumam David dalam hati, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Etnan kembali memberikan komentar, juga dengan nada heran, "Bukankah di sini Dilara adalah seorang tersangka alias orang yang bersalah? Dan ... Bukankah singa betina Tuan itu terkenal akan kejujurannya? Kenapa singa itu mau dekat dengan Dilara? Bukankah Dilara itu orang yang licik
Dilara diam, ia nampak mencerna kata kata yang barusan keluar dari bibir David. Sungguh Dilara benar benar dibuat tidak mengerti dengan keadaan yang terjadi. "Bukankah bayi Tuan David itu hanya alergi dengan segala susu sapi dan juga kedelai. Kenapa bisa? Minum ASI selain dariku dia bisa mengalami keracunan seperti itu?" gumam Dilara dengan penuh tanda tanya dalam benaknya. Dilara benar benar dibuat bingung, dengan takdir yang terjadi yang menimpa dirinya sekarang ini. Ia masih belum mempercayai dengan mukjizat dan pertolongan yang diberikan oleh Tuhan sang pencipta langit dan juga bumi sekarang ini. Dilara masih duduk mematung seraya berpikir dengan sangat keras. David yang melihat Dilara nampak duduk mematung, tiba- tiba menarik tubuh Dilara dengan sangat lembut ke dalam pelukannya. Hal itu, sungguh membuat Dilara sendiri merasa terkejut, bahkan ia juga memasang wajah terkejut. Bukan hanya Dilara saja yang bingung dan terkejut, melainkan David juga. Padahal David y
Dilara merasa dunia serasa runtuh. Bola matanya tampak berkaca-kaca, menolak keras memercayai kenyataan pahit di hadapannya. Ia merasa guncang membaca dokumen yang disodorkan David, seluruh informasi terasa begitu nyata dan real dengan adanya cap negara yang ada di dokumen itu. Perasaannya bercampur aduk dalam hati dan pikirannya, mencari alasan untuk meyakinkan diri sendiri bahwa apa yang dilihatnya hanyalah mimpi buruk belaka. "Ini tidak mungkin," gumam Dilara lirih, meneteskan air mata. Hatinya sekarang ini seperti di hantam ribuan sembilu, rasa sakit yang begitu dalam kini benar benar menghampiri dirinya. "Tuan, Anda pasti bohong! Ini tidak mungkin terjadi! Apa alasan di balik kebohongan ini?" Ia melotot kepada David, tak bisa menyembunyikan keputusasaan yang menghantui hatinya. Dia bergantian menatap David dan dokumen yang ada di tangannya, seolah-olah mencari kebenaran yang bersembunyi di antara kata-kata pahit itu. "Itu nyata, Dilara," jawab David tegas.
Laras merasa bingung dan marah dengan keadaan yang saat ini menimpanya. Ia pergi ke ruangan Indira bertujuan untuk memberikan ancaman pada Indira, namun anehnya, Laras justru merasa terpojokkan. Dia menggenggam tangannya erat sendiri dengan perasaan kesal bercampur marah, teringat senyuman kemenangan yang diberikan oleh Indira kepadanya. "Dia memang baru bekerja di sini sebagai suster selama dua bulan, sementara aku sudah menjadi kepala pelayan di mansion mewah ini selama lebih dari sepuluh tahun. Harusnya aku yang lebih unggul. Apakah aku benar-benar akan kalah olehnya?" batinya dengan penuh kecemasan dan frustrasi. Laras berusaha untuk menguatkan tekadnya, "Tidak... tidak, pasti Tuan David akan melupakan masalah ini dan memaafkanku. Aku hanya perlu mendapatkan kembali kepercayaannya, dan aku akan dapat menghancurkan Indira." Laras berusaha menenangkan diri, menggali lebih dalam keyakinannya untuk bangkit dari keterpurukan ini, dan mengatur strategi untuk menyelesaikan pers
Di sebuah ruangan kerja, terdapat David tersenyum simpul ketika rapat berlangsung, sesekali ia melirik asisten pribadinya yang tampak ikut gembira. "Sepertinya beberapa hari ini, Tuan David sedang dalam mood yang sangat baik!" ujar Etnan antusias, berusaha mengetahui penyebab kebahagiaan sang bos. "Iya, dan sebentar lagi aku juga akan melakukan ijab kabul," sahut David sambil terus melihat ke depan, seakan-akan menikmati perasaan bahagia yang melanda hatinya. David juga terlihat melihat ke arah bawah, dimana layar kecil CCTV nampak berada di tangannya. Senyuman Etnan pun pudar, bahkan ia nampak terdiam. Sudah beberapa hari ini David hanya diam, dan tidak pernah bercerita apapun perihal masalah pribadinya, padahal biasanya David mengatakan pada asisten pribadinya itu walaupun hanya sepatah kata saja. "Memangnya Tuan mau menikahi siapa?" tanya Etnan penasaran, ingin mengetahui lebih lanjut tentang perubahan besar dalam hidup sang bos. "Ibu susu Devandra. Bagaimana pun, Dev
Namun, wajah bahagia nan berseri seri yang sebelumnya di tunjukkan oleh David berubah datar. Bahkan semakin lama wajah David berubah dingin dan juga terlihat begitu menakutkan. "Dimana Dilara ... ?" tanya David dengan ekspresi wajah yang sulit untuk di deskripsikan. Empat orang pelayan yang tadi mengekor di belakangnya nampak memasang wajah takut. Mereka terlihat saling melirik satu sama lain. "Apakah kalian itu tuli? Dan tidak mendengar pertanyaan ku ... " "Nyonya Dilara dan seorang Agen wanita yang menemaninya belum kembali sejak siang tadi," sahut salah seorang pelayan dengan nada terbata. "Apa?" tanya David dengan raut wajah terkejut. Kala keterkejutan yang melanda dirinya, tiba tiba sebuah telepon masuk ke dalam hape yang ada di tangannya. David langsung melihat ke layar hape miliknya, setelah mengetahui siapa yang melakukan panggilan telepon padanya "Tuan ini dengan saya Esti ... Sekarang ini saya sedang berada di sebuah rumah sakit milik pemerintah. Dan saya di rawat di
Dengan air mata yang terus berderai, dan juga kesadaran yang semakin menipis, Ibnu terlihat menyesali kesalahannya. Kala tubuh Dilara di bawa paksa oleh pengawal Agnes. Saat para nakes atau keluarga pasien yang lain, menanyakan perihal Dilara yang pingsan. Agnes dengan enteng nampak menjawab jika pengawal yang menggendong Dilara adalah suaminya. Sungguh kebohongan yang luar biasa, Arman sendiri hanya bisa mengikuti ibunya tanpa bisa menyuarakan pendapat nya. Kini mereka melakukan perjalanan ke klinik pribadi dokter yang mau membantu mereka. Dokter yang terkenal akan kelicikannya. Tak berselang lama, mobil Maybach hitam yang membawa rombongan Agnes pun sampai di sebuah klinik yang berada di daerah terpencil. "Mah ... Apakah Mamah itu yakin? Melakukan ini? Kalau terjadi sesuatu pada Dilara bagaimana?" tanya Arman dengan nada khawatir sebelum turun dari mobil Maybach hitam itu. Arman nampak melirik dan terus melihat ke arah Dilara yang masih memejam kan mata dan dalam posisi yang
Sebelum Arman dan juga ibunya Agnes itu datang ke ruangan milik Ibnu, Dilara merasa seperti bertemu dengan sosok ayah yang sudah sangat lama sekali dia rindukan. Ibnu terlihat hangat bahkan mau menerima kebaikannya. Namun, kebahagiaan yang di rasakan Dilara tiba tiba harus menghilang dalam sekejab, setelah kedatangan mantan suami dan juga mantan ibu mertuanya. Di tambah lagi, ternyata ayahnya yang ia kira berubah menjadi baik karena penyakitnya. Ternyata malah kembali menjual dirinya. "Ayah ... Apakah yang di katakan mereka itu benar?" tanya Dilara dengan tatapan nanar saat tatapannya itu menjurus ke arah ke dua bola mata Ibnu. Ibnu sendiri memasang ekpresi wajah yang sulit untuk di deskripsikan. Namun, kesedihan dan juga penyesalan terlihat dari ke dua bola matanya. "Kenapa Ayah begitu tega, melakukan hal ini berkali kali ke pada ku? Apa kesalahan ku? Kenapa tega menjual ku? Aku itu manusia bukan sebuah barang yang pantas untuk Ayah jual maupun sewakan berkali kali." Be
"Ara cucu ku, akhirnya kita akan di pertemukan kembali. Dari awal Kakek yakin. Kalau kamu masih hidup sayang, walaupun para polisi dan agen yakin kamu tidak selamat, karena arus sungai saat itu pasti mengalir ke arah pedalaman dan melewati tebing yang curam," gumam Ditya dengan air mata yang terus menetes dan juga mengalir melewati ke dua pipi keriputnya. Tangan nya nampak menggenggam bingkai foto yang berisi gambar gadis kecil yang cantik. Selama beberapa tahun, Ditya berusaha untuk mencari keberadaan cucunya. Ia sudah membayar banyak agen, bahkan tak ayal dirinya juga menyewa para ninja. Untuk menelusuri arus sungai. Berharap jika cucunya terdampar di sekitaran sungai di mana cucunya itu terjatuh dan di pertemukan dalam keadaan hidup hidup. Namun, selepas cucunya jatuh ke sungai, Ditya tidak pernah melewatkan satu detik pun untuk tidak mencari keberadaan cucunya, dan hal itu berlangsung selama beberapa hari dirinya ikut mencari. Ditya melirik ke arah kertas yang berisi hasil tes
Di jalanan kumuh yang ada di pinggiran kota, seorang pria terlihat meringkuk sembari menatap ke arah langit yang mendung. "Tuhan, aku mohon bantu aku melewati semua cobaan yang berat ini dengan lancar. Semoga beberapa tahun lagi, syaraf syaraf di tubuh ku itu bisa kembali normal. Walau pun itu mustahil, semoga saja bisa. Karena aku ingin bisa menebus kesalahan ku pada seseorang," ujar pria itu dalam hatinya. Banyak sekali syaraf di tubuh pria itu yang lumpuh atau pun mati. Namun, ia mengharap kan mukjizat dari Tuhan. Berharap sebuah keajaiban. Karena setelah beberapa hari merenung, ia baru menyadari. Jika dirinya begitu dalam menyakiti seseorang, dan sangat berharap bisa menembus kesalahan itu. Tiba tiba ada seorang perempuan kecil yang menghampiri dirinya. "Tuan ... Ada seseorang yang memberikan makanan ini untuk mu." Gadis kecil itu nampak menyerahkan sebuah tas yang berisi makanan. Pria itu hanya bisa menjawab ucapan gadis kecil itu dengan anggukan kepala, tanpa bisa menjawa
"Kenapa anda terus berpikir buruk tentang saya Tuan? Bahkan sebelumnya anda juga terlalu percaya pada fitnah fitnah keji yang di tunjukkan pada saya," teriak Dilara sembari terus terisak. Bahkan ia menjeda ucapannya untuk mengambil nafas dalam dalam terlebih dahulu. Akhirnya beberapa hal yang sebelum nya hanya bisa Dilara pendam, sekarang ini seperti sebuah bom waktu yang akhirnya meledak juga. Dilara sendiri juga sebenarnya bingung, keberanian nya itu sebenarnya datang dari mana. Dia hanya orang kecil dan tidak mempunyai koneksi, sebenarnya mana berani melawan David yang mempunyai banyak bawahan dan juga bodyguard. "Sebelumnya Tuan juga sangat tega dengan mempercayai beberapa tuduhan keji yang di berikan kepada ku. Bahkan Tuan juga memberikan hukuman yang sangat kejam pada ku!" Dilara terus mengeluarkan unek unek yang selama ini ia pendam dan juga begitu menyesakkan di dadanya. David merasa aneh dengan perasaannya sendiri. Ia tidak marah, justru menatap istrinya, Dilara, dengan
"Dilara ... Apakah ada yang sakit? Kenapa kamu itu malah diam mematung seperti ini?" Pertanyaan dari David sukses membuat lamunan Dilara pun buyar. Selama seberapa hari ini, jika bertemu dengan David. Ntah kenapa bayang bayang memalukan saat berada di dalam rumah sakit terus terlintas di dalam otak dan juga pikirannya. Dengan wajah polosnya, Dilara reflek melihat ke arah wajah David dengan bola mata hitam legam dan juga besar itu. Namun, setelah dirinya tersadar. Dilara buru buru memalingkan pandangan nya lagi ke arah lain. David sungguh di buat gemas, dengan tingkah istrinya saat ini. Lantas ia pun berjalan cepat ke arah Dilara. Tanpa banyak bicara langsung menggendong tubuh istrinya itu ala bridal style. "Tu - tuan kenapa anda sekarang ini menggendong saya?" tanya Dilara polos. "Kenapa harus berbicara dengan nada formal?" Bukanya menjawab pertanyaan istrinya, David malah balik mengajukan pertanyaan. "Maaf," sahut Dilara. "Aku akan merebahkan tubuh mu di atas kasur,"
David nampak membaca hasil tes milik Keira istrinya. "Ternyata ginjal milik Keira itu dua, dan ginjal milik Dilara sendiri juga sama sama dua. Jika memang Dilara terbukti sebagai Ara, wanita kecil yang aku cari. Hukuman apa yang pantas untuk aku berikan pada wanita pembohong itu," gumam David dalam hatinya, ia masih mengingat , jika Keira adalah mantan istri dan juga ibu dari darah dagingnya. Mengingat Tes DNA itu belum keluar perihal Devandra. David berjalan ke arah kaca, dimana istri yang selama ini dia cintai dan perlakukan seperti putri raja nampak mengamuk dan juga berteriak kesetanan dengan tatapan kosong. Dengan tangan yang hanya di balut oleh perban. Keira terus saja mengamuk. "Tuan David, apakah ada tindakan yang perlu kami lakukan untuk Nyonya Keira? Seperti operasi, karena saya taku. Jika di biarkan lukanya akan mengalami infeksi," kata salah seorang bawhannya dengan pakaian medis. "Biarkan dia seperti ini dulu! Ini adalah hukuman yang pantas untuk nya, karena
Dengan pipi semerah tomat, Dilara mati matian memalingkan pandangannya ke arah lain. Kala tubuhnya di rebahkan di atas ranjang yang ada di dalam ruangan itu. Karena infus sudah terlepas, tidak ada alasan lain bagi David untuk mengajak istrinya tidur di ranjang yang ada di ruangan itu. Karena memang sebenarnya itu ruang itu, bukan lah ruangan inap. "Kenapa Tuan David terus memandang ku dengan tatapan seperti itu? Kan aku sendiri merasa sangat risih," gumam Dilara dalam hatinya, lantas ia pun menutup matanya, karena tidak kuat dengan tatapan maut yang di berikan oleh David. Pesona yang di layangkan oleh David, benar benar membuat dirinya mabuk kepayang. "Bukankah sedari tadi kamu itu memandang wajah ku, dan memainkan jari jemari mu itu di wajah ku. Kenapa sekarang kamu malah menutup wajah mu sendiri, saat wajah kita berdua sudah sedekat ini?" tanya David heran, ia sebenarnya sudah terbangun dari tadi. Cuman ia memang membiarkan istrinya itu mengungkapkan apa yang ada di dalam hatin