David tampaknya tidak merespon ucapan yang baru saja keluar dari bibir asisten pribadinya, Etnan. Pikirannya justru terfokus pada sosok Dilara yang tampak mengenaskan dalam dekapan singa yang telah dibesarkannya. Singa betina itu terlihat mengeluarkan air mata dan ekspresi iba, menimbulkan pertanyaan di benak David. "Dari kecil, aku selalu percaya bahwa singa betina ini akan ganas dan tidak akan punya ampun pada orang baru. Namun, mengapa dia malah terlihat begitu mengasihani Dilara, memeluknya yang kedinginan karena angin malam yang begitu kencang? Bukankah seharusnya dia menjauhi dan mengintimidasi Dilara yang menjadi tersangka?" gumam David dalam hati, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Etnan kembali memberikan komentar, juga dengan nada heran, "Bukankah di sini Dilara adalah seorang tersangka alias orang yang bersalah? Dan ... Bukankah singa betina Tuan itu terkenal akan kejujurannya? Kenapa singa itu mau dekat dengan Dilara? Bukankah Dilara itu orang yang licik
Dilara diam, ia nampak mencerna kata kata yang barusan keluar dari bibir David. Sungguh Dilara benar benar dibuat tidak mengerti dengan keadaan yang terjadi. "Bukankah bayi Tuan David itu hanya alergi dengan segala susu sapi dan juga kedelai. Kenapa bisa? Minum ASI selain dariku dia bisa mengalami keracunan seperti itu?" gumam Dilara dengan penuh tanda tanya dalam benaknya. Dilara benar benar dibuat bingung, dengan takdir yang terjadi yang menimpa dirinya sekarang ini. Ia masih belum mempercayai dengan mukjizat dan pertolongan yang diberikan oleh Tuhan sang pencipta langit dan juga bumi sekarang ini. Dilara masih duduk mematung seraya berpikir dengan sangat keras. David yang melihat Dilara nampak duduk mematung, tiba- tiba menarik tubuh Dilara dengan sangat lembut ke dalam pelukannya. Hal itu, sungguh membuat Dilara sendiri merasa terkejut, bahkan ia juga memasang wajah terkejut. Bukan hanya Dilara saja yang bingung dan terkejut, melainkan David juga. Padahal David y
Dilara merasa dunia serasa runtuh. Bola matanya tampak berkaca-kaca, menolak keras memercayai kenyataan pahit di hadapannya. Ia merasa guncang membaca dokumen yang disodorkan David, seluruh informasi terasa begitu nyata dan real dengan adanya cap negara yang ada di dokumen itu. Perasaannya bercampur aduk dalam hati dan pikirannya, mencari alasan untuk meyakinkan diri sendiri bahwa apa yang dilihatnya hanyalah mimpi buruk belaka. "Ini tidak mungkin," gumam Dilara lirih, meneteskan air mata. Hatinya sekarang ini seperti di hantam ribuan sembilu, rasa sakit yang begitu dalam kini benar benar menghampiri dirinya. "Tuan, Anda pasti bohong! Ini tidak mungkin terjadi! Apa alasan di balik kebohongan ini?" Ia melotot kepada David, tak bisa menyembunyikan keputusasaan yang menghantui hatinya. Dia bergantian menatap David dan dokumen yang ada di tangannya, seolah-olah mencari kebenaran yang bersembunyi di antara kata-kata pahit itu. "Itu nyata, Dilara," jawab David tegas.
Laras merasa bingung dan marah dengan keadaan yang saat ini menimpanya. Ia pergi ke ruangan Indira bertujuan untuk memberikan ancaman pada Indira, namun anehnya, Laras justru merasa terpojokkan. Dia menggenggam tangannya erat sendiri dengan perasaan kesal bercampur marah, teringat senyuman kemenangan yang diberikan oleh Indira kepadanya. "Dia memang baru bekerja di sini sebagai suster selama dua bulan, sementara aku sudah menjadi kepala pelayan di mansion mewah ini selama lebih dari sepuluh tahun. Harusnya aku yang lebih unggul. Apakah aku benar-benar akan kalah olehnya?" batinya dengan penuh kecemasan dan frustrasi. Laras berusaha untuk menguatkan tekadnya, "Tidak... tidak, pasti Tuan David akan melupakan masalah ini dan memaafkanku. Aku hanya perlu mendapatkan kembali kepercayaannya, dan aku akan dapat menghancurkan Indira." Laras berusaha menenangkan diri, menggali lebih dalam keyakinannya untuk bangkit dari keterpurukan ini, dan mengatur strategi untuk menyelesaikan pers
Di sebuah ruangan kerja, terdapat David tersenyum simpul ketika rapat berlangsung, sesekali ia melirik asisten pribadinya yang tampak ikut gembira. "Sepertinya beberapa hari ini, Tuan David sedang dalam mood yang sangat baik!" ujar Etnan antusias, berusaha mengetahui penyebab kebahagiaan sang bos. "Iya, dan sebentar lagi aku juga akan melakukan ijab kabul," sahut David sambil terus melihat ke depan, seakan-akan menikmati perasaan bahagia yang melanda hatinya. David juga terlihat melihat ke arah bawah, dimana layar kecil CCTV nampak berada di tangannya. Senyuman Etnan pun pudar, bahkan ia nampak terdiam. Sudah beberapa hari ini David hanya diam, dan tidak pernah bercerita apapun perihal masalah pribadinya, padahal biasanya David mengatakan pada asisten pribadinya itu walaupun hanya sepatah kata saja. "Memangnya Tuan mau menikahi siapa?" tanya Etnan penasaran, ingin mengetahui lebih lanjut tentang perubahan besar dalam hidup sang bos. "Ibu susu Devandra. Bagaimana pun, Dev
David kini duduk di sebuah kursi, berusaha tenang saat menjalani prosesi ijab kabul. Meski dirinya harus menunggu dengan sabar sang mempelai wanita yang sekarang ini masih di rias. Mansion mewah yang biasanya sunyi, kini berubah ramai oleh kehadiran saksi dan tamu yang ia bayar. Semua demi menjaga rahasia pernikahannya dengan Dilara, yang wajahnya mirip Keira jika di-make up. Apalagi ijab kabul yang di lakukan David sekarang ini bersama dengan Dilara benar- benar dibuat tertutup. Bahkan Ibnu Mohen pun tidak di beritahu. "Bagaimana pun aku harus melakukan semua ini? Media, atau pers tidak ada yang boleh tahu perihal pernikahan ke duaku ini. Dan di depan publik, Dilara tetap harus berpura pura menjadi Keira," gumam David dalam hati, merasa terjebak dalam keadaan sulit. Sementara itu, Laras yang berdiri tidak jauh dari tempat David, menahan gejolak amarah yang menghampiri dirinya. Dalam hati, ia tak dapat menerima kenyataan pahit ini. "Seharusnya aku yang berada di sampingnya
Wajah Dilara bersemu merah seperti tomat ketika pria yang kini sudah sah menjadi suaminya mencium dahinya. Ntah kenapa Dilara merasa begitu bahagia, ketika akhirnya hubungan sandiwara nya dengan David benar-benar resmi dan dihalalkan. Ia tidak bisa menutupi rasa gugup yang menguasai dirinya, membuat tangannya berkeringat. Dalam hatinya ia merasa bahagia sekaligus tidak percaya, apakah ini benar-benar nyata? "Akhirnya, aku sudah menjadi istri yang sah bagi Tuan David yang terkenal akan kekayaan dan kekuasaan nya seantero jagat," gumam Dilara dalam hati.Bahkan kekayaan dan kekuasaan milik Tuan David jauh lebih besar dibandingkan dengan Mas Arman. Awalnya Dilara benar benar tidak menyangka, jika dia akan di nikahi oleh seorang penguasa. Dengan ragu, Dilara mendongakkan wajahnya untuk menatap pria yang kini sah menjadi suaminya. Kedua bola mata mereka saling beradu, dan sepertinya waktu seakan berhenti saat mereka terjebak dalam tatapan penuh cinta itu. Pak penghulu yang melantunk
Di dalam kamar pengantin, tepatnya di dalam kamar mewah milik David. Dilara terdiam duduk dengan wajah bingung, merenungkan apa yang harus ia lakukan dalam situasi ini. Sementara itu, David duduk di meja besar, di mana ia menjalankan pekerjaannya, berdekatan dengan Dilara. Tumpukan berkas di atas meja mengindikasikan jika itu adah tempat kerja dimana biasanya David melakukan pekerjaan di dalam kamarnya. Kebingungan saat ini juga ada di dalam pikiran David. Ia pun memutuskan untuk menyibukkan diri dengan pekerjaan yang sebenarnya bisa ditangani nanti saja. "Sudah dua jam lebih kau tidak melakukan apa-apa, Dilara. Apakah hal itu tidak membuatmu bosan?" tanya David, mencoba untuk mengusik suasana hening. "Sa- saya bingung, Tuan," sahut Dilara dengan nada terbata. Hatinya merasa tidak tenteram, mencoba mencari jalan keluar dari kebingungan ini, tetapi seakan terjebak dalam dilema yang tak kunjung berakhir. "Sebentar lagi waktunya Devandra menyusu, lebih baik kau ganti kebayamu itu
"Apakah Tuan David sangat memperdulikanku? Bukankah aku itu harusnya merasa beruntung? Kenapa tiba tiba hatiku terasa begitu bahagia?" gumam Dilara dalam hatinya, ia merasa begitu bingung dengan apa yang menimpanya sekarang ini. Para pelayan dan juga perawat yang saat ini nampak mengkrubungi Dilara nampak diam, bahkan mereka terlihat saling memandang satu sama lain, tidak ada yang berani untuk menjawab pertanyaan yang baru saja keluar dari bibir David. "Mengapa kalian semua diam saja?" seru David dengan nada suara meninggi, kemarahan terpancar di wajahnya. "Apa kalian tidak sadar betapa pentingnya Dilara untuk Devandra? Dia harus terus memberikan ASI-nya, tidak peduli apa yang terjadi padanya! Jangan biarkan apa pun yang buruk terjadi pada ibu susu bayi ku!" Tidak ada yang berani mengatakan sesuatu, hingga akhirnya seorang perawat yang merawat luka di tubuh Dilara ingin mencoba berbicara. Tapi sebelum ia sempat mengeluarkan kata-kata, Dilara sudah menghentikannya. "Saya tidak ap
Dengan raut wajah yang terlihat begitu penasaran, David pun berjalan ke arah wanita yang terbaring di atas brangkar. Ia benar benar begitu penasaran dengan bagaimana rupa wanita itu. Ke dua bola mata David nampak membulat sempurna, bahkan ia memasang wajah terkejut. "Keira," panggil David dengan ekspresi wajah yang sulit untuk di deskripsikan. Bahkan dengan gerakan perlahan namun pasti, David pun dengan reflek nampak memeluk tubuh wanita yang terbaring lemah itu begitu erat. "Keira, kenapa kamu baru muncul sekarang? Aku sangat merindukan mu! Sebenarnya selama ini kamu itu d ke mana?" Beberapa pertanyaan langsung mencelos begitu saja dari bibir David. Bahkan ia juga terlihat semakin memeluk istrinya itu semakin erat, guna melepas rindu yang selama ini menjalar di dalam hatinya.Jika biasanya wajah David seperti pangeran es, sekarang sungguh sangat jauh berbeda.Terlihat lebih hangat. Ada perasaan lega dan juga bahagia yang menyelimuti hati Etnan, kala melihat kerinduan yang mend
Setelah menutup telepon, Etnan yang masih dalam posisi polos tanpa sehelai benang terlihat berjalan ke arah walk in closet yang ada di dalam kamarnya. Tanpa memperdulikan perasaan dan juga keberadaan Indira. Etnan lalu keluar dari dalam walk in closet dengan setelah tuksedo kerjanya, dengan gerakan yang terlihat santai dan juga lihai, ia nampak menempelkan beberapa plester di wajahnya akibat cakaran tangannya sendiri. Lalu Etnan menggunakan sebuah alat yang mirip earpon, lalu dengan acuh ia berbicara panjang lebar dengan seseorang lewat earpon yang terpasang di telinganya. Indira yang sedari tadi diam seperti patung, sembari menahan amarah yang sudah berkobar didalam hatinya, akhirnya benar -benar sudah tidak tahan. "Etnan berani kau keluar dari kamar ini sebelum membuat komitmen dengan ku! Aku tidak akan segan segan untuk membuat perhitungan dengan mu," ancam Indira dengan suara yang terdengar penuh amarah. Etnan sebenarnya mendengar ucapan Indira, namun ia berpura -pura.
"T-tapi Tuan, bukankah pernikahan ini hanya sebuah sandiwara? Dan kata Tuan David, bukankah tidak akan pernah memaksa ku untuk melakukan kewajiban sebagai seorang istri," protes Dilara dengan nada terbata.Walaupun wajah David sekarang ini menatapnya penuh lembut. Namun, ketakutan jelas terpancar diwajahnya. "Apakah sekarang ini aku memaksamu Dilara?" Pertanyaan yang baru saja keluar dari bibir David sungguh membuat Dilara merasa bingung untuk menjawabnya. Bahkan sekarang ini Dilara merasa ada sesuatu dalam dirinya yang kembali terbangkit, sesuatu yang telah lama tidak ia rasakan. "Mengapa aku merasa seperti ini? Apakah ini karena sudah lama tidak merasakan sentuhan seorang pria, ataukah ada perasaan yang lebih dalam untuk Tuan David?" batin Dilara, sambil berusaha meredam desakan nafasnya yang terengah-engah. "Jauhkan tanganmu itu dari wajah cantikmu itu Dilara! Aku ingin melakukan ini sembari menatap wajah cantikmu itu," ujar David kala melihat istrinya menutup wajahnya dengan
Di dalam kamar pengantin, tepatnya di dalam kamar mewah milik David. Dilara terdiam duduk dengan wajah bingung, merenungkan apa yang harus ia lakukan dalam situasi ini. Sementara itu, David duduk di meja besar, di mana ia menjalankan pekerjaannya, berdekatan dengan Dilara. Tumpukan berkas di atas meja mengindikasikan jika itu adah tempat kerja dimana biasanya David melakukan pekerjaan di dalam kamarnya. Kebingungan saat ini juga ada di dalam pikiran David. Ia pun memutuskan untuk menyibukkan diri dengan pekerjaan yang sebenarnya bisa ditangani nanti saja. "Sudah dua jam lebih kau tidak melakukan apa-apa, Dilara. Apakah hal itu tidak membuatmu bosan?" tanya David, mencoba untuk mengusik suasana hening. "Sa- saya bingung, Tuan," sahut Dilara dengan nada terbata. Hatinya merasa tidak tenteram, mencoba mencari jalan keluar dari kebingungan ini, tetapi seakan terjebak dalam dilema yang tak kunjung berakhir. "Sebentar lagi waktunya Devandra menyusu, lebih baik kau ganti kebayamu itu
Wajah Dilara bersemu merah seperti tomat ketika pria yang kini sudah sah menjadi suaminya mencium dahinya. Ntah kenapa Dilara merasa begitu bahagia, ketika akhirnya hubungan sandiwara nya dengan David benar-benar resmi dan dihalalkan. Ia tidak bisa menutupi rasa gugup yang menguasai dirinya, membuat tangannya berkeringat. Dalam hatinya ia merasa bahagia sekaligus tidak percaya, apakah ini benar-benar nyata? "Akhirnya, aku sudah menjadi istri yang sah bagi Tuan David yang terkenal akan kekayaan dan kekuasaan nya seantero jagat," gumam Dilara dalam hati.Bahkan kekayaan dan kekuasaan milik Tuan David jauh lebih besar dibandingkan dengan Mas Arman. Awalnya Dilara benar benar tidak menyangka, jika dia akan di nikahi oleh seorang penguasa. Dengan ragu, Dilara mendongakkan wajahnya untuk menatap pria yang kini sah menjadi suaminya. Kedua bola mata mereka saling beradu, dan sepertinya waktu seakan berhenti saat mereka terjebak dalam tatapan penuh cinta itu. Pak penghulu yang melantunk
David kini duduk di sebuah kursi, berusaha tenang saat menjalani prosesi ijab kabul. Meski dirinya harus menunggu dengan sabar sang mempelai wanita yang sekarang ini masih di rias. Mansion mewah yang biasanya sunyi, kini berubah ramai oleh kehadiran saksi dan tamu yang ia bayar. Semua demi menjaga rahasia pernikahannya dengan Dilara, yang wajahnya mirip Keira jika di-make up. Apalagi ijab kabul yang di lakukan David sekarang ini bersama dengan Dilara benar- benar dibuat tertutup. Bahkan Ibnu Mohen pun tidak di beritahu. "Bagaimana pun aku harus melakukan semua ini? Media, atau pers tidak ada yang boleh tahu perihal pernikahan ke duaku ini. Dan di depan publik, Dilara tetap harus berpura pura menjadi Keira," gumam David dalam hati, merasa terjebak dalam keadaan sulit. Sementara itu, Laras yang berdiri tidak jauh dari tempat David, menahan gejolak amarah yang menghampiri dirinya. Dalam hati, ia tak dapat menerima kenyataan pahit ini. "Seharusnya aku yang berada di sampingnya
Di sebuah ruangan kerja, terdapat David tersenyum simpul ketika rapat berlangsung, sesekali ia melirik asisten pribadinya yang tampak ikut gembira. "Sepertinya beberapa hari ini, Tuan David sedang dalam mood yang sangat baik!" ujar Etnan antusias, berusaha mengetahui penyebab kebahagiaan sang bos. "Iya, dan sebentar lagi aku juga akan melakukan ijab kabul," sahut David sambil terus melihat ke depan, seakan-akan menikmati perasaan bahagia yang melanda hatinya. David juga terlihat melihat ke arah bawah, dimana layar kecil CCTV nampak berada di tangannya. Senyuman Etnan pun pudar, bahkan ia nampak terdiam. Sudah beberapa hari ini David hanya diam, dan tidak pernah bercerita apapun perihal masalah pribadinya, padahal biasanya David mengatakan pada asisten pribadinya itu walaupun hanya sepatah kata saja. "Memangnya Tuan mau menikahi siapa?" tanya Etnan penasaran, ingin mengetahui lebih lanjut tentang perubahan besar dalam hidup sang bos. "Ibu susu Devandra. Bagaimana pun, Dev
Laras merasa bingung dan marah dengan keadaan yang saat ini menimpanya. Ia pergi ke ruangan Indira bertujuan untuk memberikan ancaman pada Indira, namun anehnya, Laras justru merasa terpojokkan. Dia menggenggam tangannya erat sendiri dengan perasaan kesal bercampur marah, teringat senyuman kemenangan yang diberikan oleh Indira kepadanya. "Dia memang baru bekerja di sini sebagai suster selama dua bulan, sementara aku sudah menjadi kepala pelayan di mansion mewah ini selama lebih dari sepuluh tahun. Harusnya aku yang lebih unggul. Apakah aku benar-benar akan kalah olehnya?" batinya dengan penuh kecemasan dan frustrasi. Laras berusaha untuk menguatkan tekadnya, "Tidak... tidak, pasti Tuan David akan melupakan masalah ini dan memaafkanku. Aku hanya perlu mendapatkan kembali kepercayaannya, dan aku akan dapat menghancurkan Indira." Laras berusaha menenangkan diri, menggali lebih dalam keyakinannya untuk bangkit dari keterpurukan ini, dan mengatur strategi untuk menyelesaikan pers