Suster itu merasa dilema, kemudian mematung seraya menggumamkan pertanyaan dalam hati, "Haruskah aku mengambil ASI Dilara saat kondisinya sedang sekarat seperti ini? Apakah aku sudah kehilangan rasa kemanusiaan?" Dia berusaha berpikir keras, menimbang segala kemungkinan yang ada. "Cepat lakukan! Apakah kau kira aku main-main? Bahkan aku tahu, kalau anakmu itu sakit dan dirawat di rumah sakit yang tak jauh dari sini. Dan dirumah sakit itu, anakmu ditemani oleh kakak kandungmu!" ujar David dengan mengejek, ingin menunjukkan kuasanya. Hatinya seperti teriris mendengar David mengancam anak dan keluarganya. "Bagaimana bisa Tuan David mengetahui semuanya?" pikir Suster itu dengan wajah bingung, sambil menatap mata David yang tajam itu. Terasa seperti semua kedalaman hatinya berhasil dilihat dan diselami oleh David. "Jika kau ingin keluargamu selamat dan berumur panjang, segera lakukan perintahku!""Karena sekarang aku dalam posisi mood yang tidak baik, bisa saja aku mengebom rumah
Beberapa hari pun berlalu, Dilara masih berada di ruangan yang sama dan terbaring lemah di atas barngkar rumah sakit. Ruangan yang Dilara tempati sekarang ini bernuansa putih dan terlihat begitu luas, bahkan lebih luas dari ruangan VVIP. Namun, ruangan yang terlihat begitu luas itu hanya berisi dirinya yang sendirian. Dan di dalam ruangan itu tidak ada barang barang mewah, hanya berisi kehampaan. JIka didalam Ruangan VVIP biasanya di isi dengan barang barang mewah, di ruangan yang di tempati Dilara hanya berisi sebuah brangkar miliknya, dan sebuah nakas kecil yang ada di sampingnya. Jangankan TV mewah, sofa atau pun kulkas. Minuman saja juga tidak disediakan diruangan itu, bukankah sekarang ini Dilara seperti orang yang terkurung di dalam sebuah penjara. Dilara membuka kelopak matanya secara perlahan, mendapati dirinya yang masih berada dalam ruangan sama. Rasa kecewa benar benar terlihat dari wajahnya. "Ya Allah, Ya Tuhan ku. Sekarang ini aku benar benar merasa lapar dan
"Kau tahu Dilara, jika kekejaman yang aku lakukan sekarang ini kepadamu. Sudah mendapatkan restu dari ayah kandungmu. Bahkan kemarin dia juga menawarkan untuk menjual nyawamu kepadaku sebesar dua miliar rupiah. Namun, bagi ku angka itu sungguh terlalu mahal. Untuk untuk seonggok daging manusia yang hanya tersisa kulit dan juga tulang. Bahkan hanya mempunyai fungsi seperti sapi perah sepertimu." David nampak menjeda ucapannya itu sebentar. Ia nampak menatap ke arah wajah Dilara begitu dalam. Dilara hanya merespon dengan tatapan nanar nan kosong ke arah lain. Hatinya sekarang ini benar benar terasa begitu sakit.Sekarang ini dia seperti dilemparkan ke dalam sebuah jurang yang dalam. Karena Dilara merasa sudah tidak ada orang didunia ini yang peduli padanya, termasuk ayahnya sendiri Ibnu Mohen. "Dan apa yang ingin kau dengar? Ayahmu itu malah dengan sukarela menurunkan harga nyawamu menjadi satu miliar. Hahaha, tentu saja aku masih menolaknya. Dan akhirnya aku hanya membayarnya
"Tuan David, tolong mengerti! Bisakah Anda mengurangi hukuman untuk Dilara? Jika terus seperti ini, dia akan mengalami gangguan mental, bahkan lama kelamaan dia bisa menjadi gila," ujar Etnan dengan nada memohon, berharap David bisa melihat betapa besar pengaruh hukuman itu bagi Dilara. "Apa urusanmu dengan mental Dilara? Biarkan saja dia gila, tidak ada hubungannya denganmu, juga tidak akan mempengaruhi anakku yang dia susui." Tanpa Etnan sadari jika sekarang ini David terlihat geram, seolah-olah Etnan telah menentang keputusan yang sudah ia buat. Melihat wajah David yang semakin marah, Etnan sadar bahwa ia telah melangkah terlalu jauh. Hatinya berkecamuk, "Apakah aku seharusnya tidak membahas hal ini? Mungkin aku cuma akan menambah masalah." Akhirnya, ia memutuskan untuk meminta maaf pada David sebelum semuanya semakin buruk. Etnan sudah berusaha meminta bantuan Laras, namun Laras malah mengancam dan dengan halus menolak permintaannya. Ia benar benar tidak ada pilihan la
"Laras, aku mohon! Tolong aku, bebaskan aku dari sini! Bagaimana pun malam itu aku tidak bersalah! Aku hanya ingin melindungi Tuan muda Devandra, aku tidak ada niat sama sekali untuk menyakitinya," ujar Dilara dengan setitik cahaya yang terlihat dari ke dua bola matanya. Walaupun cahaya itu terlihat sangat redup dan juga sayu. Namun, Dilara merasa memiliki harapan dan ia yakin, Laras pasti akan membantunya. Laras sendiri hanya diam seraya berjalan ke arah brangkar Dilara dengan wajah datar. Lalu ia menyuruh pelayan lain yang berada didalam ruangan milik Dilara untuk keluar ruangan. "Sekarang lebih baik kalian semua keluar dari sini! Aku mau berbicara empat mata dengan Dilara," titah Laras dengan suara meninggi, sehingga membuat nyali pelayan lain menjadi ciut. Semua orang di Mansion mewah ini tentu saja tahu, seberapa besar kekuatan yang dimiliki oleh Laras. Pelayan yang tadi masuk bersama Laras pun berbondong bondong keluar dari dalam ruangan milik Dilara. Melihat wajah
Saat Laras berjalann sampai pintu ruangan Dilara, tiba tiba ia dikejutkan dengan kedatangan David. Lantas ia pun terlihat bertatap muka dengan David. "Tu - tuan," gumam Laras dengan suara yang terdengar begitu lirih, bahkan saking lirihnya mungkin David tidak bisa mendengar suaranya. Laras langsung berpura pura kesulitan berjalan, bahkan ekspresi wajahnya langsung berubah seperti orang sekarat. Hal yang Laras lakukan barusan, tidak luput dari tatapan tajam Dilara. "Ya Tuhan ku, kenapa aku bodoh sekali? Harus mempercayai dan juga berharap pada wanita berbisa seperti Laras," gumam Dilara dalam hatinya dengan tatapan penuh kesumat. Dilara yakin, apa yang di katakan oleh Laras barusan memang benar apa adanya. Ia yakin, jika David memang tidak akan melepaskannya begitu mudah. Apalagi, bukti semua kekacauan yang sekarang ini terjadimengarah pada dirinya. Tuannya itu juga tidak akan pernah membiarkan dirinya mati dengan begitu mudah, pasti David tetap akan menyiksanya dengan par
Wajah David sekarang ini benar benar murka, bahkan tidak ada kelembutan sama sekali yang ditunjukkan dibalik wajah tampannya itu. Dilara tahu, atas fitnah dan juga kesalahan yang tidak ia perbuat. Ia pasti akan mendapatkan sebuah hukuman yang sangat kejam dari David. Bahkan mungkin, semua itu tidak termaafkan. Seperti sekarang ini, dirinya yang harus berakhir tragis dengan dikurung di dalam kandang singa. Dilara sudah berusaha untuk menjelaskan semuanya pada David dengan jujur. Namun, sepertinya tuannya itu memang terlalu menganggap jika dirinya itu bersalah. Makanya sama sekali tidak mau mendengarkan ucapannya. Apa lagi, jika di bandingkan dengan kepala pelayan Laras. Tentu saja, David akan lebih mempercayai apa yang kepala pelayan itu katakan di bandingkan dengan dirinya. Bahkan banyak sandiwara yang Laras lakukan untuk membuat David semakin membenci dirinya. Ditambah Laras sudah bekerja lama sekali di mansion mewah milik David, jika di bandingkan dengan dirinya.
"Apa?" David memandang Suster itu dengan tatapan marah, bahkan ia menatap tajam ke arah suster itu. Suster yang mendapat sebuah fitnah kejam itu nampak menggeleng -gelengkan kepalanya. Lantas ia pun menoleh ke arah obat yang sekarang ini sekarang ini ada ditangannya. "Coba Tuan David lihat tangannya, apa yang sekarang ini dia bawa? Suster itu berniat untuk membunuh atau berbuat hal buruk untuk bayi Tuan David," celetuk Laras sehingga membuat amarah David semakin terpatik. Namun, David memanglah bukan orang bodoh. Ia juga mempunyai IQ yang sangat tinggi. Ia tetap menaruh curiga pada Laras, mengenai tuduhan yang tidak berdasar itu. "Bagaimana pun Suster itu adalah lulusan terbaik dari desa, tidak mungkin dia ingin mencelakai keluargaku. Terutama anakku, memangnya apa alasan Suster itu ingin membuat anak ku itu celaka," gumam David dalam hatinya, bagaimana pun ia tidak boleh gegabah, ia harus mengetahui alasan yang jelas perihal alasan Suster itu yang ingin mencelakai putranya. Ka
"Apa?" tanya David dengan suara meninggi, kepalanya terasa berdenyut karena kekecewaan. Wajahnya terlihat begitu menyeramkan setelah mendengarkan penuturan dari dokter terbaik di negeri ini. Rasa gusar mulai merayapi jantungnya saat menyadari bahwa istri pertamanya mungkin tidak akan segera bangun dari koma. Dokter itu nampak memegangi kedua tangannya, berusaha menyembunyikan rasa takut yang mulai melanda, apalagi di balik itu semua ada sebuah kebohongan yang harus ia jaga. Keadaannya menjadi semakin tidak menguntungkan, terjebak di antara David, seorang mafia yang terkenal akan kekejaman nya, dan tanggung jawab nya sebagai seorang dokter. "Iya, jadi Nyonya Keira sampai sekarang belum sadarkan diri. Alias koma, karena para agen intelijen yang Anda sewa untuk menginterogasi Nyonya Keira melakukannya dengan cara yang begitu kasar. Sehingga membuat luka trauma di hati Nyonya Keira bertambah, ditambah lagi, dengan fakta suaminya yang menikah lagi. Membuat hati Nyonya Keira yang terlu
David sendiri nampak memijit pelipisnya, ia sendiri bingung untuk mengambil keputusan. Karena, Indira bisa bekerja dan juga masuk ke dalam mansion mewah miliknya dengan memenuhi seleksi yang ketat. Sebenarnya sebelum menyetujui permintaan dari Indira, David ingin mencari tahu dulu. Apakah Indira itu berbohong perihal alasan untuk mengambil cuti atau tidak.Tapi mengingat banyak sekali permasalahan yang harus ia selesaikan sekarang, David memilih untuk langsung mempercayai apa yang Indira katakan. "Baiklah, jadi sekarang ini kau itu hamil Indira? Apakah ada bukti kongkret yang menunjukkan jika sekarang ini kau itu hamil? Dan ... Adakah foto calon suami mu?" Beberapa pertanyaan mencelos begitu saja dari bibir tampan David. Etnan sendiri malah memasang wajah syok dan juga terkejut, mati matian Etnan itu mengubah ekspresinya menjadi biasa saja. Namun, hal itu terasa begitu sulit, ia masih saja memandang wajah Indira yang pucat dan juga putus asa tanpa berkedip. "Ada," sahut Indira s
"Apakah Tuan David sangat memperdulikanku? Bukankah aku itu harusnya merasa beruntung? Kenapa tiba tiba hatiku terasa begitu bahagia?" gumam Dilara dalam hatinya, ia merasa begitu bingung dengan apa yang menimpanya sekarang ini. Para pelayan dan juga perawat yang saat ini nampak mengkrubungi Dilara nampak diam, bahkan mereka terlihat saling memandang satu sama lain, tidak ada yang berani untuk menjawab pertanyaan yang baru saja keluar dari bibir David. "Mengapa kalian semua diam saja?" seru David dengan nada suara meninggi, kemarahan terpancar di wajahnya. "Apa kalian tidak sadar betapa pentingnya Dilara untuk Devandra? Dia harus terus memberikan ASI-nya, tidak peduli apa yang terjadi padanya! Jangan biarkan apa pun yang buruk terjadi pada ibu susu bayi ku!" Tidak ada yang berani mengatakan sesuatu, hingga akhirnya seorang perawat yang merawat luka di tubuh Dilara ingin mencoba berbicara. Tapi sebelum ia sempat mengeluarkan kata-kata, Dilara sudah menghentikannya. "Saya tidak ap
Dengan raut wajah yang terlihat begitu penasaran, David pun berjalan ke arah wanita yang terbaring di atas brangkar. Ia benar benar begitu penasaran dengan bagaimana rupa wanita itu. Ke dua bola mata David nampak membulat sempurna, bahkan ia memasang wajah terkejut. "Keira," panggil David dengan ekspresi wajah yang sulit untuk di deskripsikan. Bahkan dengan gerakan perlahan namun pasti, David pun dengan reflek nampak memeluk tubuh wanita yang terbaring lemah itu begitu erat. "Keira, kenapa kamu baru muncul sekarang? Aku sangat merindukan mu! Sebenarnya selama ini kamu itu d ke mana?" Beberapa pertanyaan langsung mencelos begitu saja dari bibir David. Bahkan ia juga terlihat semakin memeluk istrinya itu semakin erat, guna melepas rindu yang selama ini menjalar di dalam hatinya.Jika biasanya wajah David seperti pangeran es, sekarang sungguh sangat jauh berbeda.Terlihat lebih hangat. Ada perasaan lega dan juga bahagia yang menyelimuti hati Etnan, kala melihat kerinduan yang mend
Setelah menutup telepon, Etnan yang masih dalam posisi polos tanpa sehelai benang terlihat berjalan ke arah walk in closet yang ada di dalam kamarnya. Tanpa memperdulikan perasaan dan juga keberadaan Indira. Etnan lalu keluar dari dalam walk in closet dengan setelah tuksedo kerjanya, dengan gerakan yang terlihat santai dan juga lihai, ia nampak menempelkan beberapa plester di wajahnya akibat cakaran tangannya sendiri. Lalu Etnan menggunakan sebuah alat yang mirip earpon, lalu dengan acuh ia berbicara panjang lebar dengan seseorang lewat earpon yang terpasang di telinganya. Indira yang sedari tadi diam seperti patung, sembari menahan amarah yang sudah berkobar didalam hatinya, akhirnya benar -benar sudah tidak tahan. "Etnan berani kau keluar dari kamar ini sebelum membuat komitmen dengan ku! Aku tidak akan segan segan untuk membuat perhitungan dengan mu," ancam Indira dengan suara yang terdengar penuh amarah. Etnan sebenarnya mendengar ucapan Indira, namun ia berpura -pura.
"T-tapi Tuan, bukankah pernikahan ini hanya sebuah sandiwara? Dan kata Tuan David, bukankah tidak akan pernah memaksa ku untuk melakukan kewajiban sebagai seorang istri," protes Dilara dengan nada terbata.Walaupun wajah David sekarang ini menatapnya penuh lembut. Namun, ketakutan jelas terpancar diwajahnya. "Apakah sekarang ini aku memaksamu Dilara?" Pertanyaan yang baru saja keluar dari bibir David sungguh membuat Dilara merasa bingung untuk menjawabnya. Bahkan sekarang ini Dilara merasa ada sesuatu dalam dirinya yang kembali terbangkit, sesuatu yang telah lama tidak ia rasakan. "Mengapa aku merasa seperti ini? Apakah ini karena sudah lama tidak merasakan sentuhan seorang pria, ataukah ada perasaan yang lebih dalam untuk Tuan David?" batin Dilara, sambil berusaha meredam desakan nafasnya yang terengah-engah. "Jauhkan tanganmu itu dari wajah cantikmu itu Dilara! Aku ingin melakukan ini sembari menatap wajah cantikmu itu," ujar David kala melihat istrinya menutup wajahnya dengan
Di dalam kamar pengantin, tepatnya di dalam kamar mewah milik David. Dilara terdiam duduk dengan wajah bingung, merenungkan apa yang harus ia lakukan dalam situasi ini. Sementara itu, David duduk di meja besar, di mana ia menjalankan pekerjaannya, berdekatan dengan Dilara. Tumpukan berkas di atas meja mengindikasikan jika itu adah tempat kerja dimana biasanya David melakukan pekerjaan di dalam kamarnya. Kebingungan saat ini juga ada di dalam pikiran David. Ia pun memutuskan untuk menyibukkan diri dengan pekerjaan yang sebenarnya bisa ditangani nanti saja. "Sudah dua jam lebih kau tidak melakukan apa-apa, Dilara. Apakah hal itu tidak membuatmu bosan?" tanya David, mencoba untuk mengusik suasana hening. "Sa- saya bingung, Tuan," sahut Dilara dengan nada terbata. Hatinya merasa tidak tenteram, mencoba mencari jalan keluar dari kebingungan ini, tetapi seakan terjebak dalam dilema yang tak kunjung berakhir. "Sebentar lagi waktunya Devandra menyusu, lebih baik kau ganti kebayamu itu
Wajah Dilara bersemu merah seperti tomat ketika pria yang kini sudah sah menjadi suaminya mencium dahinya. Ntah kenapa Dilara merasa begitu bahagia, ketika akhirnya hubungan sandiwara nya dengan David benar-benar resmi dan dihalalkan. Ia tidak bisa menutupi rasa gugup yang menguasai dirinya, membuat tangannya berkeringat. Dalam hatinya ia merasa bahagia sekaligus tidak percaya, apakah ini benar-benar nyata? "Akhirnya, aku sudah menjadi istri yang sah bagi Tuan David yang terkenal akan kekayaan dan kekuasaan nya seantero jagat," gumam Dilara dalam hati.Bahkan kekayaan dan kekuasaan milik Tuan David jauh lebih besar dibandingkan dengan Mas Arman. Awalnya Dilara benar benar tidak menyangka, jika dia akan di nikahi oleh seorang penguasa. Dengan ragu, Dilara mendongakkan wajahnya untuk menatap pria yang kini sah menjadi suaminya. Kedua bola mata mereka saling beradu, dan sepertinya waktu seakan berhenti saat mereka terjebak dalam tatapan penuh cinta itu. Pak penghulu yang melantunk
David kini duduk di sebuah kursi, berusaha tenang saat menjalani prosesi ijab kabul. Meski dirinya harus menunggu dengan sabar sang mempelai wanita yang sekarang ini masih di rias. Mansion mewah yang biasanya sunyi, kini berubah ramai oleh kehadiran saksi dan tamu yang ia bayar. Semua demi menjaga rahasia pernikahannya dengan Dilara, yang wajahnya mirip Keira jika di-make up. Apalagi ijab kabul yang di lakukan David sekarang ini bersama dengan Dilara benar- benar dibuat tertutup. Bahkan Ibnu Mohen pun tidak di beritahu. "Bagaimana pun aku harus melakukan semua ini? Media, atau pers tidak ada yang boleh tahu perihal pernikahan ke duaku ini. Dan di depan publik, Dilara tetap harus berpura pura menjadi Keira," gumam David dalam hati, merasa terjebak dalam keadaan sulit. Sementara itu, Laras yang berdiri tidak jauh dari tempat David, menahan gejolak amarah yang menghampiri dirinya. Dalam hati, ia tak dapat menerima kenyataan pahit ini. "Seharusnya aku yang berada di sampingnya