Sebelum menjawab Lela menggendong Baby Dam yang mulai merengek. "Gak tau Pak, saya pas dateng Bapak udah di sini," balas Lela. Bara memejamkan mata sejenak, kepalanya sakit. Sial tadi malam ia malah minum alkohol banyak. "Bapak gak papa?" tanya Lela melihat Bara kesakitan. "Gak papa, efek mabuk aja." Ia lalu turun dari ranjang dan berdiri, agak oleng tapi Lela tak berani mendekat. Melihat reaksi Lela yang berlebihan membuat Bara terkejut, itu agak berlebihan karena kelihatan sekali ia takut padanya. "Kamu gak pernah liat orang mabuk?" Lela menggeleng, maka Bara mengerti, Lela anak baik-baik yang tak pernah melihat seseorang mabuk. Padahal itu hanya bentuk trauma, bukan berarti tidak pernah. Lela tak ingin orang-orang tau dengan traumanya ini, makanya ia menutupinya dengan dalih tidak pernah melihat orang mabuk. Karena sebelumnya ia juga pernah melihat Bara mabuk. ••• Bara menghela napas berkali-kali saat rapat, hal itu membuat peserta rapat deg-degan. Mereka sa
Bara terkejut ketika melihat CCTV di kamar Baby Dam di malam ulang tahunnya, itu adalah saat di mana Alex mengantarnya ke kamar, ttapi ia salah kamar. Alex justru mengantarnya ke kamar Baby Dam, ternyata dilihat gesturnya, Alex juga agak mabuk. Ia memijat pelipisnya, orang mabuk mengantar orang mabuk, itu konyol. Semakin dilihat, semakin terang faktanya. Ternyata ia tidur di ranjang di mana ada Lela yang sedang tidur. Untungnya Lela tak menyadari itu, bahkan ketika ia memeluk pinggangnya. Ia merasa malu, memejamkan matanya dan melihat adegan selanjutnya. Di Pagi hari, Lela berbohong tentang apa yang terjadi. Sehingga Bara pun mulai paham kalau Lela merasa takut padanya bukan hanya karena alkohol tetapi karena ia memeluknya saat tidur. "Mampus, mau ditaro di mana muka gue nanti?!" keluhnya. ••• Malam pun tiba ketika Lela sedang makan sendirian di dapur, ia suka terbangun dan merasa lapar di malam hari. Tiba-tiba ia merasakan ada yang mebgamatinya dari jauh, sehing
Lela mengucap syukur akhirnya ia bisa wisuda tepat waktu. Ibu dan adik-adiknya datang ke Jakarta untuk menemaninya saat wisuda itu. Meski Lela tidak mendapat predikat Cumlaude dan semacamnya, ia lulus dengan IPK 3,5. Ia merasa lega, perjuangamnya selama ini membuahkan hasil. Sementara itu, Bara sengaja membawa Baby Dam di acara wisuda itu agar anaknya ikut berfoto di hari bahagia ibu asinya. "Ma!" panggil Baby Dam saat melihat Lela berfoto bersama keluarganya. Lela dan keluarganya menoleh, sementara Lela dengan alami menggendong bayi berusia 10 bulan itu. Bara sendiri dengan canggung menyalami Ibu Lela. "Hallo, Bu. Salam kenal, saya Dosennya Lela," sapanya. Ibu Lela pun langsung berbinar, "Hallo juga, Pak. Salam kenal juga, terima kasih sudah banyak membantu anak saya." "Sama-sama Bu, itu sudah kewajiban saya." "Walau begitu saya masih harus berterima kasih, semoga ilmu yang Pak Dosen berikan bermanfaat untuk Lela nantinya." "Aamiin, Bu." "Oh ya, ini anaknya Pak
Setelah mengantar ibu dan kedua adiknya ke Stasiun, Lela kembali ke mansion. Ia agak lelah tetapi bahagia karena sudah melalui wisuda. Ia langsung bersih-bersih dan istirahat, niatnya ingin mengecek Baby Dam, tapi ia terlalu lelah untuk bangkit. Jadi ia tertidur sampai Pagi, toh ia diberi libur oleh Bara dan sudah menyiapkan cadangan asi. Paginya, Lela merasakan seperti ada yang menepuk-nepuk pipinya. Sebuah benda yang lembut dan kenyal tetapi sangat kuat ketika mencengkeramnya. Tak lama sebuah benda yang lebih lembut lagi menyentuh pipinya, tapi diiringi cairan lengket. Ia pun terkejut dan bangun dari tidurnya. "Morning!" sapa Bara. Ia mengambil anaknya yang tadi asyik bermain di atas ibu susunya. "Pak Bara... kenapa di sini?" tanya Lela berusaha duduk dengan sopan. Ia mencoba menghilangkan kantuknya. Saat melihat ke bawah ia baru sadar masih menggunakan dress kebaya lengkap dengan kerudungnya. "Gak papa, kamu keliatan capek banget. Mau libur lagi?" tanyanya lembut.
Tak terasa Baby Dam sudah tumbuh dengan baik, menjadi anak yang ceria, dan banyak bermain. Ia kini berusia setahun, bisa berlarian dan bicara dengan beberapa kata yang lucu, ia sangat sehat dan gemuk. "Tuan mau pulang katanya," cerita Bi Tati Lela mengeryit, "Loh bukannya belum 3 bulan?" "Ya kan anaknya mau ultah." Lela mengangguk-angguk, "Berarti abis itu balik lagi?" "Gak tau sih kalo itu, bisa iya bisa enggak." Tiada yang tau pasti jalan pikiran Bara, Lela selama ini juga telponan dengan Bara yang menanyakan kabar anaknya tetapi Bara tidak mengatakan akan pulang. Mungkin memang ia bukan tempat untuk diberi informasi pertama, secara Bi Tati adalah sesepuh di mansion itu juga Bi Hera. Siang harinya, saat Lela sedang manampung asinya, tiba-tiba Bi Tati datang. "La!" panggilnya. "Iya, Bi?" "Tuan udah pulang!" ujarnya gembira. Lela terkejut, tetapi ia buru-buru menyudahi kegiatannya dan merapihkan bajunya setelah itu. Seperti tebakan Lela, Bara tiba-tiba datan
"Dokter Blenda?" kaget Lela saat tau siapa pemilik suara itu. Dokter Blenda dan Greg masuk ke ruangan guna memeriksa Lela dan Baby Dam seperti biasa jadwal bulanan mereka. "Tadi Dena ke sini ngapain?" tanya Blenda. "Dokter tau Blenda?" "Iya taulah, dia sering banget nempelin Bara pas acara-acara gitu. Tapi Bara tuh dasarnya gak enakan dari dulu, dia mulai tegaan sama Dena sejak nikah sama Riri." Lela tak tahu kalau Bara orang yang seperti itu, karena ia sering melihat Bara sebagai orang yang kets dan tak berperasaan. Melihat ketidak percayaan di wajah Lela membuat Blenda tertawa kecil, ia paham kenapa. "Dena itu hidup dengan keluarga yang berantakan, kedua orang tuanya selingkuh semua dan hidup dengan kebebasan seperti itu, sementara ketika pulang mereka malah bertengkar dan membuat psikis Dena terganggu. Hilangnya peran orang tua dan saudaranya membuat dia merindukan sosok orang yang perduli, sementara Bara adalah orang yang ada di sisinya di saat ia terpuruk." Lela m
Bara menyerahkan kotak yang entah apa isinya pada Lela, yang diterima dengan ragu. "Ini apa, Pak?" "Reward, karena udah bantu saya kasih asi ke dia selama hampir 10 bulan ini." Lela pun tersenyumdan mengangguk, "Terima kasih, Pak." Ia melirik ke arah Bi Tati, hal itu membuat Bara paham dan berkata. "Bi Tati juga dapet kok, cuma dia minta uang bukan hadiah. Kamu minta uang juga?" Lela langsung menggeleng, "Enggak Pak, gaji dari Bapak udah lebih buat saya." "Syukurlah, nanti pake itu di acara Ultah Damien ya." "Baik, Pak." Bara pun pergi dengan cuek, tetapi aslinya ia berharap Lela menyukai hadiahnya. Setelah Lela membuka bungkus kado itu, ia terkejut karena melihat dress panjang atau gamis dengan gaya remaja, berwarna baby blue, motifnya batik berwarna biru denim dan putih yang cantik serta manis dipandang. Ini adalah baju terbik yang pernah ia miliki, ia tersenyum senang dan membuat Bi Tati ikut senang melihatnya. "Hem, cantik banget ya bajunya." "Iya, Bi."
"Wiiiih! Akhirnya Bu Maudy mengungkapkan perasaannya sama Tuan Raniero, selama ini tuh dia cuma bilang ada rasa gitu loh, terus kayak minta pendapat gimana cara mengungkapkan perasaannya sama dia. Eh akhirnya hari ini kesampaian juga," ujar salah satu ibu-ibu yang anaknya sedang bermain dengan Lela. Sepertinya ibu-ibu itu salah satu circle Bu Maudy yang menembak Bara itu. Lela sendiri hanya mendengarkan dan pura-pura fokus pada permainannya dengan anak-anak. Entah kenapa ada perasaan tidak nyaman ketika ia mendengarkan itu. Padahal harusnya ia bahagia untuk bosnya yang duda itu, ketika menemukan cinta yang baru, daripada stuck dengan masa lalunya. "Hem, cocok banget sih mereka." "Judulnya Janda Ketemu Duda, ya gak sih?" "Setuju banget! Lagian ya... Bu Maudy itu cantik banget dan Tuan Raniero juga cakep banget. Cocok banget sih mereka." "Betul ih! Kalau mereka sampe jadi. Wah... bisa heboh banget. Apalagi Bu Maudy kan juga sama-sama pebisnis ya." "Pasti cocok banget, satu le
Jujur saja Lela agak skeptis dengan Bi Tati yang berubah itu. Akan tetapi, sebelum pergi ia menawarkan Bi Tatk dulu agar tidak ada gesekan ke depannya."Bi Tati yakin nggak mau ikut?" tanya Lela.Sebelumnya Lela juga sudah menawarkan pada Bi Tati, tetapi Bi Tati tidak mau dan menjawabnya dengan ketus.Lagi-lagi, Lela tidak mempermasalahkan nada bicara yang makin hari makin lebih berani. Kalau diurutkan sebagai Majikan dan Bawahan, Bi Tati tidak memenuhi standar dasar bawahan.Lela juga terlalu lembek padanya. Itu dilatarbelakangi oleh fakta masa lalu mereka. Lela menghormatinya sebagai orang yang dipercaya oleh suaminya, dan orang yang lebih tua darinya. Bahkan Bi Tatilah yang membuat Lela bertahan di rumah itu, dari saat ia belum menjadi istri Bara. Kali ini Bi Tati hanya menggeleng.Lela mengerti, "Oke deh. Baik-baik ya kalian semua!" ujarnya pada Bi Tati dan yang lainnya."Iya, semoga kalian selamat sampai tujuan," ujar Bi Tati sebagai formalitas.Lela tersenyum lebih lebar, mer
"Haha! Kau pasti bercanda!" balas Bara kemudian menyesap kopinya. Melihat reaksi itu Juri terkekeh, "Hehe... aku serius." Bara sampai susah menelan kopinya, tetapi ia harus tetap santai. "Tapi kamu pacar sahabatku," ujar Bara mengingatkan. "I know, tapi cinta tak memandang siapa orangnya kan?" Bara menyeringai, "Lalu kenapa kau tidak naksir saja pada Kevin, kalau kau bilang cinta tak memandang siapa orangnya?" Kevin adalah teman Bara juga ia berpostur gemuk dan hobi makan berat. Kalau sekarang mungkin seperti mukbang, ia makan apapun dengan jumlah yang sangat banyak. Orang-orang seperti Juri menurut Bara menyebalkan. Jujurlah kalau cinta juga tentang persepsi. Kalau Juri bilang ia jatuh cinta padanya tanpa memandang siapa orangnya, harusnya ia bisa menyukai yang lain. Itu kata-kata yang dangkal. Jika benar Juri tak memandang siapa orangnya, maka Kevin tidak masalah baginya. Namun, Juri terus membully Kevin di masa lalu. Itu yang membuat Bara makin sebal padanya. "K
"Minder kenapa? Lagian kan ada Papa sama Mama yang bisa ngatur semuanya." "Ya udah sih orang udah lewat." "Bisa aja kan kalo Bara mau, kenapa kalian gak ninggalin pasangan masing-masing?" "Mom! Please, Bara udah bahagia sama pasangannya," kecam Blenda. "Maksudnya si perempuan kampungan itu?" Blenda menghela napas, ia tak suka dengan sikap ibunya yang suka merendahkan orang itu. Maklum, ia anak orang kaya dari lahir dan menikah dengan ayahnya yang merupakan salah satu penguasa di negeri ini. "Gak usah marahlah, Mami kan cuma mau kamu menyelesaikan semuanya dengan jelas. Ceraikan saja Greg yang tidak tahu diri itu." Blenda menghela napas, "Akan aku pikirkan." ••• Bara baru selesai dengan pekerjaannya siang itu, kemudian memilih untuk istirahat. Ia sudah melewatkan satu jam waktu istirahat.Rasanya sangat lelah sekali karena harus membereskan semua kekacauan itu dan memulai dari awal. Ia benar-benar kelhilangan banyak pekerja, kepercayaan klien dan semua yang terkait de
"Seperti yang kamu denger kemarin, sedang diproses." Lela pun terkejut, "Apa gak ada keringanan?" Bara menoleh pada istrinya sambil mengancingkan jasnya. "Kita bicarain setelah aku balik dari Amerika ya." Setelah itu Bara menyeret kopernya, menciun dan memeluk istrinya sejenak sebelum benar-benar pergi. Kemudian, Lela menidurkan Baby Alesha sebelum akhirnya menyusul suaminya ke lantai dasar untuk mengantarnya pergi. "Kamu buru-buru banget ya," ujar Lela menahan tangan Bara yang akan masuk ke mobil. Bara pun berbalik dan menoleh melihat istrinya yang terlihat sedang tidak ingin ditinggal. Wajahnya cemberut dengan tatapan sedih, sepertinya ia masih kepikiran apa yang menimpanya. "Sayangku, aku harus cepet sampai di sana karena ini darurat banget. Aku usahain untuk selesain secepatnya ya." Lela mengangguk dan melepaskan pegangan tangannya pada lengan sama suami. Melihat itu, Bara pun menarik Lela ke dalam pelukannya lagi dan mencium kepalanya. "Udah ya, Sayang. Aku
Lela menghela nafas melihat bagaimana media membicarakan tentangnya dan Bara. Terutama membahas soal dirinya yang pernah melakukan induksi laktasi. Banyak yang mengkritik mereka karena melakukan tindakam ilegal dan melanggar norma. Akan tetapi lewat perjanjian itu pula banyak pakar hukum yang bilang kalau itu tidak melanggar hukum. Ia sekarang pun sedang menyusui putrinya, dan teringat saat dulu menyusui Demian yang sekarang sudah mulai belajar dengan guru yang diundang ke Mansion. Terkait Damien, sebenarnya Bara sempat berpikir untuk tidak membiarkan Demian sekolah di sekolah biasa. Bara ingin Demian homeschooling saja. Lela jelas tidak setuju, karena jika itu terjadi, bisa saja Demien tidak bahagia. Artinya Lela akan setuju untuk membiarkan Demien homeschooling jika Demien yang menginginkannya, tidak ada paksaan dari mereka berdua sebagai orang tua. Lalu syaratnya, harus homeschooling yang tetap keluar rumah. Lela tidak ingin Demien tumbuh menjadi Tuan Muda yang tidak berbaur
Semua orang pun langsung terkejut dan mulai riuh dengan banyak obrolan di dalam sana. Sorotan cahaya kamera semakin menggila membuat Lela sampai harus memejamkan mata karena tidak kuat dengan silaunya yang dihasilkan dari kamera-kamera itu. Lalu Bara segera memberinya kacamata hitam untuk melindunginya. Ia benar-benar suami yang act of service. Lela dan Bara melakukan konferensi tidak membawa anak-anak, karena posisi itu tidak aman sehingga anak-anak harus dititipkan di rumah. Setelah itu, Bara pun bersuara lagi memecah keributan yang ada di sana. "Oke kita balik lagi! Sebenarnya agak aneh kalau kalian terkejut dengan fakta ini, karena sudah diungkapkan, dan sudah ada bukti. Rasanya apa yang kalian ragukan dari bukti itu karena tidak berasal dari saya langsung kan? Maka saya konfirmasi bahwa itu benar." Bara terus memberikan menarik ulur penjelasannya agar para wartawan berpikir kritis dan tidak asal menulis berita dan bertanya lagi. Namun, tentu saja itulah pekerjaan mer
"Untuk apa kalian tau?" tanya Bara balik. Sebenarnya ia main-main saja, tapi Bara akan menjelaskannya seperti kesepakatannya dengan sang istri sebelumnya. Orang yang ditanya malah bingung, sehingga Bara terkekeh melihatnya. Sebelum bicara lagi, Bara menatap mata para wartawan di sana. "Ya kalau kalian bingung menjawabnya, saya gak mau jawab. Kenapa?" Ia menjeda lagi, melihat istrinya yang duduk tenang dan terus bermain-main dengan pikiran mereka. "Ya harusnya kalian juga berpikir dong, kenapa kalian harus tahu, lalu apa sih yang membuat kalian harus tahu? Kenapa kami harus memberitahu kalian tentang apa yang tidak kami beritahu kepada kalian?" Diam lagi. Semua diam tanpa berani menjawab. "Nah hal seperti itu harusnya kalian dalami dulu sebelum bertanya. Pertanyaan kalian harus ada basisnya. Kalian tuh harus jelas membutuhkan informasi itu. Kalo cuma fomo atau viral, itu jadi hoax karena informasinya gak guna buat kalian. Lah iya, kenapa kalian harus tau? Kalau hanya ka
"Sayang...." panggil Bara dengan manja. Lela terus memunggunginya di tempat tidur karena masih kesal dengan betapa jahatnya Greg dan betapa pasifnya Bara merespon hal itu. Padahal ia selalu melihat Bara yang galak pada karyawannya dan selalu tegas, tapi terhadap sahabat-sahabatnya ia bisa bersikap lemah lembut. "Say, kok masih marah sama aku sih? Aku udah minta maaf dan aku akan coba untuk beri dia sanksi, biar nggak kebiasaan," bujug Bara. "Itu kan yang kamu omongin, tapi faktanya kamu nggak ngelakuin itu. Kamu terlalu lembek sama Dokter Greg hanya karena persahabatan yang baik. Tapi kan kamu biasanya selalu ngikutin prinsip. Masa kamu gak tega sama dia?" Bara menghela napas, istrinya mulai melakukan konfrontasi. "Masalahnya aku juga terbatas sama keinginan dari Blenda. Dia nggak pengen aku ngungkapin permasalahan dalam rumah tangga mereka." "Ya tapi kamu dirugikan. Ini bukan hanya tentang Blenda, tapi kan kamu juga butuh keadilan. Kontrak yang harusnya dia tanda tangani seb
"Maaf... aku udah janji sama Blenda, kalau aku nggak akan membongkar hal itu." Lela merasa tidak adil, tapi bagaimana lagi semuanya sudah terjadi dan Blenda meminta agar mereka tidak buka mulut. Saat memikirkan itu, tiba-tiba. Bruk! Bara tergeletak di atas soda dengan lemas. "Mas!" Lela langsung berusaha menaikkan Bara ke atas kasur. Bara masih setengah sadar sehingga Lela tidak benar-benar mengangkat Bara sepenuunya. Ia kemudian menghubungi dokter keluarga Raniero yang lain. Sembari menunggu dokter datang, Lela pun mencoba untuk mengompres Bara dan memijit pelan-pelan badannya, agar ia lebih rileks. Namun, Bara masih mendengar suara Lela yang terus mengoceh karena sangat mengkhawatirkan suaminya. "Aku cuma butuh istirahat, Sayang. kamu nggak usah khawatir." Lela mendelik menatap suaminya, tidak setuju. "Hanya butuh istirahat apanya?! Kamu udah ngedrop banget! Kamu udah kecapean dari kemarin-kemarin. Kenapa sih, kamu susah banget kalau diajak istirahat? Kamu selalu p