Bara terkejut ketika melihat CCTV di kamar Baby Dam di malam ulang tahunnya, itu adalah saat di mana Alex mengantarnya ke kamar, ttapi ia salah kamar. Alex justru mengantarnya ke kamar Baby Dam, ternyata dilihat gesturnya, Alex juga agak mabuk. Ia memijat pelipisnya, orang mabuk mengantar orang mabuk, itu konyol. Semakin dilihat, semakin terang faktanya. Ternyata ia tidur di ranjang di mana ada Lela yang sedang tidur. Untungnya Lela tak menyadari itu, bahkan ketika ia memeluk pinggangnya. Ia merasa malu, memejamkan matanya dan melihat adegan selanjutnya. Di Pagi hari, Lela berbohong tentang apa yang terjadi. Sehingga Bara pun mulai paham kalau Lela merasa takut padanya bukan hanya karena alkohol tetapi karena ia memeluknya saat tidur. "Mampus, mau ditaro di mana muka gue nanti?!" keluhnya. ••• Malam pun tiba ketika Lela sedang makan sendirian di dapur, ia suka terbangun dan merasa lapar di malam hari. Tiba-tiba ia merasakan ada yang mebgamatinya dari jauh, sehing
Lela mengucap syukur akhirnya ia bisa wisuda tepat waktu. Ibu dan adik-adiknya datang ke Jakarta untuk menemaninya saat wisuda itu. Meski Lela tidak mendapat predikat Cumlaude dan semacamnya, ia lulus dengan IPK 3,5. Ia merasa lega, perjuangamnya selama ini membuahkan hasil. Sementara itu, Bara sengaja membawa Baby Dam di acara wisuda itu agar anaknya ikut berfoto di hari bahagia ibu asinya. "Ma!" panggil Baby Dam saat melihat Lela berfoto bersama keluarganya. Lela dan keluarganya menoleh, sementara Lela dengan alami menggendong bayi berusia 10 bulan itu. Bara sendiri dengan canggung menyalami Ibu Lela. "Hallo, Bu. Salam kenal, saya Dosennya Lela," sapanya. Ibu Lela pun langsung berbinar, "Hallo juga, Pak. Salam kenal juga, terima kasih sudah banyak membantu anak saya." "Sama-sama Bu, itu sudah kewajiban saya." "Walau begitu saya masih harus berterima kasih, semoga ilmu yang Pak Dosen berikan bermanfaat untuk Lela nantinya." "Aamiin, Bu." "Oh ya, ini anaknya Pak
Setelah mengantar ibu dan kedua adiknya ke Stasiun, Lela kembali ke mansion. Ia agak lelah tetapi bahagia karena sudah melalui wisuda. Ia langsung bersih-bersih dan istirahat, niatnya ingin mengecek Baby Dam, tapi ia terlalu lelah untuk bangkit. Jadi ia tertidur sampai Pagi, toh ia diberi libur oleh Bara dan sudah menyiapkan cadangan asi. Paginya, Lela merasakan seperti ada yang menepuk-nepuk pipinya. Sebuah benda yang lembut dan kenyal tetapi sangat kuat ketika mencengkeramnya. Tak lama sebuah benda yang lebih lembut lagi menyentuh pipinya, tapi diiringi cairan lengket. Ia pun terkejut dan bangun dari tidurnya. "Morning!" sapa Bara. Ia mengambil anaknya yang tadi asyik bermain di atas ibu susunya. "Pak Bara... kenapa di sini?" tanya Lela berusaha duduk dengan sopan. Ia mencoba menghilangkan kantuknya. Saat melihat ke bawah ia baru sadar masih menggunakan dress kebaya lengkap dengan kerudungnya. "Gak papa, kamu keliatan capek banget. Mau libur lagi?" tanyanya lembut.
Tak terasa Baby Dam sudah tumbuh dengan baik, menjadi anak yang ceria, dan banyak bermain. Ia kini berusia setahun, bisa berlarian dan bicara dengan beberapa kata yang lucu, ia sangat sehat dan gemuk. "Tuan mau pulang katanya," cerita Bi Tati Lela mengeryit, "Loh bukannya belum 3 bulan?" "Ya kan anaknya mau ultah." Lela mengangguk-angguk, "Berarti abis itu balik lagi?" "Gak tau sih kalo itu, bisa iya bisa enggak." Tiada yang tau pasti jalan pikiran Bara, Lela selama ini juga telponan dengan Bara yang menanyakan kabar anaknya tetapi Bara tidak mengatakan akan pulang. Mungkin memang ia bukan tempat untuk diberi informasi pertama, secara Bi Tati adalah sesepuh di mansion itu juga Bi Hera. Siang harinya, saat Lela sedang manampung asinya, tiba-tiba Bi Tati datang. "La!" panggilnya. "Iya, Bi?" "Tuan udah pulang!" ujarnya gembira. Lela terkejut, tetapi ia buru-buru menyudahi kegiatannya dan merapihkan bajunya setelah itu. Seperti tebakan Lela, Bara tiba-tiba datan
"Dokter Blenda?" kaget Lela saat tau siapa pemilik suara itu. Dokter Blenda dan Greg masuk ke ruangan guna memeriksa Lela dan Baby Dam seperti biasa jadwal bulanan mereka. "Tadi Dena ke sini ngapain?" tanya Blenda. "Dokter tau Blenda?" "Iya taulah, dia sering banget nempelin Bara pas acara-acara gitu. Tapi Bara tuh dasarnya gak enakan dari dulu, dia mulai tegaan sama Dena sejak nikah sama Riri." Lela tak tahu kalau Bara orang yang seperti itu, karena ia sering melihat Bara sebagai orang yang kets dan tak berperasaan. Melihat ketidak percayaan di wajah Lela membuat Blenda tertawa kecil, ia paham kenapa. "Dena itu hidup dengan keluarga yang berantakan, kedua orang tuanya selingkuh semua dan hidup dengan kebebasan seperti itu, sementara ketika pulang mereka malah bertengkar dan membuat psikis Dena terganggu. Hilangnya peran orang tua dan saudaranya membuat dia merindukan sosok orang yang perduli, sementara Bara adalah orang yang ada di sisinya di saat ia terpuruk." Lela m
Bara menyerahkan kotak yang entah apa isinya pada Lela, yang diterima dengan ragu. "Ini apa, Pak?" "Reward, karena udah bantu saya kasih asi ke dia selama hampir 10 bulan ini." Lela pun tersenyumdan mengangguk, "Terima kasih, Pak." Ia melirik ke arah Bi Tati, hal itu membuat Bara paham dan berkata. "Bi Tati juga dapet kok, cuma dia minta uang bukan hadiah. Kamu minta uang juga?" Lela langsung menggeleng, "Enggak Pak, gaji dari Bapak udah lebih buat saya." "Syukurlah, nanti pake itu di acara Ultah Damien ya." "Baik, Pak." Bara pun pergi dengan cuek, tetapi aslinya ia berharap Lela menyukai hadiahnya. Setelah Lela membuka bungkus kado itu, ia terkejut karena melihat dress panjang atau gamis dengan gaya remaja, berwarna baby blue, motifnya batik berwarna biru denim dan putih yang cantik serta manis dipandang. Ini adalah baju terbik yang pernah ia miliki, ia tersenyum senang dan membuat Bi Tati ikut senang melihatnya. "Hem, cantik banget ya bajunya." "Iya, Bi."
"Wiiiih! Akhirnya Bu Maudy mengungkapkan perasaannya sama Tuan Raniero, selama ini tuh dia cuma bilang ada rasa gitu loh, terus kayak minta pendapat gimana cara mengungkapkan perasaannya sama dia. Eh akhirnya hari ini kesampaian juga," ujar salah satu ibu-ibu yang anaknya sedang bermain dengan Lela. Sepertinya ibu-ibu itu salah satu circle Bu Maudy yang menembak Bara itu. Lela sendiri hanya mendengarkan dan pura-pura fokus pada permainannya dengan anak-anak. Entah kenapa ada perasaan tidak nyaman ketika ia mendengarkan itu. Padahal harusnya ia bahagia untuk bosnya yang duda itu, ketika menemukan cinta yang baru, daripada stuck dengan masa lalunya. "Hem, cocok banget sih mereka." "Judulnya Janda Ketemu Duda, ya gak sih?" "Setuju banget! Lagian ya... Bu Maudy itu cantik banget dan Tuan Raniero juga cakep banget. Cocok banget sih mereka." "Betul ih! Kalau mereka sampe jadi. Wah... bisa heboh banget. Apalagi Bu Maudy kan juga sama-sama pebisnis ya." "Pasti cocok banget, satu le
Andai ada orang yang menganggap bahwa kita tidak dalam era kapitalis, mereka mungkin belum mendalami apa yang terjadi di hidup ini. Lela paham hal itu, ia merasakan hal itu sangat penting di dunia ini. Andai ia tidak dibantu oleh Bara waktu itu, pasti ia tidak akan hidup tenang seperti saat ini. "Lela!" panggil ayah Lela. Ia keluar penjara dijaga oleh sipir untuk menemui Lela yang mengunjunginya. "Apa kabar, Pak?" sapanya mencium tangan sang ayah. Akan tetapi ayahnya melengos dan melepas tangan Lela dengan kasar. Ia menganggap bahwa keberadaan dirinya di penjara adalah ulah Lela. "Gak usah sok perduli kamu, kamu yang buat Bapak seperti ini." Lela menghela napas, entah mau sampai kapan ayahnya akan seperti itu, bukannya minta maaf malah menyalahkannya. Ia membuka bekal yang ia buat khusus untuk ayahnya, makanan kesukaannya. "Ini aku bawain makanan kesukaan Bapak," ujar Lel aberusaha mengalihkan pembicaraan. Pria setengah baya itu bukannya merasa senang malah terlihat men