"Dari mana, Rafa?" Suara Dona menghentikan langkah Rafa.Pria itu menghela napas sebelum berbalik menatap kakaknya. "Dari belakang rumah, Kak," jawab Rafa.Dona mengucek matanya lalu mendekati Rafa. "Kamu ada masalah sama Eva. Tadi Kakak dengar, kalian berdebat. Ada apa?" Dona yang jarang melihat mendengar Rafa meninggikan suara kini merasa khawatir. "Hanya masalah kecil, Kak. Nggak usah dipikirkan." Rafa berucap dengan lelah. "Sebaiknya, Kak Dona masuk ke kamar. Malam ini, Kak Dona temenin Arumi ya. Aku mau istirahat.""Yakin hanya masalah kecil?" tanya Dona menyelidik. "Kakak dengar Eva juga marah-marah. Ada apa sih? Cerita sama Kakak. Siapa tahu Kakak bisa bantu, entah bicara pada Eva atau hal lainnya."Rafa menggeleng lemah. Dia tidak boleh membicarakan masalah rumah tangganya pada orang lain, termasuk kakaknya sendiri. Rafa harus menyelesaikan berupa dengan Eva, tanpa campur tangan lain. Lagipula, masalah mereka hanya sepele. Berdebat akan sering dialami dalam berumahtangga."Kam
"Kyaaa ...." Eva berteriak kencang saat mendapati ada lengan yang melingkari perutnya. Saat berbalik, dia dibuat kaget mendapati Rafa tengah tertidur pulas di dekatnya. Eva segera bangun dan mengerahkan seluruh tenaga untuk mendorong kuat tubuh Rafa dengan kedua kakinya.Dia membuka selimut dan memeriksa seluruh tubuhnya yang masih dibalut pakaian lengkap. Tidak ada yang terbuka. Semuanya terpasang dengan benar. Dia menghembuskan nafas lega. "Aman," ucap Eva.Di waktu yang sama, Rafa yang masih terlelap, kaget bukan main saat merasakan dirinya terdorong. Dan matanya langsung terbuka lebar ketika kepalanya tertumbuk di tepian nakas. Kejadiannya terjadi begitu cepat hingga Rafa merasakan tubuhnya mendarat kasar di karpet. Dia tidak terlalu merasakan sakit di tubuhnya karena karpet itu berbulu tebal, kecuali perut dan bahu yang menjadi sasaran tendangan Eva terasa sakit. "Auchhh, sakit banget," kata Rafa mengeluh sambil mengusap-usap belakang kepalanya yang terbentur. Masih diliputi ket
"Air hangat untuk Arumi mandi, udah siap?" tanya Rafa ketika berpapasan dengan Eva. Eva mengangkat teko yang dilapisi kain lap tebal. "Baru mau bawa ke kamar mandi." Rafa hanya ber-oh pelan. Dia mengekor di belakang Eva menuju kamar mandi dan memperhatikan gadis itu mencampur air panas dengan air dingin dalam baskom mandi Arumi. "Pak Rafa coba cek deh suhunya, udah pas atau belum," ujar Eva menggeser posisi. Namun, pijakan kakinya ternyata licin.Kaki Eva terpeleset dan hampir jatuh jika pinggangnya tidak segera ditangkap Rafa. Dengan cepat, Rafa merengkuh dengan kuat lingkaran pinggang Eva yang kecil hingga membuat jarak di antara mereka terkikis. Mata Eva yang tertutup sebelumnya perlahan terbuka karena merasakan dirinya tidak jatuh ke lantai. Begitu terbuka, wajah tampan Rafa yang menyapanya. Tatapan keduanya langsung terhubung di titik yang sama. Dalam hati keduanya saling memuja akan keindahan rupa masing-masing.Cukup lama keduanya saling memandang hingga terinterupsi oleh sua
"Ayo mandi bersama," ucap Rafa dengan suara berbisik.Mata Eva membelalak dan langsung mendorong kuat tubuh Rafa. Dia memundurkan langkah menjauhi Rafa. "Apa-apa sih, Pak?" ucap Eva ketus.Rafa menyeringai, "Kenapa mundur? Takut? Tadi kamu loh yang nawarin mau mandiin saya. Sekarang giliran saya ajakin kamu mandi bareng, kamu malah menghindar?"Eva menggeleng, "Nggak mau! Pak Rafa nih nggak bisa diajak bercanda. Pak Rafa bisa bedain nggak sih mana yang saya ucapin dengan serius, mana yang bercanda.""Oh yang tadi bercanda? Kirain serius. Padahal tadi saya udah seneng loh. Kalau dimandiin, saya nggak bakalan capek-capek keluarin tenaga lagi." Rafa mengulum senyum melihat raut panik Eva.Pria itu melangkah maju mendekat, membuat gadis itu berjalan mundur. "Pak Rafa mau ngapain? Pak Rafa berhenti di sana. Pak jauh-jauh dari saya. Mundur Pak bukan maju. Pak Rafa, ihhhh," ucap Eva semakin panik dan memundurkan kakinya hingga bersandar di keranjang bayi Arumi. Dia memejamkan mata karena Rafa
"Pak, bentar lagi teman-teman kos bakalan berdatangan. Saya gimana?" tanya Eva meletakkan ponselnya di samping. Sebelumnya, dia membaca pesan-pesan di grup teman kosnya. Di grup ramai membicarakan akan segera balik ke kos, karena jadwal kuliah sebentar lagi dimulai.Seharusnya, Eva membicarakan ini jauh-jauh hari sebelum teman-teman sesama penghuni kos kembali dari kampung halaman masing-masing. Tetapi, malam ini, dia baru bisa duduk berdua dengan pria yang sedang berkutat dengan laptopnya. Entah dia sedang sibuk apa, Eva tidak peduli. Toh, itu bukan urusannya. Meskipun Eva tampak diabaikan, Eva akan mencoba menarik perhatian pria itu. "Pak, denger saya nggak sih?" tegur Eva yang merasa Rafa belum juga meresponnya.Pria yang sedang fokus di laptopnya mengalihkan pandangannya ke Eva. Gadis itu sedang memperhatikannya sambil memeluk lutut di tengah-tengah sofa panjang."Kenapa?" tanya Rafa menyingkirkan laptopnya. Dia memfokuskan dirinya mendengarkan ucapan lawan bicaranya. Eva menarik
"Nggak usah sok jijik deh, Pak. Itu anak Pak Rafa sendiri, ngapain pake palingkan wajah segala. Cepetan bersihin." Eva mengomel sambil berkacak pinggang. Dia menatap jengah bapak kosnya yang mempersulit dirinya membersihkan pup Arumi."Tenang dulu dong Eva. Saya susah napas ini. Perasaan dia cuma minum sufor, kok bau banget sih pup-nya." Rafa menahan napas sambil membersihkan kotoran yang menempel di pantat Arumi. "Ya elah, Pak. Pup Arumi nggak sebau itu. Pemikiran Pak Rafa aja tuh yang memengaruhi indera penciuman Pak Rafa, makanya terima aroma busuk. Nggak usah lebay. Pup pak Rafa lebih bau pasti."Rafa mengehentikan pergerakan tangannya lalu menoleh pada Eva. "Kenapa malah bandingin sama pup saya?""Lagian, sama anak sendiri kok jijik. Saya yang bukan siapa-siapa Arumi, biasa aja tuh kalau gantiin popoknya." Eva mendengus dan beralih mengaduk susu formula Arumi. "Kamu ibunya Arumi," celetuk Rafa.Dengan gerakan kilat Eva menoleh. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya mendengar ucapan R
"Pak, saya pulang sekarang ya." Eva buru-buru mengambil jaket dari dalam lemari untuk menutupi piyama tidurnya. Dia harus segera kembali ke kamar kos."Nggak bermalam di sini? Besok aja kamu kembali ke kamar kos kamu." Rafa yang sedang menyandarkan tubuhnya di bingkai pintu mengusulkan.Eva menggeleng, menyambar ponsel dan membuka room chat dengan Ega. "Nih, Pak Rafa liat. Ega mau ke kamar saya."Rafa manggut-manggut dan bertanya, "Mau saya temenin?" "Nggak usah, Pak," tolak Eva yang langsung meraih tangan Rafa dan menempelkan di pipinya. "Saya pergi, Pak. Kalau Arumi bangun dan nangis, Pak Rafa coba tenangin dulu. Kalau nggak bisa, Pak Rafa baru hubungi saya. Bye." Eva sudah melewati Rafa yang mematung di tempatnya. Pria itu menatap tangannya yang digunakan Eva menyelami dirinya. Tangan yang menyentuh pipi halus Eva meninggalkan sengatan aneh yang menghambat kinerja otak Rafa. "Apa yang dilakukan gadis itu barusan?" tanya Rafa pada dirinya sendiri."Pak Rafa, kunci pintunya!" Eva b
"Ngapain ikut masuk di kamar aku?" tanya Eva merasa aneh dengan Rida yang menerobos masuk ke dalam kamarnya."Aku numpang tidur di sini ya. Kamar aku belum dibersihkan, masih ada debu. Aku capek banget kalau harus bersih-bersih dulu. Boleh ya?" Rida mengedip-kedipkan matanya sambil menggoyangkan tangan Eva.Eva hanya bisa menghela napas dan mengangguk. Rida mengepalkan tangan dan mengatakan yes. Dia langsung menghempaskan tubuhnya di kasur empuk Eva."Geseran dikit, aku juga mau tidur." Eva mendorong tubuh Rida hingga mengguling mendekati tembok. Dia berbaring telentang dengan sebelah tangannya sebagai bantalan."Eva, nggak rindu rumah?" celetuk Rida yang memaksa Eva membuka mata yang sempat terpejam.Eva menatap lurus ke langit kamarnya yang disinari lampu tidur. Jika ditanya seperti itu, Eva merasakan perih di matanya. Rindu? Tentu saja dia merindukan rumah. Tetapi, suasana rumah sewaktu kecil yang dia rindukan bukan saat dewasa. Semakin dewasa, Eva merasakan banyak tuntutan yang har