"Maaf..." Maria mencoba mengumpulkan keberanian, tapi suaranya terdengar lirih.
"Siapa ayahnya?" Ayah nya bertanya, kini nadanya mulai berubah tajam. Ibunya menatap putrinya tajam. "Sayang, kamu sudah dewasa. Kami tahu itu. Waktunya menikah dan punya anak, iya, tapi bukan begini caranya! Hamil tanpa suami? Siapa yang berbuat ini? Ini Raka, kan?!" Maria menggelengkan kepala nya, air matanya mengalir deras. "Bukan, Ma..." "Kalau bukan Raka, lalu siapa?!" Ayah nya membentak, amarahnya mulai memuncak. Maria menggigit bibirnya, mencoba menahan tangis, sebelum akhirnya berkata dengan suara gemetar, "Aku hamil... sama kakaknya, Naya. Maaf aku baru bisa bilang... Waktu aku diculik, aku..." ia berhenti, suaranya pecah, "aku diperkosa..." Ruangan mendadak sunyi. Kata-kata itu menggema di kepala Ayah dan Ibu nya. "Sialan!" Ayah berdiri dengan kemaraPagi Hari di Rumah TommyKetika pagi menjelang, Tommy bangun dari tidurnya dan keluar dari kamar. Ia mengira Maria sudah pindah ke kamar adiknya, tapi ternyata gadis itu masih tertidur di sofa ruang tamu. Tubuhnya meringkuk, terlihat nyaman di balik selimut tipis yang ia berikan semalam.Berinisiatif memindahkan Maria ke kasur tanpa membangunkannya, Tommy mendekat dan bersiap mengangkat tubuhnya. Namun, saat hendak menyentuh, matanya tak sengaja menangkap sesuatu yang membuatnya tertegun. Bukit kembar Maria terlihat menyembul di balik selimut, membuat tenggorokannya terasa kering."Gila nih cewek! Lepas baju tapi nggak diganti. Apa nggak malu kalau dilihat orang lain?" gumamnya sambil meneguk ludah.Tommy memutuskan mundur, berdiri kaku sambil membuang napas berat. Namun, sebelum ia benar-benar pergi, Maria tiba-tiba bergerak. Gadis itu kini duduk dengan mata masih terpejam, meracau sesuatu yang tidak jelas."Dia pikir masih di rumah mewa
Hari Minggu yang Panjang Minggu pagi pukul 09.00, Naya membangunkan suaminya, Raka, yang masih terkapar di tempat tidur. Malam sebelumnya, Raka kelelahan setelah pertarungan "romantis" di ranjang bersama istrinya. "Katanya hari ini kamu mau nganter aku ke rumah kakakku. Ayo, cepat bangun!" tegur Naya sambil menarik selimut suaminya. "Nanti dulu, Sayang. Badanku masih lemas. Tenagaku belum terkumpul semua," balas Raka setengah mengeluh. "Dasar cowok lemah! Pokoknya aku nggak mau tahu. Hari ini kamu harus ngantar aku ke rumah kakakku!" Naga mendesak. Raka mencoba berdiplomasi. "Iya, aku janji nganter kamu. Tapi gimana kalau sebelum itu kita bertempur dulu lagi di tempat tidur?" Kesal, Naya langsung melemparkan bantal ke wajah Ethan. "Bugh!" "Kenapa sih, Mas, pikiranmu selalu ke situ terus? Lama-lama aku jahit tuh Arjuna!" bentak Naya dengan nada geram.
Setelah Naya pulang bersama suaminya, Maria kini sendirian di rumah Tommy. Sambil menunggu pria itu pulang, ia duduk di ruang tamu, termenung. Hari ini, Maria bertekad untuk mencoba beradaptasi dengan kehidupan sederhana, jauh dari kemewahan yang biasa ia nikmati di rumah orang tuanya. Ia ingin memasak untuk Tommy sebagai bentuk terima kasih karena pria itu mengizinkannya tinggal sementara di rumahnya. Namun, Maria sadar bahwa ia sama sekali tidak bisa memasak. Akhirnya, ia memutuskan menelepon pembantu pribadinya yang masih bekerja di rumah keluarganya. "Bik!" Maria memanggil dengan nada mendesak. "Non, akhirnya Nona menghubungi Bibik! Ibu Nyonya sedang uring-uringan mencari Nona. Pulanglah, Non, jangan kabur lagi!" suara Bibik terdengar penuh kekhawatiran. "Aku lagi di vila teman, Bik. Bilang sama Mami kalau aku baik-baik saja dan nggak akan pulang sebelum Papi kasih restu untuk menikah dengan Tomm
Malam itu, Raka memperhatikan istrinya, Naya, yang mondar-mandir di dalam kamar. Wajahnya tampak serius, seperti sedang memikirkan sesuatu yang sangat penting. "Hmm, sampai kapan aku harus nonton kamu mondar-mandir kayak ayunan, sih?" goda Raka sambil menyandarkan tubuhnya di ranjang. "Huh... Mas! Aku lagi mikirin cara supaya Kakak mau nikahin Nona Maria!" jawab Naya dengan kesal, berhenti sejenak lalu menatap suaminya. "Kalau Kakak nggak mau, jangan dipaksa dong," balas Raka santai. Naya langsung mengambil sandal dan melemparkannya ke arah Raka. Bugh! "Aduh! Kenapa nyalain aku lagi?" sergah Raka sambil mengusap kepalanya yang terkena sandal. Naya mendekat dan melotot tajam. "Jangan sampe Nona Maria ngalamin apa yang aku alamin dulu! Udah hamil tapi nggak dinikahin! Kamu lupa gimana dulu aku harus nangis-nangis nunggu kamu melamar?" "Yaelah, aku lagi yang disalahin
Di depan rumah Tommy, suara Toa menggema keras, memanggil namanya berulang kali. Suara itu menggetarkan suasana sore yang tenang, membuat Tommy dan Maria yang sedang duduk di ruang tamu terkejut. "Suara Naya, adikku! Ngapain dia teriak-teriak pakai Toa segala?" gerutu Tommy sambil berdiri. Maria menatap Tommy bingung. "Kita keluar, lihat apa yang terjadi." Saat melangkah keluar, pemandangan yang mereka lihat benar-benar mengejutkan. Naya berdiri di atas tembok pagar rumah, memegang Toa dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya menggenggam botol kecil berlabel racun tikus. "Naya, turun! Lu gila, ya?! Kalau jatuh gimana?" teriak Tommy, suaranya memantul tajam. Namun Naya balas berteriak, suaranya menggema melalui Toa. "Gue nggak mau tahu, kak! Kalau lu nggak nikahin Nona Maria, gue lompat dari sini dan minum racun ini!" Maria terbelalak, tak percaya dengan kegilaan yang dipertontonkan di depa
Pernikahan Tommy dan Maria Pernikahan sederhana antara Tommy dan Maria akhirnya terlaksana di KUA yang tidak jauh dari rumah Tommy. Banyak warga hadir sebagai saksi, meyakini bahwa pernikahan ini adalah bentuk tanggung jawab Tommy atas kehamilan Maria. Namun, hanya Maria yang tahu bahwa sebenarnya orang tuanya tidak merestui pernikahan ini. Maria, yang putus asa, berbohong kepada warga dengan mengatakan bahwa kedua orang tuanya menyetujui pernikahan tersebut. Pak Tono, yang dia mintai tolong sebagai wali nikah, sebenarnya hanyalah tetangganya yang diminta berpura-pura menjadi perwakilan keluarganya. Dengan raut wajah serius, Pak Tono tetap menjalankan perannya dengan tenang. Pak Tono: "Apakah kamu, Tommy, menerima Maria sebagai istrimu dengan mas kawin yang telah disepakati?" Tommy: "Ya, saya terima." Pak Tono mengalihkan pandangan kepada Maria. Pak Tono: "Apakah kamu,
Hati yang Terluka dan Kenyataan Pahit Kini hati Nabila terasa hancur. Orang yang selama ini ia sukai, Tommy, menikah dengan wanita lain. Saat mendengar berita pernikahan Tommy dengan Maria, ia tidak mampu menahan perih yang menusuk di dadanya. Sejak hari itu, Nabila memutuskan untuk berhenti mengantar makanan setiap pagi ke rumah Tommy, seperti yang biasa ia lakukan. Baginya, semua perhatian dan kebaikan yang ia curahkan hanya menjadi luka yang tak berbalas. Di sisi lain, Tommy mulai merasakan keganjilan dalam rutinitas paginya. Ia teringat akan Nabila wanita yang diam-diam ia cintai, meski keadaan memaksanya menikahi Mauren. Hatinya diliputi rasa bersalah. Tommy tahu, ia telah menyakiti perasaan Nabila. Kini, pemandangan Nabila membawa makanan ke rumahnya hanya tinggal kenangan yang terus menghantui pikirannya. Pagi itu, Naya, adik perempuan Tommy, datang berkunjung ke rumah kakaknya. Ia membawa ana
Saat Naya berkunjung ke rumah kakaknya, Tommy, ia memutuskan untuk mengajari Mauren cara memasak Mauren, yang berasal dari keluarga kaya, belum pernah memasak sendiri karena selama ini selalu dilayani oleh para pembantu Namun, setelah menikah dengan Tommy, seorang pria sederhana, ia merasa perlu belajar agar bisa mengurus rumah tangga dengan lebih baik Percakapan sebelum memasak Naya melihat Mauren duduk di meja makan, tampak ragu saat melihat berbagai bahan makanan di atas meja Naya "Oke, hari ini kita akan belajar masak Kamu pernah pegang pisau sebelumnya" Mauren tertawa kecil, lalu menggeleng "Aku pernah sih buat buka paket belanja online" Naya mengerutkan dahi "Mauren, itu beda Ya ampun, kamu benar-benar belum pernah masak sama sekali" Mauren "Serius, Nay Dulu di rumah, kalau lapar tinggal pesan atau minta ke pembantu Aku nggak pernah kepikiran buat masak sendiri"
Pagi yang Mencekam: Maria Dipaksa PulangJam menunjukkan pukul delapan pagi, saatnya Tommy berangkat kerja, meninggalkan Maria sendirian di rumah.Setelah memastikan semua pekerjaan rumah beres, Maria duduk santai di depan TV. Ia merasa hari ini bisa digunakan untuk belajar lebih banyak tentang mengurus suami dan memasak dengan baik.Maria beranjak dari sofa, berjalan menuju meja untuk mengambil ponselnya. Ia ingin menelepon adik iparnya, Naya, dan meminta dia mengajarinya memasak. Namun, sebelum sempat meraih ponsel, suara ketukan di pintu depan mengejutkannya.Tok... Tok...Maria mengerutkan kening. Siapa yang datang sepagi ini? Dengan langkah hati-hati, ia menghampiri pintu dan membukanya perlahan.Begitu melihat siapa yang berdiri di balik pintu, wajahnya langsung pucat pasi. Matanya membelalak, napasnya tercekat.Di hadapannya berdiri beberapa bodyguard dan pelayan yang dikirim oleh orang tuanya.Dengan pan
Di tengah malam, Naya dikejutkan oleh kedatangan ibu mertuanya, Florentina, yang mengetuk pintu kamarnya dengan lembut. "Ayah mertuamu ingin berbicara denganmu," ucap Florentina dengan suara tenang namun penuh makna. Tanpa menunda waktu, Naya segera beranjak dari tempat tidur, lalu bersama suaminya, mereka menuju kamar mertuanya untuk menemui sang ayah mertua. [Adegan di Kamar Agara] Di dalam kamar yang remang-remang, Agara duduk di kursi kayu dekat jendela, menatap langit malam dengan sorot mata yang penuh penyesalan. Naya dan Raka berdiri di ambang pintu, menunggu pria tua itu berbicara. Suasana begitu hening hingga suara napas mereka terdengar jelas. Agara menghela napas dalam sebelum akhirnya membuka suara, "Naya... Terima kasih sudah mau datang." Naya menatapnya tanpa ekspresi. "Ibu mertua bilang Ayah ingin bicara denganku. Apa yang ingin Ayah
Di ruang makan, Maria akhirnya memberanikan diri untuk mengungkapkan keinginannya tidur satu kamar dengan suaminya. Namun, Tommy masih belum sepenuhnya menerima Maria sebagai istrinya. Meski enggan, ia terpaksa mengizinkan Maria tidur di dalam kamarnya. Maria menatap Tommy dengan ragu. "Tommy… aku ingin tidur di kamarmu mulai malam ini." Tommy meletakkan sendoknya, menatap Maria dengan datar. "Kenapa tiba-tiba?" Maria menunduk sebentar sebelum menatap Tommy dengan penuh harap. "Karena aku ini istrimu. Bukankah wajar kalau suami istri tidur sekamar?" Tommy mendesah, menatapnya tajam. "Maria, aku belum siap menerima pernikahan ini sepenuhnya." Maria menggigit bibir, suaranya melemah. "Aku tahu… tapi aku ingin mencoba. Aku ingin menjalani pernikahan ini dengan baik." Tommy terdiam sejenak, lalu akhirnya menghela napas panjang. "Ters
Saat Naya berkunjung ke rumah kakaknya, Tommy, ia memutuskan untuk mengajari Mauren cara memasak Mauren, yang berasal dari keluarga kaya, belum pernah memasak sendiri karena selama ini selalu dilayani oleh para pembantu Namun, setelah menikah dengan Tommy, seorang pria sederhana, ia merasa perlu belajar agar bisa mengurus rumah tangga dengan lebih baik Percakapan sebelum memasak Naya melihat Mauren duduk di meja makan, tampak ragu saat melihat berbagai bahan makanan di atas meja Naya "Oke, hari ini kita akan belajar masak Kamu pernah pegang pisau sebelumnya" Mauren tertawa kecil, lalu menggeleng "Aku pernah sih buat buka paket belanja online" Naya mengerutkan dahi "Mauren, itu beda Ya ampun, kamu benar-benar belum pernah masak sama sekali" Mauren "Serius, Nay Dulu di rumah, kalau lapar tinggal pesan atau minta ke pembantu Aku nggak pernah kepikiran buat masak sendiri"
Hati yang Terluka dan Kenyataan Pahit Kini hati Nabila terasa hancur. Orang yang selama ini ia sukai, Tommy, menikah dengan wanita lain. Saat mendengar berita pernikahan Tommy dengan Maria, ia tidak mampu menahan perih yang menusuk di dadanya. Sejak hari itu, Nabila memutuskan untuk berhenti mengantar makanan setiap pagi ke rumah Tommy, seperti yang biasa ia lakukan. Baginya, semua perhatian dan kebaikan yang ia curahkan hanya menjadi luka yang tak berbalas. Di sisi lain, Tommy mulai merasakan keganjilan dalam rutinitas paginya. Ia teringat akan Nabila wanita yang diam-diam ia cintai, meski keadaan memaksanya menikahi Mauren. Hatinya diliputi rasa bersalah. Tommy tahu, ia telah menyakiti perasaan Nabila. Kini, pemandangan Nabila membawa makanan ke rumahnya hanya tinggal kenangan yang terus menghantui pikirannya. Pagi itu, Naya, adik perempuan Tommy, datang berkunjung ke rumah kakaknya. Ia membawa ana
Pernikahan Tommy dan Maria Pernikahan sederhana antara Tommy dan Maria akhirnya terlaksana di KUA yang tidak jauh dari rumah Tommy. Banyak warga hadir sebagai saksi, meyakini bahwa pernikahan ini adalah bentuk tanggung jawab Tommy atas kehamilan Maria. Namun, hanya Maria yang tahu bahwa sebenarnya orang tuanya tidak merestui pernikahan ini. Maria, yang putus asa, berbohong kepada warga dengan mengatakan bahwa kedua orang tuanya menyetujui pernikahan tersebut. Pak Tono, yang dia mintai tolong sebagai wali nikah, sebenarnya hanyalah tetangganya yang diminta berpura-pura menjadi perwakilan keluarganya. Dengan raut wajah serius, Pak Tono tetap menjalankan perannya dengan tenang. Pak Tono: "Apakah kamu, Tommy, menerima Maria sebagai istrimu dengan mas kawin yang telah disepakati?" Tommy: "Ya, saya terima." Pak Tono mengalihkan pandangan kepada Maria. Pak Tono: "Apakah kamu,
Di depan rumah Tommy, suara Toa menggema keras, memanggil namanya berulang kali. Suara itu menggetarkan suasana sore yang tenang, membuat Tommy dan Maria yang sedang duduk di ruang tamu terkejut. "Suara Naya, adikku! Ngapain dia teriak-teriak pakai Toa segala?" gerutu Tommy sambil berdiri. Maria menatap Tommy bingung. "Kita keluar, lihat apa yang terjadi." Saat melangkah keluar, pemandangan yang mereka lihat benar-benar mengejutkan. Naya berdiri di atas tembok pagar rumah, memegang Toa dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya menggenggam botol kecil berlabel racun tikus. "Naya, turun! Lu gila, ya?! Kalau jatuh gimana?" teriak Tommy, suaranya memantul tajam. Namun Naya balas berteriak, suaranya menggema melalui Toa. "Gue nggak mau tahu, kak! Kalau lu nggak nikahin Nona Maria, gue lompat dari sini dan minum racun ini!" Maria terbelalak, tak percaya dengan kegilaan yang dipertontonkan di depa
Malam itu, Raka memperhatikan istrinya, Naya, yang mondar-mandir di dalam kamar. Wajahnya tampak serius, seperti sedang memikirkan sesuatu yang sangat penting. "Hmm, sampai kapan aku harus nonton kamu mondar-mandir kayak ayunan, sih?" goda Raka sambil menyandarkan tubuhnya di ranjang. "Huh... Mas! Aku lagi mikirin cara supaya Kakak mau nikahin Nona Maria!" jawab Naya dengan kesal, berhenti sejenak lalu menatap suaminya. "Kalau Kakak nggak mau, jangan dipaksa dong," balas Raka santai. Naya langsung mengambil sandal dan melemparkannya ke arah Raka. Bugh! "Aduh! Kenapa nyalain aku lagi?" sergah Raka sambil mengusap kepalanya yang terkena sandal. Naya mendekat dan melotot tajam. "Jangan sampe Nona Maria ngalamin apa yang aku alamin dulu! Udah hamil tapi nggak dinikahin! Kamu lupa gimana dulu aku harus nangis-nangis nunggu kamu melamar?" "Yaelah, aku lagi yang disalahin
Setelah Naya pulang bersama suaminya, Maria kini sendirian di rumah Tommy. Sambil menunggu pria itu pulang, ia duduk di ruang tamu, termenung. Hari ini, Maria bertekad untuk mencoba beradaptasi dengan kehidupan sederhana, jauh dari kemewahan yang biasa ia nikmati di rumah orang tuanya. Ia ingin memasak untuk Tommy sebagai bentuk terima kasih karena pria itu mengizinkannya tinggal sementara di rumahnya. Namun, Maria sadar bahwa ia sama sekali tidak bisa memasak. Akhirnya, ia memutuskan menelepon pembantu pribadinya yang masih bekerja di rumah keluarganya. "Bik!" Maria memanggil dengan nada mendesak. "Non, akhirnya Nona menghubungi Bibik! Ibu Nyonya sedang uring-uringan mencari Nona. Pulanglah, Non, jangan kabur lagi!" suara Bibik terdengar penuh kekhawatiran. "Aku lagi di vila teman, Bik. Bilang sama Mami kalau aku baik-baik saja dan nggak akan pulang sebelum Papi kasih restu untuk menikah dengan Tomm